2014 POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

19 Oktober Ema Umilia

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM. Sejalan...

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian , 2014 Pengembangan Ekowisata Di Bumi Perkemahan Kiara Payung Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Cagar lam merupakan sebuah kawasan suaka alam yang berarti terdapat

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata adalah sektor yang memiliki manfaat dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi di Negara berkembang sebagaimana yang diungkapkan Hakim (2004, hlm.5) bahwa di Negara-negara yang tingkat perkonomiannya dikategorikan berkembang, sektor pariwisata secara aktif dipromosikan sebagai kunci dari pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain sektor pertanian di Negara berkembang seperti Indonesia mempunyai peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi. Indonesia memiliki potensi alam yang sangat tinggi, dimana jika pemanfaatannya tidak dilestarikan dan dijaga maka potensi alam yang melimpah ini bisa habis begitu saja tanpa pemanfaatan yang baik. Dalam upaya pemanfaatan dan pelsetarian sumber daya alam diberlakukan pengelolaan sumber daya alam yang mana difokuskan pada hal pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan atau konservasi. banyak kebijakan dibuat oleh pemerintah dalam upaya pelestarian diantara dengan menetapkan kawasankawasan yang harus dilindungi dan kawasan-kawasan tertentu yang dapat dijadikan sebagai kawasan yang dapat dieksplotasi. Akan tetapi bukan berarti kawasan-kawasan tertentu yang dijadikan kawasan yang bisa dieksploitasi bisa dipamnfaatan secara berlebihan namun harus berdasarkan aspek-aspek yang telah ditetapkan pemerintah agar kawasan-kawasan tersebut bisa tetap dilestarikan. Sementara itu dalam rangka perlindungan seabagimana yang tercatat oleh biro perencanaan departemen kehutanan Indonesia 1996/1997dalam Nugroho (2011,hal.12), berbagai kawasan kemudian ditetapkan sebagai kawasan lindung ataupun kawasan konservasi seperti hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam (termasuk, cagar alam), kawasan suaka alam laut dan lainnya, mangrove, taman nasional, taman hutan raya, taman

wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, kawasan rawan bencana alam. Kawasan-kawasan tersebut kini marak dijadikan lokasi eksploitasi 2

yang mana jika hal ini terus dibiarkan akan berdampak pada kekayaan alam itu senidiri. Banyak komentar kurang baik yang ditujukan pada pemerinntah yang dianggap kurang serius dalam pelaksanaan pencegahan dalam memberlakukan peraturan pemerintah yang ditetapkan untuk pelestarian kawasan yang dilindungi. Pemerintah seringkali beranggapan bahwa kurangnya terlaksana kebijakan-kebijakan yang ditetapakan karena luasnya kawasan Indonesia yang menjadikan hambatan bagi pemerintah untuk melaksanakan kebjikan tersebut. akan tetapi hal ini juga termasuk dalam sulitmya birokrasi yang ada didalam pemerintah itu sendiri dimana dari dalam instansinya saja sudah sulit diberlakukan kebijakan dan begitu pulan yang terjadi diluar intasi yang kerap sulit dilakukan kebijakan. Kebijakan terpusat telah mematikan potensi dari pemerintah daerah, masyarakat lokal atau adat, maupun potensi jangka panjang dari keberlanjutan dan kelestarian sumber daya alam dan kawasan konservasi itu sendiri. Populasi manusia yang terus berkembang setiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan pariwisata semakin meningkat sedangkan suatu objek wisata itu bersifat statis atau titak bertambah. Awalnya perkembangan wisata secara besarbesaran ini diyakini tidak mengganggu lingkungan dan tidak menimbulkan polusi.namun, banyak temuan-temuan yang mengindikasikan bahwa aktivitas wisata (dalam banyak hal) sangat merugikan ekosistem, terutama ekosistem destinasi wisata setempat.dalam banyak kasus, tempat-tempat yang dulunya indah dan digunakan sebagai tujuan favorit wisata menjadi tercemar oleh logam berat dan bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. Perkembangan dan pertumbuhan wisatawan yang besar dan tidak terkontrol, telah mendorong laju kerusakan habitat dan erosi pantai. Dampak tidak langsung lainnya,sebagaiama yang diungkapkan Lindberg (1995) dalam Nugroho (2011,hal.15) yakni ekploitasi terhadap bentuk-bentuk kehidupan yang ada 3

di daerah wisata. Kini seiring berjalannya waktu mulai terasa efek negatif dari pariwisata masal yaitu kerusakan-kerusakan lingkungan. Di tengah dinamika ekonomi dunia, globalisasi ekonomi yang belum tuntas, kenaikan harga minyak dunia, serta tarik menarik kepentingan ekonomi dunia maju dan dunia ketiga, telah berkembang suatu jenis jasa wisata yang memberi jaminan bagi terciptanya kesejahteraan.sektor usaha tersebut dikenal dengan ecotourism atau ekowisata. Indonesia memiliki potensi alam yang sangat tinggi, dimana jika pemanfaatannya tidak dilestarikan dan dijaga maka potensi alam yang melimpah ini bisa habis begitu saja tanpa pemanfaatan yang baik. Dalam upaya pemanfaatan dan pelsetarian sumber daya alam diberlakukan pengelolaan sumber daya alam yang mana difokuskan pada hal pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan atau konservasi. taman nasional sewbagi kawasan yang digunakan untuk pelestarian sumber daya alam kini menawarkan wisata yang berbasis ekowisata. Taman nasional yang menawarkan wisata ekologis banyak diminati wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran paradigma kepariwisataan internasional dari bentuk pariwisata masal (mass tourism) ke wisata minat khusus yang disebut ekowisata. Oleh karena itu timbulah gagasan baru dalam pengembangan pariwisata yang disebut dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang lebih mengedepankan kelestarian lingkungan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Damanik & Weber (2006, hlm.8) bahwa kegiatan pariwisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Potensi Indonesia dalam penerapan konsep ekowisata sangat besar karena masih banyak keindahan alam yang masih alami dan belum dimanfaatkan, seperti yang dikemukakan oleh Nugroho (2011, hlm.3) bahwa: Indonesia memiliki potensi keindahan dan kekayaan alam yang bernilai tinggi dalam pasar industry wisata alam, khususnya ekowisata.sebagai bentuk wisata yang sedang 4

trend, ekowisata mempunyai kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk lokal dan menghargai budaya lokal. Melihat pernyataan di atas, dengan kekayaan alam Indonesia yang tinggi, menjadikan potensi yang besar untuk melaksanakan ekowisata, agar potensi kekayaan alam di Indonesia ini tetap lestari dan dapat dirasakan oleh generasi yang akan datang. Jawa barat adalah salah satu provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Wilayah Jawa Barat memiliki kekayaan alam yang sangat indah untuk dikunjungi, mulai dari pegunungan hingga pantai menawarkan keindahan yang luar biasa. Ibu kota Provinsi Jawa Barat adalah Bandung dimana Bandung mempunyai potensi pariwisata yang sangat besar, baik dari sisi keindahan alam maupun kekayaan budayanya. Keindahan alam seperti pegunungan, situ, waduk, curug hingga hutan menawarkan pemandangan yang indah dan menarik untuk dikunjungi.budaya yang mendominasi di daerah Bandung adalah budaya Sunda.Keramahannya, bahasa, kesenian, nilai-nilai tradisional yang unik menjadi potensi pariwisata yang menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki keindahan alam dan keunikan budaya Bandung mimilki posisi yang cukup strategis kerena berdekatan denga ibu kota Negara Indonesia yaitu Jakarta. Dengan posisi tersebut membuat minat wisatawan untuk berkunjung ke daerah Bandung menjadi besar karena berdekatan dengan Jakarta yang menjadi pintu masuk wisatawan mancanegara ke Indonesia, dan dapat menjadikan variasi wisata oleh para wisatawan.wisatawan dapat berwisata di pantai yang terletak di daerah Jakarta dilanjutkan dengan berwisata ke Bandung untuk menikmati keindahan alamnya. Bergeser ke wilayah Bandung Timur, tidak banyak orang yang tahu bahwa Bandung memiliki Hutan Taman Buru Nasional yang merupakan 1 dari 15 Taman Buru yang ada di Indonesia, dimana lokasi taman buru tersebut berada pada daerah 5

administratif Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Sumedang yakni Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Sebagai salah satu upaya konservasi sumber daya alam hayati dan hewani berupa satwa liar telah ditempuh melalui penetapan kawasan hutan konservasi-taman buru yang merupakan bentuk pemanfaatan satwa liar yang dilaksanakan dalam bentuk perburuan. Hingga saat ini, perburuan satwa buru masih berjalan kurang teratur dan masih banyak terjadi perburuan tanpa izin, yang mengancam kelestarian satwa. Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ditunjuk menjadi taman buru dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 29/Kpts/Um/5/1976 pada tanggal 15 Mei 1976, dan ditetapkan menjadi taman buru dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 298/Kpts-II/98 pada tanggal 27 februari 1998. Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi ini memiliki luas 12.443,1 Ha. Karena termasuk kawasan konservasi, kawasan ini menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan.Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Sekarang, taman buru ini berada di bawah koordinasi Bidang Wilayah II dan Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Jabar. Pada April 2008, BBKSDA mengeluarkan Surat Keputusan No. 750/BBKSDA JABAR/1/2008, dimana Wanadri menjadi mitra dalam pengelolaan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana pengeloaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Taman Buru ditetapkan fungsinya sebagai kawasan hutan konservasi. Dengan demikian, Taman Buru ditinjau dari aspek konservasi sejajar dengan kawasan hutan konservasi lainnya seperti Taman Wisata, Taman Hutan Raya, Taman Nasional, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Di sisi lain, sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang ketentuan Pokok Kehutanan, yaitu 6

berdasarkan fungsinya hutan Negara dibagi kedalam empat tipe (Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata), Taman Buru diklasifikasikan sebagai hutan wisata, karena di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan terselenggaranya perburuan yang teratur bagi kepentingan olahraga berburu dan rekreasi. Berdasarkan PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, dijelaskan bahwa Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagi diselenggarakan perburuan secara teratur. Kondisi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi yang masih belum dikelola secara maksimal merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh berbagai pihak terutama pemerintah, untuk mewujudkan pariwisata berburu yang berkelanjutan di masa depan. Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi saat ini direncanakan untuk dikelola dengan pendekatan yang mengacu pada konsep dasar berupa konsep pembangunan kawasan dan ekowisata yang berkelanjutan. Perencanaan ini diperlukan karena Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sangat luas dan belum terkoordinasi dengan baik untuk dapat diawasi. Sementara itu, telah terjadi banyak penyalahgunaan kawasan pada masa lalu yang tidak hanya merugikan pihak pengelola, tapi juga masyarakat secara umum, mengingat kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi adalah kawasan konservasi yang menjadi penyangga kehidupan di daerah sekitarnya. Ada beberapa keunggulan lainnya yang menarik dari Taman Buru Gunung Kareumbi Masigit ini diantaranya : 1. Konservasi (wali pohon) 2. Penelitian dan pengembangan flora dan fauna 3. Pengembangan biakan rusa 4. Ekowisata 5. Pemberdayaan masyarakat 6. Ekosistem 7

7. Diklat (mitigasi bencana) Dari ketujuh keunggulan yang ada di Taman Buru Gunung Kareumbi Masigit ini salah satu keunggulan yang menarik perhatian peneliti yakni ekowisata, dimana pada kawasan taman buru ini pengeksploitasian terhadap flora dan fauna dilakukan, namun berada pada kawasan konservasi dimana sebagaimana yang tertulis pada UU No.5 tahun 1990 dimana tujuan konservasi yakni: 1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan Menurut Pitana dan Gayatri (2005) dalam Nugroho (2011,hal.43) dalam menata fungsi dan peruntukan kawasan hutan sebagaimana telah dituangkan dalam Tata Guna Hutan, kawasan hutan tetap seluas 113 juta ha telah dialokasikan peruntukannya sebagai berikut: a. Hutan Lindung : 30 juta ha b. Hutan Suaka dan Wisata : 19 juta ha c. Hutan Produksi : 64 juta ha 2. Pengawetan Keananekaragaman Hayati Berdasarkan angka tersebut, strategi perlindungan sistem penyangga kehidupan telah diakomodasikan dalam kawasan lindung seluas 30 juta ha, hutan suaka/wisata seluas 19 juta ha, serta sebagian hutan produksi yang berupa jurang, daerah mata air, tepi pantai, tepi sungai yang merupakan daerah yang dilindungi. Dengan demikian, sekurang-kurangnya terdapat sekitar 50 juta ha kawasan hutan atau sekitar 44 % dari kawasan hutan tetap atau bila dibandingkan dengan luas daratan Indonesia sekitar 26 % yang merupakan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dalam pembangunan kehutanan diwujudkan melalui bentuk : a. Konservasi di luar kawasan (ex-situ), antara lain dengan melakukan pemeliharaan dan pembiakan tumbuhan atau satwa di tempat penangkaran, kebun binatang, taman burung, arboretum, taman hutan raya. Disamping itu juga 8

dilakukan dengan penetapan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, pembatasan dalam pemungutan, dan pengenaan sangsi bagi yang melanggarnya, b. Konservasi di dalam kawasan (in-situ), dilakukan dalam bentuk penetapan dan pengelolaan kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan zona inti taman nasional. Negara Indonesia memiliki Cagar Alam sebanyak 167 unit seluas 6,35 juta ha. tersebar di seluruh propinsi, Suaka Margasatwa sebanyak 44 unit dengan luas 2,7 juta ha., 24 unit Taman Nasional dengan luas sekitar 6,8 juta ha Nugroho (2011,hal.51). 3. Pemanfaatan Secara Lestari Konsep ini diterapkan pada kawasan hutan produksi. Di bidang pengusahaan hutan, dikenal adanya sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Habis Dengan Permudaan Buatan (THPB). Kedua sistem tersebut pada prinsipnya juga menganut strategi pemanfaatan secara lestari.pada bidang pemungutan hasil hutan non kayu, khususnya satwa, juga menganut strategi tersebut antara lain dengan penetapan quota tangkap dan quota pemasaran (khususnya ekspor). Pembatasan ini juga dimaksudkan jangan sampai kegiatan pemungutan melampaui daya dukung alamnya. Prinsip yang dianut dalam rangka pemungutan satwa di alam adalah untuk menjaga keseimbangan antara daya dukung habitat dengan populasi satwanya. Sebagai contoh, penangkapan kerbau liar di Baluran dapat dilakukan sekitar 200-300 ekor per tahun agar daya dukung habitat dapat menjamin perkembangan kerbau liar di alam secara baik. Dalam kegiatan penangkaran satwa, kewajiban melakukan restocking sebanyak 10 % dari anakan untuk dikembalikan ke alam, juga merupakan tindakan pembatasan pemanfaatan yang bernafaskan kelestarian. Sejalan dengan tujuan ekowisata itu sendiri dimana wisata alam berdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya spesies dan habitatnya secara langsung dengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara tidak langsung dengan memberikan pandangan kepada masyarakat setempat, untuk membuat masyarakat 9

setempat dapat menaruh nilai, dan melindungi wisata alam dan kehidupan lainnya sebagai sumber pendapatan). Seperti yang telah dijabarkan, hal ini berbanding terbalik dengan tujuan konservasi dan ekowisata yang pada dasarnya mengedepankan pada pelestarian flora dan fauna. Oleh karena itu, peneliti lebih menitik beratkan pada potensi ekowisata yang berada pada kawasan konservasi taman buru. B. Identifikasi Masalah Peneliti telah memfokuskan penelitian terhadap permasalahan yang terjadi dengan berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas. Untuk lebih memperjelas maksud serta batasan masalah yang akan diteliti, sehingga peneliti merumuskan beberapa hal terkait penelitian yang akan dilaksanakan sebagai berikut : 1. Potensi ekowisata ada di Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sangat menarik perhatian peneliti hal ini mendorong peneliti mengambil judul penelitian ini adalah Potensi Ekowisata di Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi 2. Pengembangan yang berwawasan ekowisata perlu dibuatkan zonasi-zonasi untuk perencanaan pengembangan infrastruktur yang mengahsilkan sebuah peta zonasi Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. 3. Peran pengelola untuk pengembangan ekowisata tanpa merusak apa yang sudah ada di Kawasan Koservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya maka di ambil rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Potensi apa saja yang mendukungkawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sebagai ekowisata? 2. Bagaimana zonasi ekowisata yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi? 10

3. Bagaimana upaya dari pengelola agar tidak terjadi kepunahan bagi flora dan fauna yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi? D. Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu, adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis Potensi yang mendukung Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi sebagai ekowisata 2. Memetakan zonasi ekowisatadi Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi 3. Mengidentifikasi upaya dari pengelola agar tidak terjadi kepunahan bagi flora dan fauna yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia akademis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Manfaat dari penelitian antara lain : 1. Manfaat Teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkaya ilmu Geografi Pariwisata dalam hal mengenai pariwisata dalam bentuk ekowisata, pengembangan ekowisata, mengetahui potensi-potensi ekowisata serta pembuatan zonasi untuk wilayah ekowisata dan hasil kajian diharapkan dapat dijadikan referensi guna penelitian lebih lanjut tentang potensi ekowisata di kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit, selain itu dapat memberikan pengetahuan tentang ekowisata kepada masyarakat maupun wisatawan. 2. Manfaat Praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelola dan pemerintah setempat dalam hal pengelolaan dan pengembangan daya tarik wisata di kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit. 11

F. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN Bab 1 menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional serta struktur organisasi skripsi. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab 2 menguraikan tentang teori-teori yang mendukung penelitian dan diharapkan dapat menjawab masalah penelitian. Hal-hal yang dijabarkan dalam bab ini yaitu Peran dan Fungsi Taman Nasional, Wisata Edukasi, Ekowisata dan Wisatawan. BAB III PROSEDUR PENELITIAN Bab 3 menguraikan tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel, metode penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, alat pengumpul data, teknik pengolahan data, teknik analisis data serta alur pemikiran penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV membahas mengenai potensi ekowisata yang ada di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, zonasi ekowisata dan upaya pelestarian flora dan fauna oleh pengelola BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V berisikan tentang kesimpulan yang didapat penulis setelahmelakukan penelitian ini, serta tidak lupa dicantumkan pula beberapasaran yang diharapkan dapat berguna bagi keberlangsungan pengelolaan wilayah tersebut 12