BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren di Indonesia memiliki tugas yang sangat besar, baik bagi kemajuan pendidikan Islam maupun bagi bangsa Indonesia keseluruhan. Tujuan pesantren adalah untuk menciptakan dan membentuk generasi muda sebagai penerus yang cerdas dan berakhlak mulia. Kegiatan pendidikan agama di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan keagamaan inilah kemudian berubah menjadi nama pondok pesantren. Dalam catatan Howard M. Federspiel, salah seorang pengkaji ke-islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik para santri untuk mempunyai keinginan belajar (Kementrian Agama, 2012). Hasil Riskesdas (2007) diketahui bahwa rumah tangga yang telah mempraktekan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baru mencapai 38,7%. Oleh sebab itu, Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014 menetapkan target 70% rumah tangga yang sudah mempraktekan PHBS pada Tahun 2014. Persentase rumah tangga Ber-PHBS memang merupakan salah satu Indicator Kinerja Utama (IKU) dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes RI, 2012). 1
2 Upaya peningkatan perilaku sehat di rumah tangga belum menunjukan hasil yang optimal, hal ini dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Tahun 2010 yang menunjukan bahwa di Indonesia hanya 24,9% rumah penduduk yang tergolong rumah sehat. Terdapat 16 provinsi di Indonesia dengan persentase rumah sehat yang lebih rendah dari nilai nasional (24,9%) yang mana Sulawesi selatan merpakan salah satu provinsi dengan persentase rumah sehat rendah (17,6%) (Balitbangkes, 2010). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dapat dilakukan diberbagai tempat, misalnya di lingkungan rumah tangga, di lingkungan pendidikan maupun di tempat-tempat umum. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keinginan, dan kemauan seorang individu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Terdapat beberapa indikator perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan pendidikan, diantaranya adalah tersedianya jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa, air bersih dan mengalir disetiap kelas, tidak ada sampah yang berserakan di ruang kelas maupun di luar kelas, ketersediaan UKS berfungsi dengan baik, siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM), kukunya pendek dan bersih, santri tidak merokok, para santri ada yang menjadi tim kesehatan di pesantren (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2006). Angka pencapaian PHBS di Puskesmas unit II Sentolo, Kulon Progo dimana Pondok Pesantren Nurul Haromain berada sebesar 22,20%. Ruang lingkup masalah kesehatan kemungkinan bisa terjadi antara lain berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan bias berasal dari bakteri, jamur, dan
3 virus, selain itu kelemahan, ketidaknyamanan, ketidakpuasaan, itu semua adalah masalah yang bisa terjadi di lingkungan Pondok pesantren (Mubarak, 2009). Menurut Depkes RI, budaya bersih merupakan salah satu cerminan suatu sikap dan perilaku masyarakat di Pondok Pesantren dalam menjaga serta memelihara kebersihan bagi para santri itu sendiri dalam kehidupan seharihari. Pondok Pesantren sebagai suatu tempat pendidikan di Indonesia saat ini berjumlah kurang lebih 40.000. Penyakit menular berbasis lingkungan dan perilaku seperti tuberculosis paru, infeksi saluran pernapasan atas, diare dan penyakit kulit masih merupakan masalah kesehatan hapir semua dijumpai di Pondok Pesantren (Nugraheni, 2008). Penularan penyakit sangat mudah disebabkan oleh tingkat kepadatan dan lingkungan yang kurang baik. Pada umumnya kondisi ini kesehatan di lingkungan Pondok Pesantren masih sangat memerlukan dan membutuhkan perhatian dari berbagai pihak terkait baik dalam aspek pelayanan kesehatan, perilaku sehat, maupun kesehatan di Pondok Pesantren itu sendiri (Effendi & Mahfudli, 2007). Pondok Pesantren di Indonesia sebagian besar memiliki masalah besar tentang kesehatan dan masalah terhadap penyakit. Masalah kesehatan dan penyakit di pesantren merupakan masalah yang sangat serius dan tidak sedikit pesantren-pesantren termasuk yang masih tradisional ataupun jauh dari kehidupan modern. Hal ini jarang mendapat perhatian dengan baik dari warga di Pesantren itu sendiri, masyarakat, dan juga pemerintah (Haryono, 2006).
4 Fakta sebagian pesantren tumbuh dan berkembang di lingkungan yang kumuh, kotor, lembab, tempat dan WC yang kurangnya perawatan, dan sanitasi yang buruk (Badri, 2007). Hal ini dikarenakan para santri mempunyai sifat kesederhanaan dan kurangnya fasilitas dan sarana yang ada di Pondok Pesantren itu sendiri dan menjadi salah satu factor yang mempengaruhi perilaku kesehatan bagi santri di lingkungan Pondok Pesantren. Terdapat pula factor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat santri adalah kurangnya promosi kesehatan dari pondok itu sendiri maupun dari berbagai pihak seperti Puskesmas dan tim kesehatan lainnya (Ikhwanudin, 2013). Penyebab dari masalah tersebut adalah pengetahuan tentang tentang hidup bersih dan sehat yang masih kurang di lingkungan Pondok Pesantren terutama para santri. Informasi, pengetahuan kesehatan dan asumsi budaya kebersihan dan kesehatan sangat kurang sekali santri yang mengeri tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini sebabkan sumber informasi yang masuk ke dalam pesantren masih terbatas, sehingg dibutuhkan buku bacaan dan promosi kesehatan tentang perilaku kesehatan dan kebersihan (Ikhwanudin, 2013). Salah satu penyebab buruknya kualitas kehidupan para santri di pondok pesantren di Indonesia karena pondok pesantren memiliki perilaku sederhana sesuai dengan tradisi atau sebagai turun-temurun yang belum mampu membersihkan lingkungan dan menjaganya. Hal ini diperburuk dengan kurangnya fasilitas di dalam Pondok Pesantren untuk menunjung
5 kehidupan para santri sehari-hari dalam rangka meningkatkan kesehatannya. Perilaku para santri juga tidak jauh berbeda dengan mencontoh kyai ustad dan badal (pengganti kyai) yang tidak lepas dari perilaku kesederhanaan karena alasan keterbatasan fasilitas, sarana dan prasarana yang ada di Pondok Pesantren tersebut (Rofiq, 2008). Penelitian yang tentang penyakit menular yang ada di Pesantren di Jawa Timur, salah satunya adalah penelitian Rahadian (2008) mengenai kebersihan perorangan santri dan sanitasi Pondok Pesantren putri KHA. Wahid Hasyim Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan. Hasil penelitian menunjukkan kondisi sanitasi Pondok Pesantren masih kurang baik dan kebanyakan para santri sering menderita flu, pusing, batuk, sakit kepala, sakit gigi, penyakit kulit dan sebagainya. Hal ini disebabkan kurangnya promosi kesehatan dari berbagai pihak seperti dari Puskesmas ataupun dari tim kesehatan lainnnya yang diberikan pada para santri, karena dengan promosi kesehatan berperan sebagai edukasi kepada santri untuk hidup sehat, menjaga dirinya agar bisa tetap sehat, dan meningkatkan kualitas kesehatan. Pondok Pesantren merupakan tempat dimana anggota para santri berkumpul dan saling berhubungan satu dengan yang lainya. Semua anggota para santri serta kebiasaan hidup sehari harinya merupakan suatu kesatuan yang berhubungan erat dengan lingkungan di Pesantren. Oleh karena itu kesehatan harus dimulai dari diri para santri di Pondok Pesantren untuk menjaga kesehatan. Pondok Pesantren dapat terwujud bila ada kemauan, keinginan setiap anggota para santri untuk menjaga, meningkatkan, dan
6 melindungi kesehatanya dari berbagai ancaman penyakit melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Depkep RI, 2006). Meningkatkan PHBS merupakan hal yang positif yang dapat dilakukan oleh para santri untuk mendukung program pemerintah. Derajat kesehatan dalam tatanan Pesantren dapat mengalami peningkatan karena kesehatan individu mempengaruhi konsentrasi dan rasa nyaman dalam proses belajar mengajar. Peningkatan PHBS sangat ditentukan oleh para santri penghuni Pondok Pesantren dalam menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada kebersihan lingkungan dan gaya hidup masing-masing individu (Effendy, 2009). Secara konsep teori perilaku, dari pengetahuan akan berubah menjadi sikap dan sikap menjadi tindakan (Notoatmodjo, 2010). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan kebiasaan hidup pada individu, keluarga dan masyarakat yang ada di Pesantren berorientasi sehat, serta bertujuan untuk meningkatkan, melindungi, dan memelihara kesehatan baik fisik, mental, maupun social (Dinas Kesehatan, 2010). Kondisi sehat ini dapat dicapai dengan mengubah dan mempunyai keinginan dari diri sendiri para santri untuk mengubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat dan bisa menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di pesantren (Dinas Kesehatan, 2010). Sehat menurut batasan World Health Organization (2006) adalah dimana keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan Islam mengajarkan kepada seseorang atau individu hidup yang bersih dan sehat
7 adalah menciptakan dan menjadikan para santri di Pondok Pesantren yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadikan umat yang pilihan (Bondan, 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Pesantren adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan menuju yang lebih baik, dan mampu mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di Pondok Pesantren (Supiyan, 2013). PHBS merupakan salah satu strategis yang dapat dilakukan untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan pada santri di Pondok Pesantren, artinya harus ada kerjasama antara santri-santri yang lain untuk meningkatkan keshatannya (Depkes RI, 2007). Salah satu lembaga di Pesantren yang dapat memantau PHBS di Pesantren adalah Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Poskestren merupakan salah satu usaha kesehatan yang bisa dilakukan oleh masyarakat di lingkungan Pesantren dengan mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan), dan juga dengan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas setempat. Tujuan Poskestren adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran santri, guru, dan ustadz tentang pentingnya kesehatan, meningkatkan kesadaran untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dan meningkatkan kemauan dan kemampuan untuk melindungi diri berbagai penyakit. Pencegahan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada di Pondok Pesantren adalah salah satunya dengan mandi
8 secara teratur dengan menggunakan sabun, menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali minimal, tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain, mencuci sprei, sarung bantal, selimut, dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu, hindari kontak dengan orang-orang lain atau lain serta pakaian, menjaga kebersihan ruangan tempat tidur. Kondisi Poskestren saat ini hampir semua Pesantren di Indonesia yaitu masih belum aktif dengan baik disebabkan oleh kurangnya informasi tentang pengetahuan dan keterampilan dari petugas baik para guru, ustazd, maupun dari para santri sendiri di Pesantren untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Poskestren sangat penting bagi warga ataupun bagi santri yang ada di Pesantren untuk memperoleh kemudahan mendapatkan informasi, pengetahuan, dan pelayanan kesehatan, memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan, dan mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pesantren. Revitalisasi Poskestren merupakan proses pengulangan, upaya, dan usaha untuk melakukan perbaikan kembali dari kekurangan yang ada sebelumnya dan di harapkan bisa meningkatkan kesehatan bagi para masyarakat atau para santri yang ada di Pesantren (Laretna, 2005). Revitalisasi Poskestren merupakan usaha-usaha untuk menjadikan suatu itu menjadi penting dan perlu sekali dan suatu cara, usaha, dan upaya untuk meningkatkan kesehatan, meningkatkan pengetahuan masyarakat, guru, dan para santri yang ada di pesantren. Berarti juga hal ini menjadi sesuatu yang penting bagi para santri di pondok pesantren untuk mengubah, dan meningkatkan pola Perilaku
9 Hidup Bersih dan Sehat agar para santri bisa meningkatkan kesehatanya, memperoleh pengetahuan, dan kemampuan untuk mendapatkan kehidupan yang jauh lebih nyaman dan sehat. Tujuan dari revitalisasi Poskestren merupakan suatu pencegah terjadinya penurunan kesehatan salah satunya Perilaku Hidup Sehat dan Bersih. Salah satu upaya utuk para santri yang kurang merawat diri, menjaga kesehatan di lingkungan Pondok Pesantren. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Pondok Pesantren Assalafiyah Mlangi di Kabupaten Sleman pada bulan Januari 2015 ditemukan data, bahwa Poskestren di Pondok Pesantren Assalafiyah Mlangi untuk saat ini belum berjalan atau belum aktif karena Pondok Pesantren masih dalam tahap renovasi pembangunan dan sebelumnya Poskestren memang sudah ada, tetapi poskestrennya hanya untuk mengobati jika para santri ada yang sakit. Pondok Pesantren Assalafiyah Mlangi memiliki jumlah santri sebanyak 337 yang terbagi atas takhasus, kerja, sekolah, kuliah dan MA. Dua tahun terakhir ini baru membuka sekolah MTs dan MA sendiri, sebelumnya MTs dan MA pesantren ini masih bergabung dengan MTs dan MA yang ada di Mlangi. Pada tahun 2008, pernah mempunyai Poskestren yang dananya dibiayai langsung oleh kemenkes sebesar 50 juta rupiah, namun berjalannya waktu Pondok ini sedang dalam tahap renovasi sekolah dan asrama sehingga bangunan Poskestren sendiri dialihkan menjadi asrama. Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan beberapa santri dan salah satu guru di Pondok Pesantren Assalafiyah Mlangi di Kabupaten
10 Sleman. Para santri dan guru mengatakan bahwa untuk kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dari 8 indikator PHBS di lingkungan Pondok Pesantren belum semua dilakukan oleh para santri seperti : 1. Mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan menggunakan sabun, 2. Mengkonsumsi jajan sehat dikantin, 3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat, 4. Olah raga yang teratur dan terukur, 5. Memberantas jentik nyamuk, 6. Tidak merokok, 7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan, dan 8. Membuang sampah pada tempatnya. Melihat fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengetahui peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri melalui program revitalisasi poskestren di Pondok Pesantren Assalafiyah Kabupaten Sleman. B. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan PHBS pada santri di pesantren melalui program revitalisasi poskestren? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada santri di Pesantren melalui program revitalisasi Poskestren. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada santri di Pesantren sebelum program revitalisasi Poskestren.
11 b. Mengetahui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada santri di Pesantren setelah program revitalisasi Poskestren. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis Memberikan informasi kepada para santri, tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada santri melalui program revitalisasi Poskestren. 2. Manfaat teoritis a. Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan untuk keperawatan komunitas khususnya asuhan keperawatan pada kelompok khusus yaitu Pesantren. b. Hasil penelitian ini dapat menjadikan informasi awal bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut dengan masalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Pesantren. E. Penelitian Terkait 1. Azizah (2012), judul penelitian : hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies. Hasil penelitian menunjukkan pada umumnya karakteristik responden sebagian besar berusia 13-15 tahun dan sebanyak 53,41% berjenis kelamin perempuan. Tingkat pengetahuan responden tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan prosentase 54,5% adalah sedang dan peran ustadz sebagai orang penting dengan prosentase 83% adalah tinggi. Sedangkan perilaku pencegahan penyakit
12 skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dengan prosentase 47,7% adalah dalam kategori sedang dalam hal membiasakan diri untuk selalu hidup bersih dan sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan perilaku penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah dengan p value 0,001, dan ada hubungan antara peran ustadz dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah dengan p value 0,047. Perbedaan penelitian Umi Azizah dengan penelitian yang dilakukan adalah terkait desain penelitian, variabel dan populasi penelitian. 2. Taylor et al (2012) yang melakukan penelitian dengan judul Influences on active family leisure and a healthy lifestyle among adolescents. Hasil penelitian menunjukkan persepsi individu tentang norma dan persepsi terkait kontrol perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi pola hidup sehat pada remaja. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah terkait desain penelitian, variabel dan populasi penelitian. 3. Sarrafzadegan et al (2014), dengan judul penelitian The sustainability of intervention of a community-based trial on children and adolescents healthy lifestyle. Hasil penelitian menunjukkan pola hidup sehat telah dilaksanakan di 100% SD, 99% SMP, dan 87% SMA. Pelatihan pola hidup sehat secara signifikan paling tinggi terjadi pada siswa putri SMP dengan P<0,001. Latihan fisik setiap pagi sebagian besar dilakukan oleh siswa putri SMA dan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat sebgaian
13 besar dilakukan oleh siswa putra SMA. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah terkait desain penelitian, variabel dan populasi penelitian.