PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) Herry Suryadi 1, Matius Tri Agung 2, dan Eigya Bassita Bangun 2 1 Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung Email: herry.suryadi@unpar.ac.id 2 Alumni, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung Email: tri_agung90@yahoo.co.id; egy_oke@yahoo.com ABSTRAK Bambu telah banyak digunakan sebagai alternatif pengganti tulangan baja karena memiliki kuat tarik yang relatif cukup besar salah satunya adalah Bambu Gombong dengan nama spesies Gigantochloa Pseudoarundinacea. Tulangan bambu dibuat dari sebuah batang bambu yang mempunyai tebal berkisar antara 8-15 mm dan dibelah dengan lebar berkisar antara 20-25 mm. Pada penelitian sebelumnya didapatkan pengalaman bahwa tulangan bambu yang digunakan sebagai tulangan lentur pada balok mengalami kegagalan slip pada tulangan bambu. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi tulangan bambu guna meningkatkan kuat cabut bambu pada beton. Modifikasi yang dilakukan yaitu dengan melilitkan kawat tali dan memberikan coakan pada tulangan bambu. Untuk mengetahui kuat cabut bambu pada beton dilakukan uji kuat cabut pada lima buah variasi yaitu tulangan bambu polos tanpa modifikasi, tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm, tulangan bambu dengan lilitian kawat setiap jarak 4 cm, tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm, dan tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 5 cm. Uji kuat cabut dilakukan dengan membenamkan bambu sepanjang 15 cm di dalam beton dengan kuat tekan rencana sebesar 20 MPa dan dilakukan penarikan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Jumlah benda uji masing-masing variasi adalah tiga buah dengan bagian bambu yang ditanamkan dibenamkan pada beton tidak terdapat ruas. Dari hasil pengujian dapat dibuktikan bahwa modifikasi tulangan bambu ini dapat meningkatkan kuat cabut bambu pada beton. Besarnya rata-rata tegangan cabut tulangan bambu polos sebesar 14.9 MPa, tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm sebesar 22.8 MPa, tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 4 cm sebesar 18 MPa, tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm sebesar 47.9 MPa dan tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 5 cm sebesar 31.3 MPa. Kata kunci: Bambu Gombong (Gigantochloa Pseudoarundinacea), Tulangan bambu, Kuat Cabut, Uji Kuat Cabut, Universal Testing Macine (UTM) 1. PENDAHULUAN Bambu adalah salah satu material alam yang cepat tumbuh dan sangat mudah didapatkan di Indonesia. Bambu memiliki sifat-sifat mekanis yang baik oleh karena itu bambu banyak dimanfaatkan. Salah satu alternatif pemanfaatan bambu adalah sebagai tulangan beton karena sifat kuat tariknya yang cukup besar. Tulangan bambu dibuat dari sebuah batang bambu yang mempunyai tebal berkisar antara 8-15 mm dan dibelah dengan lebar berkisar antara 20-25 mm. Pada penelitian ini digunakan Bambu Gombong dengan nama spesies Gigantochloa Pseudoarundinacea yang mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi, dari penelitian sebelumnya didapatkan kuat tarik berkisar dari 87.5 MPa hingga 129.9 MPa (Suryadi, H. et al, 2010). Penelitian sebelumnya tulangan bambu yang digunakan sebagai tulangan lentur pada balok mengalami kegagalan slip pada tulangan bambu, sehingga pada penelitian ini dilakukan modifikasi tulangan bambu guna meningkatkan kuat cabut bambu pada beton yang diharapkan dapat meminmalisasi kegagalan tersebut. Modifikasi yang dilakukan yaitu dengan melilitkan kawat tali dan memberikan coakan pada tulangan bambu, yang akan dibahas lebih lanjut pada pembahsan selanjutnya. Untuk mengetahui kuat cabut bambu pada beton dilakukan uji kuat cabut dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) 2. SIFAT-SIFAT MEKANIS BAMBU GOMBONG Bambu adalah rumput raksasa (Giant Grasses) dan bukan merupakan pepohonan seperti yang diketahui pada umumnya. Bambu dapat diklasifikasikan sebagai keluarga Bambusoideae. Batang bambu, pada umumnya, merupakan cangkang berbentuk silinder, yang terbagi oleh diagframa transversal pada ruas bamu. Cangkang bambu Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 S - 229
merupakan material ortotropik dengan kekuatan tinggi pada arah sejajar serat dan kekuatan rendah pada arah tegak lurus serat. (Ghavami, 2004) Untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik dari bambu yang akan digunakan pada penelitian ini maka dilakukan uji tarik pada Bambu Gombong, standar pengujian mengacu pada ISO 22157-1. Uji tarik dilakukan pada enam buah benda uji dimana masing-masing benda uji diambil dari bagian bawah, tengah, dan atas diambil untuk merepresentasikan kuat tarik dari satu batang bambu yang digunakan. Tiga buah benda uji dipasangi strain gauges untuk mengetahui hubungan tegangan-regangan dan modulus elastisitas (Gambar 1a). Pelaksanaan uji tarik dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) (Gambar 1b). Gambar 1. Benda uji tarik bambu Pengujian kuat tarik bambu dengan UTM dan strain gauges Berdasarkan uji tarik yang dilakukan terlihat ragam kegagalan yang terjadi adalah kegagalan yang terjadi pada ruas bambu seperti terlihat pada Gambar 4a dan kegagalan pada serat bambu seperti terlihat pada Gambar 4b. Sebagian besar kegagalan terjadi pada ruas bambu oleh karena itu ISO 22157-1 mensyaratkan bahwa benda uji untuk menentukan kuat tarik bambu harus terdapat ruas karena ruas bambu merupakan bagian yang lemah dan memungkinkan terjadinya kegagalan pada ruas sehingga kuat tarik ultimate ditentukan oleh kekuatan ruas tersebut Gambar 2. Ragam kegagalan uji tarik bambu kegagalan yang terjadi pada ruas bambu kegagalan yang terjadi pada serat bambu Besarnya gaya tarik maksimum (Tu) dan besarnya tegangan tarik ultimit (fub) dari masing-masing benda uji, dapat dilihat pada Tabel 1, diperoleh bahwa rata-rata tegangan tarik ultimit bambu adalah 138.9 MPa. Tabel 1. Gaya tarik dan tegangan tarik ultimate Bambu Gombong No. Benda Uji T u (N) A (mm 2 ) f ub (MPa) T1-S 19005 99 192.8 T2-S 18917 128 147.5 T3-S 15328 139 110.7 T1 15147 104 146.1 T2 17320 127 136.7 T3 13817 139 99.8 Kurva tegangan-regangan Bambu Gombong cenderung linear (Gambar 3) sehingga besarnya modulus elastisitas diambil dari kemiringan garis koordinat titik nol dengan titik puncak dengan data seperti terlihat pada Tabel 2. Ratarata modulus elastistas Bambu Gombong adalah 24873 MPa. S - 230 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Tabel 2. Modulus elastisitas Bambu Gombong No. Benda Uji s (MPa) e E b (MPa) T1-S 192.8 0.010 19280 T2-S 147.5 0.008 18438 T3-S 110.7 0.003 36900 3. KAJIAN EKSPERIMENTAL Modifikasi Tulangan Bambu Gambar 3. Kurva tegangan-regangan Bambu Gombong Pada penelitian ini uji kuat cabut dilakukan pada lima buah konfigurasi tulangan bambu yaitu pada tulangan bambu polos (Gambar 4a), tulangan bambu yang diberikan lilitan kawat yaitu setiap jarak 2 cm (Gambar 4b), setiap jarak 4 cm (Gambar 4c), pemberian tonjolan pada tulangan bambu dengan panjang tonjolan 2.5 cm (Gambar 4d) dan dengan panjang tonjolan 5 cm (Gambar 4e). (c) (d) (e) Gambar 4. Tulangan bambu polos Tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm (c) Tulangan bambu dengan liltan kawat setiap jarak 4 cm (d) Tulangan bambu dengan tonjolan dengan panjang 2.5 cm (e) Tulangan bambu dengan coakan setiap jarak 5 cm Kawat yang digunakan adalah kawat dengan diameter 1 mm berlapis Galvanis dan dililit sebanyak dua kali lilitan untuk mengencangkannya. Detail lilitan kawat dan jarak antar lilitan kawat dapat dilihat pada Gambar 3a. Tonjolan yang dibuat pada tulangan bambu selebar 5 mm dengan panjang 2.5 cm dan 5 cm dengan spasi antar tonjolan sebesar 2.5 cm. Detail tonjolan dan jarak antar tonjolan dapat dilihat pada Gambar 3b. Seluruh konfigurasi tulangan bambu tersebut dibuat dengan ukuran penampang bambu tebal berkisar antara 8-15 mm dan lebar berkisar antara 20-25 mm. Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 S - 231
Gambar 3. Detail liltan kawat pada tulangan bambu Gambar 4. Detail tonjolan pada tulangan bambu Uji Kuat Cabut Untuk mengetahui kuat cabut modifikasi tulangan bambu tersebut dilakukan uji kuat cabut, dimana tulangan bambu dibenamkan sedalam 15 cm pada silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm dengan kuat tekan rencana sebesar 20 MPa. Skema benda uji dapat dilihat pada Gambar 5a. Pelaksanaan uji kuat cabut menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dimana pada penjepit sisi atas memegang tulangan baja yang diangkurkan pada beton dan penjepit sisi bawah memegang tulangan bambu, untuk mencatat besarnya peralihan tulangan bambu tersebut digunakan transducer seperti terlihat pada Gambar 5b. Jumlah benda uji masing-masing konfigurasi sebanyak tiga buah dengan bagian bambu yang dibenamkan pada beton tidak terdapat ruas, karena ruas dapat berpotensi untuk meningkatkan kuat cabut pada tulangan bambu. Gambar 5. Skema benda uji kuat cabut Pengujian kuat cabut dengan UTM yang dilengkapi dengan transducer S - 232 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Kurva Tegangan-Peralihan dari Uji Kuat Cabut Berdasarkan uji kuat cabut dapat diperoleh kurva hubungan tegangan cabut dengan peralihan, besarnya tegangan cabut diperoleh dari hasil pembacaan gaya cabut pada UTM dan besarnya peralihan diperoleh dari pembacaan transducer. Untuk mengetahui peningkatan kuat cabut pada setiap konfigurasi maka pada masing-masing grafik dibandingkan dengan kondisi dimana tidak dilakukan modifikasi. Besarnya rata-rata tegangan cabut tulangan polos dimana tidak dilakukan modifikasi adalah sebesar 14.9 MPa. Gambar 6a dan Gambar 6b menunjukkan grafik hasil uji kuat cabut untuk bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm dan 4 cm, rata-rata tegangan cabut maksimum pada tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm sebesar 22.8 MPa dan tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 4 cm sebesar 18 MPa. Gambar 7a dan Gambar 7b menunjukkan grafik hasil uji kuat cabut untuk bambu dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm dan 5 cm, rata-rata tegangan cabut maksimum pada tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm sebesar 47.9 MPa dan tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 5 cm sebesar 31.3 MPa. Pada Tabel 3 dapat dilihat besarnya gaya dan tegangan cabut maksimum pada tulangan masing-masing konfigurasi benda uji. Gambar 6. Kurva tegangan-peralihan tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm 4 cm Gambar 7. Kurva gaya-peralihan tulangan bambu dengan dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm 5 cm Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 S - 233
Tabel 3. Gaya dan tegangan cabut maksimum tulangan bambu Kode Benda Uji Keterangan T u (N) s (MPa) s avg (MPa) Polos-1 3541 19.0 Polos-2 Tulangan Bambu Polos 2747 12.3 14.9 Polos-3 2708 13.3 2cm-1 4336 19.6 Tulangan Bambu 2cm-2 5891 28.2 Lilitan 2cn 2cm-3 3919 20.6 22.8 4cm-1 4900 20.7 Tulangan Bambu 4cm-2 3223 14.3 Lilitan 4 cm 4cm-3 3796 19.0 18.0 2.5cm-1 12508 59.3 Tulangan Bambu 2.5cm-2 8917 38.2 Tojolan 2.5 cm 2.5cm-3 10099 46.3 47.9 5cm-1 9938 37.6 Tulangan Bambu 5cm-2 4454 23.1 Tonjolan 5 cm 5cm-3 8589 33.1 31.3 Ragam Kegagalan Berdasarkan uji kuat cabut yang telah dilakukan dapat dipelajari pola kegagalan benda uji. Ragam kegagalan uji kuat cabut dengan tulangan bambu polos dapat dilihat pada Gambar 8, hasil uji ini menunjukkan bahwa tulangan bambu polos memiliki kuat cabut yang rendah dengan tercabutnya tulangan bambu yang dibenamkan pada beton dengan mudah sesuai dengan alurnya. Gambar 8. Tipikal ragam kegagalan uji kuat cabut pada Bambu Gombong polos Ragam kegagalan uji kuat cabut dengan tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm dan setiap jarak 4 cm dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Kedua konfigurasi modifikasi bambu ini menghasilkan pola ragam kegagalan yang relatif sama yaitu pada awalnya lilitan kawat berusaha mempertahankan posisi bambu pada saat gaya tarik mulai bekerja, ditunjukkan dengan kegagalan tumpu pada bambu. Namun seiring peralihan yang semakin besar lilitan kawat sudah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sehingga tulangan bambu terlepas dari lilitan kawat tersebut dan pada akhirnya tulangan bambu tercabut. Gambar 9. Tipikal ragam kegagalan uji kuat cabut pada Bambu Gombong dengan lilitan kawat tali setiap jarak 2 cm S - 234 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Gambar 10. Tipikal ragam kegagalan uji kuat cabut pada Bambu Gombong dengan lilitan kawat tali setiap jarak 4 cm Ragam kegagalan uji kuat cabut dengan tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm dan sepanjang 5 cm dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Kedua konfigurasi tersebut pola ragam kegagalan yang relatif sama yaitu pada awalnya tonjolan tersebut menumpu untuk mempertahankan posisi tulangan namun pada saat gaya cabut semakin meningkat maka tonjolan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk memikul beban yang bekerja sehingga terjadi kegagalan geser pada tonjolan tersebut berupa terlepasnya tonjolan tersebut dengan kegagalan searah dengan serat bambu. Gambar 11. Tipikal ragam kegagalan uji kuat cabut pada Bambu Gombong tonjolan sepanjang 2.5 cm Gambar 12. Tipikal ragam kegagalan uji kuat cabut pada Bambu Gombong dengan tonjolan sepanjang 5 cm 4. KESIMPULAN Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa modifikasi tulangan bambu mampu meningkatkan kuat cabut antara bambu dan beton, hal ini ditunjukkan dengan besarnya rata-rata tegangan cabut tulangan bambu yang dimodifikasi lebih besar dibandingkan dengan tulangan bambu polos. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3 rata-rata tegangan cabut tulangan bambu polos sebesar 14.9 MPa, tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 2 cm sebesar 22.8 MPa, tulangan bambu dengan lilitan kawat setiap jarak 4 cm sebesar 18 MPa, tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 2.5 cm sebesar 47.9 MPa dan tulangan bambu dengan tonjolan sepanjang 5 cm sebesar 31.3 MPa. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus pada Program Studi S1 Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan untuk penggunaan fasilitas di Laboratorium Teknik Struktur juga kepada Kepala Laboratorium Teknik Struktur, laboran, teknisi, dan semua pihak yang telah membantu sehingga terlaksananya penelitian ini. Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 S - 235
DAFTAR PUSTAKA Ghavami, K. (2005), Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements, Cement & Concrete Composites 27, 637-649. ISO 22157-1 (2004). Bamboo - Determination of Physical and Mechanical Properties Part 1:Requirements. ISO Copyright Office, Switzerland. Kett, I. (2010). Engineered Concrete Mix Design and Test Methods. CRC Press Taylor & Francis Group, New York. Suryadi, H., Tjondro, J.A., dan Mario, J. (2010). Studi Eksperimental Kuat Geser Balok Terlentur dengan Tulangan Bambu Gombong. Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4), Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010, S323-S331. S - 236 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013