EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam Bab ini dirikan kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

TENTANG TATA PEMERINTAHAN DESA BUPATI DOMPU,

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

P E R A T U R A N D A E R A H

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI LOMBOK TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

UNDANG UNDANG DASAR KELUARGA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2011 MUKADIMAH BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Pasal 2

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 7 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA HIMPUN PEMEKON BUPATI LAMPUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

KEPALA DESA DEMPET KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK PERATURAN DESA DEMPET NOMOR 06 TAHUN 2O16 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

ANGGARAN DASAR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA TAHUN 2015 PENDAHULUAN

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN UMUM TERHADAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. A. Fungsi dan Peranan Undang-Undang Dasar 1945

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2007 SERI D.2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Dengan persetujuan bersama. DEWAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN dan BUPATI MUSI BANYUASIN MEMUTUSKAN :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan

KEPALA DESA SUKARAJA KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA CIPTA BINA MANDIRI

PEMERINTAH KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 22 Tahun 2006 Serie : E Nomor : 15 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

AMANDEMEN PERTAMA UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK MAHASISWA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 07 TAHUN 2006 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Transkripsi:

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mengetahui efektifitas dan kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup tentang mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mengetahui efektifitas dan kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dan normatif dengan tinjauan teori yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hasil observasi penyelenggaraan di lapangan yang hasilnya dianalisis untuk dapat memecahkan permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Mekanisme kerja antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Imbanagara pada umumnya menjalankan pemerintahannya dilakukan dengan pembagian tugas antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Kepala Desa adalah pimpinan eksekutif yaitu sebagai pimpinan pemerintah Desa yang membawahi beberapa Dusun dan Perangkat Desa, sedangkan Badan Perwakilan Desa adalah Lembaga legislatif pada Desa yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan tugas Kepala Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa belum efektif karena keberadaan Badan Permusyawaratan Desa belum bisa dirasakan oleh masyarakat hal ini terlihat dengan masyarakat jarang sekali menemui Badan Permusyawaratan Desa untuk menyampaikan aspirasinya. Dan Kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa adalah kurangnya Sumber Daya Manusia yang potensial dibidangnya; kurangnya keinginan masyarakat untuk memiliki Badan Permusyawaratan Desa sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi terhadap semua kebijakan Desa terhadap kepentingan masyarakat sendiri; dan Peraturan Daerah yang diaggap mempersempit kewenangan dari Badan Permusyawaratan Saran yang disampaikan dari hasil penelitian adalah diharapkan adanya peningkatan kerja dan pelayanan yang baik dari Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Imbanagara; Diharapkan adanya sosialisasi terhadap keberadaan Badan Permusyawaratan Desa kepada masyarakat agar mengetahui fungsi yang sebenarnya dari Badan Permusyawaratan Desa; dan diharapkan adanya penumbuhan kesadaran dan tanggungjawab segenap aparat desa dan Badan Permusyawaratan Desa dengan dilakukan penyuluhan-penyuluhan mengenai kedisiplinan dan ketertiban. Kata Kunci: BPD, Mitra dan Pengawas, Kepala Desa, Pembangunan Desa CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 23

Pendahuluan Pergeseran politik dan pemerintahan yang terjadi pada era reformasi saat ini merupakan momentum tetap untuk merumuskan kembali model pemerintahan desa di Indonesia yang efisien, efektif dan demokratis. Kebutuhan akan reformasi pemerintah desa didasari oleh pertimbangan bahwa selama perjalanan Pemerintahan desa berdasarkan Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 banyak diwarnai oleh berbagai masalah krusial, seperti dominasi kekuasaan Kepala Desa, lemahnya Lembaga Musyawarah Desa yang mengakibatkan lemahnya kontrol terhadap Kepala Pengaturan dan pembangunan masyarakat Desa yang telah dilakukan lebih dari 30 tahun di sepanjang Orde Baru sepertinya telah menghasilkan desa dengan wajah cukup memprihatinkan (Sarundang, 1999 : 173). Padahal data menunjukkan bahwa sebagian besar warga masyarakat Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Penduduk daerah pedesaan merupakan suatu modal dasar bagi pembangunan nasional yang dimiliki oleh rakyat dan bangsa Indonesia (Soerjono Soekanto, 1995: 1). Reformasi pemerintahan desa mempunyai makna perubahan dan pembaharuan atas berbagai kelemahan yang menimbulkan sejumlah permasalahan masa lalu dan juga sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi tuntutan perubahan global yang sarat dengan berbagai tantangan. Oleh karena itu, salah satu sasaran reformasi pemerintahan desa adalah selain untuk membentuk organisasi pemerintahan desa yang mampu menjawab permasalahan yang terjadi selama ini, juga mampu memenuhi tuntutan perubahan global. Desa akan ditata dengan tepat sekaligus memberi arahan pembangunan masyarakat desa yang peduli pada community development. Secara teoritis pemerintahan yang baik mengandung makna bahwa pengelolaan kekuasaan didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku. Pengambilan kebijaksanaan secara transparan, serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Kekuasaan juga didasarkan pada aspek kelembagaan dan bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu. Kekuasaan dilihat dari sudut hukum adalah hak untuk mengambil tindakan yang wajib ditaati yang dapat dipandang dari sudut formal dan sudut materil (Mahfud, 1996: 65) Paradigma pemerintahan desa berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melahirkan sejumlah perubahan. Salah satu perubahan yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa adalah dipisahkannya secara tegas antara institusi Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemisahan secara tegas kedua institusi tersebut menandai dimulainya sistem pemerintahan desa yang dipandang lebih demokratis terutama dibanding dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa karena dalam Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mendudukkan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) sejajar dan menjadi mitra Pemerintahan Desa sehingga posisi Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) sangat kuat karena mengawasi pemerintahan Tugas dan wewenang yang dimiliki oleh BPD yang begitu luas telah menempatkan BPD sebagai lembaga yang terpisah dengan Pemerintahan Desa sehingga dapat membawa aspirasi masyarakat, memperjuangkan tuntutan dan kepentingan masyarakat sehingga rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi yang akan menempati posisi penentu dengan fungsi yang dimilikinya. Badan Permusyawaratan Desa CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 24

(DPD) dapat membuat Peraturan Desa, dan setiap keputusan Kepala Desa harus mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan Fakta menunjukkan, tidak sedikit produk hukum Desa dalam bentuk Peraturan Desa yang harus dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya menjadi naskah mati. Hubungan hukum dengan kekuasaan menjadi dilematis. Secara normatif, hukumlah yang harus mendasari kekuasaan seperti tercermin dalam konsep negara hukum. Asas legalitas harus dijunjung tinggi. Ini berarti semua tindakan pemerintah haruslah di dasarkan pada hukum. Dilemanya adalah bahwa norma-norma hukum itu justru merupakan produk kekuasaan, karena itu kecenderungan untuk mengamankan kepentingan sendiri akan selalu lebih besar (Yusril, 1996:24). Banyak persoalan yang terjadi di dalam tubuh Badan Permusyawaratan Desa yaitu yang pertama menyangkut tingkat kompetensi anggotanya dalam menjalankan fungsinya dan tingkat pendidikan yang dimiliki anggota Badan Permusyawaratan Desa masih rendah sehingga dimungkinkan bahwa kualitas Badan Permusyawaratan Desa tersebut berpengaruh terhadap keputusan yang akan ditetapkan, dan yang kedua adalah kemungkinan Badan Permusyawaratan Desa dipakai sebagai alat oleh anggotanya untuk memperoleh sumber daya politik dan ekonomi yang ada di desa, hal ini diperkuat adanya hubungan antara Badan Permusyawaratan Desa dengan Kepala Latar belakang pandangan tersebut, menimbulkan permasalahan yang dapat dikaji yaitu Bagaimanakah mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa? Sejauhmana efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa? Dan Apa yang menjadi kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja antara kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mengetahui efektifitas dan kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan cakrawala ilmu pegetahuan hukum, dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan perenungan bagi pihak-pihak terkait untuk peningkatan mengefektifkan kembali pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai mitra dan pengawas kepala desa dalam pelaksanaan pembangunan desa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dan normatif dengan tinjauan teori yang berkaitan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta hasil observasi penyelenggaraan di lapangan yang hasilnya dianalisis untuk dapat memecahkan permasalahan. Pembahasan 1. Mekanisme Kerja Antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Mekanisme kerja antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan pada umumnya menjalankan pemerintahannya dilakukan dengan pembagian tugas antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Kepala Desa adalah pimpinan eksekutif yaitu sebagai pimpinan pemerintah Desa yang membawahi beberapa Dusun dan Perangkat Desa, sedangkan Badan Perwakilan Desa adalah Lembaga legislatif pada Desa yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan tugas Kepala CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 25

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 6 tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi, wewenang dan hak sebagai berikut: Pasal 3 BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (1) Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. (2) Selain fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1), Badan Permusyawaratan Desa berfungsi sebagai lembaga yang secara aktif menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Pasal 4 BPD mempunyai wewenang: a. membahas Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa; d. membentuk panitia pemilihan Kepala e. menyusun tata tertib BPD. Pasal 5 BPD mempunyai hak : a. meminta keterangan yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelayanan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembedayaan masyarakat kepada Pemerintah b. menyatakan pendapat. Mekanisme rapat Badan Permusyawaratan Desa yaitu rapat yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali dalam setahun. Rapat-rapat Badan Permusyawaratan Desa bersifat terbuka dan tertutup. Rapat terbuka mengenai: 1. Rancangan pemilihan Kepala Desa 2. Rencana pelaksanaan pemilihan anggota Badan Permusyawaratan 3. Rapat-rapat lain yang dinyatakan tidak tertutup oleh Badan Permusyawaratan Rapat tertutup mengenai: 1. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Badan Permusyawaratan 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja 3. Badan Usaha Milik 4. Persetujuan pinjaman dan penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya. 5. Persetujuan kerjasama antar desa. 6. Rapat-rapat lain yang dinyatakan tertutup oleh Badan Permusyawaratan Cara kerja Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerjasama yang baik dalam persiapan pelaksanaan dan motivasi pemerintahan, pembangunan,kemasyarakatan dan peningkatan perndapatan asli Desa sesuai dengan aspirasi masyarakat yang terjaring melalui rapat Badan Permusyawaratan Desa dan rapat koordinasi dengan Kepala Kepala Desa yang mempunyai wewenang menyusun Rancangan Peraturan Desa mengadakan rapat desa dengan tokoh masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menentukan Rancangan Peraturan Desa yang kemudian rancangan tersebut disapaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk mendapat persetujuan. Dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa memberikan pertimbangan-pertimbangan mengenai Rancangan Peraturan Desa tersebut. Setelah diadakan perbaikan oleh Kepala Desa maka Rancangan Peraturan Desa tersebut diajukan kembali kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk mendapat CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 26

persetujuan. Kemudian Badan Permusyawaratan Desa selambatlambatnya enam hari kerja mengadakan rapat untuk membahas Rancangan Peraturan Desa tersebut yang dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan Perangkat Setelah mendapat persetujuan bersama maka Rancangan Peraturan Desa tersebut ditetapan sebagai Peraturan 2. Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa belum efektif karena keberadaan Badan Permusyawaratan Desa belum bisa dirasakan oleh masyarakat hal ini terlihat dengan masyarakat jarang sekali menemui Badan Permusyawaratan Desa untuk menyampaikan aspirasinya. Selain itu anggota Badan Permusyawaratan Desa masih melakukan pelanggaran-pelanggaran ringan seperti: a. Adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang jarang mengikuti rapat yang diadakan baik oleh Desa maupun oleh Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. b. Adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang melanggar tata tertib kedisiplinan yaitu kedatangan yang tidak tepat waktu pada waktu mengikuti pertemuan atau rapat yang diadakan baik oleh Desa maupun oleh Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. c. Tidak adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang melaksanakan tugas piket. Karena Badan Permusyawaratan Desa memiliki kegiatan lain sehingga apabila masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya tidak dapat bertemu dengan anggota Badan Permusyawaratan 3. Kendala-kendala Dalam Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai Mitra dan Pengawas Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa Dalam menjalankan suatu organisasi tentu ada kendala kendala yang dihadapi. Kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang potensial dibidangnya. Hal ini terlihat pada tingkat pendidikan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang sebagian besar hanya menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas saja. Kurangnya latar belakang pendidikan yang memadai mengakibatkan kurang pekanya para anggota Badan Permusyawaratan Desa terhadap permasalahan yang dihadapi oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri maupun warga masyarakat. Selain itu kurangnya latar belakang pendidikan yang memadai mengakibatkan adanya anggota Badan Permusyawaratan Desa yang tidak dapat mengemukakan pendapatnya di dalam rapat maupun di forum umum yang diadakan Desa, sehingga aspirasi yang seharusnya dapat disampaikan akhirnya menjadi terpendam. 2. Kurangnya keinginan masyarakat untuk memiliki Badan Permusyawaratan Desa sebagai CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 27

sarana untuk menyampaikan aspirasi terhadap semua kebijakan Desa terhadap kepentingan masyarakat sendiri. Hal ini disebabkan masih adanya tradisi yang sangat mendasar pada kehidupan masyarakat yaitu ingin hidup tentram, damai tanpa dibebani oleh masalah-masalah yang bukan menjadi tanggungjawabnya. Apalagi masalah yang menyangkut pemerintahan sehingga menjadi acuh tak acuh terhadap keberadaan Badan Permusyawaratan 3. Peraturan Daerah yang diaggap mempersempit kewenangan dari Badan Permusyawaratan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa tersebut tidak tepat. Peraturan tersebut dibuat tidak berdasarkan aspirasi dari masyarakat sehingga mempersempit kewenangan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap Kepala Dengan demikian ruang gerak yang dimiliki Kepala Desa bertambah luas sehingga di mungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa yang tidak diketahui oleh Badan Permusyawaratan Desa serta Pihak Pemerintah Desa yang dirasakan kurang transparan dalam menyampaikan informasinya. Kesimpulan Mekanisme kerja antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Imbanagara pada umumnya menjalankan pemerintahannya dilakukan dengan pembagian tugas antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Kepala Desa adalah pimpinan eksekutif yaitu sebagai pimpinan pemerintah Desa yang membawahi beberapa Dusun dan Perangkat Desa, sedangkan Badan Perwakilan Desa adalah Lembaga legislatif pada Desa yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan tugas Kepala Efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa belum efektif karena keberadaan Badan Permusyawaratan Desa belum bisa dirasakan oleh masyarakat hal ini terlihat dengan masyarakat jarang sekali menemui Badan Permusyawaratan Desa untuk menyampaikan aspirasinya. Kendala-kendala dalam efektifitas Badan Permusyawaratan Desa Sebagai mitra dan pengawas Kepala Desa dalam pelaksanaan pembangunan Desa adalah kurangnya Sumber Daya Manusia yang potensial dibidangnya; kurangnya keinginan masyarakat untuk memiliki Badan Permusyawaratan Desa sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi terhadap semua kebijakan Desa terhadap kepentingan masyarakat sendiri; dan Peraturan Daerah yang diaggap mempersempit kewenangan dari Badan Permusyawaratan Saran Diharapkan adanya peningkatan kerja dan pelayanan yang baik dari Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Imbanagara; Diharapkan adanya sosialisasi terhadap keberadaan Badan Permusyawaratan Desa kepada masyarakat agar mengetahui fungsi yang sebenarnya dari Badan Permusyawaratan Desa; dan diharapkan adanya penumbuhan kesadaran dan tanggungjawab segenap aparat desa dan Badan Permusyawaratan Desa dengan dilakukan penyuluhan-penyuluhan mengenai kedisiplinan dan ketertiban. CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 28

Daftar Pustaka Riwayat Penulis Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Ihza M Yusril, Dinamika Tata Negara Indonesia, Gema Insani Perss, Jakarta, 1996. Mahfud M, Perkembangan Politik Kebangsaan dan Produk Hukum Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996. Sarundang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Sinar Harapan, Jakarta, 1999. Soekanto Soerjono, Kedudukan Kepala Desa sebagai Hakim Perdamaian, CV Rajawali, Jakarta, 1995., Pengantar Penelitian Ilmiah, Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Surakhmad Winarno Pengantar Penelitianpenilitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, 1990. Hendi Budiaman, S.H., M.H., lahir di Ciamis, 16 Agustus 1972. Riwayat pendidikan Sarjana Hukum (S1) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1998), Magister Hukum (S2) STH Iblam Jakarta (2006). Riwayat pekerjaan; 2004 2006 sebagai dosen luar biasa Universitas Galuh Ciamis dan tahun 2006 s.d. sekarang sebagai dosen tetap Yayasan Pendidikan Galuh pada Fakultas Hukum Universitas Galuh Ciamis. Sumber Undang-Undang: Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 1 Tahun 2010 tentang perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 5 Tahun 2006 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pelantikan dan pemberhentian kepala desa. CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 29

CAKRAWALA GALUH Vol. II No. 2 September 2012 30