BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Kajian teoritis yang digunakan di dalam penelitian ini sebagai dasar asumsi penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

BAB II LANDASAN TEORI

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

BUPATI MALUKU TENGGARA

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 51 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 51 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

ALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 2 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA TANJUNGBALAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGBALAI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

Department of Business Adminstration Brawijaya University

DAFTAR PUSTAKA. Mahmudi Akuntansi Sektor Publik, UII Press, Yogyakarta. Mardiasmo Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2006

BAB III METODE PENELITIAN

GUBERNUR SULAWESI BARAT

RANCANGAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Transkripsi:

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Organisasi Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama. Menurut Money (1996), organisasi adalah Perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah sekelompok orang yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun ciri-ciri organisasi adalah: - Mempunyai tujuan dan sasaran - Mempunyai keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati - Adanya kerjasama - Mempunyai koordinasi tugas dan wewenang Unsur-Unsur Organisasi antara lain: - Orang (Man)

12 - Kerjasama (administrator, manajer, pekerja) - Tujuan Bersama (Prosedur, program, pola kerja) - Peralatan (tanah, gedung, bangunan, peralatan) - Lingkungan (strategi, anggaran, kebijakan, peraturan) Menurut Lubis dan Husein (1987) bahwa teori organisasi adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang membicarakan mekanisme kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukaan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan jika teori organisasi adalah teori yang mempelajari kinerja dalam sebuah organisasi. Salah satu kajian teori organisasi adalah membahas tentang bagaimana sebuah organisasi menjalankan fungsi dan mengaktualisasikan visi dan misi organisasi. Sejak role behavior muncul sebagai hal yang paling penting dalam fungsi perusahaan, dalam pengertian prilaku, mengawasi organisasi. Dengan demikian jika management mengawasi kepercayaan anggotanya terkait hal Nilai, Norma, dan tuntutan peran, maka manajemen dapat mengawasi organisasi. Pengaruhperngaruh lainnya akan memiliki dampak yang cukup besar baik nilai organisasi formal, norma dan peran. Selain itu juga nilai dari seseorang dan kepercayaan juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi (Collins, 1982).

13 2.1.2. Partisipasi Anggaran Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Partisipasi yang baik membawa beberapa keuntungan sebagai berikut: (1) memberi pengaruh yang sehat terhadap adanya inisiatif, moralisme dan antusiasme, (2) memberikan suatu hasil yang lebih baik dari sebuah rencana karena adanya kombinasi pengetahuan dari beberapa individu, (3) dapat meningkatkan kerjasama antar departemen, dan (4) para karyawan dapat lebih menyadari situasi dimasa yang akan datang yang berkaitan dengan sasaran dan pertimbangan lain Irvine (1978 dalam Nor, 2007). Menurut Bronwell (1982 dalam Sarjito, 2007) partisipasi anggaran sebagai proses dalam oganisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Sedang menurut Sord dan Welsch (1995 dalam Sarjito, 2007) mengemukakan bahwa tingkat partisipasi yang lebih tinggi akan menghasilkan moral lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula. Partisipasi anggaran menunjukkan pada luasnya partisipasi bagi aparat pemerintah daerah dalam memahami anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya dan pengaruh tujuan pusat pertanggungjawaban anggaran mereka. Sementara partisipasi anggaran menurut Chong (2002 dalam Omposunggu dan Bawono, 2006) yaitu sebagai proses dimana bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan terlibat dalam dan berpengaruh pada proses penyusunan anggaran.

14 Anggaran sektor publik dibuat oleh eksekutif dalam hal ini kepala daerah melalui usulan dari unit kerja yang disampaikan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan setelah itu kepala daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menetapkan anggaran. Anggaran merupakan rencana jangka pendek (biasanya satu tahun) melaksanakan rencana jangka panjang yang berisi strategi mewujudkan strategi objektif tertentu dan taksiran sumber daya. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 37 Tahun 2012 yaitu Penetapan APBD paling lambat tanggal 31 Desember 2012, sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli 2012. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas RAPBD Tahun Anggaran 2013 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember 2012, dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut :

15 Penyusunan RKPD (akhir bulan Mei) Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS oleh Ketua TAPD kepada Kepala Daerah (minggu pertama bulan Juni) 1 minggu Rancangan KUA dan PPAS disepakati antarakepala Daerah dan DPRD (akhir bulan Juli) 3 bulan 1 minggu 6 minggu Surat Edaran Kepala Daerah perihal Pedoman RKA-SKPD dan RKA- PPKD (awal bulan agustus) Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah (paling lama 1 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan) Hasil Evaluasi Rancangan APBD (15 hari kerja bulan Desember) Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah kepada DPRD (pertengahan bulan Juni) Penyusunan dan pembahasan RKA- SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan APBD (agustus-september) 7 minggu Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD (minggu pertama bulan Oktober) Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi (paling lambat 31 Desember) Gambar 2.1 : Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD Dengan penjabaran sebagai berikut : 1. Penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) oleh Kepala Daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Pejabat Perencana Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan pejabat lain. KUA disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan pedoman penyusun APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun.

16 KUA merupakan dokumen yang memuat kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasari untuk periode satu tahun. Dalam pandangan sistem perencanaan pembangunan daerah, KUA merupakan dokumen perencanaan tahunan yang menghubungkan agenda strategis daerah (visi, misi, arah pembangunan, program dan kegiatan) dengan APBD. Dalam merumuskan KUA, pemerintah memperhatikan pokok-pokok pikiran APBD, arahan, mandat dan pembinaan dari pimpinan, data historis, Rencana Startegik Daerah (Renstrada) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, serta dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Instrumen yang penting dalam pembuatan KUA, antara lain tujuan, target, strategi, dan prioritas tertentu. 2. Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai KUA antara pemerintah daerah dengan DPRD. KUA diajukan oleh Kepala Daerah untuk disampaikan kepada DPRD untuk dibahas melalui Panitia Anggaran dan kemudian disepakati dalam Nota Kesepahaman antara pemerintah daerah dan DPRD. 3. Penyusunan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) oleh pemerintah daerah. PPAS adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan oleh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan

17 Rencana Kegiatan Anggaran (RKA-SKPD) sebelum disepakati oleh DPRD. 4. Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai PPAS antara pemerintah daerah dengan DPRD. Rumusan PPAS perlu dikonfirmasikan kepada DPRD untuk memastikan apakah PPAS telah sesuai dengan KUA yang telah disepakati sebelumnya. 5. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD. Berdasarkan masukan dari forum warga yang terdiri dari satuan-satuan unit kerja dan warga masyarakat. TAPD menerbitkan Surat Edaran yang memuat antara lain Petunjuk Pelaksanaan dan Teknis Penyusunan Anggaran, Plafon Anggaran, Tolak Ukur Kinerja SKPD, Formulir Memoranda Anggaran dan Standar Analisa Belanja. RKA-SKPD berpedoman pada prinsipprinsip dasar antara lain Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Prakiraan Maju, Anggaran Berbasis Prestasi Kerja, serta penganggaran terpadu. 6. Pembahasan RKA-SKPD oleh TAPD dengan SKPD. TAPD melakukan evaluasi RKA-SKPD untuk menganalisis kesesuaiannya dengan KUA, PPAS, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Jika diperlukan, TAPD akan meminta SKPD untuk menyempurnakan RKA yang telah disusun.

18 7. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) yang merupakan Kepala SKPD kemudian menyusun rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukung yang terdiri atas nota keuangan, dan rancangan APBD berdasarkan RKA-SKPD yang telah ditelaah oleh TAPD. Oleh Kepala Daerah, Raperda tersebut kemudian diajukan ke DPRD untuk dibahas dan disetujui bersama. 8. Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD. Raperda tentang APBD dan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD. 2.1.3. Kejelasan Tujuan Anggaran Menurut Kenis (1979), kejelasan tujuan anggaran adalah sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung-jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh sebab itu, tujuan anggaran daerah harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung-jawab untuk menyusun dan melaksanakannya. Kenis menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana

19 anggaran secara signifikan, jika tujuan anggaran dinyatakan secara jelas. Hal ini akan mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan yang dikehendaki. Adanya tujuan anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Locke (1968 dalam Kenis, 1979) mengatakan kejelasan tujuan anggaran disengaja untuk mengatur perilaku karyawan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti. Menurut Mulyadi (2008) bahwa anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Untuk itu anggaran sektor publik harus mencakup aspek perencanaan, aspek pengendalian dan aspek akuntabilitas publik. Istiyani (2009) mengatakan bahwa Pemerintah menggunakan anggaran sebagai alat untuk merancang program kerja atau langkah-langkah yang akan dilakukan setiap aktivitas agar dapat terarah dan terkontrol dengan baik. Anggaran sektor publik menjadi kendali dan tolok ukur untuk setiap aktivitas yang dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa anggaran sektor publik mempunyai kejelasan tujuan anggaran dalam melaksanakan program-program dalam bentuk pendapatan dan

20 belanja yang dinyatakan dalam satuan moneter dan didanai dengan dengan uang masyarakat. Maryanti (2002) menemukan bahwa aparat pemerintah daerah Propinsi NTT dapat mengetahui hasil usahanya melalui evaluasi yang dilakukan secara efektif untuk mengetahui kejelasan tujuan anggaran dibuatnya dan mereka merasa puas bahwa anggaran yang dibuatnya adalah bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. 2.1.4 Kinerja Aparat Pemerintah Daerah Kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut Srimindarti (2006) kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Suprihanto (1987) kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan atau suatu proses yang terjadi di dalam organisasi menilai atau mengetahui kinerja seseorang. Glueck (1978) dalam Istiyani (2009) mendefinikan evaluasi kinerja sebagai kegiatan penentuan sampai pada tingkat mana seseorang melaksanakan tugasnya secara efektif.

21 Kinerja pegawai menurut Nitisemito (2002) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam satu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung-jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi. Parker (1993 dalam Arja, 2000) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran/penilaian kinerja suatu entitas pemerintahan yaitu: a) Peningkatan kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. b) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal. c) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. d) Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan tujuan. e) Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur bahwa penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Penyusunan anggaran berdasarkan kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisa standar belanja, standar satuan harga pelayanan minimal. Pendekatan ini lebih mengutamakan upaya pencapaian keluaran dari masukan yang ditetapkan.

22 Anggaran berbasis kinerja yang didalamnya memuat indikator kinerja bertujuan menyelaraskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai dari suatu kegiatan dengan kebijakan dan program. Suatu rencana kinerja memuat berbagai komponen berikut : (a) Tujuan dan sasaran, sebagaimana termuat dalam dokumen rencana strategis (renstra) SKPD dan dokumen perencanaan pembangunan daerah lainnya, (b) Program, sebagaimana termuat dalam dokumen renstra SKPD dan dokumen perencanaan pembangunan daerah lainnya, (c) Kegiatan, yaitu tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh SKPD sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu, (d) Indikator kinerja kegiatan, yaitu ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Menurut Yuwono, dkk (2005) menjelaskan mengenai pengertian anggaran berbasis kinerja adalah Sistem anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Anggaran berbasis kinerja disusun berdasarkan pada hasil yang ingin dicapai dengan mendayagunakan yang dimiliki akan tercapai dengan lebih optimal. Sedangkan Mahmudi (2010) menjelaskan mengenai pengertian anggaran berbasis kinerja yaitu Sistem yang mencakup kegiatan penyusunan dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Anggaran berbasis kinerja merupakan sebuah sistem perencanaan program yang akan dilakukan pemerintah dengan menetapkan tolok ukur kinerja sebagai pembanding dalam mencapai tujuan. Anggaran berbasis kinerja ini disusun untuk

23 membantu pemerintah dalam melakukan koordinasi setiap kegiatan. Anggaran berbasis kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam sistem anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. 2.2 Pengembangan hipotesis 2.2.1. Hubungan Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Aparat Supriyono (2004) mengungkapkan bahwa di Indonesia, hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajer mempunyai hubungan positif secara signifikan. Manajer yang memiliki partisipasi anggaran yang tinggi akan lebih memahami tujuan anggaran. Karena kinerja manajer akan dinilai berdasarkan target anggaran yang bisa dicapai, manajer akan bersungguh-sungguh dalam penyusunan anggaran dan menyebabkan meningkatnya kinerja manajer tersebut. Maryanti (2002) menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh signifikan negatif terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur, menunjukkan bahwa anggaran yang dibuat tidak spesifik dan tidak jelas sehingga membuat kinerja aparat pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur menjadi rendah. Sedangkan Munawar (2006) menemukan bahwa karakteristik tujuan anggaran dengan variabel partisipasi anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku, sikap dan kinerja aparat pemerintah daerah di Kabupaten Kupang. Istiyani (2009) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh

24 yang positif antara variabel partisipasi anggaran dengan variabel kinerja aparat pemerintah daerah di Kabupaten Temanggung. Berdasarkan temuan empiris di atas, penelitian ini berargumen bahwa dengan adanya keterlibatan dalam proses pengganggaran, akan memberikan implikasi terhadap kejelasan tugas dan target yang dicapai, sehingga dapat meningkatkan kinerja para individu yang terlibat didalamnya, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H1: Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah. 2.2.2. Hubungan Kejelasan Tujuan Anggaran Dan Kinerja Aparat Locke dan Schweiger (1979) menunjukkan bahwa kejelasan tujuan dapat meningkatkan kinerja manajerial, sedangkan kurangnya kejelasan mengarah pada kebingungan dan ketidakpuasan para pelaksana, yang berakibat pada penurunan kinerja. Beberapa penelitian mendukung pengaruh positif kejelasan tujuan terhadap kinerja manajerial (Ivancevich, 1976; Steers, 1975; Imoisili, 1989). Manajer yang bekerja tanpa tujuan yang jelas akan dihadapkan pada tingginya ketidakpastian atas pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Maryanti (2002) menemukan bahwa aparat pemerintah daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat mengetahui hasil usahanya melalui evaluasi yang dilakukan secara efektif untuk mengetahui kejelasan tujuan anggaran dibuatnya dan mereka merasa puas bahwa anggaran yang dibuatnya adalah bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Munawar (2006) juga menemukan bahwa kejelasan tujuan anggaran menghasilkan pengaruh cukup kuat terhadap kinerja aparat

25 pemerintah daerah Kabupaten Kupang dalam melaksanakan anggaran. Istiyani (2009) menemukan bahwa kejelasan tujuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparat di Kabupaten Temanggung. Berdasarkan temuan empiris di atas, penelitian ini berargumen bahwa dengan tujuan yang jelas dalam proses penganggaran, akan memberikan implikasi terhadap kejelasan output dan outcome yang akan dicapai, maka pencapaian kinerja akan optimal sehingga kejelasan tujuan anggaran akan berdampak positif terhadap kinerja oleh sebab itu peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H2 : Kejelasan tujuan anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah 2.2.3. Hubungan Partisipasi Anggaran Dan Kejelasan Tujuan Anggaran Kenis (1979) mengatakan bahwa adanya tujuan anggaran yang jelas akan memudahkan individu menyusun target-target anggaran. Selanjutnya, target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai organisasi. Jelasnya tujuan anggaran maka berpengaruh pada partisipasi anggaran dalam menyusun anggaran, dengan meningkatnya partisipasi anggaran maka akan meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Penelitian ini berargumen bahwa ada hubungan positif antara partisipasi anggaran dengan kejelasan tujuan anggaran. Hubungan positif ini didasari dari logika bahwa ketika aparat mempunyai kejelasan tujuan anggaran mereka akan berpartisipasi dalam perencanaan anggaran pada periode tahun anggaran tersebut baik dalam perencanaan anggaran murni maupun dalam perencanaan anggaran

26 perubahannya. Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H3 : Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kejelasan tujuan anggaran. 2.2.4. Paradigma Penelitian Berdasarkan uraian hipotesis atas masing-masing interaksi, berikut ini peneliti menyajikan research framework atas penelitian ini: Partisipasi Anggaran H1 H3 Kinerja Aparatur Kejelasan Tujuan Anggaran H2 Gambar 2.2 Research framewok hubungan antara Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Aparatur melalui Kejelasan Tujuan Anggaran Pada Gambar 2.2 berdasarkan teori organisasi mengatakan bahwa dengan partisipasi anggaran dapat meningkatkan kejelasan tujuan anggaran untuk mencapai tujuan organisasi. Kemudian, kejelasan tujuan anggaran akan meningkatkan pengetahuan aparatur khususnya mengenai tujuan organisasi yang

27 diharapkan dapat meningkatkan kinerja aparatur. Untuk lebih jelasnya pada bagian berikutnya adalah penjelasan masing-masing hipotesis atas framework penelitian.