BAB I PENDAHULUAN. Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT. Ciputat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT.

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan kompotensi dalam belajar mengajar (KBM) agar peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Hadis, Wawancara ini dilakukan di sela-sela jam istirahat (±10.00 Wib) pada kamis, 19 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Faturrahman Dkk, Pengantar Pendidikan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman dan kemampuan yang memadai baik secara konseptual maupun

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Nazili Saleh Ahmad, Pendidikan dan Masyarakat, Sabda Media,Yogyakarta, 2011, hlm. v.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. SD Negeri Tlahap terletak di Desa Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. (UAS). Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam. emosi. Hal semacam ini sering diabaikan oleh guru karena guru lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. depan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan peserta

BAB V PEMBAHASAN. 1. Strategi yang dilakukan Guru Fiqh dalam Meningkatkan Prestasi. Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqh

BAB I PENDAHULUAN. Zulkarnain, Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2008, hal.14 2

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu melalui pendidikan dimana dengan pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan dalam dunia pendidikan dilaksanakan dalam. rangka meningkatkan kualitas manusia yang berhubungan dengan proses

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan sejalan dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha secara sadar yang sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju sejahtera

(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), hlm Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

pendidikan di sekolah adalah kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya sadar dan terencana agar peserta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, Cet. 2, hlm. 132.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. (beribadah) kepada penciptanya. Oleh karena itu Islam memandang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan. diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata. mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan disiplin. dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Demikian juga piranti pendidikan yang semakin canggih, oleh

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik untuk meningkatkan mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SOSIOLOGI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa depannya. Sasaran pendidikan yaitu memajukan dan

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan di sebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

BAB V PEMBAHASAN. A. Motivasi Belajar Membaca Al-Qur an pada Siswa di Madrasah. karena itu peran seorang guru bukan hanya semata-mata mentransfer ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Madrasah atau sekolah merupakan sebagai salah satu wahana transformasi sosial budaya dalam lingkungan masyarakat yang eksistensinya tak dapat dipungkiri. Secara sistematik dapat dijelaskan bahwa hubungan antara madrasah dan masyarakat sangat signifikan yaitu: 1) Sekolah sebagai partner masyarakat di dalam melakukan fungsi pendidikan, dan 2) Sekolah sebagai produsen yang melayani pesananpesanan pendidikan dari masyarakat lingkungan. 1 Guru sebagai salah satu unsur pengelola pendidikan pada suatu lembaga pendidikan yang terlihat langsung dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa, harus mampu mengelola kelasnya, merumuskan tujuan pembelajaran secara operasional, menentukan materi pembelajaran, menetapkan metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan kemampuan profesional guru lainnya, agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang baik bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Hal ini sangat membutuhkan keterampilan, latihan-latihan, pengalaman, mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan efektivitas proses belajar mengajar dan harus memiliki keterampilan dalam menentukan berbagai macam metode mengajar dan lain sebagainya. Banyak guru yang mampu menguasai materi pelajaran, 1 Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT. Ciputat Press, 2005), h. 3-4. 1

namun selalu terbentur dalam menyajikan materi tersebut. Kenyataaan ini bukan menjadi rahasia lagi di lembaga-lembaga pendidikan. Guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya antara lain dapat menumbuhkan semangat belajar siswa, merumuskan tujuan pembelajaran dan mengelola kelas. Sehubungan dengan pernyataan tersebut S. Nasution dalam bukunya sebagai berikut : Bila guru tidak memiliki kemampuan profesional dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, maka siswa akan merasa bosan mengikuti belajar mengajar. Keluhan- keluhan yang muncul biasanya seperti: sulit memahami apa yang disampaikan guru, membosankan, kegiatan belajar terasa melelahkan, timbul rasa mengantuk bahkan ada pula yang mengeluh karena penjelasan itu terlalu cepat diberikan sehingga tidak dapat diikuti, termasuk halhal yang pelik sekali yang hanya dapat dipahami oleh siswa yang paling inteligen saja. 2 Tugas seorang guru sangat penting dalam rangka masa depan bangsa. Guru merupakan profesi atau jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. 3 Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen maupun manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama sebagai seorang tenaga pengajar atau guru, aktivitas kegiatannya tidak dapat dilepaskan dengan proses 2 1992), h. 129. 2 S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 3 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 6.

3 pengajaran. 4 Sementara proses pengajaran itu merupakan suatu proses yang sistematis yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik. Banyak orang berpendapat bahwa pekerjaan guru itu mudah orang memandang secara mikro dengan melihat hari-hari libur sekolah tersebut padahal lebih dari itu guru sangat menuntut dedikasi yang tinggi, tugas yang berkesinambungan, kewajiban yang banyak itu membutuhkan keuletan untuk diperlukan kondisi yang baik dari seorang guru, guru yang tidak sehat tentu tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. 5 Hadari Nawawi sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menjelaskan: Guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di kelas. Secara lebih khusus lagi ia menjelaskan bahwsa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing. 6 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pekerjaan seorang guru tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu. 4 Munandar, Rancangan Sistem Pengajaran, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Jakarta: P2LPTK, 1992), h. 33. 5 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Edisi ke Dua, Cet I, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 5. 6 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Cet. I (Jakarta: Wacana Ilmu, 1997), h. 62.

4 Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. 7 Untuk mencapai tujuan pendidikan dibutuhkan seorang pendidik yang mampu dan berkualitas serta diharapkan dapat mengarahkan anak didik menjadi generasi yang kita harapkan sesuai dengan tujuan dan citacita bangsa. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Untuk itu sebuah lembaga pendidikan formal mempunyai tanggung jawab atas tujuan tersebut dengan mengoptimalkan sumber daya manusia baik dari kalangan pendidik maupun pengelola. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik apabila seseorang pendidik mampu mengatur waktu yang tersedia dengan sebaik mungkin. Maka seorang guru harus mampu mengelola proses pembelajaran sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti: bahan ajar, (kognitif, efektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan 7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Media, 2008), h. 13.

5 sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Peranan guru dalam kegiatan pembelajaran harus mampu mewujudkan pembelajaran yang aktif, artinya peserta didik diikut sertakan dalam berbagai kegiatan pembelajaran, dan diharapkan mampu meningkatkan keterlibatan mental peserta didik dalam proses pembelajaran, peserta didik dalam aspek emosional, spiritual dan intelektualnya. Selain itu guru harus mampu menjadi mitra belajar bagi peserta didik, peserta didik akan belajar kalau guru juga belajar. Guru serta tanggung jawab untuk menciptakan situasi yang dapat mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab peserta didik dalam suasana yang aktif, sehingga pembelajaran akan mudah dipahami dan berpusat pada peserta didik. 8 Kegiatan belajar peserta didik juga harus memiliki kaitan dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran akan menarik jika memiliki kaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik seta difasilitasi oleh guru agar peserta didik tertantang untuk menerapkannya. Kita ketahui bahwa pembelajaran merupakan proses yang melibatkan manusia, secara orang perorang sebagai satu kesatuan organisasi, sehingga terjadi perubahan pada, pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Walupun telah lama kita menyadari bahwa pembelajaran memerlukan keterlibatan siswa secara aktif, tapi kenyataannya, masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih nampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. 8 Syaiful Bahri Djamrah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Cet. I, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h. 32.

6 Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan, apabila kondisi pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa itu terjadi pada pendidikan dasar termasuk sekolah dasar akan mengakibatkan pembelajaran menjadi monoton, satu arah dan kurang memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan dalam mengelola kelasnya. Kekakuan yang ada, dalam pembelajaran akan melahirkan pola pikir anak yang tidak berkembang, terbatas, dan bahkan menghambat kreatifitas anak, bakat dan potensi anak semestinya dapat dikembangkan bukannya ditekan dan dimatikan. 9 Untuk mencapai tujuan dari pendidikan nasional diperlukan adanya proses pembelajaran yang mengacu pada kurikulum yang telah ditetapakan oleh pemerintah. Selain itu, untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif dalam proses pembelajaran, guru hendaknya dapat memilih strategi dan metode yang digunakan dalam memberikan transformasi ilmu terhadap anak didik. Permasalahan yang sering kali dijumpai dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran pada bidang studi pendidikan agama Islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Di samping masalah lainnya yang juga sering didapati adalah kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik. 9 Ibid, h. 35.

7 Metode pengajaran adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan. Metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan merupakan bagian yang integral dalam suatu system pengajaran. Salah satu metode pengajaran atau pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu metode proyek. Metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara berkelompok. Metode proyek berasal dari gagasan Jhon Dewey tentang konsep learning by doing yang dikutip Mukhtar menyatakan bahwa proses peralihan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama penguasaan anak tentang bagimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai tujuan. 10 Metode proyek juga memungkinkan siswa memperluas wawasan pengetahuan dari suatu mata pelajaran tertentu. Pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih berarti dan lebih menarik, Karena pengetahuan itu lebih bermanfaat baginya untuk lebih mengapresiasi lingkungannya, memahami, serta memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan prinsip dari metode proyek adalah membahas suatu tema ditinjau dari berbagai mata pelaaran sehingga terbentuk suatu kaitan yang serasi dan logis antara pokok bahasan mata pelajaran. Metode proyek itu sendiri mempunyai 4 aspek dalam pelaksanaanya, yaitu menentukan tujuan, merencanakan, melaksanakan, h. 16 10 Mukhtar, Metode Pembelajaran yang Berhasil, Cet.1 (Jakarta: Sesama Mitra Sukses, 2001),

8 dan menilai. Keempat aspek itu terdapat dalam kegiatan anak-anak guna mencapai tujuannya. Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, meliputi tujuan domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik. Hal ini dicapai dalam rangka mewujudkan lulusan dalam satuan pendidikan sekolah yang sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan aspek (domain) pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) disebut tujuan lembaga (institusional). Dalam pembahasan materi PAI, ada beberapa istilah kunci yang seringkali digunakan secara rancu. Di antara istilah tersebut yang paling mendasar adalah Pendidikan Agama Islam (PAI), pendidikan Islam, dan pendidikan Keislaman. Kerancuan tersebut utamanya karena tidak jelasnya batasan yang diberikan pada masing-masing istilah sehingga pada suatu saat digunakan untuk mengacu pada makna yang sama, pada saat yang lain digunakan untuk mengacu pada makna yang berbeda, dan pada saat yang lain lagi digunakan secara interchangeable, saling dipertukarkan. Ketidakjelasan tersebut dikarenakan ketiganya secara mendasar memiliki tujuan akhir yang sama, yakni membentuk manusia muslim yang diidealkan. Dalam pembelajaran di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotorik diabaikan sehingga tak perlu dilakukan penilaian. Terutama pada bidang atau aspek psikomotorik yang selama ini lebih banyak mendapat porsi yang sedikit dalam pembelajaran. Persoalannya ialah bagaimana menjabarkan tipe hasil belajar tersebut sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai. Utamanya tipe ranah psikomotorik berkenaan dengan

9 keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan untuk berperilaku. Maka dari itu, di era global seperti sekarang ini yang tidak hanya sebatas kemampuan kognitif saja yang dibutuhkan dalam mencetak anak didik yang berguna bagi masa depannya dan berguna bagi agama, negara, dan bangsa, akan tetapi kemampuan afektif dan psikomotorik juga sangat dibutuhkan. Maka dari itu, kami mencoba mengkorelasikan salah satu dari ranah tersebut, khususnya ranah psikomotorik dengan materi PAI demi mencapai anak didik yang berkualitas. Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu ke-islaman semata, tetapi juga ilmu lain yang dapat membantu pencapaian keberagaman Islam secara komprehensif. Hal ini berarti akan meliputi materi yang diantaranya, tercakup dalam bahasan ilmu-ilmu: Tauhid (Aqidah), Fiqh (Ibadah), Akhlaq, Studi Al-Qur an dan Hadis, Bahasa Arab, dan Tarikh Islam. Dengan mempelajari materi yang tercakup dalam ilmuilmu tersebut, diharapkan keberagaman peserta didik, yang tercermin dalam dimensi-dimensinya, akan berkembang dan meningkat sesuai dengan yang diidealkan. Dari beberapa pemaparan di atas, diperlukan upaya-upaya maksimal, dengan memanfaatkan sebaik-baiknya proses pembelajaran dalam membentuk manusia yang sempurna untuk mencapai tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Salah satunya dengan menerapkan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik pada materi PAI di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah Menengah Pertama Sawasta Muhammadiyah 50 adalah salah satu lembaga pendidikan menengah pertama yang tetap konsisten dalam memperhatikan perkembangan siswa, terutama dalam aspek psikomotoriknya. Sehingga begitu anak didik keluar dari Sekolah

10 Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah menengah Atas (SMA), anak didik dapat meningkatkan motoriknya dan mempunyai pondasi ke-islaman yang kuat. Permasalahan yang selama ini dialami adalah rendahnya minat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga prestasi atau hasil belajar peserta didik cendrung menurun. Salah satu penyebab mengapa prestasi hasil belajar anak menurun adalah metode yang dipakai oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMP Muhammadiyah 50 Medan masih menggunakan system lama yaitu anak disuruh menghafal dan mencatat materi pendidikan agama Islam sehingga peserta didik cendrung merasa bosan dan jenuh. Apalagi jam pelajaran pendidikan agama Islam diberikan pada jam kelima sampai jam ke delapan. Pada jam kelima sampai jam kedelapan, kondisi peserta didik biasanya cendrung menurun atau capek sehingga minat dalam mengikuti pembelajaran menurun. Bertitik tolak dari permasalahan di atas penulis mencoba mencari alternatif dalam mengatasi masalah rendahnya minat dan hasil belajar peserta didik di SMP Muhammadiyah 50 Medan dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada kelas IX materi beriman kepada Qadha dan Qadar. Pembelajaran berbasis proyek ini diharapkan guru dapat membangkitkan minat sehingga prestasi hasil belajar peserta didik meningkat. Dari pemaparan di atas, maka penulis mengangkat judul: Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek Dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Siswa di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan.

11 B. Batasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan istilah yang digunakan, maka peneliti merasa perlu memberikan batasan yang telah terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian in sebagai berikut: 1. Pembelajaran adalah kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efesien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. 11 Adapun komponen dalam pembelajaran adalah guru, siswa, kurikulum, dan sarana prasarana dalam proses pembelajaran. 2. Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode pengajaran yang digunakan untuk memantapkan pengetahuan yang telah diajarkan dengan menerapkannya ke dalam aspek kehidupan. Peserta didik diminta untuk menghubungkan sebanyak mungkin pengetahuan yang ia peroleh dengan masalah-masalah atau aspek kehidupan yang dihadapi. 3. Minat belajar adalah suatu kondisi yang memungkinkan seseorang mau melakukan sesuatu. Minat belajar dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. 4. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh pembelajar dalam menyerap sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik dalam mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar. 11 Martinis Yamin, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan, Cet. III (Jakarta: Tim Gaung Persada Press, 2009), h. 164.

12 5. Pendidikan agama Islam adalah suatu rangkaian atau mata Pelajaran Agama Islam (PAI) meliputi ilmu Fiqih, Al-Qur an Hadits, Aqidah Akhlak dan Sejarah Kebudayaan Islam yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan. Pada penelitian ini difokuskan pada materi Aqidah Akhlak dengan pokok bahasan beriman kepada Qadha Qadar yang termuat dalam kurikulum dan silabus PAI SMP kelas IXB semester 2. C. Fokus Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini berfokus pada penerapan pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan yang berkaitan dengan perencanaan pembelajaran berbasis proyek, pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dan evaluasi pembelajaran berbasis proyek Pendidikan Agama Islam (PAI) pada materi pokok beriman kepada Qadha dan Qadar pada kelas IXB semester 2. [D. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus masalah sebagaimana diungkapkan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa sebelum diterapkan pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan?

13 3. Bagaimana minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan? 4. Adakah terdapat peningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa setelah menerapkan pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan, mendeskripsikan, dan menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran berbasis proyek mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan minat dan hasil belajar pendidikan agama Islam, yaitu: 1. Ingin mengetahui minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa sebelum diterapkan pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan. 2. Ingin mengetahui pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan. 3. Ingin mengetahui minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan.

14 4. Ingin mengetahui peningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa setelah menerapkan pembelajaran berbasis proyek di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan. F. Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian yang diperoleh, diharapkan dapat berguna untuk mengetahui tentang konsep-konsep teori yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan dan dapat menambah wawasan keilmuan bidang pembelajaran pendidikan agama Islam. Kegunaan penelitian ini jika dilihat dari sudut praktisnya adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dan guru, agar dapat memperhatikan dan meningkatkan pemahaman terhadap metode pembelajaran. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah lain untuk meningkatkan penerapan metode pembelajaran dengan lebih efektif dan efisien. 3. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan untuk menambah reverensi dalam penerapan suatu metode pembelajaran. 4. Sebagai bahan informasi dan studi perbandingan bagi peneliti-peneliti lain yang ada relevansinya dengan peneliti ini. 5. Khusus untuk peneliti, bermanfaat untuk menyelesaikan studi Program Pascasarjana IAIN Sumatera Utara (Medan) dan meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama Swasta Muhammadiyah 50 Medan.