BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. sedang ada 37 perusahaan (5,65%). Industri berskala kecil ada 144 perusahaan

Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

DENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan pembangunan

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

Gambar 16 Pohon angsana di Kota Yogyakarta (a) dan di Kota Solo (b).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Polusi udara adalah salah satu masalah yang sangat meresahkan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dosen pengasuh: Ir. Martono Anggusti.,S.H.,M.M,.M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh setiap kendaraan menjadi sumber polusi utama yaitu sekitar

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, terutama di negara-negara

Kata Kunci : Pencemaran Udara, Timbal (Pb), Daun Mahoni (Swietenia mahagoni), Daun Mangga (Mangifera indica l)

BAB I BAHAN BAKAR MINYAK

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi, serta meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan jasa angkutan umum sebagai sarana transportasi, menyebabkan udara yang dihirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran (Wardhana, 2004: 28). Di Indonesia kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) (2007 dalam Indrayani, 2009) antara tahun 2000 dan 2003, jumlah kendaraan di seluruh Indonesia bertambah sekitar 12% setiap tahunnya. Peningkatan tersebut menyebabkan pencemaran udara dari asap kendaraan bermotor yang mengeluarkan zat-zat pencemar berbahaya menjadi semakin meningkat, seperti Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidrokarbon (HC), dan Nitrogen Oksida (NO). Menurut Widagdo (2000), zat-zat pencemar berbahaya tersebut memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memantau tingkat pencemaran udara agar masyarakat di lingkungan dapat menindaklanjuti masalah pencemaran udara tersebut. Pemantauan kualitas udara ambien di Indonesia sebenarnya telah dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah dengan mengoperasikan jaringan pemantau kontinu otomatis di 10 kota sejak tahun 2000 yang memantau 1

2 konsentrasi CO, debu (PM10), SO 2, NOx, dan O 3 (BAPPENAS, 2006 dalam Indrayani, 2009). Pemantauan kualitas udara ambien dengan cara ini memerlukan biaya investasi, operasional, dan perawatan yang tinggi (Susilaradeya, 2008). Di samping itu, kendala dalam pemantauan kualitas udara ambien adalah terbatasnya alat pemantau dan dana serta terfokusnya pengamatan pada jalan raya sehingga pengambilan sampel tidak mewakili profil lingkungan secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan cara lain yang tidak mahal dan lebih sederhana namun tetap efektif serta akurat. Salah satu alternatif yaitu dengan biomonitoring. Biomonitoring adalah penggunaan respons biologi secara sistematik untuk mengukur dan mengevaluasi perubahan dalam lingkungan (Mulgrew et al., 2006) dengan menggunakan bioindikator. Menurut Kovack (1992) salah satu cara pemantauan pencemaran udara dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman sebagai bioindikator. Lebih lanjut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan tanaman bioindikator adalah tanaman yang dalam suatu ekosistem berinteraksi dengan lingkungan yang menunjukkan perubahan pada morfologi, anatomi, biokimia maupun fisiologi. Perubahan yang terlihat dapat berupa terjadinya penurunan pertumbuhan tinggi pada beberapa tanaman yang disebabkan oleh pencemar SO 2, NO 2, dan partikel (Siregar, 2005). Antari dan Sundra (2002: 2) mengemukakan bahwa kemampuan masing-masing tumbuhan untuk menyesuaikan diri berbeda-beda sehingga menyebabkan adanya tingkat kepekaan, yaitu sangat peka, peka, dan kurang peka. Respons tumbuhan yang sangat peka inilah yang dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran yang baik.

3 Kondisi udara yang terpolusi akan mempengaruhi lingkungan, termasuk vegetasi yang ditanam untuk menyerap bahan pencemar. Menurut Mansfield (1976) sebagian besar bahan-bahan pencemar udara mempengaruhi tanaman melalui daun. Mekanisme tanaman untuk bertahan dari bahan pencemar udara adalah melalui pergerakan membuka dan menutup stomata. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti dengan gejala yang tampak (visible symptoms). Sejumlah tanaman peneduh diantaranya Alstonia scholaris, Mimusops elengi, dan Ficus religosa yang dihadapkan pada paparan emisi kendaraan bermotor dalam jangka waktu yang lama mengalami perubahan fenologi, perubahan pada ukuran daun, dan senesensi (Khan et al., 1975 dalam Innes dan Haron, 2000). Hasil serupa juga ditunjukkan melalui penelitian yang dilakukan oleh Anggarwulan dan Solichatun (2007) terhadap tanaman Phaseolus vulgaris L. dan Plantago major yang terpapar emisi kendaraan bermotor pada jarak 0, 50, 100, dan 200 dari sumber emisi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kadar klorofil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar klorofil a dan klorofil total pada tanaman Phaseolus vulgaris L. lebih sensitif untuk dapat dijadikan bioindikator kualitas udara, khususnya untuk emisi kendaraan bermotor. Siregar (2005) mengemukakan bahwa kandungan klorofil sering dijadikan indikator terhadap pencemaran udara khususnya gas SO 2. Pengaruh gas SO 2 terhadap pigmen fotosintesis sangat besar. Kerusakan klorofil terjadi pada Lichenes setelah diberi paparan dosis gas SO 2 5 ppm selama 24 jam. Pada konsentrasi tinggi ini, molekul klorofil terdegradasi menjadi phaeophitin dan

4 Mg 2+. Pada proses ini molekul Mg 2+ dalam molekul klorofil diganti oleh dua atom hydrogen yang berakibat perubahan karakteristik spektrum cahaya dari molekul klorofil. Pada Lichenes yang sensitif, pemaparan kronis dengan konsentrasi gas SO 2 rendah (0,01 ppm) menyebabkan hilangnya klorofil. Salah satu kriteria umum untuk menggunakan suatu organisme sebagai bioindikator adalah sensitif terhadap perubahan habitat (Pearson, 1994). Menurut Thomas dan Hendricks (1956 dalam Thomas tanpa tahun), tanaman Cosmos bipinnatus termasuk dalam kriteria tersebut karena sensitif terhadap gas SO 2. Tanaman ini juga mampu tumbuh, dapat ditanam dimana saja, dan memiliki potensi ekonomi yang penting sebagai tanaman hias. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peran tanaman tanaman C. bipinnatus untuk dijadikan bioindikator kualitas udara, khusunya emisi kendaraan berdasarkan parameter pertumbuhan dan kadar klorofil. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pertumbuhan dan kadar klorofil Cosmos bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan pada jarak yang berbeda? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Berapa konsentrasi gas di udara pada jarak 0, 50, 100, dan 200 m dari sumber emisi?

5 2. Bagaimana pertumbuhan C. bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan pada jarak 0, 50, 100, dan 200 m dari sumber emisi? 3. Bagaimana kadar klorofil daun C. bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan pada jarak 0, 50, 100, dan 200 m dari sumber emisi? 4. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan C. bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan pada jarak 0, 50, 100, dan 200 m dari sumber emisi? 5. Apakah terdapat perbedaan kadar klorofil daun C. bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan pada jarak 0, 50, 100, dan 200 m dari sumber emisi? C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Konsentrasi gas di udara yang diukur adalah gas NO 2 dan SO 2. 2. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering daun serta kerapatan stomata. 3. Kadar klorofil yang diukur adalah klorofil a, klorofil b, dan klorofil total. 4. Tanaman C. bipinnatus yang digunakan sebagai tanaman uji coba berumur 28 hari. 5. Media tanam C. bipinnatus yang digunakan adalah media tanah yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang. 6. Jarak pemaparan antara emisi kendaraan bermotor dengan tanaman adalah 0, 100, dan 200 meter dari sumber emisi.

6 D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar klorofil Cosmos bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan pada jarak yang berbeda. E. Manfaat Penelitian Diketahuinya potensi C. bipinnatus sebagai bioindikator dapat menjadi early warning terhadap pencemaran udara yang terjadi di suatu daerah sehingga selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun proses perencanaan, pengevaluasian, dan pelaksanakan kebijakan pemerintah mengenai lingkungan hidup. F. Hipotesis Terdapat perbedaan pertumbuhan dan kadar klorofil pada tanaman C. bipinnatus yang terpapar emisi kendaraan bermotor pada jarak yang berbeda.