BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN MEMAAFKAN PADA REMAJA AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. antara satu dengan yang lainnya. Manusia bertinteraksi sosial untuk dapat saling

EMPATI DAN PEMAAFAN DALAM HUBUNGAN PERTEMANAN SISWA REGULAR KEPADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang

BAB II LANDASAN TEORI. Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert

PROSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEMAAFKAN PADA REMAJA BROKEN HOME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dalam prosesnya menekankan pada analisis data-data numerikal (angka) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

EMPATI DAN PEMAAFAN DALAM HUBUNGAN PERTEMANAN SISWA REGULAR KEPADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSIF SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENGANTAR 1.1. LATAR BELAKANG

FORGIVENESS PADA ANAK YANG MENGALAMI KDRT OLEH AYAH TIRINYA. Nama : Noveria Yamita Eka Putri Npm :

BAB I PENDAHULUAN. menewaskan 4 orang napi kini sudah divonis. Setelah diusut, motif dari tindak

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. inidikarenakanadanyakonsepbahwamanusiamerupakanmakhluksosial.sehi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Forgiveness. pemaafan sebagai pembatalan dari utang piutang oleh orang yang telah melukai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

FORGIVENESS DAN STRES KERJA TERHADAP PERAWAT. Vita Yustiya Setiyana Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN MEMAAFKAN (FORGIVENESS) PADA PASANGAN YANG MELAKUKAN PERSELINGKUHAN. (Studi pada Suatu Hubungan Pacaran) SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. solusi yang membuat anak merasa aman, namun pada kenyataannya ada keluarga

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

BAB I PENDAHULUAN. dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks.

Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk melepaskan emosi-emosi negatif yang muncul akibat perlakuan menyakitkan yang dilakukan seseorang. Semakin besar luka maka akan semakin sulit untuk memaafkan dan semakin parah rasa sakit hati semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk memaafkan. Memaafkan menggantikan rasa sakit dengan rasa damai (Post & Neimark, 2007). Salah satu argumen yang paling sering dikemukakan dan paling salah terhadap memaafkan adalah jika memaafkan berarti menunjukkan bahwa orang yang melakukan kesalahan tersebut bisa berlaku sesuka hati (Charlot Witvliet, dalam Post & Neimark, 2007). Tetapi memaafkan bukanlah tentang memberikan kekuasaan. Jika dapat memaafkan dengan sangat baik, individu harus menggali lebih dalam dan hal ini membutuhkan keberanian serta empati. Memaafkan bukanlah tindakan yang mudah. Memaafkan membutuhkan sebuah perjuangan dan proses. Worthington (1997) menyatakan bahwa memaafkan merupakan upaya untuk membawa perasaan negatif dan menggantinya dengan pikiran, perasaan, dan tindakan

2 positif. Pada kenyataannya, memaafkan tidak mudah dilakukan apalagi secara cepat. Selalu ada persoalan psikologis di antara dua pihak yang pernah mengalami keretakan hubungan akibat suatu kesalahan. Permintaan maaf memiliki kemampuan untuk menghapuskan kebencian dan kepahitan (Post & Neimark, 2007), dalam hal ini yaitu kebencian dan kepahitan yang dirasakan bagi orang yang tersakiti. Memaafkan efektif mengembalikan hubungan sosial yang rusak antara individu tersebut dengan orang yang menyakitinya (McCullough, Rachal, Sandage, Worthington, Brown, High, 1998). Beberapa peneliti merasa bahwa semakin penuh suatu permintaan maaf-mengakui tanggung jawab atas sebuah kesalahan, mengungkapkan penyesalan, dan menawarkan untuk memperbaiki keadaan-semakin besar pula kekuatannya (Stephen Post & Jill Neimark, 2007). Beberapa penelitian (Darby dan Schlenker,1982; Ohbuchi, 1989) menemukan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf merupakan sebuah penyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya. Pemaafan berkaitan dengan peningkatan kebahagiaan, keramahan, harapan dan kemampuan untuk membangun kembali kedekatan dalam hubungan (Lyubomirsky, 2007, dan Neto & Mullet, 2004). Ada banyak hal yang mempengaruhi seseorang dalam proses pemaafan, salah satunya adalah empati. Seperti yang dikatakan

3 McCullough (2000) dan Worthington (1998) telah membahas empati sebagai penentu kemampuan untuk memaafkan. Enright, Freedman, Rique (1998) menyatakan bahwa empati sebagai faktor dalam fase kerja dari proses pemaafan. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri ditempat orang lain (Hurlock, 1999). Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan, dan mengambil perspektif orang lain (Baron & Byrne, 2005). Melalui kemampuan untuk merasakan kondisi emosional orang lain, maka individu bisa membina hubungan yang baik dengan orang lain. Empati meliputi komponen afektif maupun kognitif (Baron & Byrne, 2005 ). Secara afektif, orang yang berempati merasakan apa yang orang lain rasakan. Secara kognitif, orang yang berempati memahami apa yang orang lain rasakan dan mengapa. Walaupun empati dianggap sebagai keadaan emosional, sering kali empati memiliki komponen kognitif atau kemampuan melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain, atau apa yang disebut dengan mengambil perspektif orang lain. Ketika individu akan memberikan maaf, individu tersebut pasti mengingat kembali rasa sakit yang diterima dari orang yang menyakiti dan membutuhkan empati yang baik (McCullough, 2000). Perasaan positif seperti empati akan memberikan kontribusi pada perkembangan moral orang lain khususnya remaja. Ketika individu memaafkan seseorang yang

4 telah melukainya terjadi penurunan motivasi untuk menghindari dan menyakiti orang tersebut (Mc Cullough, 2000). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sulistyorini Tri Hapsari pada tahun 2011 di Semarang tentang Hubungan Antara Empati Dengan Pemaafan Remaja Dengan Orangtua Bercerai Pada Suku Jawa mendapatkan hasil setelah dilakukan uji hipotesis yaitu menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar rxy = 0,371 dengan p<0,05. Artinya penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan pemaafan. Hasil yang sama juga terdapat dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Ni Made Taganing Kurniati yang berjudul Memaafkan: Kaitannya Dengan Empati dan Pengelolaan Emosi. Dari penelitian tersebut Sebanyak 31 studi dari 7 penelitian (N=4.544) digunakan untuk menganalisis hubungan antara empati dengan memaafkan. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara empati dan memaafkan. Dengan demikian, semakin tinggi empati maka semakin tinggi pula pemaafannya. Hasil penelitian diatas didukung oleh pernyataan McCullough (2000) yang mengatakan bahwa empati akan mempengaruhi atau memotivasi seseorang untuk memberikan maaf terhadap orang lain. Artinya, semakin baik seseorang memiliki rasa untuk berempati, maka akan semakin baik pula dalam memberikan pemaafan terhadap orang yang menyakitinya. Jika ia mampu menempatkan diri pada sudut pandang pihak yang menyakiti, maka ia akan dapat memahami motivasi dan alasan

5 kenapa orang yang menyakiti melakukan hal tersebut. McCullough, Rachal, Worthingthon (1997) juga menyatakan bahwa empati merupakan elemen yang sangat penting dalam pemaafan karena melalui empati, individu mampu memaafkan dan menumbuhkan perasaan positif terhadap orang yang menyakitinya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa empati memang merupakan aspek yang penting dalam pemberian maaf. Kemampuan untuk empati mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir kanak-kanak awal (Hurlock, 1999). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua individu memiliki dasar kemampuan untuk berempati, hanya saja berbeda tingkat kedalaman dan mengaktualisasikannya. Hal ini berarti pada masa dewasa awal individu juga sudah memiliki kemampuan empati. Menurut Santrok (1999), dewasa awal termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik, transisi secara intelektual maupun transisi peran sosial. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa dewasa awal ini individu sudah menciptakan dan menjalin hubungan interpersonal dengan orang disekelilingnya. Dalam berinteraksi dengan orang lain seseorang kadang-kadang berbuat salah kepada orang lain. Begitu juga yang terjadi pada mahasiswa. Mahasiswa dalam menjalin hubungan dengan orang lain baik dengan teman sebayanya ataupun dengan orang yang berada disekitarnya tidak

6 menutup kemungkinan akan terjadi konflik. Mahasiswa tentu pernah mengalami perlakuan dan situasi yang mengecewakan atau menyakitkan. Hal inilah yang membuat hubungan mahasiswa dengan orang disekililingnya menjadi bermasalah, sehingga membutuhkan sikap untuk memaafkan. Ketika seseorang tidak bisa untuk memaafkan, ia akan memperoleh berbagai kerugian diantaranya yaitu hati dipenuhi emosi negatif seperti dendam, marah dan benci terhadap orang yang telah menyakitinya. Rasa marah, benci dan dendam juga berpengaruh terhadap psikologis. Ahli-ahli psikologi sosial menjelaskan bahwa perilaku agresif terjadi akibat rasa benci dan rasa dendam yang dimiliki seseorang (Nashori, 2008). Selain itu, tidak memaafkan berkorelasi positif dengan depresi, kecemasan, permusuhan dan neurotisisme ( Lyubomirsky, 2007). Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Empati dengan Pemaafan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SUSKA RIAU B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara empati dengan pemaafan pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SUSKA Riau?

7 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui hubungan antara empati dengan pemaafan pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SUSKA Riau. D. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang memiliki kajian yang sama dengan penelitian ini, namun memiliki perbedaan dalam hal subjek penelitian, dan desain penelitian. Penelitian yang akan dilakukan adalah hubungan antara empati dengan pemaafan pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SUSKA Riau. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah empati, sedangkan variabel terikatnya adalah pemaafan. Alat ukur yang digunakan untuk variabel pemaafan yaitu gabungan antara Transgression-Related Interpersonal Motivations (TRIM-18) yang dikembangkan oleh Michael E. McCullough dan item tambahan dari peneliti. Alat ukur yang digunakan untuk variabel empati yaitu gabungan antara Interpersonal Reactivity Index (IRI) dari Davis dan item tambahan dari peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Selain itu dalam penelitian ini tidak memasukkan kriteria etnis/suku. Penelitian terkait hubungan antara empati dengan pemaafan yang telah dilakukan sebelumnya antara lain:

8 1. Hubungan Antara Empati Dengan Pemaafan Remaja Dengan Orangtua Bercerai Pada Suku Jawa (Sulistyorini Tri Hapsari, 2011). Dalam penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa ada hubungan positif antara empati dengan pemaafan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji hipotesis yang menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar rxy = 0,371 dengan p<0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan pemaafan. 2. Memaafkan: Kaitannya Dengan Empati dan Pengelolaan Emosi ( Ni Made Taganing Kurniati,2009). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji studi-studi empiris tentang memaafkan dalam kaitannya dengan empati dan pengolaan emosi. Meta analisis metode Glassian dan koreksi kesalahan sampling dari Hunter dan Schmidt yang digunakan dalam penelitian tersebut. Sebanyak 31 studi dari 7 penelitian (N=4.544) digunakan untuk menganalisis hubungan antara empati dengan memaafkan dan 16 studi dari 2 penelitian (N=1.760) untuk menganalisis hubungan antara pengelolaan emosi dengan memaafkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara empati dan memaafkan, ada hubungan negatif signifikan antara empati dan tidak memaafkan, ada hubungan yang positif signifikan antara pengelolaan emosi dan memaafkan. 3. Gender Differences in the Relationship Between Empathy and Forgiveness (Loren Toussaint dan Jon R. Webb, 2005). Penelitian tersebut merupakan penelitian terkait hubungan antara empati dengan

9 pemaafan dari berbagai dimensi kognisi, afeksi dan perilaku berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa empati lebih kuat pada wanita dibanding pria. Sedangkan untuk hubungan empati dengan pemaafan berdasarkan jenis kelamin ternyata berlaku hanya pada pria tidak pada wanita. Alat ukur yang digunakan untuk pemafaan adalah Enright Forgiveness Inventory (EFI) dari Enright (2005) dan alat ukur untuk empati adalah The Balanced Emotional Empathy Scale (BEES) dari Mehrabian (1997). 4. Pemaafan Remaja yang Pernah Ditelantarkan oleh Ayahnya (Sari Desty S. Sianturi). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif (studi kasus) dengan metode pengambilan data observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, subjek sudah melewati keempat tahap-tahap pemaafan yaitu menyadari kemarahan, memutuskan untuk melakukan pemaafan, berusaha untuk melakukan pemaafan serta menemukan dan melepaskan diri dari penjara emosi. Selain itu diketahui bahwa gambaran pemaafan subjek sudah baik dimana subjek telah melakukan pemaafan baik secara intrapsychic state (keadaan emosional) maupun interpersonal act (perilaku interpersonal). 5. Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( Nuran, 2011). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan dan religiusitas terhadap forgiveness pada istri

10 korban kekerasan dalam rumah tangga. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara bersamaan kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan dan religiusitas secara signifikan mempengaruhi forgiveness (p<0,05). Alat ukur forgiveness yang digunakan adalah Measuring Offense-Specific Forgiveness Scale (MOFS). Berdasarkan perbedaan yang telah dipaparkan, maka penelitian ini perlu dilakukan karena berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dalam aspek teoritis yaitu bagi perkembangan pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi khususnya psikologi sosial yaitu tentang empati, pemaafan dan hubungan antara empati dengan pemaafan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman secara khusus mengenai hubungan antara empati dengan memaafkan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi individu yang pernah mengalami konflik dan tersakiti oleh individu lain agar bisa memaafkan orang yang telah menyakiti.