BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: : Spermatophyta. : Dicotyledonae. : Myrtaceae

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dewa termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Jambu Biji termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor. yang membawa penyakit demam berdarah dengue.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) : Monocotyledonae. : Pandanus

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II LANDASAN TEORI. Spesies : Allium fistulosum L. (Plantamor, 2011; USDA, 2006) banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti menurut Djakaria (2006)

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic. nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Solo dan Yogyakarta memeliharanya sebagai tanaman pusaka dewa karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Serangga selain mengganggu manusia dan binatang. melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

TINJAUAN PUSTAKA. Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan. merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

Transkripsi:

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jambu Biji 2.1.1 Taksonomi Tanaman Tanaman Jambu Biji dalam penggolongan dan tata nama tumbuhan, termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Myrtales : Myrtaceae : Psidium Spesies : Psidium guajava Linn. (Parimin, 2005).

12 2.1.2 Deskripsi tanaman Tanaman jambu biji (Psidium guajava) bukanlah merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah. Kemudian, dengan berjalannya waktu, jambu biji menyebar di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Australia. Di Thailand dan Taiwan, jambu biji menjadi salah satu tanaman yang dikomersialkan (Parimin, 2005). Jambu biji tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air yang cukup banyak. Pohon jambu biji banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Tanaman Jambu Biji, perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan. Daun Jambu Biji tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, ujung tumpul atau lancip, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur berujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6 sampai 12 cm, lebar 3 cm sampai 6 cm. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1 sampai 3 bunga, berwarna putih. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan (Dalimartha, 2001).

13 Gambar 3. Daun Jambu Biji (Parimin, 2005). 2.1.3 Kandungan Senyawa Daun Jambu Biji Daun Jambu Biji banyak mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, tanin, minyak atsiri, flavonoid, fenol, lignan dan sterol (Dewanti et al., 2005; Wijayakusuma, 2008). Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di dalam tubuh serangga dengan mengikat sterol bebas (prekursor hormon ekdison) yang kemudian akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit (moulting) pada serangga. Saponin juga memiliki efek lain yaitu membuat dinding traktus digestivus korosif karena penurunan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus akibat aktivitas saponin (Aminah et al., 2001). Flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat insektisida. Flavonoid menyerang bagian syaraf pada beberapa organ vital serangga

14 sehingga timbul suatu perlemahan syaraf, seperti pernapasan dan menimbulkan kematian (Dinata, 2009). Tanin akan menghambat masuknya zat-zat makanan yang diperlukan oleh serangga, sehingga kebutuhan nutrisi serangga tidak terpenuhi (Dewanti et al., 2005). Penelitian oleh Tandon et al., (2008) mengenai aktivitas insect growth regulator daun Vitex trifolia L. pada larva instar V Spilosoma obliqua memberi hasil bahwa kandungan minyak atsiri ini dapat menurunkan kemampuan dalam perubahan ke stadium dewasa (adult emergence), mempengaruhi fungsi olfaktori, daya fekunditas, dan fertilitas telur pada serangga percobaan (Tandon et al., 2008). 2.2 Nyamuk Aedes aegypti 2.2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum Kelas Ordo Family Genus : Arthropoda : Insecta : Diptera : Culicidae : Aedes Spesies : Aedes aegypti (Universal Taxonomic Services, 2012).

15 Pada nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue yang menggigit manusia dan menyebarkan ke aliran darah, dapat menimbulkan terjadinya viremia. Selanjutnya akan terjadi reaksi imun, akan terjadi demam tinggi dan permeabilitas kapiler darah meningkat, kemudian terjadi kebocoran plasma di seluruh tubuh yang nantinya akan menyebabkan syok hipovolemik (dengue shock syndrome) yang dapat menyebabkan kematian (Departemen Kesehatan RI, 2006). 2.2.2 Larva Aedes aegypti Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna selama hidupnya yaitu mengalami perubahan bentuk morfologi dari stadium telur berubah menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa (Sigit et al., 2006). Telur membutuhkan waktu sekitar 2 4 hari untuk menjadi larva. Larva (Gambar 4) terdiri atas 4 substadium (instar) yang akan mengalami pergantian kulit dan mengambil makanan dari tempat perindukannya. Pertumbuhan larva instar I IV berlangsung 6 8 hari pada Culex dan Aedes (Ditjen PP & PL, 2005). Stadium larva dibagi menjadi empat tingkat (instar) sesuai pertumbuhan larva, yaitu: a. Larva instar I : berukuran 1 2 mm b. Larva instar II : berukuran 2,5 3,8 mm c. Larva instar III: berukuran 4 4,5 mm

16 d. Larva instar IV: berukuran 5 mm (Departemen Kesehatan RI, 2005). Gambar 4. Larva Instar I IV Aedes aegypti (perbesaran 100x) (Gama ZP et al., 2010). 2.2.3 Pupa Aedes aegypti Pupa Aedes aegypti berbentuk koma dengan gerakan lambat dan sering ada di permukaan air (Gambar 5) (Aradilla, 2009). Bentuk tubuh bengkok, kepala dada (chepalothorax) lebih besar dibandingkan bagian perut (Hu, 2012). Stadium pupa Aedes aegypti sering kali sukar dibedakan dengan spesies lain. Pupa akan mendapatkan oksigen melalui corong napas pada saat

17 sejajar dengan permukaan air (Hasan, 2006). Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah terjadi sobeknya selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa (Aradilla, 2009). Gambar 5. Pupa Aedes aegypti (perbesaran 100x) (Zettel, 2010). 2.2.4 Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk jantan mucul satu hari sebelum nyamuk betina dan makan sari tumbuhan. Nyamuk betina menetas dan makan sari tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia (Hu, 2012). Ciri khas dari nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan adanya garisgaris dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam (Hasan, 2006) (Gambar 6).

18 Gambar 6.Nyamuk Aedes aegypti (perbesaran 40x) (Landcare research, 2013). Terdapat perbadaan morfologi bentuk pada nyamuk Aedes aegypti jantan dewasa dengan nyamuk Aedes aegypti betina dewasa (Gambar 7). Perbedaannya, pada nyamuk Aedes aegypti dewasa betina palpa lebih pendek dari probosis dan pada antenanya memiliki bulu yang tidak selebat bulu pada nyamuk Aedes aegypti dewasa jantan (Djakaria, 2008). Ukuran nyamuk betina lebih besar dibandingkan nyamuk jantan (Gillot, 2005). Nyamuk Aedes aegypti mempunyai warna dasar hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yaitu gambaran lira (lyre form) yang putih pada punggungnya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Gambar 7. Nyamuk Aedes aegypti Betina dan Jantan (perbesaran 40x) (Supartha, 2008).

19 1) Siklus Hidup Aedes aegypti Stadium perubahan pada metamorfosis sempurna nyamuk Aedes aegypti yaitu stadium telur (menetas 1 2 hari setelah perendaman air) kemudian berubah menjadi stadium larva. Terdapat beberapa tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan larva dari instar 1 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Selanjutnya, larva akan berubah menjadi pupa selama ± 2 hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Departemen Kesehatan RI, 2007). Gambar 8. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti (Kalyanamitra, 2012). 2) Bionomik Aedes aegypti Bionomik vektor merupakan karakteristik nyamuk yang berhubungan dengan kesenangan tempat perkembangbiakan, waktu-waktu menggigit, kesengangan tempat hinggap istirahat dan jarak terbang. Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti adalah penampungan air bersih

20 di dalam rumah ataupun berdekatan dengan rumah, dan air bersih tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tanah (Ditjen PP & PL, 2005). Aktivitas menggigit nyamuk mempunyai perbedaan. Terdapat nyamuk yang menghisap darah pada waktu malam hari (night biters), terdapat pula nyamuk yang menghisap darah pada waktu siang hari (day biters). Terdapat nyamuk yang menggigit di dalam rumah (endofagik) dan ada juga nyamuk yang menggigit di luar rumah (eksofagik). Nyamuk betina mempunyai jarak terbang lebih jauh daripada nyamuk jantan. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menggigit pada pagi hari yaitu beberapa jam setelah matahari terbit yaitu pukul 09.00 sampai pukul 13.00 dan sore hari beberapa jam sebelum gelap yaitu pukul 15.00 sampai pukul 17.00. Setelah menghisap darah, nyamuk mencari tempat untuk beristirahat. Tempat tersebut digunakan nyamuk selama waktu menunggu proses perkembangan telur maupun untuk istirahat sementara, yaitu pada waktu nyamuk masih aktif mencari darah. Untuk tempat istirahat ada nyamuk yang memilih di dalam rumah (endofilik) yaitu dinding rumah, ada pula yang memilih di luar rumah (eksofilik) yaitu tanaman atau kandang binatang (Hoedojo, 2006).

21 Tempat perindukan Aedes aegypti di daerah asalnya (Afrika) berbeda dengan di Asia. Di Afrika nyamuk hidup di hutan dan tempat perindukkannya pada genangan air di pohon. Di Asia nyamuk hidup di daerah pemukiman, dan tempat perindukannya pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Tempat perindukan Aedes aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan sementara, permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA), termasuk kaleng bekas, ban mobil bekas, pecahan botol, pecahan gelas, talang air, vas bunga, dan tempat yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat perindukan tetap adalah TPA untuk keperluan rumah tangga seperti bak penampungan air, bak mandi, gentong air. Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon, seperti pohon pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan pohon bambu, dan lubang pohon (Chahaya, 2003). 2.3 Pengendalian Vektor Pengendalian vektor adalah semua usaha untuk menekan populasi vektor dan berada pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan manusia. Pengendalian nyamuk Aedes aegypti bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi.

22 Terdapat beberapa cara pengendalian vektor DBD yaitu: 2.3.1 Secara Kimia Pengendalian menggunakan senyawa kimia untuk membunuh nyamuk (insektisida), membunuh jentik (larvasida) dan menghalau nyamuk (repellent) (Kasumbogo, 2004). Beberapa jenis senyawa kimia antara lain senyawa kimia nabati, senyawa kimia dengan bahan aktif yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan bersifat racun bagi organisme pengganggu, misalnya alkaloid, terpenoid dan fenolik (Sarjan, 2007). Lalu, senyawa kimia sintetis. Senyawa kimia sintetis berupa perubahan struktur suatu zat untuk memperoleh sifat tertentu. Kemudian, senyawa kimia non nabati. Senyawa kimia non nabati merupakan derivat minyak bumi seperti minyak tanah dan minyak pelumas (Wahyuni, 2005). 2.3.2 Secara Biologi Pengendalian vektor secara biologi dilakukan dengan menggunakan agen biologi seperti: predator/pemangsa, parasit dan bakteri. Jenis predator yang digunakan yaitu ikan pemakan jentik seperti ikan guppy, cupang, tampalo dan ikan gabus. Agen biologi lain seperti Bacillus thuringiensis (BTI) digunakan sebagai pembunuh jentik nyamuk atau larvasida yang tidak mengganggu lingkungan (Soegijanto, 2006).

23 2.3.3 Secara Fisik Cara ini dikenal dengan 3 M yaitu menguras bak mandi, bak wc, menutup tempat penampungan air rumah tangga seperti tempayan, drum dan lain-lain, serta mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barangbarang bekas seperti kaleng, ban, botol plastik dan lain-lain. Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak pada tempat tempat tersebut (Ditjen PP & PL, 2005). 2.3.4. Secara Manajemen Lingkungan Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan, sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk seperti menguras, menutup dan mengubur serta diikuti dengan memelihara ikan predator dan menabur larvasida, di samping melakukan penghambatan dalam pertumbuhan vektor seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan tempat tinggal (Ditjen PP & PL, 2005).

24 2.4 Repellent Repellent adalah bahan yang mempunyai kemampuan untuk melindungi manusia dari gigitan nyamuk. Adanya uap repellent akan memberikan gangguan pada serangga. Repellent melakukan blokade pada reseptor asam laktat di antena nyamuk (organ olfaktori) sehingga nyamuk menjadi hilang kontak terhadap manusia (Patel et al., 2012). Pada umumnya repellent dibuat dengan menggunakan DEET (N,N diethyl toluamide) (Thavara, 2001). Tetapi, banyak laporan mengenai toksisitas DEET, mulai dari efek ringan, seperti urtikaria dan erupsi kulit, sampai pada reaksi berat, seperti toxic encephalopathy (Tawatsin, 2006). Berbeda dengan repellent alami yang berasal dari derivat tumbuhan yang lebih aman. Repellent dapat dibuat dengan menggunakan bahan alami seperti serai, lavender, eucalyptus, peppermint, daun lemon dan minyak kayu cedar (Fradin, 2002). Syarat-syarat repellent yang baik antara lain: 1. Tidak mengiritasi, tidak meracun dan tidak menyebabkan alergi. 2. Tidak melekat dan tidak lengket. 3. Memberikan perlindungan efektif terhadap serangga dan bisa memberikan perlindungan sampai beberapa jam serta baunya tidak mengganggu pemakai. 4. Tidak merusak pakaian. 5. Repellent yang dipakai di kulit harus tahan terhadap keringat. 6. Praktis (Manurung, 2012; Sari, 2012).

25 2.5 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair yang terdapat dalam bahan alam. Proses ekstraksi ini didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat aktif (Departemen Kesehatan RI, 2006). Maserasi dilakukan yang berguna untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stiraks, lilin dan lain-lain dimana hal ini dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. (Departemen Kesehatan RI, 2006).