BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan dalam jual-beli, menghitung kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan lulusan yang dapat bersaing secara global. Untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU no. 20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATISDAN DISPOSISI MATEMATISDALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATANANG S FRAMEWORK FOR MATHEMATICAL MODELLING INSTRUCTION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi untuk masa depan. Kemakmuran Indonesia di

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suparno Retno Pamungkas, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap peserta didik perlu memiliki kemampuan matematis pada tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu keaktifan pribadi manusia yang. mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Ahmadi Habibie Asmariana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tradisional kerap kali memosisikan guru sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang semakin pesat baik

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar. keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Soft Skill

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat ini, banyak pula masalah dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat baik individu ataupun kelompok. Hal ini menuntut kita untuk terus membangun potensi diri dalam menghadapi tantangan yang ada. Selain itu pembangunan di Indonesia perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) beserta mental dan pikirannya. Hal penting sebagai upaya untuk mempersiapkan dan meningkatkan mutu SDM ini adalah melalui pendidikan. Peningkatan mutu SDM berkualitas, berbanding lurus dengan peningkatan mutu pendidikan. Jika mutu pendidikan di Indonesia baik, maka implikasinya SDM berkualitas. Sebagai negara berkembang, Indonesia sangat membutuhkan tenaga-tenaga kreatif yang mampu memberikan sumbangan bermakna kepada ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, serta kepada kesejahteraan bangsa pada umumnya. Sehubungan dengan ini, pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan kreativitas peserta didik agar kelak dapat memenuhi kebutuhan pribadi, masyarakat, dan negara. Berbicara tentang pendidikan di sekolah, maka akan berhubungan dengan mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa, salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Bagi sebagian besar siswa, matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian

2 yang tunggal dan pasti, sehingga menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi siswa. Dengan kata lain, kebanyakan siswa bersikap negatif terhadap matematika. Hal ini sejalan dengan Ruseffendi (Lestari, 2008: 33) yang mengatakan bahwa anak-anak menyenangi matematika hanya pada saat mereka mulai berkenalan dengan matematika yang sederhana, makin tinggi tingkatan sekolahnya, makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Minat seseorang terhadap matematika merupakan salah satu faktor untuk mengetahui sikap seseorang terhadap matematika (Ruseffendi dalam Lestari, 2008: 33). Artinya, seseorang yang berminat dalam matematika akan menumbuhkan sikap positif terhadap matematika. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan pembelajaran matematika untuk menumbuhkan minat siswa sehingga sikap siswa berubah menjadi sikap yang positif terhadap matematika. Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi (Siswono, 2009), disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerjasama sudah lama menjadi fokus dan perhatian guru matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika. Tetapi, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang sangat

3 diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian OECP PISA (Gumilar, 2010: 3) dukungan Bank Dunia terhadap 7355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/ SMU/ SMK se-indonesia pada tahun 2003, diketahui 70% siswa RI hanya mampu menguasai matematika sebatas memecahkan satu permasalahan sederhana (tahap I), belum menyelesaikan dua masalah (tahap II), belum mampu menyelesaikan masalah kompleks (tahap III), dan masalah rumit (IV). Lebih jauh lagi, pada survei PISA tahun 2006, peringkat Indonesia untuk Matematika turun dari posisi 38 dari 40 negara (2003) menjadi urutan 52 dari 57 negara, dengan skor rata-rata turun dari 411 (2003) menjadi hanya 391 (2006) (Gumilar, 2010: 4). Selain itu, hasil TIMSS menurut Gobel (Nurdiana, 2011: 4) menunjukkan bahwa kemampuan siswa SMP di Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin sangat lemah. Berdasarkan data-data di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia dalam menyelesaikan masalah yang kompleks yang melibatkan proses berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kreatif masih rendah. Hal tersebut disebabkan karena proses pembelajaran di kelas yang dilakukan sebagian besar masih bersifat tradisional dengan menggunakan metode ekspositori. Akibatnya kemampuan-kemampuan siswa rendah dan tidak berkembang secara optimal.

4 Hasil studi yang dilakukan oleh Utari, Suryadi, Rukmana, Dasari, dan Suhendra (Patria, 2007: 5) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah masih didominasi oleh pembelajaran yang bersifat tradisional serta memiliki karakteristik sebagai berikut: Pembelajaran lebih berpusat pada guru dan aktivitas belajar masih didominasi guru, model pembelajaran yang digunakan masih bersifat klasikal, permasalahan-permasalahan yang diberikan masih bersifat rutin, dan siswa cenderung pasif dalam proses pembelajarannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menganggap perlu adanya suatu perbaikan dalam proses pembelajaran matematika untuk membantu siswa mengembangkan sikap, perilaku, dan pemikiran kreatif siswa. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif yang menanamkan kesadaran metakognisi. Menurut Barkah (2007: 11), metakognisi menekankan pada kesadaran individu terhadap proses berpikirnya sendiri atau tentang proses dan prosedur berpikir individu sebagai pemikir dan pelaku sehingga individu sadar dalam memonitor dan mengontrol aktivitas atau proses mentalnya. Melalui pengembangan metakognisinya, diharapkan siswa akan terbiasa dalam memonitor, mengontrol, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Suzana (2003: 29) menjelaskan bahwa pembelajaran yang dapat menanamkan metakognisi siswa yaitu pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif. Pendekatan keterampilan metakognitif merupakan

5 salah satu bentuk pendekatan berpaham konstruktivisme, yaitu memiliki pandangan bahwa proses belajar diawali dengan konflik kognitif dan diatasi oleh peserta didik itu sendiri melalui pengaturan diri (self-regulation) yang akhirnya dalam proses belajar itu peserta didik membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif dapat dinyatakan dalam wujud pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang dapat membantu siswa untuk menjelaskan suatu permasalahan, menghubungkan pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru diperolehnya, dan menerapkan strategi yang cocok dan relevan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan begitu siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas dan siswa dituntun untuk berpikir kreatif melalui pertanyaan-pertanyaan metakognitif. Oleh karena itu, penulis memandang bahwa salah satu pendekatan yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan keterampilan metakognitif. Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain yang juga dapat diduga berkontribusi terhadap kemampuan matematika siswa dan terhadap sikap siswa dalam belajar matematika, yaitu kelompok kemampuan awal matematika siswa yang dapat digolongkan ke dalam kelompok atas, tengah, dan bawah. Menurut Galton (Prabawa, 2009: 10), setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika, dari sekelompok siswa yang tidak dipilih secara khusus, akan selalu kita jumpai siswa yang kemampuannya berada pada kelompok

6 atas, tengah, dan bawah, karena kemampuan siswa (termasuk kemampuan dalam memahami matematika) menyebar secara distribusi normal. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terlihat bahwa ada hubungan antara pendekatan keterampilan metakognitif dengan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dengan demikian, peneliti berkeinginan untuk meneliti yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan pendekatan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa SMP. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh penggunaan pendekatan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa SMP? Karena penelitian akan dilaksanakan terhadap dua kelompok siswa sebagai kelas kontrol dan eksperimen, kemudian setiap kelompok siswa dipilah menjadi kelompok atas, tengah dan bawah, maka rumusan masalah di atas dirinci menjadi: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa pada kelompok atas, tengah, dan bawah setelah mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif?

7 3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif? C. Batasan Masalah Dengan mempertimbangkan luasnya ruang lingkup dalam penelitian ini, maka peneliti merasa perlu membatasi permasalahan penelitian. Penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut: 1. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Kelas VIII tahun ajaran 2011/2012 di SMP Pasundan 5 Bandung. 2. Topik yang diteliti dibatasi pada salah satu pokok bahasan pada semester 1 kelas VIII, yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. 3. Indikator kemampuan berpikir kreatif siswa yang diteliti yaitu (1) fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), orginalitiy (keaslian), elaboration (rincian). D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang dirinci sebagai berikut: 1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan keterampilan

8 metakognitif dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori. 2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa pada kelompok atas, tengah, dan bawah setelah mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif. 3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru, sebagai sumber informasi bahwa pendekatan keterampilan metakognitif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. 2. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika demi menunjang terciptanya cara belajar siswa aktif sebagai wahana untuk mengembangkan kerangka berpikir matematis tingkat tinggi. 3. Bagi peneliti khususnya dan para pembaca pada umumnya untuk menambah pengetahuan tentang pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif.

9 F. Definisi Istilah Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dalam memahami istilah-istilah yang ada dalam judul perlu adanya penegasan istilah dan pembatasan ruang lingkup penelitian, bagian-bagian yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut. 1. Pendekatan keterampilan metakognitif merupakan pendekatan yang mengutamakan proses memantau dan mengarahkan pikiran siswa untuk mencapai suatu tujuan secara lebih optimal. Dalam hal ini, peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif baik secara lisan maupun secara tertulis dengan tujuan siswa mampu memilih strategi yang tepat dalam memecahkan permasalahan (matematika khususnya). 2. Kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan yang bersifat original dan refleksif yang mampu menghasilkan idea-idea, gagasangagasan serta mampu menilai efektivitas idea atau gagasan yang disampaikan dalam pembelajaran matematika.