BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
1.Pengertian Koneksi Matematika 2.Ruang Lingkup dan Aspek Koneksi Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi mewarnai dan menjadi salahsatu faktor penting penunjang aktifitas

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tujuan pembelajaran matematika dinyatakan dalam National Council

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat untuk perkembangan teknologi modern. Tidak hanya sebagai penghubung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan sesuatu yang tidak asing bagi semua kalangan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

1. BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang senantiasa hadir pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang dapat digali untuk meningkatkan. SDM, salah satunya adalah ilmu matematika.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DISERTAI TUGAS PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Dengan Pendekatan CTL Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Lisan dan Koneksi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI WRITING TO LEARN PADA SISWA SMP 4

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat tidak bisa. dipungkiri berdampak pada pendidikan,khususnya terhadap kualitas

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya aljabar, geometri, kalkulus, statistika, dll. Bangun ruang sisi

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam standar kurikulum dan evaluasi matematika sekolah yang dikembangkan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) tahun 1989, koneksi matematika atau mathematical connections merupakan bagian penting yang harus dapat penekanan di setiap jenjang pendidikan. Koneksi matematika adalah keterkaitan antara topik matematika, keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain, dan keterkaitan matematika dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Upaya untuk menjadikan matematika menjadi lebih bermakna bagi yang mempelajarinya dan untuk mendorong cara berfikir matematis dalam disiplin ilmu lain, telah lama direkomendasikan oleh The National Committee on Mathematics Requirements, yaitu sejak tahun 1923. Sedangkan pada tahun 1940, The Commission on The Secondary School Curriculum of the Progressive Education Assosiation, menekankan pentingnya suatu kurikulum yang terkoneksi (Coxford, 1995). Dalam kurikulum 2004, koneksi matematika tidak distandarkan secara khusus, namun penekanan terhadap pentingnya pembelajaran matematika yang lebih bermakna sudah dijabarkan dengan jelas. Menurut NCTM (1989), kurikulum hendaknya membantu siswa untuk dapat melihat bagaimana ide-ide matematika saling berkaitan. Kurikulum matematika umumnya dipandang sebagai kumpulan sejumlah topik. Akibatnya, perhitungan, geometri, pengukuran, dan pemecahan masalah cendrung diajarkan secara terpisah, sehingga siswa harus belajar dan mengingat konsep dan keterampilan yang terlalu banyak dan tidak mengenali prinsip-prinsip umum yang relevan dengan berbagai bidang. Apabila ide matematika dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari siswa maka siswa menjadi sadar akan kegunaan matematika. Pandangan siswa terhadap matematika dapat diperluas melalui eksplorasi terhadap keterkaitan di antara ide-ide matematika, sehingga siswa memandang

matematika sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dan bukan sebagai kumpulan topik yang tidak saling berkaitan. Siswa harus mendapat kesempatan untuk mengamati interaksi antara matematika dengan mata pelajaran lain dan kehidupan sehari-hari (everyday society). Dua tipe umum koneksi yang penting menurut NCTM, adalah koneksi pemodelan (modeling conections) dan koneksi matematika (mathematical conections). Modeling conection yaitu hubungan antara situasi dan masalah yang dapat muncul di dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematikanya. Sedangkan dengan mathematical conection yaitu hubungan antara dua representasi ekuivalen dan antara proses penyelesaian dari masingmasing representasi. Sebagai contoh suatu situasi masalah memiliki modeling connection dengan persamaan aljabar dan grafik, maka representasi aljabar memiliki koneksi matematik dengan representasi grafik. Koneksi matematik juga terjadi antara proses perhitungan aljabar dengan analisis grafik yang menghasilkan penyelesaian yang sama. Coxford (1995:4) merumuskan 3 aspek yang terkait dengan koneksi matematika, yaitu : 1. Penyatuan tema-tema (unifying themes) Penyatuan tema-tema seperti perubahan (change),data dan bentuk (shape), dapat digunakan untuk menarik perhatian terhadap sifat dasar matematika yang berkaitan. Gagasan tentang perubahan dapat menjadi penghubung antara aljabar, geometri, matematika diskrit, dan kalkulus. Misalnya, bagaimana kaitan antara laju perubahan tetap dengan garis dan persamaan garis? Bagaimana keliling suatu bangun datar berubah ketika bangun datar itu ditransformasikan? Apakah artinya laju perubahan sesaat dari suatu fungsi di suatu titik? Setiap pertanyaan memberi kesempatan untuk mengaitkan topiktopik matematika dengan menghubungkannya melalui tema perubahan. Tema lain yang memberi kesempatan yang luas untuk membuat koneksi matematika adalah data. Misalnya data berpasangan menjadi konteks dan motivasi untuk

mempelajari fungsi linear, karena data berpasangan sering ditampilkan dengan grafik fungsi. Bentuk adalah tema lain yang dapat digunakan untuk memperlihatkan koneksi matematika. Sebagai contoh bentuk kurva berkaitan dengan karakteristik datanya. 2. Proses matematika (mathematical proceses) Aspek mathematical proceses dari koneksi matematika meliputi : representasi, aplikasi, problem solving dan reasoning. Empat kategori aktifitas ini akan terus berlangsung selama seseorang mempelajari matematika. Agar siswa dapat memahami konsep secara mendalam, mereka harus membuat koneksi diantara representasi. Aktifitas aplikasi, problem solving, dan reasoning, membutuhkan berbagai pendekatan matematika, sehingga siswa dapat menemukan koneksi. Sebagai contoh untuk mencari turunan menggunakan defenisi fungsi, siswa harus mengaplikasikan limit dan komposisi fungsi. Komposisi fungsi dengan polinom berderajat besar melibatkan ekspansi binomial, yang kofisiensinya dapat diperoleh melalui perhitungan kombinatorik. Aktifitas program solving seperti pencarian nilai optimum, melibatkan pemodelan, representasi aljabar atau kalkulus. Pembuktian rumus-rumus turunan merupakan kegiatan reasoning yang melibatkan ide-ide matematika. 3. Penghubung-penghubung matematika (mathematical conectors) Fungsi, matrik, algoritma, grafik, variabel, perbandingan, dan transformasi merupakan ide-ide matematika yang menjadi penghubung ketika mempelajari topik-topik matematika dengan spectrum yang luas. Algoritma adalah penghubung yang sering digunakan dalam matematika. Grafik membantu siswa melakukan koneksi matematika dengan lebih mudah. Keterkaitan matematika dapat diperlihatkan melalui penghubung variabel. Rasio atau perbandingan berguna hampir di setiap tingkat pembelajaran matematika. Oleh karena itu, rasio dapat menjadi penghubung siswa dengan matematika. Hodgson (1995:21) membenarkan ungkapan NCTM bahwa koneksi matematik merupakan alat pemecahan masalah. Dengan menganggap koneksi matematik sebagai alat pemecahan masalah, maka implikasinya terhadap

pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran harus membangun koneksi baru dan menggunakan koneksi yang telah terbentuk untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika siswa tidak mampu untuk membangun suatu koneksi, maka koneksi tidak berperan apa-apa dalam pemecahan masalah. Menurut NCTM (1989) kurikulum matematika biasanya dipandang orang sebagai kumpulan sejumlah topik, sehingga pengajaran tentang hasil perhitungan dari suatu pemecahan masalah geometri dan pengukuran cenderung dianggap saling terpisah. Padahal kurikulum matematika bertujuan untuk membangun siswa agar dapat melihat antara topik/ide-ide di dalam dan di luar matematika tersebut saling berkaitan. Tanpa koneksi, anak-anak harus belajar dan mengingat terlalu banyak keterampilan dan konsep yang terisolasi bukannya mengenali prinsip umum yang relevan dari beberapa area pengetahuan. Ketika ide-ide matematika setiap hari dikoneksikan pada pengalamannya, baik di dalam maupun di luar sekolah, maka anak-anak akan menjadi sadar tentang kegunaan dan manfaat dari matematika. Hal ini sesuai dengan NCTM (1989:32) yang menyatakan bahwa, melalui koneksi matematika maka pengetahuan siswa akan diperluas, siswa akan memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang utuh bukan sebagai materi yang berdiri sendiri, serta siswa akan menyadari kegunaan dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian, siswa tidak hanya bertumpu pada salah satu konsep atau materi matematika yang sedang dipelajari, tetapi secara tak langsung siswa memperoleh berbagai konsep/area pengetahuan yang berbeda, baik di dalam matematika maupun di luar matematika. Jadi sangatlah penting agar siswa dapat mengoneksikan antara ide-ide/area pengetahuan tersebut, yang akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sebuah ruangan kelas yang didalamnya terdapat pembelajaran secara koneksi matematika maka penekanan koneksinya pada karakteristik yang terkemuka. Gagasan mengalir secara alami dari satu topik pelajaran ke topik pelajaran lain, dan bukannya masing-masing topik pelajaran itu terbatas pada suatu sasaran yang sempit. NCTM (1989) mengisyaratkan pembelajaran koneksi

tersebut caranya yaitu pertama-tama memperkenalkan suatu topik yang digunakan pada seluruh program matematika kemudian para guru menangkap peluang yang membangun dari situasi kelas untuk menghubungkan area berbeda penggunaan matematika. Selanjutnya siswa diminta untuk membandingkan konsep dan prosedur yang telah mereka terima. Mereka dibantu untuk membangun suatu jembatan antara hal yang nyata dengan yang abstrak, serta antara cara-cara yang berbeda dalam mempresentasikan suatu masalah atau konsep. Menurut NCTM (1989-146) tujuan koneksi matematika diberikan pada siswa sekolah menengah (kelas 9-12) diharapkan agar dapat : 1. Mengenali representasi yang ekuivalen dari suatu konsep yang sama 2. Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen 3. Menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik matematika 4. Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan disiplin ilmu lain. Keterangan NCTM diatas mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam 3 aspek kelompok koneksi, yaitu aspek koneksi antar topik matematika (K1), aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain (K2) dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/koneksi dengan kehidupan sehari-hari (K3). Oleh karenanya, berkaitan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran matematika yang berdayaguna meningkatkan kemampuan koneksi matematika, maka salah satu pendekatan pembelajaran yang dipandang dan diyakini dapat mencapai tujuan tersebut adalah dengan pendekatan kontekstual. Kemampuan kemampuan yang dirangkum dari standar kurikulum NCTM tersebut, biasa disebut kemampuan koneksi matematika, yang secara lebih ringkas dinyatakan sebagai kemampuan melakukan koneksi antara topik matematika, antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan antara matematika dengan dunia nyata. Menurut bapak Manhar salah satu guru matematika SMP Kartika I-2 Medan tidak bisa dipungkiri bahwasanya sebagian besar guru masih menggunakan pembelajaran konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru, karena metode ceramah lebih mudah digunakan dalam pembelajaran

sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Kemudian bapak Manhar menuturkan, guru matematika di SMP Kartika I-2 Medan termasuk beliau belum mengaitkan materi matematika dengan pendekatan kontekstual, mungkin saja ini yang menyebabkan siswa sulit menyelesaikan soal-soal dalam bentuk cerita yang berkaitan dengan dunia nyata, termasuk materi aritmatika sosial dimana soal-soalnya berbentuk soal cerita tentang kehidupan sehari-hari. Dari hasil observasi di kelas, penulis menemukan siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal yang membutuhkan koneksi, baik koneksi antar topik matematika, koneksi matematika dengan disiplin ilmu lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh kasus, terdapat 200 orang penumpang suatu pesawat terbang, dimana 75 penumpang adalah wanita. Berapakah persentase penumpang wanita dan persentase penumpang pria? Untuk menyelesaikan soal tersebut siswa harus mampu menuliskan permasalahan tersebut dalam konsep bilangan pecahan dimana siswa harus mengetahui mana pembilang dan mana penyebut, dimana untuk menyelesaikannya membutuhkan koneksi antar topik matematika. Kebanyakan siswa tidak bisa mengubah pecahan biasa ke pecahan campuran dan dari pecahan campuran ke bentuk desimal. Dari 37 orang siswa, 8 orang siswa hanya bisa menuliskan, misalkan 75 200 x 100 = 37,5 namun tidak bisa menyelesaikannya, 5 orang menjawab benar dan sisanya tidak menjawab atau jawabannya salah. Kenyataan di lapangan hasil belajar dalam proses pembelajaran matematika yang dilakukan saat ini belum memenuhi harapan, guru masih mengajar secara konvensional. Guru belum memberikan kesempatan yang banyak bagi siswa untuk menciptakan dan memecahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks dunia nyata. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematis dikuasai siswa, sementara temuan di lapangan kedua kemampuan ini masih sangat rendah. Kebanyakan siswa melakukan kegiatan belajar berupa menghafal tanpa dibarengi pengembangan memecahkan masalah dan melakukan koneksi. Pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru belum mampu

membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan dunia nyata siswa. Guru belum maksimal memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka dan bahkan siswa enggan untuk bertanya jika mereka belum paham terhadap materi yang baru disajikan guru. Secara umum kesulitan siswa muncul karena bilangan pecahan di Sekolah Dasar (SD) hanya diberikan aturan perhitungan simbol tanpa pengertian secara nyata (peragaan). Kesulitan juga muncul karena metode pembelajaran pecahan yang keliru, di mana pelajaran matematika bukan pelajaran bernalar tapi menghapal. Meskipun kurikulum berubah, pendekatan pembelajaran guru masih banyak menggunakan cara mengajar konvensional. Sedangkan hasil belajar dengan pendekatan pembelajaran kontektual lebih baik dibanding dengan pembelajaran secara konvensional. Dimana siswa pada pendekatan secara kontekstual mereka lebih aktif, lebih antusias dalam belajar, dapat berdiskusi dengan temannya dan mengemukakan pendapat mereka. Berdasarkan pendekatan kontekstual, siswa dapat menggunakan cara dengan memahami masalah kontekstual, menjelaskan masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan koneksi matematika siswa melalui pendekatan kontekstual dan konvensional. Maka judul dari penelitian ini adalah: Perbedaan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Melalui Pendekatan Kontekstual dan Konvensional Pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial di Kelas VII SMP Kartika I-2 Medan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hasil belajar matematika siswa pada mata pelajaran matematika masih rendah

2. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang membutuhkan pengkoneksian antar topik matematika, matematika dengan disiplin ilmu lain maupun matematika dengan kehidupan nyata 3. Pembelajaran kontekstual belum sepenuhnya dilakukan dalam pembelajaran 4. Guru pada umumnya mengajarkan matematika dengan metode ceramah (pembelajaran tradisional/konvensional) yang berpusat pada guru 5. Aktivitas siswa dalam belajar matematika masih rendah. 1.3. Batasan Masalah Dari beberapa masalah yang diidentifikasi di atas, penulis membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual dan konvensional dalam pembelajaran pada materi pokok Aritmatika Sosial di kelas VII SMP Kartika I- 2 Medan 2. Penelitian ini difokuskan pada kemampuan koneksi matematika siswa pada materi pokok Aritmatika Sosial di kelas VII SMP Kartika I-2 Medan. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: 1. Apakah kemampuan koneksi matematika siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan koneksi matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional? 2. Bagaimana aktivitas belajar siswa pada pokok bahasan Aritmatika Sosial kelas VII SMP Kartika I-2 Medan selama pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual?

1.5. Tujuan Penelitian Secara khusus tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dengan pendekatan secara konvensional 2. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan Aritmatika Sosial kelas VII SMP Kartika I-2 Medan. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat dalam peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Secara khusus, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya: 1. Bagi guru Melalui penelitian ini, diharapkan semakin menambah pengetahuan dalam pembelajaran matematika, sehingga dapat menjadi alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan oleh para guru dalam upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dalam matematika 2. Bagi siswa Melalui penelitian ini, diharapkan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa 3. Bagi peneliti Melalui penelitian ini dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi untuk penelitian yang sejenis. Sekaligus sebagai langkah awal dalam mengembangkan proses belajar mengajar. 1.7. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut:

1. Kemampuan koneksi matematika siswa adalah kemampuan siswa menghubungkan konsep matematika, memahami antar topik matematika, menggunakan matematika dalam bidang studi lain ataupun kehidupan seharihari. 2. Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan seharihari. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual di kelas harus memiliki tujuh komponen, yaitu: (1) Konstruktivisme, (2) Inkuiri, (3) Bertanya, (4) Masyarakat belajar, (5) Pemodelan, (6) Refleksi, dan (7) Penilaian autentik. 3. Pendekatan konvensional adalah pembelajaran yang bersifat informatif, guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan latihan. 4. Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani dan rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan indikator adanya keinginan siswa untuk belajar, misalnya bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru, dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Sedangkan aktivitas guru mengandung makna bertanggung jawab mengatur kelas sebaik-baiknya dan menciptakan kondisi yang kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan baik.