BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan serta mengupayakan penggunaannya. Dengan demikian pendidikan diharapkan mempunyai upaya yang dinamis untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik adalah melalui kegiatan pengajaran, bimbingan dan atau latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki, memperkaya khasanah pengetahuan serta meningkatkan kualifikasi profesionalnya sesuai dengan bidangnya masing masing. Dalam hal ini mahasiswa ditempatkan sebagai subyek pendidikan yang menduduki posisi sentral dalam kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang akan menghasilkan perubahan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap. Perubahan ini relatif menetap dan memberikan dampak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses panjang yang akan dihadapi oleh para mahasiswa. 1
2 Sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan kiranya perlu diperhatikan masalah pencapaian prestasi belajar mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki potensi tinggi tentunya memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang diharapkan pada jenjang pendidikan yang sedang ditempuhnya. Artinya, apabila para mahasiswa menggunakan potensi yang dimilikinya secara optimal, dan memenuhi tuntutan akademik yang telah ditentukan, harapannya adalah dapat mencapai prestasi belajar secara optimal.prestasi akademik berkaitan erat dengan pendidikan dan belajar. Pendidikan yang diberikan di dalam perguruan tinggi merupakan pendidikan formal, yang diartikan sebagai proses kegiatan terencana dan terorganisir, yang terdiri atas kegiatan mengajar dan belajar. Kegiatan ini bertujuan menghasilkan perubahan perubahan positif dalam diri mahasiswa yang sedang menuju kedewasaan (Winkel, 1983). Proses belajar mahasiswa merupakan keadaan yang kompleks karena melibatkan faktor faktor yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi interaksi mengajar-belajar. Faktor internal yaitu tingkat kecerdasan yang meliputi kemampuan belajar dan cara belajar, motivasi belajar yang terdiri dari sikap, perasaan dan minat belajar, serta kondisi kesehatan fisik. Sedangkan faktor eksternal yaitu sistem yang mengatur proses belajar, interaksi pengajar dan siswa dalam hal ini mahasiswa dan interaksi antar mahasiswa serta faktor situasional (Winkel, 1996). Untuk faktor eksternal, perguruan tinggi telah secara sistimatis merencanakan dan mengorganisir dalam melaksanakan kegiatan mengajar dan belajar sehingga mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen
3 Pendidikan Tinggi. Kondisi yang baik pada faktor eksternal, akan menunjang kegiatan belajar mahasiswa. Sedangkan, apabila faktor internal semuanya baik kondisi ini akan lebih menguntungkan mahasiswa karena taraf kecerdasan berperan terhadap taraf prestasi belajar, motivasi belajar lebih berperan terhadap semangat dan gairah belajar mahasiswa serta ditunjang oleh daya tahan tubuh dan kondisi perasaan yang baik. Faktor internal mahasiswa mempunyai peran penting dan perlu mendapatkan perhatian utama, sehingga lebih memudahkan untuk meramalkan taraf keberhasilan belajar mereka. Mahasiswa juga mempunyai harapan untuk mampu menggunakan potensinya secara optimal sehingga mereka mampu mengikuti perkuliahan, mencatat materi kuliah, memahami materi kuliah, membuat tugas dan mengikuti ujian dengan baik. Namun seiring dengan proses belajar tersebut, terdapat mahasiswa yang mengalami hambatan sehingga mereka merasa kesulitan untuk mewujudkan harapannya ( Winkel, 1996). Beberapa faktor yang menghambat proses belajar menurut Winkel (1996) adalah faktor kesehatan, seberapa sehat seseorang, apakah proses belajarnya terhambat karena kondisi kesehatannya? Faktor kecerdasan yang mencakup kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Faktor motivasi atau daya juang merupakan faktor daya penggerak dalam diri seseorang yang akan mendorong dan memberi arah pada kelangsungan kegiatan belajar tersebut sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan faktor pengolahan perasaan secara khusus akan berperan terhadap motivasi belajar.
4 Faktor relasi sosial, bagaimana cara seseorang membina relasi dengan teman temannya serta bagaimana kedalaman relasinya. Bagi mahasiswa hal ini menjadi penting mengingat mahasiswa berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal, pada masa ini peran teman menjadi berarti dan akan mempengaruhi prestasi studinya. Faktor lainnya adalah fasilitas yang tersedia untuk menunjang kegiatan belajar seseorang baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Fasilitas yang memadai akan lebih memungkinkan untuk meningkatkan motivasi belajar. Selanjutnya adalah faktor pengembangan diri, seberapa besar keinginan seseorang untuk mengembangkan diri melalui kegiatan kegiatan yang diadakan baik di lingkungan ataupun diluar lingkungan sekolah (Winkel, 1996). Jika menilik hambatan pada faktor kecerdasan, mahasiswa yang telah mengikuti kuliah pada salah satu fakultas di perguruan tinggi adalah mereka yang memiliki taraf kecerdasan yang memadai, setidaknya memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh setiap fakultas pada perguruan tinggi tersebut. Taraf kemampuan ini diketahui melalui hasil nilai Ujian Saringan Masuk (USM) mahasiswa. Mereka yang lulus USM diprediksikan mampu mengikuti dan menyelesaikan kuliah dengan prestasi baik dan tepat waktu. Pada kenyataannya setelah mereka mengikuti perkuliahan, dari pengamatan peneliti terhadap mahasiswa terdapat kelompok mahasiswa yang mampu mengoptimalkan potensinya dan sebaliknya terdapat pula kelompok mahasiswa yang kurang mampu mengoptimalkan potensinya. Hal ini ditunjang oleh pendapat Lanvin (Gage and Berliner, 1984) menyatakan bahwa korelasi antara inteligensi dan prestasi akademik adalah sebesar 0,5. Artinya inteligensi sebagai potensi intelektual hanya merupakan salah
5 satu prediktor yang cukup signifikan terhadap pencapaian prestasi akademik. Kenyataan ini menuntun pemikiran peneliti pada adanya faktor lain yang mempunyai kontribusi dalam mengoptimalkan pencapaian prestasi belajar mahasiswa. Berdasarkan hasil survei mengenai hambatan hambatan yang dirasakan selama mengukuti perkuliahan yang dilakukan oleh unit yang mendukung pengembangan diri mahasiswa (Maranatha Student Development Center) pada tahun 2004. Melalui kuesioner yang meliputi faktor-faktor yang menghambat belajar, berdasar teori Winkel (1996). Survei dilakukan terhadap 63 mahasiswa Fakultas Psikologi yang mempunyai IPK di bawah 2.00. Mahasiswa memberikan urutan prioritas yang menunjukkan derajat keterhambatan pada setiap faktor. Urutan satu menunjukkan faktor yang paling menghambat sedangkan urutan tujuh menunjukkan faktor yang paling tidak menghambat. Dari hasil pengolahan data diperoleh tiga faktor yang perlu mendapat perhatian utama yaitu faktor perasaan, daya juang atau motivasi dan faktor fisik mahasiswa. Profil area yang bukan hambatan sebagai berikut: Gambar 1.1 Profil area yang bukan hambatan
6 Hasil survei ini menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami masalah dalam mengelola perasaannya, kurangnya daya juang dan kondisi fisik yang kurang menunjang proses belajar mereka. Dengan demikian mereka menjadi kurang mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Mereka merasa ada mata kuliah yang kurang menyenangkan karena materinya banyak dan sulit dipahami, keadaan ini membuat mereka menjadi malas untuk mengikuti kuliah, malas belajar dan tidak mengerjakan tugas tugasnya. Mereka juga merasa putus asa untuk menempuh lagi mata kuliah yang sama apabila sudah dua kali gagal dalam ujian. Kondisi fisik yang kurang menunjang untuk melakukan aktivitas aktivitas yang melibatkan stamina, mereka merasakan kelelahan. Demikian halnya dengan mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2007, yang saat ini sedang menempuh semester tiga. Mereka memiliki pengalaman untuk menyesuaikan diri dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Dengan demikian mereka mempunyai penghayatan tertentu terhadap kemampuan dirinya. Melalui beberapa materi kuliah yang ditempuh oleh mahasiswa Fakultas Psikologi diharapkan akan memperoleh insight mengenai dirinya terutama yang terkait dengan keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi tantangan. Fakultas Psikologi UKM merupakan lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum khusus berdasarkan ketentuan Departemen Pendidikan Tinggi, yang mempunyai tujuan dan program pendidikan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk: mengenal, memahami, dan mampu mengadministrasikan alat ukur psikologi. Menguasai dasar dasar psikologi dan teknik wawancara serta observasi sehingga dapat menginterpretasikan tingkah laku individu ataupun
7 kelompok. Menghayati dan melaksanakan Kode Etik. Memiliki sekurangkurangnya satu keahlian bidang terapan psikologi (Sertifikasi). Mampu melakukan penelitian terapan di bidang psikologi. Mampu menerapkan ilmu psikologi dalam permasalahan bio-psiko-sosial dan moral kontekstual. ( Konsep kurikulum program pendidikan Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi UKM, 2002). Menilik tuntutan kurikulum tersebut di atas, maka mahasiswa fakultas psikologi diharapkan memiliki kemampuan dasar diagnostik yang baik. Kemampuan tersebut dapat diperoleh saat mahasiswa mengikuti praktikum Pengantar Psikodiagnostik. Pada materi praktikum mahasiswa dilatih untuk menyampaikan instruksi beberapa tes klasikal dan membuat skor beberapa tes psikologi. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan membahas materi menyampaikan instruksi tes, karena pada materi instruksi cukup merupakan tantangan bagi mahasiswa dengan adanya tuntutan untuk mempunyai kemampuan tampil di depan kelas dengan menyampaikan instruksi secara lengkap, sistimatis, lancar dan bersuara keras. Menurut Bandura (2002), pembentukan penghayatan akan self efficacy merupakan kontributor yang sangat penting dalam pencapaian kemampuan yang optimal dalam keberhasilan seseorang. Demikian pula pada mahasiswa angkatan 2007 fakultas Psikologi UKM saat mengikuti Praktikum Pengantar Psikodiagnostik khususnya dalam latihan memberikan instruksi suatu tes di depan kelas, dibutuhkan keyakinan akan kemampuan untuk menyampaikan instruksi.
8 Gejala yang diperoleh dari hasil survei MSDC ternyata dapat pula diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 36 mahasiswa angkatan 2007 fakultas Psikologi UKM tentang penghayatan mahasiawa terhadap hambatan yang dialami saat menyampaikan instruksi suatu tes didepan kelas. Secara umum mahasiswa masih mengalami masalah dalam mengelola perasaannya, ada perasaan cemas dan tegang karena belum pasti apakah mampu untuk lancar, lengkap, sistimatis dan bersuara keras dalam menyampaikan instruksi. Saat menghadapi kegagalan dan hambatan, 13 mahasiswa (36,1%) menyalahkan diri bahwa memang dirinya kurang mampu dalam menyampaikan instruksi dan 23 mahasiswa (63,9%) menyatakan kegagalan menyampaikan instruksi yang dialami disebabkan oleh kurangnya kemauan dan waktu untuk menghafal sehingga usahanya kurang optimal. Dalam menghadapi kesulitan saat ujian, secara umum mahasiswa mengalami keraguan akan kemampuan dirinya yang dapat menurunkan usahanya. Secara umum saat mengalami kesulitan dalam cara-cara menyampaikan instruksi, mahasiswa berusaha bertanya kepada teman, terkadang kepada asisten dan dosen. Selain dari kondisi di atas, kondisi fisik yang kurang sehat dan lelah secara umum masih dihayati berperan menurunkan usahanya, baik saat menyampaikan instruksi di depan kelas, saat menghafal instruksi suatu tes maupun menjelang ujian. Mengacu pada area permasalahan tersebut di atas, peneliti mencermati bahwa ketiga area masalah tersebut memiliki keterkaitan dengan syarat utama agar mahasiswa berhasil saat mengikuti mata kuliah Praktikum Pengantar
9 Psikodiagnostik yaitu dengan belajar. Dalam hal ini dibutuhkan keyakinan pada kemampuan mahasiswa selama mengikuti kegiatan praktikum tersebut.. Keyakinan akan kemampuan diri mahasiswa akan berperan dalam memotivasi mereka melalui beberapa cara, seperti dalam menentukan apa yang akan dicapai, berapa banyak usaha yang akan mereka keluarkan, berapa lama mereka dengan gigih bertahan menghadapi kersulitan dan tabah dalam menghadapi kegagalan. Menurut Bandura (2002) keyakinan tentang kemampuan dalam mengatur dan melaksanakan sumber-sumber dari tindakan, yang dibutuhkan untuk mengatur situasi situasi yang berorientasi ke masa depan disebut self efficacy. Setiap periode perkembangan membawa serta tantangan baru tersendiri dalam keyakinan akan kemampuan diri seseorang. Sebagai mahasiswa, dituntut belajar untuk bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan bagi dirinya sendiri. Mahasiswa diharapkan belajar untuk mengatasi berbagai tuntutan yang timbul dari kemitraan jangka panjang, prestasi dalam bidang akademis dan karir di bidang pekerjaan. Seseorang akan memperluas dan memperkuat penghayatan tentang keyakinan akan kemampuan dirinya dengan belajar bagaimana mereka mengatasi dengan sukses masalah masalah yang secara potensial sulit, karena sekolah adalah agen untuk menanamkan cognitive self efficacy( Bandura, 2002). Ketika mahasiswa dihadapkan pada rintangan dan pengalaman kegagalan dalam menyampaikan instruksi, mahasiswa yang ragu akan kemampuan dirinya akan menurunkan usaha mereka dan mudah menyerah. Mahasiswa tersebut akan menghindar dari materi instruksi yang banyak dan menganggapnya sebagai suatu ancaman. Mereka menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya kemampuan
10 diri. Sedangkan mahasiswa yang mempunyai keyakinan kuat pada kemampuan dirinya akan menunjukkan usaha yang lebih besar lagi ketika mereka gagal dalam menghadapi tantangan. Mahasiswa tersebut menganggap tugas-tugas sulit sebagai suatu tantangan daripada sebagai suatu ancaman dan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha serta pengetahuan yang mereka peroleh. Kegigihan yang kuat berperan dalam pencapaian prestasinya. Menurut Bandura (2002) keyakinan mengenai kemampuan diri seseorang dapat dikembangkan secara kognitif melalui empat sumber pembentuk self efficacy. Pertama, pengalaman keberhasilan atau kegagalan melalui usahanya saat menghadapi kesulitan. Demikian halnya dengan mahasiswa psikologi angkatan 2007 bagaimana menginterpretasikan keberhasilan dan kegagalannya pada saat menyampaikan instruksi. Kedua melalui pengamatan terhadap keberhasilan atau kegagalan orang yang memiliki karakteristik mirip dengan dirinya. Semakin mirip karaktistik model dengan diri mahasiswa semakin meningkatkan keyakinan bahwa dirinya juga akan mampu atau kurang mampu menyampaikan instruksi tes. Sumber ketiga, persuasi secara verbal dari lingkungan atau oarang-orang yang signifikan mengenai kemampuannya. Mahasiswa akan lebih yakin atau kurang yakin akan kemampuannya untuk menyampaikan instruksi karena persuasi orang yang signifikan. Terakhir melalui cara untuk mengurangi stres dan bagaimana seseorang mampu mengubah kondisi emosional yang negatif serta mengubah kesalahan interpretasi terhadap kondisi fisiknya. Mahasiswa yang mampu mengubah ketergugahan afektif dan kondisi fisik dengan menginterpretasikan sebagai fasilitator yang memberi energi saat menyampaikan
11 instruksi tes maka akan meningkatkan keyakinan dalam memberikan instruksi suatu tes. Berdasarkan uraian di atas, maka derajat self-efficacy mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi UKM pada saat memberikan instruksi tes di depan kelas diharapkan dapat ditingkatkan melalui suatu program pelatihan yang dirancang berdasarkan sumber-sumber yang membentuk self efficacy. Pelatihan merupakan suatu pengembangan diri melalui prinsip-prinsip belajar yang memadukan stimulasi lingkungan untuk memperkuat faktor internal mahasiswa. Sesuai dengan Social Learning Theory, proses belajar dilakukan melalui belajar dari pengalaman berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan (Bandura, 1977). Dengan menilik bahwa belum pernah diadakannya pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan self efficacy dalam bidang akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKM, khususnya kemampuan dalam memberikan instruksi tes. Untuk mengetahui permasalahn keyakinan mahasiswa saat menyampaikan instruksi tes, peneliti melakukan survei diantara tiga macam tes Psikologi terhadap mahasiswa angkatan 2007 kelas malam melalui kuesioner yang menggali keyakinan mahasiswa pada kemampuan dalam menyampaikan instruksi IST ( Intelligence Structure Test), instruksi WZT ( Wartegg Zeichen Test) dan instruksi tes Pauli. Hasil pengolahan data kuesioner terhadap 50 mahasiswa angkatan 2007 kelas malam menunjukkan bahwa skor terendah dari jumlah respon tiap item adalah pada tes Pauli, dengan demikian dapat diartikan bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai masalah keyakinan mengenai kemampuannya dalam memberi instruksi tes Pauli. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada
12 pembuatan modul pelatihan yang bertujuan agar mahasiswa khususnya angkatan 2007 akan lebih meningkatkan self- efficacy-nya khususnya pada saat menyampaikan instruksi tes Pauli di depan kelas, agar lebih yakin dalam membuat suatu pilihan tindakan. Selain itu menjadi lebih bertahan dan berusaha dalam menghadapi kesulitan mengolah masalah perasaan pada saat instruksi. Hal ini menjadi suatu alternatif bagi mahasiswa angkatan 2007 yang asih memiliki derajat self efficacy rendah untuk meningkatkan derajat self efficacy dalam memberi instruksi tes Pauli pada mahasiswa yang masih tergolong rendah diantara mahasiswa sekelasnya. Dengan demikian pada penelitian ini mengharapkan mendapatkan jawaban mengenai bagaimana rancangan modul pelatihan yang dapat meningkatkan derajat self efficacy pada saat memberi instruksi tes Pauli pada mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi UKM. 1.2. Rumusan Masalah. Apakah terdapat peningkatan derajat self-efficacy pada saat menyampaikan instruksi tes Pauli antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berupa pelatihan Academic Self-Efficacy (ASE) pada mahasiswa angkatan 2007 fakultas Psikologi UKM yang memiliki derajat self-efficacy rendah. 1.3. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang derajat self-efficacy dalam memberikankan instruksi tes Pauli pada mahasiswa angkatan 2007 fakultas Psikologi UKM yang memiliki derajat self-efficacy
13 rendah, sebelum dan sesudah pelatihan ASE, sedang tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan derajat self-efficacy dalam memberikan instruksi tes Pauli sebelum dan sesudah pelatihan ASE pada mahasiswa angkatan 2007 fakultas Psikologi UKM yang memiliki derajat self-efficacy rendah. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini digunakan sebagai upaya pengembangan ilmu Psikologi umumnya dan Psikologi Pendidikan khususnya. Melalui penelitian ini akan diperoleh pendalaman pengetahuan tentang self-efficacy dalam memberikan instruksi tes Pauli dan memahami proses peningkatan self-efficacy dalam memberikan instruksi tes Pauli pada mahasiswa melalui pelatihan. 1.4.2. Kegunaan Praktis - Bagi dosen wali mahasiswa angkatan 2007 fakultas Psikologi UKM yang berhubungan langsung dengan pengembangan mahasiswa untuk membantu mengarahkan mahasiswa agar semakin yakin akan potensi yang dimiliki. - Bagi Fakultas Psikologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang self-efficacy khususnya pada saat memberi instruksi tes Pauli yang dapat ditingkatkan.
14 - Bagi lembaga-lembaga formal dan non formal yang mengelola mahasiswa, pelatihan ASE ini dapat menjadi salah satu alternatif kegiatan pengembangan diri mahasiswa. - Bagi mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang memiliki derajat self efficacy rendah dalam memberi instruksi tes Pauli diharapkan semakin yakin akan potensi yang dimiliki. 1.5. Metodologi Penelitian ini untuk menghasilkan modul pelatihan Academic Self- Efficacy dan melihat signifikansinya terhadap peningkatan derajat selfefficacy dalam memberi instruksi tes Pauli sebelum dan sesudah pelatihan pada mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi UKM yang memiliki derajat self-efficacy rendah. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Modul Pelatihan Akademik Self Efficacy Diberikan kepada Mahasiswa angkatan 2007 Fakultas Psikologi UKM yang memiliki derajat Self Efficacy rendah menyebabkan Signifikansi peningkatan derajat Self Efficacy Bagan 1.1 Rancangan Penelitian