Penaatan Kode Etik di Kalangan Jurnalis Peliput Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Setelah Penghapusan Amplop Jurnalis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

PENULISAN BERITA TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

Penyusun Nama : Aisyah Monicaningsih Nim :

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

Media Komunitas Vs Hoax. Ahmad Rofahan Jingga Media Cirebon

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012

KODE ETIK AUDITOR IAIN MATARAM

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

Etika Jurnalistik dan UU Pers

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I KETENTUAN UMUM

Inilah Tugas dan Fungsi Humas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

WARGA. Muhammadun Sanomae 1/2/2018. Praktik Media Cetak: Piala Dunia 2014 di Brasil SEA Games 2007 di Thailand

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

BAB V PENUTUP. Praktik suap di kalangan jurnalis masih terjadi hingga saat ini. Suap adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam era globalisasi ini, dunia bisnis semakin berkembang disertai

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

RENCANA PEMBELAJARAN. Written by Checked by Approved by valid date. Muhammad Azhari, M.Pd. Tim Verifikasi Prof. Waspodo, Ph.D.

PERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 005 TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa,

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

Advokasi Kreatif Melalui Media (Sosial) Oleh: Rofiuddin AJI Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rossenstiel merupakan salah

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV P E N U T U P. pelaksanaan Penggantian Antar Waktu Wakil Bupati Kabupaten Parigi

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 91 TAHUN 2009 TENTANG KODE ETIK PEMERIKSA / AUDITOR INSPEKTORAT ACEH GUBERNUR ACEH,

BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI

ANGGARAN DASAR ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan komunikasi membuat informasi menjadi aspek yang

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN DEMAK

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan. dengan akses dan kepemilikan lahan yang kemudian berujung pada konflik

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

bagi kehidupan modern, khususnya bisnis.

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

Organisasi Profesi Jurnalis dan Kode Etik Jurnalistik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

Transkripsi:

Penaatan Kode Etik di Kalangan Jurnalis Peliput Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Setelah Penghapusan Amplop Jurnalis Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Penyusun Nama : Choirul Ulil Albab NIM : 14030110120058 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015 1

2 JUDUL : PENAATAN KODE ETIK DI KALANGAN JURNALIS PELIPUT PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH SETELAH PENGHAPUSAN AMPLOP JURNALIS NAMA : CHOIRUL ULIL ALBAB NIM : 14030110120058 ABSTRAKSI Seorang jurnalis dituntut tetap netral dan independen dari pihak mana pun. Ganjar Pranowo setelah terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah, pada Oktober 2013 memberlakukan kebijakan penghapusan amplop untuk jurnalis. Banyak pro dan kontra atas kebijakan ini. Biasanya, Humas Pemprov Jateng membagikan amplop berisi Rp 150.00,00 kepada jurnalis yang meliput kegiatan Pemprov. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai penaatan Kode Etik di kalangan jurnalis Pemprov Jawa Tengah setelah penghapusan amplop untuk jurnalis. Teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini diantaranya adalah Teori Pemberian Hadiah (Mauss: 2002), Sembilan Elemen Jurnalistik (Kovach: 2001), dan Teori-Teori Etika. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Peneliti akan menggambarkan hasil penelitian di lapangan secara utuh. Peneliti memilih Kepala Biro Humas Pemprov Jateng, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka, pengurus organisasi kewartawanan (PWI, AJI, dan IJTI), dan Jurnalis yang bertugas di Pemprov Jateng sebagai narasumber. Hasilnya, jurnalis di Jawa Tengah sebagian besar jurnalis menaati Kode Etik Jurnalistik, tidak ada perubahan dalam mekanisme kerja mereka. Beberapa kesalahan sempat dilakukan oleh jurnalis pemula seperti kesalahan verifikasi data dan cover both sides, karena jam terbang yang masih rendah. Kebijakan ini justru berdampak membuat hubungan antarjurnalis memburuk, muncul pengotakkotakan di kalangan jurnalis. Terbukti dari munculnya sebutan jurnalis ring satu, ring dua, dan seterusnya. Kode Etik Jurnalistik wajib ditaati, namun semua pengurus organisasi kewartawanan tidak bisa menjamin anggotanya sudah memahami dan menaati isi dari kode etik. Konsistensi dari Ganjar Pranowo masih banyak dipertanyakan, pasalnya masih ada praktik amplop setelah kebijakan penghapusan amplop ini diberlakukan. Kata kunci: Gubernur, Kode Etik Jurnalistik, Penghapusan Amplop, dan Jurnalis.

3 I. PENDAHULUAN Tahun 2013 menjadi catatan tersendiri dalam sejarah pers di Jawa Tengah. Ganjar Pranowo yang dilantik menjadi Gubernur Jawa Tengah pada 23 Agustus 2013, pada kepemimpinannya di bulan Oktober 2013 mengeluarkan kebijakan berupa penghapusan amplop bagi kalangan jurnalis di jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kebijakan tersebut menimbulkan kontroversi bagi dunia jurnalistik di Jawa Tengah. Ganjar Pranowo menempuh kebijakan yang mengundang kontroversi itu, dilatarbelakangi, masukan dari banyak kalangan yang mengatakan, pemberian amplop kepada jurnalis, tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan mengganggu independensi Jurnalis. Kemudian Gubernur bersikap menghapuskan amplop untuk jurnalis sebagai bagian dari upaya menegakkan independensi jurnalis dan menghormati tugas-tugas kewartawanan. Dalam Kode Etik Jurnalistik dijelaskan bahwa wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi objektivitas pemberitaan. Amplop dianggap sebagai imbalan yang dapat memengaruhi pemberitaaan dan netralitas seorang Jurnalis. Setiap profesi memiliki kode etik sebagai standar dalam melakukan pekerjaannya sebagai seorang profesional. Seperti yang dikatakan Frost (Dalam Keeble 2009: 68), kode etik sering diperkenalkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa profesi memiliki standar praktik dan menyiratkan bahwa pekerja profesional yang melanggar standar tersebut akan didisiplinkan. Di negara demokrasi, media memiliki hubungan yang erat dengan pemerintah. Peran pemerintah yaitu melakukan kontrol terhadap peraturan

4 organisasi, kegiatan jurnalistik, dan produk mereka. Pers sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting. Terpilihnya Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2013 memberikan dampak baru bagi dunia jurnalistik di Jawa Tengah.Pasalnya, kebijakan Ganjar Pranowo telah menghapuskan amplop untuk jurnalis di jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Aturan yang ditetapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ini mendapatkan pro dan kontra dari para jurnalis dan masyarakat. Ada organisasi jurnalis yang mendukung penuh kebijakan ini. Di sisi lain, kebijakan Ganjar Pranowo ini menimbulkan banyak pertentangan dari kalangan jurnalis sendiri. Karena sebagian dari mereka menggantungkan penghasilannya dari amplop yang mereka dapat selain dari gaji pokok yang sudah diberikan perusahaan media tempat jurnalis bekerja. Profesionalisme jurnalis pasca-penghapusan amplop jurnalis patut dipertanyakan. Karena penghapusan amplop bukanlah perkara kecil bagi para jurnalis yang terbiasa menerima amplop. Profesionalisme itu meliputi pelaksaan teknis saat mencari dan mengolah informasi serta ketaatan jurnalis pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang sudah disepakati. II. PEMBAHASAN Dalam konteks jurnalistik, etika mengatur perilaku jurnalis yang tertuang dalam Kode Etik Jurnalistik. Mengenai hal ini, Rofiudin memberikan definisi bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah nilai-nilai yang harus dipegang oleh jurnalis, Kode Etik Jurnalistik menjadi panduan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan

5 oleh jurnalis. Hal ini untuk melindungi informasinya agar tetap menjadi informasi yang sesuai dan akurat. Ia juga menambahkan, Kode Etik jurnalistik sangatlah penting dan harus ditaati wartawan (Wawancara tanggal 15 November 2014). Secara umum, etika merupakan suatu sistem prinsip-prinsip yang memandu tindakan. Hal ini didasarkan pada nilai-nilai pribadi, profesional, sosial, dan moral, yang bersumber dari penalaran. Pengambilan keputusan etis berarti menerapkan nilai-nilai ini dalam pekerjaan sehari-hari (Potter: 2006: 55). Dalam dunia jurnalistik, dikenal istilah etika jurnalisme. Etika jurnalisme ini merupakan prinsip-prinsip moral yang tercermin dalam aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur bagaimana wartawan harus bekerja untuk tidak menyakiti atau menyusahkan orang lain (Franklin, 2005: 74). Kredibilitas suatu lembaga pers dapat dilihat dari komitmennya untuk mengutamakan kebenaran, mengejar akurasi, keadilan, dan objektivitas dan perbedaan yang jelas antara peliputan berita dan iklan. Pencapaian tujuan ini, jurnalis dan media harus menghormati nilai-nilai etika dan profesional. Kredibilitas jurnalisme berkaitan langsung dengan persepsi bahwa jurnalis itu beretika. Etika ini menyoroti perilaku jurnalis, khususnya benar dan salah tentang bagaimana jurnalis tersebut melakukan pekerjaan mereka. Hal ini melibatkan definisi nilai-nilai moral yang dapat diterima dari individu, organisasi, profesi, dan masyarakat dan menggunakan nilai-nilai sebagai dasar perilaku manusia (Moore, 2008:108). Perilaku etis melibatkan pilihan, kadang-kadang memilih yang baik di atas yang lain, kadang-kadang memilih untuk berbuat salah

6 untuk mencapai beberapa baik. Seperti menerima suap tentu sebuah tindakan yang ilegal dan akan merusak kepercayaan publik. Di Indonesia Kode Etik Jurnalistik dibentuk oleh Dewan Pers dengan tujuan untuk memberikan arahan dan standar etika kepada jurnalis. Menurut Weaver (dalam Franklin, 2005: 74) kode etik disusun secara kolektif oleh wartawan, organisasi pers atau pengusaha. Masing-masing institusi atau redaksi media mungkin memiliki standar etika yang berbeda. Ini kemudian menjadi dasar materi etika untuk jurnalis untuk memutuskan apakah jurnalis tersebut bisa bekerja dengan hati nurani yang murni. Budaya nasional juga mempengaruhi etika jurnalisme. Berbicara mengenai profesionalisme, seorang jurnalis yang profesional harus memegang teguh prinsip, karena dalam kondisi dan situasi apapun jurnalis yang memegang prinsip dengan teguh dia tidak akan melanggar norma dan etika yang berlaku. Menurut Ward (dalam Wahl, Karin dan Jorgensen Thomas Hanitzsch, 2009: 301) etika jurnalisme profesional dibangun di atas pilar kembar, yaitu kebenaran dan objektivitas. Bentuk-bentuk objektivitas dan tanggung jawab sosial sebagai prinsip-prinsip dasar profesi harus ditegakkan. Kepatuhan terhadap kebenaran dan objektivitas adalah bagian dari keyakinan untuk mencerahkan pandangan publik secara rasional bahwa manusia akan mencari dan melihat kebenaran daripada kepalsuan dan kesalahan. Dalam pemerintahan, sering kali Humas berhubungan langsung dengan jurnalis. Kepala Biro Humas Provinsi Jawa Tengah, Agus utomo mengungkapkan

7 bahwa profesionalisme seorang jurnalis bisa dilihat dari sisi skill dan keterampilan. Hasil karya jurnalis dan kerja jurnalis di Jawa Tengah sangat baik. Walaupun masih ada beberapa kekurangan, tapi masih bisa dimaklumi. Ia menambahkan bahwa kerja jurnalis sangat dipengaruhi oleh jam terbang. Jurnalis yang sudah senior profesionalismenya baik, yang masih junior pun terus belajar untuk menjadi lebih baik. Prinsip jurnalistik yang terkenal dikemukakan oleh Bill Kovach tentang sembilan elemen jusnalistik. Tiga dari sembilan elemen ini membahas menmgenai independensi seorang jurnalis. Elemen-elemen itu meliputi Wartawan harus bebas dari apa yang mereka liput, Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan, dan Wartawan harus menjaga berita agar proporsional dan komprehensif. Prinsip ini yang dipegang teguh oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ketua AJI Kota Semarang, Rofiudin menegaskan bahwa tidak ada masalah dalam relasi yang terjalin antara AJI dengan pihak tertentu. AJI ini organisasi yang posisinya jelas, yaitu organisasi yang independen. AJI bebas memberikan kritik atau dukungan pada siapa pun (Wawancara tanggal 15 November 2014) Wartawan harus bebas dari apa yang mereka liput, maksudnya adalah kebebasan adalah syarat mutlak bagi jurnalis. Sumber dari kredibilitas adalah tetap, yaitu akurasi, kejujuran intelektual, dan kemampuan untuk menyampaikan informasi, bukan kesetiaan terhadap suatu kelompok atau hasil tertentu (Ishwara, 2011: 23). Jurnalis yang memiliki kredibilitas akan benar-benar menjaga jarak dengan berbagai pihak, hal ini terkait dengan kedekatan individu dengan jurnalis.

8 Bersikap profesional merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga jarak agar independensi tetap terjaga.hal ini menunjukkan bahwa AJI tidak terikat oleh pihak mana pun, dan bebas dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Narasumber sama sekali tidak memiliki hak untuk memaksa jurnalis menulis sesuatu, karena jurnalis bukan bekerja untuk pihak tertentu. Jurnalis harus bebas dari apa yang mereka liput. Bebas dari tekanan, suap, dan intervensi yang dapat menggoyahkan netralitas jurnalis. Sebagai penyedia informasi untuk masyarakat jurnalis harus menunjukkan loyalitasnya kepada masyarakat, bukan kepada narasumber dalam beritanya. Selain itu, faktor kekeluargaan sering menjadi dilema jurnalis, apalagi saat keluarga tersangkut suatu kasus yang menjadikan keluarganya sebagai tersangka. Tentu ia akan membela keluarganya, di sisi lain jurnalis harus melaporkan kepada masyarakat kasus tersebut. Bila terjadi dilemma yang seperti ini, jurnalis harus membebaskan diri dari segala kepentingan dari apa yang mereka liput, sehingga masyarakat bisa mengetahui peristiwa yang terjadi secara utuh. Elemen selanjutnya adalah wartawan mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan. Maksudnya, wartawan wajib melindungi peran jaga ini dengan tidak menyepelekannya, misalnya dengan menggunakannya sembarangan sebagai alat eksploitasi atau keuntungan komersial. Prinsip ini menekankan peran menjaga (watchdog) (Ishwara, 2011: 24). Fenomena munculnya banyak wartawan bodrek harus ditangani dengan serius. Pasalnya, mereka menyalahgunakan profesi wartawan yang bertugas

9 sebagai pemantau untuk mengeksploitasi dan mencari keuntungan pribadi. Tentu saja hal ini mencoreng profesi jurnalis. Jurnalis sebagai penyedia informasi bagi masyarakat harus terus memantau apa yang terjadi di dalam pemerintahan. Jurnalis harus bisa menjadi perpanjangan mata dari masyarakat sebagai pemantau aktivitas pemerintah. Kebijakan yang sekiranya dapat merugikan masyarakat misalnya, hal ini harus disampaikan pada masyakat supaya mereka tahu apa yang direncanakan oleh pemerintah. Fungsi watchdog ini seharusnya bisa lebih optimal dan bisa berjalan dengan baik, agar masyarakat dan pemerintah bisa saling mengerti dan untuk memeperbaiki sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia. Jangan sampai malah jurnalis disetir oleh penguasa, sehingga bisa menjadi media pencitraan penguasa, bukan sebagai pemantau kekuasaan. Hal yang ditakutkan adalah ketika jurnalis menerima amplop dari pemerintah, kemudian mereka menjadi jurnalis yang loyalitasnya tertuju pada penguasa, sehingga peran watchdog jurnalis tidak bisa berjalan dengan optimal. Seharusnya jurnalis bisa mengawasi tingkah polah pemerintah, bila ada yang tidak sesuai maka jurnalis wajib mengkritisi hal itu. Bukan malah mendukung dan menjadi jurnalis yang berada di bawah ketiak penguasa. Pemberian amplop kepada jurnalis seringkali dimaksudkan untuk menjaga hubungan baik narasumber dengan jurnalis. Namun di sisi lain, hal ini justru menimbulkan kecurigaan, apa yang ada dibalik pemberian amplop itu? Pertanyaan seperti ini sering muncul dalam beberapa diskusi mengenai amplop jurnalis.

10 Penghapusan amplop jurnalis yang dilakukan Ganjar Pranowo juga dilatarbelakangi supaya tidak ada kecurigaan dan independensi jurnalis dalam meliput terus terjaga. Seorang jurnalis dari Tribun Jateng, Raka Ferrari mengatakan bahwa amplop wartawan memang satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari dunia jurnalistik. Terkadang narasumber memang menyedian amplop, dan itu sudah menjadi budaya (wawancara Tanggal 17 Nopember 2014). Sirkulasi dan peredaran amplop ini seakan terjadi begitu saja dan berlangsung terus menerus. Proses peredaran amplop ini bisa digambarkan dalam konsep tiga kewajiban yang dituliskan (dalam Mauss, 2002: 50) yaitu memberi, menerima, dan membalas. Bila tiga kewajiban ini diterapkan dalam dunia jurnalistik dan dikaitkan dengan pemberian amplop, ini merupakan suatu sistem yang berjalan terus menerus. Siklus ini tidak akan pernah berhenti dan tidak akan bisa berhenti. Kewajiban memberi, seorang narasumber yang ingin memberikan amplop pada jurnalis pasti ada maksud dan tujuannya. Salah satunya sebagai alat untuk memelihara hubungan baik antara narasumber dan jurnalis. Dengan kata lain, bila narasumber ingin membina hubungan yang baik dengan jurnalis, maka ia harus memberikan amplop pada mereka sebagai bentuk hadiah. Pemberian ini jarang memiliki dasar ikatan atau pesersetujuan. III. PENUTUP Jurnalis yang profesional adalah jurnalis yang mengerti, memahami, mematuhi, dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Tidak hanya itu, kemampuan mencari dan menulis data juga harus terlatih. Jejak rekam dari jurnalis dan media massa sangat bernilai dan diperhitungkan. Seorang jurnalis bisa dikatakan

11 profesional dengan melihat dia bekerja dan bagaimana karya yang dihasilkan. Sayangnya, semua pengurus organisasi kewartawanan tidak yakin anggotanya sudah mengerti isi Kode Etik Jurnalistik. Tidak ada dampak langsung yang dirasakan oleh Pemprov Jateng terkait dengan kebijakan ini. Begitu pula dengan perilaku jurnalis, tidak ada perubahan dalam meliput kegiatan di Pemrov Jateng. Jurnalis yang bertugas di Pemprov Jateng tetap beraktivitas sebagaimana biasanya, mereka tetap meliput, tidak ada perubahan aktivitas yang signifikan. Hubungan antara jurnalis dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga sempat memanas karena kebijakan ini. Hubungan antar jurnalis juga sempat merenggang dengan terciptanya pengotak-kotakan, hal ini terlihat dari penyebutan jurnalis ring satu, ring dua, dan seterusnya. Media massa dan organisasi profesi jurnalis mendukung kebijakan Ganjar Pranowo. Namun, gubernur harus konsisten dengan kebijakan yang telah diberlakukan. Pasalnya, masih ada oknumoknum yang masih memberikan amplop, beberapa jurnalis yang liputan bersama ke luar kota juga masih menerima amplop. Konsistensi dari Gubernur Jawa Tengah, inilah yang sangat ditekankan oleh para jurnalis, perusahaan media, dan organisasi profesi jurnalis terkait kebijakan ini.

12 DAFTAR PUSTAKA Franklin, Bob, dkk.(2005). Key Konsep of Journalism Studies. London: Sage Production Ishwara, Luwi. (2011). Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas Gramedia Keeble, Richard. (2009). Ethics for Journalism. New York: Routledge Mauss, Marcel. (2002). The Gift. London: Routledge Moore, Roy L dan Murray Michael. (2008). Media Law and Ethics. London: Lawrence Erlbaum Associates Potter, Deborah. (2006). Handbook of Independen Journalism. US Departmen of State Wahl, Karin dan Jorgensen Thomas Hanitzsch. (2009). Handbook of Journalism Studies. NewYork: Routledge