KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI H 2 SO 4 DAN SUHU REAKSI PADA PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DENGAN METODE SULFONASI ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

A. Sifat Fisik Kimia Produk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

Emulsi Metil Ester Sulfonat dari CPO

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DARI MINYAK INTI SAWIT ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Sodium Bisulfite as SO 3 Source for Synthesis of Methyl Ester Sulfonate Using RBD Stearin as Raw Material

PENGARUH SUHU, LAMA PEMASAKAN, KONSENTRASI METANOL DAN SUHU PEMURNIAN TERHADAP BILANGAN IOD DAN BILANGAN ASAM SURFAKTAN DARI MINYAK INTI SAWIT

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

PENGARUH RASIO MOL REAKTAN DAN LAMA SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METHYL ESTER SULFONIC (MES) DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

Keywords: methyl ester sulfonate, methanolysis, emulsifier

Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DARI METIL LAURAT. [Synthesis of Methyl Ester Sulfonic (MES) from Methyl Laurate]

SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT DARI PALM OIL METHYL ESTER DAN NATRIUM METABISULFIT DENGAN PENAMBAHAN KATALIS KALSIUM OKSIDA

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H 2 SO 4. Oleh : SAIFUDDIN ABDU F

PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

SINTESIS METIL ESTER SULFONAT MELALUI SULFONASI METIL ESTER MINYAK KEDELAI UNTUK APLIKASI CHEMICAL FLOODING

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

KAJIAN PENGGUNAAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) DAN BEE POLLEN PADA PEMBUATAN SABUN OPAQUE ABSTRACT

APLIKASI DIETANOLAMIDA DARI ASAM LAURAT MINYAK INTI SAWIT PADA PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN ABSTRACT

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SURFAKTAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN ALTERNATIF METIL ESTER DARI MINYAK JELANTAH PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT

Kelompok B Pembimbing

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi Hidrogenasi Metil Laurat dengan Katalis Nikel untuk Pembuatan Surfaktan Oleokimia

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

Produksi Metil Ester Sulfonat dari Sisa Hasil Etanolisis PKO (Palm Kernel Oil) ABSTRAK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES SULFONASI DALAM PROSES PRODUKSI METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR (STFR)

Kata Kunci : Metil ester, metil ester suilfonat, transesterifikasi, sulfonasi, minyak kelapa sawit, emulsifier

Studi Penggunaan Katalis Padat Pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Dari Metil Ester Berbasis Minyak Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

KINERJA SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT AKIBAT PENGARUH SUHU, LAMA PEMANASAN, DAN KONSENTRASI ASAM (HCl)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI METANOL DAN LAMA REAKSI PADA PROSES PEMURNIAN METIL ESTER SULFONAT TERHADAP KARAKTERISTIK DETERGEN BUBUK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

III. METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESA SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CRUDE PALM OIL DENGAN AGEN SULFONASI NaHSO3

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

4 Pembahasan Degumming

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X PEMODELAN KINETIKA REAKSI PROSES SULFONASI LIGNIN MENJADI NATRIUM LIGNOSULFONAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

Sintesis, pemurnian dan karakterisasi metil ester sulfonat... (Chasani, dkk.)

SINTESIS, PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI BAHAN INTI DETERJEN DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L)

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

KEMAMPUAN SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT

SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT MINYAK JARAK DARI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

Pengaruh Konsentrasi H2SO4 dan Lama Sulfonasi pada Pembuatan Metil Ester Sulfonat dari Minyak Kelapa

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI H 2 SO 4 DAN SUHU REAKSI PADA PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DENGAN METODE SULFONASI Khaswar Syamsu, Ani Suryani, dan Nunung D. Putra Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB ABSTRACT Surfactant (surface active agent) is usually used in cosmetics, laundry, and drugs industry. It's usually made from petroleum which is non renewable resources while the surfactant is non-biodegradable. The process of making surfactant from petroleum also produces high pollution. Oleochemical is one of the alternative resources for producing surfactant which be able to cover the lacks of petroleum. Methyl Ester Sulfonat (MES) is surfactant made from palm methyl ester by sulfonation reaction with sulfuric supplier agents, i.e. sulfuric acid. The aim of this research is to obtain the best condition of sulfuric acid concentration and reaction temperature of sulfonation process in methyl ester sulfonate production from palm methyl ester.the best condition for the process is performed at concentration of sulfuric acid 80% and 65 o C of reaction temperature. It produces surface tension 32,80 dyne/cm, reduction of surface tension 47,10%, interfacial tension 0,65 dyne/cm, reduction of interfacial tension 98,16%, emulsion-stability 63,32%, but has the lowest L value 57,11 in scale 0 to 100. Key words : PENDAHULUAN Saat ini industri-industri deterjen, farmasi, dan kosmetik berkembang pesat yang berakibat pada peningkatan kebutuhan surfaktan sebagai salah satu bahan baku industri-industri tersebut. Pada tahun 2002 kebutuhan surfaktan Indonesia mencapai 20.000 ton, meningkat 3.300 ton dari kebutuhan pada tahun sebelumnya (BPS 2003). Peningkatan produksi surfaktan berbasis bahan alami saat ini sedang dilakukan, salah satunya berbasis minyak-lemak (Flider, 2001). Surfaktan berbasis minyak-lemak dapat diproduksi dari bahan baku minyak tallow, minyak kedelai, minyak kelapa, minyak sawit, dan minyak jarak. Di Indonesia, surfaktan berbasis minyak-lemak menjadi kelompok yang potensial untuk dikembangkan karena bahan baku tersedia untuk berproduksi dalam jumlah besar, terutama yang berbasis minyak sawit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2003), luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4.397.973 ha pada tahun 2002, dengan perincian 1.254.847 ha merupakan perkebunan rakyat, dan 3.143.127 ha adalah perkebunan besar. Pada tahun yang sama, produksi PKO diperkirakan mencapai 1.179.473 ton dan produksi CPO diperkirakan mencapai 6.217.425 ton. Produksi PKO sebesar itu merupakan nilai potensial untuk mengembangkan surfaktan berbahan baku minyak sawit. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang diproduksi dari salah satu jenis oleokimia, yaitu metil ester, dengan proses sulfonasi. Metil ester sendiri merupakan produk turunan dari minyak sawit kasar (CPO) atau minyak inti sawit (PKO). Surfaktan MES memiliki kelebihan diantaranya sifat deterjensi baik, memberikan efek pembersihan yang baik walaupun menggunakan air pencucian dengan tingkat kesadahan tinggi, terbarukan, dan mudah terurai. Beberapa kelemahan pada surfaktan MES adalah gugus ester dari metil ester mudah terhidrolisis membentuk disalt. Disalt menyebabkan kelarutan MES dalam air dingin menjadi rendah, sifat deterjensi menurun 50%, dan umur simpannya lebih singkat (Watkins, 2001). Metil ester sulfonat (MES) telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih (washing and cleaning products) (Matheson, 1996). Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan natrium bisulfit, asam sulfat, atau gas SO 3 dengan ester asam lemak untuk menghasilkan metil ester sulfonat (Watkins, 2001). Proses produksi MES dengan pereaksi gas SO 3 dalam falling film reactor pada suhu 80-90 o C akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Pemucatan dilakukan dengan menambahkan peroksida dalam metanol, sedangkan netralisasi dilakukan dengan menambahkan basa pada sulfonated ester. Menurut Pittinger, et al. (1993) pencemaran yang ditimbulkan oleh surfaktan dari turunan minyak bumi (LAS) disebabkan proses sintesis LAS lebih panjang jika dibandingkan dengan surfaktan yang berasal dari fatty metil ester minyak sawit sehingga memerlukan reaktan yang lebih banyak jenisnya. Akibatnya limbah hasil sintesis LAS lebih banyak jumlah dan jenisnya. Selain mengurangi pencemaran, kelebihan lain yang dimiliki surfaktan berbahan baku minyak nabati khususnya minyak sawit yaitu mempunyai daya deterjensi yang lebih tinggi dan lebih mudah terbiodegradasi. Daya deterjensi selain dipengaruhi oleh panjang rantai karbon juga dipengaruhi oleh kesadahan air yang digunakan. 67 J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73

Khaswar Syamsu, Ani Suryani, dan Nunung D. Putra Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi H 2 SO 4 dan suhu reaksi pada proses produksi surfaktan metil ester sulfonat berbahan baku metil ester dari PKO. Nilai yang didapatkan dari pengaruh kedua faktor tersebut berguna untuk menentukan kondisi proses produksi surfaktan berbahan baku metil ester PKO. METODOLOGI meliputi identifikasi surfaktan anionik metode timol biru, tegangan permukaan metode du Nouy, tegangan antar muka, stabilitas relatif emulsi, dan uji warna MES. O O H 2SO 4 + CH 3-CH 2-CH=CH-..-CH 2-C-OCH 3 ---> CH 3-CH 2-CH=CH-..-CH-C-OCH 3 + H 2O SO 3H metil ester MES Gambar 1. Reaksi kimia antara metil ester dengan H 2 SO 4 Bahan dan Alat Bahan baku utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah metil ester (dominan C-18 dengan satu ikatan rangkap) dari minyak inti sawit. Bahan lain yang diperlukan adalah H 2 SO 4, H 2 O 2, NaOH, metanol, serta bahan-bahan lain untuk analisis meliputi xylene, aquades HCl, brom timol biru, dan etanol. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan MES adalah reaktor leher tiga berkapasitas satu liter, pendingin balik, termometer, gelas piala, gelas ukur, magnetic stirer, hot plate, dan pipet. Peralatan untuk analisa produk MES meliputi spatula, desikator, timbangan, tabung reaksi, erlenmeyer, tensiometer, cawan, vortex mixer, dan ph-meter. Metode Penelitian Penelitian pembuatan produk MES ini merupakan penelitian untuk mencoba pengaruh konsentrasi H 2 SO 4 dan suhu reaksi sulfonasi pada proses produksi surfaktan metil ester sulfonat dengan metode sulfonasi. Konsentrasi H 2 SO 4 yang digunakan yaitu 40%, 60%, dan 80%. Suhu sulfonasi yang digunakan yaitu 45, 55, dan 65 o C berdasarkan modifikasi Pore (1976). Penelitian utama untuk memproduksi surfaktan metil ester sulfonat dilakukan dengan menggunakan metode sulfonasi. Pada proses ini bahan baku direaksikan dengan H 2 SO 4. Reaksi berlangsung selama 3 jam dengan suhu dijaga bervariasi sesuai taraf faktor uji. Tahap reaksi diawali dengan pencampuran reaktan H 2 SO 4 ke dalam reaktor yang berisi bahan baku metil ester dengan laju alir 0,04 mol/menit. Setelah pencampuran selesai, tahap reaksi dilanjutkan dengan menaikkan suhu reaktor sampai mencapai suhu perlakuan. Reaksi sulfonasi memasuki tahap digestion, yaitu tahap reaksi sulfonasi sesungguhnya. Pada tahap ini diharapkan berlangsung reaksi sulfonasi pada metil ester untuk membentuk metil ester sulfonat. Reaksi sulfonasi dilajutkan dengan pemucatan dengan H 2 O 2, dan netralisasi dengan NaOH. Penelitian pengaruh konsentrasi H 2 SO 4 dan suhu reaksi sulfonasi pada pembuatan surfaktan MES menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan dua ulangan. Pengujian karakter dilakukan secara duplo. Parameter yang diukur HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji timol biru memberikan nilai positif untuk semua contoh yang diuji. Penambahan indikator Brom Timol Biru pada contoh yang telah dilarutkan dalam HCl memunculkan warna ungukemerahan yang mengindikasikan adanya surfaktan anionik dalam contoh yang diuji. Analisis parameter lanjutan dapat dilakukan pada produk surfaktan Metil Ester Sulfonat yang telah memberikan hasil positif pada uji timol biru. Tabel 1. Karakteristik Metil Ester Sulfonat (MES) C16-C18 Analisa Metil ester sulfonat (MES) (%) Nilai 83 Disodium karboksi sulfonat (%) 3,5 Metanol (%) 0,07 Air (%) 2,3 ph 5,3 Tegangan Permukaan Tegangan Permukaan 39-40,2 mn/m 8,4-9,7 mn/m Sumber : Pore (1976) di dalam Karlendsind (1993) Penurunan Tegangan Permukaan Tegangan permukaan didefinisikan sebagai usaha yang dibutuhkan untuk memperluas permukaan zat cair per satuan luas (Shaw, 1980). Tegangan permukaan timbul akibat ketidakseimbangan gaya tarik antar molekul pada permukaan zat cair. Di dalam cairan terjadi gaya tarik antar molekul ke segala arah sehingga resultan gayanya sama dengan nol, sedangkan pada permukaan zat cair tidak ada gaya tarik ke arah luar zat yang berakibat resultan gayanya tidak sama dengan nol sehingga menghasilkan tegangan permukaan. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73 68

Hasil pengukuran tegangan permukaan air setelah penambahan MES menunjukkan kisaran antara 32,8 dyne/cm hingga 34,45 dyne/cm. Tegangan permukaan air mengalami penurunan antara 27,55 dyne/cm hingga 29,2 dyne/cm setelah penambahan MES dari sebelumnya bernilai 62,0 dyne/cm. MES mampu menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara 44,44% - 47,10%. Gambar 2 memperlihatkan grafik nilai tegangan permukaan air sebelum penambahan MES (blanko) dan sesudah penambahan MES, sedangkan grafik persentase penurunan tegangan permukaan air dapat dilihat di Gambar 3. Gambar 2. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap tegangan permukaan dengan penambahan MES Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap penurunan tegangan permukaan dengan penambahan MES Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi sulfonasi berpengaruh sangat nyata (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) terhadap nilai penurunan tegangan permukaan air setelah penambahan MES sedangkan interaksi konsentrasi asam sulfat dan suhu sulfonasi tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut Duncan pada faktor suhu menunjukkan bahwa setiap taraf suhu menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap nilai penurunan tegangan permukaan air pada tingkat kepercayaan 99%. Perlakuan suhu reaksi 65 o C memberikan rata-rata nilai penurunan tegangan permukaan air tertinggi yaitu sebesar 46,1567% dengan rataan nilai tegangan permukaan sebesar 33,3833 dyne/cm. Uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi asam sulfat memberikan hasil hanya taraf konsentrasi 80% yang berbeda nyata dengan lainnya, sedangkan taraf konsentrasi 40% dan 60% memberikan pengaruh yang tidak berbeda pada nilai penurunan tegangan permukaan air pada tingkat kepercayaan 99%. Perlakuan konsentrasi 80% memberikan nilai rataan tertinggi untuk penurunan tegangan permukaan air yaitu sebesar 46,0767% dengan rataan nilai tegangan permukaan terukur sebesar 33,4333 dyne/cm. Grafik nilai penurunan tegangan permukaan air menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam sulfat serta peningkatan suhu reaksi sulfonasi memberikan kecenderungan peningkatan nilai penurunan tegangan permukaan air. Surfaktan MES secara nyata mampu menurunkan tegangan permukaan air. Semakin tinggi nilai penurunan tegangan permukaan air setelah penambahan MES menunjukkan kualitas MES yang semakin baik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam sulfat berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan air. Pada reaksi yang menggunakan konsentrasi asam sulfat tinggi, terjadinya tumbukan antara molekul-molekul reaktan semakin efektif dan dengan frekuensi yang lebih tinggi. Keberadaan air yang semakin sedikit pada asam sulfat dengan konsentrasi tinggi membuat tumbukan antara molekul asam sulfat dan metil ester menjadi lebih sering. Tumbukan antara molekul reaktan akan mengakibatkan terjadinya reaksi kimia. Semakin intensif tumbukan molekul, laju reaksi akan semakin cepat sehingga molekul MES yang terbentuk akan semakin banyak. Semakin banyak molekul MES pada produk surfaktan membuat surfaktan mampu lebih kuat menurunkan tegangan permukaan air. Keberadaan molekul MES pada air mengakibatkan rusaknya ketidakseimbangan gaya tarik permukaan antar molekul air sehingga nilai tegangan permukaan semakin rendah. Peningkatan suhu reaksi berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Suhu reaksi yang semakin tinggi mengakibatkan tegangan permukaan yang semakin rendah. Pada suatu reaksi kimia, suhu berpengaruh terhadap pencapaian energi aktivasi yang berkorelasi terhadap peningkatan kecepatan reaksi. Reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi (Steinfeld, 1989). Hal ini disebabkan peningkatan suhu dapat meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dan molekul MES yang terbentuk semakin banyak. Pada pengujian penurunan tegangan permukaan air, produk terbaik yang diperoleh adalah MES dengan perlakuan konsentrasi 80% dan suhu reaksi 69 J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73

Khaswar Syamsu, Ani Suryani, dan Nunung D. Putra 65 o C dengan nilai penurunan tegangan permukaan sebesar 29,2 dyne/cm. Nilai tersebut berbeda nyata dengan taraf perlakuan yang lain sesuai hasil uji lanjut Duncan pada tingkat kepercayaan 99%. Penurunan Tegangan Antar Muka Hasil pengukuran tegangan antarmuka air dan xylene setelah penambahan MES menunjukkan kisaran antara 0,65 dyne/cm hingga 8,40 dyne/cm. Tegangan antarmuka air dan xylene mengalami penurunan antara 27,0 dyne/cm hingga 34,75 dyne/cm setelah penambahan MES dari sebelumnya bernilai 35,4 dyne/cm. Penghitungan persentase penurunan tegangan antar muka air-xylene setelah penambahan MES memperlihatkan bahwa MES mampu menurunkan tegangan antar muka air-xylene antara 76,27% - 98,16%. Histogram nilai tegangan antarmuka air-xylene dapat dilihat di Gambar 4 sementara Gambar 5 menunjukkan grafik persentase penurunan tegangan antar muka air-xylene setelah penambahan MES. Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap tegangan antar muka air-xylene dengan penambahan MES Gambar 5. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap penurunan tegangan antar muka airxylene dengan penambahan MES Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam sulfat, suhu reaksi sulfonasi, dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) terhadap nilai tegangan antar muka dan penurunan tegangan antar muka air-xylene setelah penambahan MES. Uji lanjut Duncan pada faktor konsentrasi asam sulfat menunjukkan bahwa setiap taraf konsentrasi menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap nilai tegangan antar muka dan penurunan tegangan antarmuka air-xylene pada tingkat kepercayaan 99%. Faktor konsentrasi pada taraf perlakuan 80% memberikan rata-rata nilai tegangan antar muka terendah sebesar 0,7167 dyne/cm dan rataan penurunan tegangan antarmuka air-xylene tertinggi sebesar 97,9750%. Uji lanjut Duncan untuk faktor suhu sulfonasi memberikan hasil hanya taraf suhu 65 o C yang berbeda nyata dengan lainnya, sedangkan taraf suhu 45 o C dan 55 o C memberikan pengaruh yang tidak berbeda pada nilai tegangan antar muka dan penurunan tegangan antar muka air-xylene pada tingkat kepercayaan 99%. Perlakuan suhu 65 o C memberikan nilai rataan tertinggi untuk penurunan tegangan antarmuka airxylene sebesar 91,62% dengan rataan nilai tegangan antar muka sebesar 2,9667 dyne/cm. Histogram nilai penurunan tegangan antarmuka air-xylene menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam sulfat serta peningkatan suhu reaksi sulfonasi memberikan kecenderungan peningkatan nilai penurunan tegangan antarmuka airxylene. Surfaktan MES secara nyata mampu menurunkan tegangan antarmuka air-xylene. Semakin tinggi nilai penurunan tegangan antarmuka airxylene setelah penambahan MES menunjukkan kualitas MES yang semakin baik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam sulfat berpengaruh terhadap penurunan tegangan antarmuka air-xylene. Semakin tinggi konsentrasi asam sulfat berarti semakin rendah konsentrasi air yang terdapat di dalam larutan. Air menjadi pelarut pada suatu larutan. Keberadaan molekul air dalam larutan dapat mengurangi tumbukan efektif antara zat-zat aktif yang bereaksi. Pada konsentrasi asam sulfat yang tinggi tumbukan terjadi secara efektif. Pada kondisi tersebut, molekul asam sulfat dapat menumbuk gugus C-alfa tanpa terhalang oleh molekul air. Tumbukan efektif dengan frekuensi yang lebih tinggi menyebabkan reaksi semakin mudah berlangsung sehingga kemungkinan terbentuk MES semakin banyak. Semakin banyak molekul MES pada produk surfaktan membuat surfaktan mampu lebih kuat menurunkan tegangan antarmuka air-xylene. Keberadaan molekul MES pada air mengakibatkan terbentuknya ikatan polar antara air dan gugus hidrofilik MES sehingga daya adhesi air meningkat. Sementara gugus hidrofobik MES akan berikatan dengan minyak secara non polar. Kondisi ini membuat dapat mengakibatkan minyak terdispersi dalam air. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73 70

Reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi (Steinfeld, 1989). Hal ini disebabkan peningkatan suhu dapat meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dan molekul produk yang terbentuk semakin banyak. Peningkatan suhu reaksi berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai tegangan antar muka air-xylene setelah penambahan MES. Kecenderungan yang terjadi adalah semakin tinggi suhu reaksi, semakin rendah tegangan antar muka antara air-xylene. Pada suatu reaksi kimia, suhu berpengaruh terhadap pencapaian energi aktivasi yang berkorelasi terhadap peningkatan kecepatan reaksi. Pada reaksi sulfonasi, suhu yang semakin tinggi membuat molekulmolekul reaktan bergerak semakin cepat sehingga banyak terjadi tumbukan antar molekul. Tumbukan yang semakin banyak membuat pekuang terjadinya reaksi semakin besar. Kondisi tersebut menyebabkan produk MES yang terbentuk semakin banyak. Pada pengujian penurunan tegangan antarmuka air-xylene, produk terbaik yang diperoleh adalah MES dengan perlakuan konsentrasi 80% dan suhu reaksi 65 o C dengan nilai penurunan tegangan permukaan sebesar 34,75 dyne/cm. Nilai tersebut berbeda nyata dengan taraf perlakuan yang lain sesuai hasil uji lanjut Duncan. Stabilitas Emulsi Surfaktan Hasil pengukuran stabilitas emulsi pada campuran polar-non polar dengan penambahan MES berkisar antara 31,06% - 78,45%. Histogram stabilitas emulsi MES dapat dilihat pada gambar 6. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi asam sulfat berpengaruh sangat nyata (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) pada stabilitas emulsi MES, suhu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai stabilitas emulsi, sedangkan interaksi antar kedua faktor tersebut memiliki pengaruh nyata (signifikan pada tingkat kepercayaan 95%) terhadap nilai stabilitas emulsi. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan konsentrasi asam sulfat 80% memiliki rataan tertinggi pada nilai stabilitas emulsi, yaitu sebesar 69,5783%. Nilai rataan tersebut berbeda sangat nyata dengan perlakuan konsentrasi asam sulfat 60% dan 40%. Histogram stabilitas emulsi menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi asam sulfat cenderung meningkatkan stabilitas emulsi MES. Kecenderungan ini serupa dengan pola pada nilai penurunan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka. Semakin tinggi nilai penurunan tegangan antarmuka, nilai stabilitas emulsi cenderung semakin tinggi pula. Pada produk dengan tegangan antarmuka yang rendah, gaya tarik sesama molekul sejenis akan berkurang, sedangkan gaya tarik antar molekul yang tidak sejenis cenderung menguat. Penguatan gaya adhesi mengakibatkan molekul surfaktan mampu membuat lapisan film yang menyelimuti partikel dan mencegah penggabungan partikel sejenis. Pada sistem emulsi minyak dalam air molekul MES akan menyelimuti partikel minyak dengan mengikatnya pada gugus hidrofobik sehingga terbentuk globula. Globula-globula tersebut akan terdispersi dalam air membentuk sistem emulsi. MES membuat globula terdispersi merata dengan ikatan hidrogen antara gugus polar pada MES dengan air. Kondisi ini membuat sistem emulsi menjadi stabil. Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap stabilitas emulsi Pada kondisi tegangan antarmuka zat cair yang tinggi, gaya kohesi cairan sangat tinggi. Hal ini menyebabkan MES kesulitan untuk terdispersi sempurna dalam cairan. Dalam waktu yang singkat, sistem emulsi akan rusak. Cairan yang sejenis (tingkat kepolaran sama) akan menyatu sehingga terbentuk campuran yang memisah sempurna dengan cairan berbobot jenis rendah membentuk lapisan di atas. Sistem emulsi tersebut dinamakan emulsi temporer (Suryani et al, 2000). Stabilitas emulsi yang rendah tersebut terjadi pada produk dengan perlakuan konsentrasi asam sulfat 40% pada semua tingkat suhu reaksi. Pada pengukuran stabilitas emulsi kondisi terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam sulfat 80% pada suhu reaksi 55 o C. Nilai ini berbeda nyata dengan perlakuan lain pada taraf kepercayaan 95% sedangkan pada taraf 99%, nilai tersebut berbeda nyata antar perlakuan konsentrasi, tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 45 o C dan 65 o C di konsentrasi yang sama. Warna Metil Ester Sulfonat (MES) Pengujian warna produk MES menggunakan colorimeter sistem Hunter. Pada sistem Hunter, warna diukur berdasarkan tiga parameter, yaitu lightness (L), nilai a, dan nilai b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan suatu zat. Semakin tinggi nilai L berarti semakin cerah suatu zat. Pada nilai maksimal (100) suatu zat mampu memantulkan semua spektrum cahaya. Pada nilai terendah (0) zat mampu menyerap semua spektrum cahaya dan tidak 71 J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73

Nilai Khaswar Syamsu, Ani Suryani, dan Nunung D. Putra memantulkannya atau disebut berwarna hitam. Nilai a menunjukkan rentang perubahan warna dari hijau (nilai a negatif) sampai merah (nilai a positif). Semakin kecil nilai a terukur (semakin negatif), benda memiliki tingkat intensitas spektrum warna hijau yang semakin tinggi. Nilai b menggambarkan rentang warna dari biru ke kuning. Nilai b negatif merepresentasikan kandungan warna biru pada zat, sedangkan warna kuning akan ditunjukkan dengan nilai b positif yang semakin besar untuk tingkat kepekatan warna kuning yang semakin tinggi. Grafik 7 menunjukkan hasil pengukuran warna MES dengan metode Hunter pada semua perlakuan. Secara umum nilai L meningkat pada penurunan konsentrasi asam sulfat dan penurunan suhu. Nilai a dan b memiliki kecenderungan mengelompok pada kisaran tertentu untuk setiap kondisi konsentrasi asam sulfat tertentu. Perlakuan suhu tidak mengakibatkan pola tertentu pada pengukuran nilai a dan b. Uji lanjut Duncan menunjukkan hanya perlakuan pada konsentrasi asam sulfat yang membawa pengaruh nyata pada nilai L, a, dan b. Perbedaan taraf perlakuan suhu sulfonasi dan interaksi konsentrasi dan suhu tidak memberikan pengaruh yang signifikan. senyawa polar golongan aldehid tersebut memberikan warna hitam/gelap pada produk. Semakin tinggi konsentrasi asam sulfat yang digunakan, kemungkinan senyawa polar yang terbentuk semakin besar. Pada saat pemucatan (bleaching) tidak semua senyawa polar teroksidasi oleh perok-sida dan larut dalam metanol pencuci, terutama pada produk yang dibuat dengan asam sulfat konsentrasi tinggi. Keberadaan air pada reaktor dapat membantu melarutkan senyawa-senyawa polar tersebut sehingga pada produk yang dibuat dengan mereaksikan asam sulfat konsentrasi rendah cenderung memiliki tingkat kecerahan tinggi. 120,00 110,00 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00-10,00 80%- 65C 80%- 55C 80%- 45C 60%- 65C 60%- 55C 60%- 45C Perlakuan 40%- 65C 40%- 55C 40%- 45C Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap nilai L,a,b, dan o Hue Nilai L yang terukur berkisar antara 57,11 sampai dengan 90,54. Pola pergerakan nilai L antar perlakuan dapat dilihat pada histogram 8. Kecenderungan utama yang terjadi ialah nilai kecerahan semakin naik pada konsentrasi asam sulfat yang semakin rendah. Reaksi metil ester dengan asam sulfat cenderung membentuk metil ester sulfonat dengan gugus sulfonat pada C alpha. Asam sulfat merupakan senyawa oksidator kuat sedangkan metil ester PKO merupakan polimer hidrokarbon yang memiliki gugus ikatan rangkap. Reaksi dengan asam sulfat dengan keberadaan oksigen pada sistem reaktor dapat mengoksidasi sebagian gugus ikatan rangkap membentuk senyawa dengan gugus polar seperti aldehid. Senyawa-senyawa polar ini memberikan pengaruh terhadap warna produk. Pada umumnya L a b Hue Gambar 8. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap nilai L Hasil pengukuran nilai a pada MES berkisar antara -7 sampai dengan 12,95, sedangkan hasil pengukuran nilai b mempunyai rentang dari 8,68 sampai 115,43. Kedua pola nilai tersebut dapat dilihat pada histogram 9 dan 10. Nilai a dan b dapat digunakan untuk menghitung derajat Hue ( o Hue). Kisaran nilai o Hue digunakan untuk menentukan kecenderungan warna produk MES tersebut. Nilai kromasitas MES dan kecenderungan warnanya dapat dilihat pada Tabel 2. Produk MES mempunyai kecenderungan umum berwarna merah dan kuning-kemerahan. Penampakan nyata juga ditentukan oleh nilai L. Meskipun memiliki kecenderungan warna yang sama, dengan nilai L yang berbeda, warna produk juga berbeda. Pada perlakuan konsentrasi asam sulfat 80%, MES berwarna lebih tua karena memiliki nilai L yang lebih rendah, sedangkan pada perlakuan konsentrasi asam sulfat 40% warna MES kuning opaque karena memiliki nilai L yang tinggi. Dilihat dari nilai a dan b, produk pada perlakuan konsentrasi asam sulfat 40% cenderung sama dengan warna asli metil ester. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan signifikan dalam kandungan zat warna dalam MES. Metil ester sebagai produk turunan minyak inti sawit memiliki kandungan warna yang ditimbulkan oleh zat karoten dan tokoferol. Kedua zat warna ini bersifat tidak stabil J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73 72

Gambar 9. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap nilaia reaksi hanya berpengaruh terhadap nilai penurunan tegangan permukaan air dan penurunan tegangan antar muka air-xylene. Interaksi kedua faktor berpengaruh pada penurunan tegangan antar muka dan stabilitas emulsi surfaktan. Kondisi terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan asam sulfat dengan konsentrasi 80% dan suhu reaksi 65 o C. Hasil analisis menunjukkan MES yang dihasilkan mempunyai tegangan permukaan 32,80 dyne/cm (blanko 62,0 dyne/cm), mampu menurunkan tegangan permukaan sebesar 29,2 dyne/cm (47,10%), tegangan antar muka sebesar 0,65 dyne/cm (blanko 35,40 dyne/cm), menurunkan tegangan antar muka sebesar 34,75 dyne/cm (98,16%), dan meningkatkan stabilitas emulsi sebesar 63,32%. Warna MES yang dihasilkan pada perlakuan tersebut berada di kisaran warna merah namun memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah dibanding dengan sampel MES lain, yaitu nilai L sebesar 57,11 sehingga warnanya tampak lebih tua. DAFTAR PUSTAKA Gambar 10. Grafik hubungan antara konsentrasi asam sulfat dan suhu reaksi terhadap nilai b Tabel 2. Data uji warna metil ester sulfonat (MES) Perlakuan L a b Hue Warna A1B1 57,11 12,14 41,38 34 Merah A1B2 59,75 11,87 46,08 37 Merah A1B3 65,36 12,95 30,28 30 Merah A2B1 75,41-5,88 94,32 54 Kuning kemerahan A2B2 74,83-4,95 115,43 53 Merah A2B3 78,8-7 58,57 55 Kuning kemerahan A3B1 90,54 0,36 8,73 43 Merah A3B2 89,32 0,29 8,68 46 Merah A3B3 89,71 0,26 8,79 46 Merah Keterangan : A1 = konsentrasi H 2SO 4 80% B1 = suhu reaksi 65 O C A2 = konsentrasi H 2SO 4 60% B2 = suhu reaksi 55 O C A3 = konsentrasi H 2SO 4 40% B3 = suhu reaksi 45 O C KESIMPULAN Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi asam sulfat berpengaruh terhadap nilai penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antar muka, stabilitas emulsi, dan warna surfaktan metil ester sulfonat (MES). Faktor suhu BPS. 2003. Statistik Indonesia 1996 2002. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Flider, F. J. 2001. Commercial Considerations and Markets for Naturally Derived Biodegradable Surfactans. Inform 12(12) : 1161 1164. Ketaren, S. 1986. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Matheson, K. L. 1996. Surfactans Raw Materials : Classification, Synthesis, and Uses. In : Soap and Detergents : A Theoritical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Illionis. Pittinger, C. A., J. S. Sellers, D. C. Janzen, D. G. Koch, T. M. Rothgeb, dan M. Hunnicut. 1993. Environmental Life-cycle Inventory of Detergent-grade Surfactans Sourcing and Production. JAOCS 70(1) : 1 15. Pore, J. 1976. Sulfated and Sulfonated Oils. In : Oil and Fat, Karlendskind, A. (Ed). 1993. Intercept Ltd. New York. Shaw, D. J. 1980. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butterworhts, Oxford, England. Steinfeld, J. I., J. S. Francisco dan W. L. Hase. 1989. Chemical Kinetics and Dynamics. Prentice- Hall, Inc., New Jersey. Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor. Watkins, C. 2001. All Eyes are on Texas. INFORM 12 :1152-1159. 73 J. Tek. Ind. Pert. Vol. 14(2), 67-73