ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

dokumen-dokumen yang mirip
PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

PRATIWI AMALLIYAH A

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK GAGASAN PADA HARIAN SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

ANALISIS WACANA MONOLOG TAJUK RENCANA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

ANALISIS PERANTI KOHESI DAN KOHERENSI PADA TULISAN NARASI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

SATRIYA ADI ANDRIYANI K

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B)

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA NASKAH BERITA SEPUTAR PERISTIWA OLAH RAGA TERKINI RRI SURAKARTA SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

Contoh File KKM, PROTA, PROMES, SILABUS, RPP, SK & KD, PEMETAAN

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA RUBRIK SERAMBI TABLOID CEMPAKA EDISI JANUARI-FEBRUARI Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB V SIMPULAN, IMPLIKSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

BAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Skripsi Oleh Bangkit Sugeng Subagyo X 1207006 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

digilib.uns.ac.id ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Oleh BANGKIT SUGENG SUBAGYO NIM X1207006 SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ii

digilib.uns.ac.id PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. Purwadi. Dra. Raheni Suhita, M. Hum. NIP 195401031981031003 NIP 196303091988032001 iii

digilib.uns.ac.id PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Jumat Tanggal : 23 Desember 2011 Tim Penguji Skripsi, Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Dr. Andayani, M. Pd. Sekretaris : Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum. Penguji I : Drs. Purwadi. Penguji II : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 196007271987021001 iv

digilib.uns.ac.id ABSTRAK Bangkit Sugeng Subagyo. X1207006. ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kohesi dan koherensi dalam wacana tajuk rencana harian SOLOPOS dan relevansinya sebagai bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan sumber data utama adalah tajuk rencana harian SOLOPOS edisi bulan Maret sampai dengan Mei 2011. Teknik sampling penelitian ini menggunakan purposive sampling dan menggunakan teknik analisis mengalir dalam menganalisis data. Hasil penelitian menunjukan bahwa tajuk rencana harian SOLOPOS menggunakan kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Aspek kohesi gramatikal yang digunakan meliputi pengacuan, substitusi, dan konjungsi. Dalam hal ini, aspek pengacuan persona yang digunakan adalah pengacuan persona I Jamak, yaitu kami dan kita. Pengacuan waktu yang digunakan adalah pengacuan untuk waktu kini dan waktu lampau. Penggunaan substitusi dalam tajuk rencana harian SOLOPOS tidak memiliki peran khusus, sedangkan penggunaan konjungsi secara langsung menunjukkan bahwa terdapat kepaduan antara bagian-bagian yang dihubungkan dengan konjungsi. Kohesi leksikal yang digunakan dalam tajuk rencana harian SOLOPOS meliputi repetisi, hiponimi, dan ekuivalensi. Penggunaan repetisi epizeuksis mendominasi dalam tajuk rencana harian SOLOPOS. Kata-kata yang mengalami repetisi epizeuksis juga merupakan kata kunci dalam tajuk rencana. Koherensi tajuk rencana harian SOLOPOS ditunjukan dengan sistematika penulisan yang runtut. Peran konjungsi dan repetisi epizeuksis juga menjadi penanda koherensi tajuk rencana harian SOLOPOS. Hal ini menunjukkan adanya hubungan makna antara pembahasan sebelum dengan setelah konjungsi, baik berupa kata maupun klausa. Repetisi yang ada menjadi penanda kepaduan konteks tajuk rencana harian SOLOPOS. Dalam hal ini aspek dari kohesi, baik kohesi gramatikal maupun kohesi leksikal memiliki peran dalam pembentukan teks dalam wacana, sehingga tajuk rencana menjadi koheren. Tajuk rencana harian SOLOPOS memiliki relevansi untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bahan ajar pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA dilihat dari kesesuaian unsur-unsur penyusun tajuk rencana dengan beberapa kompetensi dasar yang ada di tingkat pendidikan SMA, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, dan keberadaan harian SOLOPOS yang memasyarakat. v

digilib.uns.ac.id MOTTO Lhe, lathi ndadekne mukti ning yo bisa nggowopati. Ojo sok uni-uni,yen uni-uni sing ngati-ati (Bapak lan simbok Peneliti ). vi

digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Skripsi ini peneliti persembahkan kepada: 1. Kedua orang tua peneliti; 2. Ketiga kakak peneliti; 3. Keluarga besar peneliti; 4. Keluarga besar Perum Perhutani BKPH Lawu Utara; 5. Teman-teman Pendidikan Bahsa dan Sastra Indonesia FKIP UNS angkatan 2007; 6. Teman-teman Pasar Jungke Karangnyar; dan 7. Adik Dian tersayang. vii

digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Segala puji hanyalah bagi Allah atas segalanya yang telah diberikan kepada peneliti, termasuk atas kehendak-nya peneliti masih diberikan kesempatan menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam penyusunan skripsi ini peneliti mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2. Dr Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP-UNS yang telah memberi izin penelitian skripsi kepada peneliti; 3. Dr. Andayani, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang telah memberi izin penelitian skripsi; 4. Dra. Raheni Suhita, M. Hum., selaku Pembimbing Akdemik dan Pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan menasihati peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini; 5. Drs. Purwadi., selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan dengan sabar hingga skripsi ini dapat terselesaikan; 6. sahabat-sahabatku di Program Studi Bahasa Indonesia angkatan 2007; dan 7. semua pihak yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu per satu. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan menjadi sarana untuk tetap menjalin silaturahim. Aamiin. Surakarta, Desember 2011 Peneliti viii

digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PENGAJUAN... ii PERSETUJUAN... iii PENGESAHAN... iv ABSTRAK... v MOTTO... vi PERSEMBAHAN... vii PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 5 BAB II LANDASAN TEORI... 6 A. Tinjauan Pustaka... 6 1. Hakikat Wacana... 6 1) Wacana Lisan dan Tulis... 9 2) Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog... 9 3) Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi, dan Narasi 10 2. Hakikat Kohesi... 11 3. Hakikat Koherensi... 16 4. Hakikat Materi Ajar... 18 5. Hakikat Tajuk Rencana... 23 B. Penelitian yang Relevan... ix 26

digilib.uns.ac.id C. Kerangka Pemikiran... 27 BAB III METODE PENELITIAN... 29 A. Tempat dan Waktu Penelitian... 29 B. Metode dan Pendekatan Penelitian... 29 C. Sumber Data... 30 D. Teknik Pengambilan Sampel... 30 E. Teknik Pengumpulan Data... 30 F. Uji Validitas Data... 31 G. Teknik Analisis Data... 31 H. Prosedur Penelitian... 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33 A. Deskripsi Data... 33 1. Kohesi dalam Tajuk Rencana Harian SOLOPOS... 33 2. Koherensi dalam Tajuk Rencana Harian SOLOPOS... 68 3. Relevansi Tajuk Rencana sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA... 70 B. Pembahasan... 72 1. Kohesi dalam Tajuk Rencana Harian SOLOPOS... 72 2. Koherensi dalam Tajuk Rencana Harian SOLOPOS... 73 3. Relevansi Tajuk Rencana sebagai Bahan Ajar Pembelajaran bahasa Indonesia di SMA... 74 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 78 A. Simpulan... 78 B. Implikasi... 79 C. Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan Menulis di SMA... 23 2. Jadwal Penelitian... 29 xi

digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Alur Kerangka Berpikir... 27 2. Model Analisis Mengalir... 31 xii

digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Alat paling penting dalam komunikasi adalah bahasa. Bahasa sangat diperlukan oleh manusia, sebab manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya selalu menginginkan adanya kontak dengan manusia lain. Oleh karena itu, bahasa memang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Bahasa sangat penting bagi manusia dan bahkan tetap menjadi bagian hidup dari manusia, serta menjadi milik masyarakat pemakainya. Bahasa dan pemakainya selalu dihubungkan dengan kegiatan di dalam masyarakat. Pada peristiwa komunikasi, bahasa berfungsi ideasional dan interpersonal sedangkan untuk merealisasikan dan mewujudkan adanya wacana. Dalam hal ini, para partisipan (penutur dan mitra tutur, pembicara dan mitra bicara) berkomunikasi dan berinteraksi sosial melalui dua bahasa dalam wujud konkret berupa wacana lisan atau tulis (Sumarlam, 2003: 4). Wacana memiliki fungsi untuk berkomunikasi dan melakukan interaksi sosial. Selain itu, wacana juga memiliki fungsi tekstual pada hakikatnya merupakan sarana bagi terlaksananya kedua fungsi lainnya, yaitu fungsi ideasional dan fungsi interpersonal. Dalam fungsi tekstual, yang menjadi objek kajian penelitian ini salah satu contohnya adalah dalam bentuk media cetak atau surat kabar. Harian merupakan sarana komunikasi yang dalam penyajiannya menggunakan bahasa tulis. Harian SOLOPOS menjadi salah satu sarana komunikasi yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat surakarta karena dapat memberikan informasi yang aktual dan luas. Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif kompleks lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu, kajian tentang wacana menjadi hal yang penting dalam proses pembelajaran bahasa. Ekspresi sikap commit kritis to media user massa sebenarnya sebagian dari 1

digilib.uns.ac.id 2 pelaksanaan fungsi kontrolnya. Tentu saja dalam keleluasaan menjalankan fungsi kontrolnya, media massa tidak boleh kehilangan sikap mawas diri. Bekerja di media massa bukanlah pekerjaan mudah, tidak asal-asalan karena berbagai kekukarangan, kelemahan, dan keterbatasannya media massa mempunyai peran penting dalam mengembangkan fungsi menyebarkan informasi dan edukasi bagi kemajuan masyarakat. Analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi bahasa atau penggunan bahasa sebagai alat komunikasi. Kridalaksana (2001: 231) mengemukakan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dalam herarki gramatikal, merupakan satuan tertinggi dan terbesar. Lebih lanjut diterangkan, wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Harian SOLOPOS sebagai salah satu media massa yang menggunakan bahasa sebagi alat vital untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan bahasalah segala disajikan, meskipun ada pula beberapa variasi seperti gambar, diagram, tabel, dan lainnya. Bahasa sebagai komponen utama dalam penyajiannya. Bahasa Harianharuslah berpegang teguh pada kaidah-kaidah kebahasaan bahasa Indonesia, harus memperhatikan kepaduan antarkalimat satu dengan kalimat yang lainnya, baik dari segi bentuk maupun dari segi makna. Kepaduan inilah yang akan mempengaruhi tingkat pemahaman pembaca terhadap informasi yang disampaikan. Rubrik tajuk rencana memiliki kedudukan yang sangat penting karena beberapa faktor. Faktor pertama, setiap harian pasti mempunyai tajuk rencana yang mengkaji masalah yang hangat dibicarakan di masyarakat. Faktor kedua, tajuk rencana itu merupakan pandangan redaktur yang mewakili sebuah harian terhadap permasalahan yang sedang dibicarakan di masyarakat. Faktor ketiga tajuk rencana itu memberikan pemahaman atas suatu permasalahan. Tajuk rencana sebagai sebuah wacana kebahasaan harus memenuhi persyaratan yang baik, karena wacana itu harus dipahami dan dimengerti oleh semua kalangan atau pembaca. Apabila tajuk rencana itu menjadi sebuah wacana yang baik maka pembaca akan mudah commit menangkap to user maksud redaktur yang hendak

digilib.uns.ac.id 3 disampaikan. Oleh karena itu tajuk rencana harus memenuhi persyaratan kohesi dan koherensinya. Kohesi adalah pengungkapan keserasian hubungan bentuk (struktur lahir) antara unsur yang satu dengan unsur lain secara verbal dalam wacana. Dan yang dimaksud koherensi adalah merupakan pertalian makna atau isi sehingga memiliki gagasan atau stuktur wacana yang teratur dan amanatnya yang terjalin rapi, akan mempermudah pendengar atau pembaca untuk memahaminya. Kajian analisis wacana khususnya tajuk rencana terdapat pula di dalam silabus pembelajaran bahasa Indonesia khususnya kelas XI SMA. Di Dalam silabus kurikulum KTSP 2006 terdapat sebuah kompetensi dasar yang menyatakan bahwa membedakan fakta dan opini pada editorial atau tajuk rencana dengan membaca intensif dengan demikian analisis wacana pada tajuk rencana menjadi bagian yang penting dalam kompetensi dasar yang harus di kuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji tajuk rencana dalam harian SOLOPOS ditinjau dari aspek kohesi dan koherensinya. Hal ini sangat penting untuk dikaji karena tajuk rencana dalam harian SOLOPOS dapat digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta didik sehingga tajuk rencana dalam koran harian SOLOPOS harus memenuhi kriteria yang baik untuk dijadikan bahan belajar peserta didik. Penelitian ini mengkaji wacana teks tajuk rencana pada harian SOLOPOS yang merupakan wacana yang berisi pokok pikiran, pandangan, dan gagasan dari seorang penulis berita atau redaktur terhadap sebuah permasalahan atau kejadian aktual. Dalam penyajiannya, seorang penulis tajuk rencana harus memperhatikan aspek pemahaman pembaca sehingga pesan yang disampaikan pun dapat diterima oleh pembaca dengan tepat. Penelitian yang mendalam terhadap wacana tajuk rencana pada harian SOLOPOS dilakukan dengan menggunakan kajian secara linguistik. Kajian linguistik yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis wacana. Analisis wacana tajuk rencana pada harian SOLOPOS ini menggunakan pendekatan mikrostruktural. Pendekatan mikrostruktural menitikberatkan pada mekanisme kohesi tekstual untuk mengungkapkan urutan kalimat yang dapat membentuk sebuah wacana menjadi koheren, (Sumarlam, 2003:138).

digilib.uns.ac.id 4 Harian SOLOPOS merupakan koran lokal terbesar di Solo dan sekitarnya. Pemasarannya sudah meluas sampai pelosok- pelosok yang jauh dari keramaian karena sangat mudah sekali didapat oleh masyarakat. Tata bahasanya juga sangat mudah dipahami oleh pembaca khususnya masyarakat kecil. Selain itu harganya juga sangat terjangkau oleh kalangan siapa pun. Kaitannnya dengan bahan ajar bahasa Indonesia, SOLOPOS mudah didapatkan oleh peserta didik. Sebagian besar sekolah dari SD sampai SMA/SMK juga berlangganan koran ini. Sejauh usaha peneliti mencari yang relevan dengan kaitannnya dengan penelitian ini, belum ada yang mengkaji analisis tekstual kohesi dan koherensi pada rubrik tajuk rencana. Alasan peneliti memilih tajuk rencana sebagai objek penelitian karena sangat menarik untuk dianalisis dengan penelitian analisis wacana tekstual kohesi dan keherensi denagn pembaharuan data. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan di dalam analisis wacana dihasilkan proses komunikasi verbal yang berkesinambungan dari awal hingga akhir. Selain itu penggunaan bahasa dalam rubrik tajuk rencana sangat unik dan khas sehingga membuat penulis tertarik untuk mengkaji secara linguistik. Berkaitan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah analisis wacana tekstul yang terdapat dalam tajuk rencana pada harian SOLOPOS. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kohesi dalam wacana tajuk rencana pada harian SOLOPOS? 2. Bagaimanakah koherensi dalam wacana tajuk rencana pada harian SOLOPOS? 3. Bagaimanakah relevansinya Tajuk rencana sebagai bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia di SMA? C. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan Penelitian ini untuk mendiskripsikan 1. Kohesi dalam wacana tajuk rencana pada surat kabar SOLOPOS. 2. Koherensi dalam wacana tajuk rencana pada surat kabar SOLOPOS.

digilib.uns.ac.id 5 3. Relevansi Tajuk rencana sebagai bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Secara teoritis hasil penelitian dapat menambah khasanah ilmu dan pengetahuan mengenai praktik analisis wacana danpenelaah kohesi dan koherensi sebuah wacana yang dalam hal ini adalah Tajuk Rencana. 2) Manfaat praktis dari hasil penelitian ini, yaitu hasil penelitian ini dapat a. Bagi Redaktur Dijadikan sebagai rujukan khususnya bagi redaksi untuk meningkatkan kualitas menulis tajuk rencana. b. Bagi Guru Sebagai materi ajar memahami teks tajuk rencana oleh guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. c. Bagi Peserta didik Memberikan informasi kepada pembaca mengenai analisis keutuhan wacana ditinjau dari aspek kohesi dan koherensi. d. Bagi Peneliti Menjadi acuan bagi peneliti bahasa yang akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan masalah yang sama atau berkaitan dengan penelitian ini.

digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinajuan Pustaka 1. Hakikat Wacana Istilah wacana (discourse) yang berasal dari Bahasa Latin, discursus, telah digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Secara terbatas, istilah ini menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara lebih luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan (Ronald, 1997). Analisis wacana, dalam arti paling sederhana adalah kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat. Lazimnya, perluasan arti istilah ini dikaitkan dengan konteks lebih luas yang mempengaruhi makna rangkaian ungkapan secara keseluruhan. Para analis wacana mengkaji bagian lebih besar bahasa ketika mereka saling bertautan. Beberapa analis wacana mempertimbangkan konteks yang lebih luas lagi untuk memahami bagaimana konteks itu mempengaruhi makna kalimat (Deborah Tannen, 2004). Sebagaimana telah disebut, analisis wacana tidak hanya mengemukan dalam kajian bahasa, tetapi juga dalam berbagai lapangan kajian lain. Kalau dalam linguistik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan (grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana menunjuk pada kajian hubugan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Kalau dalam psikologi sosial, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap struktur dan bentuk percakapan atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengan kekuasaan. Tampak jelas, digunakan dalam lapangan kajian apa pun, istilah analisis wacana niscaya menyertakan telaah bahasa dalam pemakaian. 6

digilib.uns.ac.id 7 Para ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang wacana dalam hal satuan bahasa yang terlengkap (utuh), tetapi dalam hal lain ada perbedaanya. Perbedaanya terletak pada wacana sebagian unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dengan amanat lengkap dan dengan koherensi serta kohesi tinggi. Sebenarnya, wacana utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren, sedangkan kohesif dipertimbangkan dari keruntutan unsur pendukung (bentuk). Dalam hubungan dengan penggunaan kohesi, selain teks dalam pengertian dalam bahasa tertulis, kohesi juga akan berhubungan dengan konsep wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang mudah dan kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, wacana didefenisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya. Anton M. Moeliono (1988:334) menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan dan menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain membentuk satu kesatuan dengan kata lain terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu. Di dalam definisi ini unsur kesatuan hubungan antara kalimat dan keserasian makna merupakan ciri penting atau esensial di dalam wacana. Kesatuan hubungan antara kalimat dan keserasian makna tersebut harus didukung dengan adanya hubungan proposisi, yaitu konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari suatu pembicaraan. Berdasarkan bahasan itu, dapat diketahui bahwa suatu pembentuk wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan. Bambang Kaswanti Purwo (1993:23) mengemukakan bahwa pada umumnya suatu wacana dipahami sebagai unit bahasa yang lengkap dan lebih besar daripada kalimat. Unit itu dapat berupa paragrap, undangan tulis, cerita pendek, dan lainlain. Kenyataannya tidak selalu demikian. Wacana lisan lebih sering pedekpendek dan terdiri drai unit-unit yang commit juga to pendek-pendek, user bahkan sering kurang

digilib.uns.ac.id 8 lengkap, kurang gramatikal dan informal. Hal ini terjadi karena wacana lisan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor nonbahasa. Sebaliknya, wacana tulis biasanya lengkap dan lebih gramatikal, menggunakan bentuk-bentuk baku, dan penuh informasi penjelas agar tidak disalah tafsirkan oleh pembaca. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) dan pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apa pun (Abdul Chaer, 1994:267). Wacana dikatakan satuan bahasa yang lengkap karena wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainya (kohesi dan koherensi). Wacana yang mempeunyai keserasian hubungan antarunsur yang ada (kohesi) maka bisa menciptakan wacana yang apik dan benar (koheren). Sumarlam (2003:15) mendefinisikan wacana merupakan satuan terlengkap yang dinyatakan secara lisan atau tertulis, yang dilihat dari struktur lahir (dari segi bentuk) bersifat kohesif atau saling terkait, dan dari struktur batin (dari segi makna) bersifat koheren atau terpadu. Selain itu, Mulyana (2005:1) juga mengatakan bahwa unsur kebahasaan yang relative paling kompleks dan lengkap adalah wacana. Satuan pendukung kebahasaanya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti) yang cukup banyak. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur kebahasaan yang kompleks dan lengkap atau satuan kebahahasaan yang paling tinggi, selain itu juga dapat dikatakan sebagai unsur bahasa yang bersifat pragmatis. James Deese dalam karyanya Thought into Speech: the psychology of a Language (dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:25) menyatakan bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sebuah wacana menurut Deese harus memenuhi syarat sebagi berikut:

digilib.uns.ac.id 9 a) Merupakan seperangkat proposisi, yaitu konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicara b) Isi komunikasi itu harus saling berhubungan, artinya antara proposisi yang satu dengan proposisi yang lain saling berhubungan c) Keterkaitan antarproposisi itu menghasilkan rasa kepaduan, baik kepaduan bentuk maupun kepaduan makna. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, seri ensiklopedia, paragraph, kalimat atau kata, yang membawa amanat yang lengkap (Harimurti Kridalaksana, 2001:179). Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Jenis-jenis wacana Bahasa Indonesia, antara lain; 2. Wacana Lisan dan Tulis Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat. 3. Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Apabila dalam suatu komunikasi hanya ada satu commit pembicara to user dan tidak ada balikan langsung dari

digilib.uns.ac.id 10 peserta yang lain, wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog. 4. Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, terkompleks, yang dalam tingkatan gramatikal merupakan satuan yang tertinggi atau terbesar, yang dinyatakan secraa lisan dan tertulis, yang dilihat dari stuktur lahir (dari segi bentuk) bersifat kohesif atau saling berkait, dan yang dilihat dari struktur batin (dari commit segi to makna) user bersifat koheren atau terpadu.

digilib.uns.ac.id 11 Wacana dapat dipilah-pilah berdasarkan sudut pandang yang digunakan. Sudut pandang yang dipergunakan untuk mengklasifikasikan wacana secara umum adalah berdasrkan media atau sarana penyampaian, bahasa, bentuk, jumlah penutur, isi, sifat, gaya atau cara dan tujuan pemaparan. 2) Hakikat Kohesi Anton M. Moeliono (1988:343) mengemukakan bahwa kohesi adalah kesatuan hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Wacana yang kohesif, akan menciptakan kekoherenan yaitu isi wacana yang apik dan benar. Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi adalah 'organisasi sintaktik'. Organisasi sintaktik ini adalah merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut adalah untuk menghasilkan tuturan. Ini bermaksud bahawa kohesi adalah hubungan di antara ayat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik. Dalam kohesi, kaidah- kaidah yang digunakan adalah berdasarkan penyampaian informasi lama dan informasi baru. Kaidah-kaidah itu adalah seperti kaidah perujukan, kaidah penggantian, kaidah pengguguran, kaidah konjungsi dan kohesi leksikal. Wacana juga dicirikan oleh kesinambungan informasi yang diartikan sebagai kesatuan makna. Kesatuan makna dalam wacana ini pula dapat dilihat dari segi makna logik dan makna kohesi. Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Kohesi ialah ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan yang ada di dalam teks.

digilib.uns.ac.id 12 Kohesi mengacu pada perpaduan bentuk. Kohesi menjadi aspek penting dan menjadi titik berat dalam suatu wacana. Kohesi merupakan hubungan yang logis antara kalimat-klaimat dalam suatu teks atau wacana yang dinyatakan secara struktur atau leksikal. Kohesi adalah hubungan antara kalimat satu dengan kalimat yang lain dan saling berkaitan. dapat dikatakan bahwa kohesi merujuk pada pertautan bentuk wacana. Menurut Mulyana (2005:133) konsep kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Maksudnya unsur-unsur (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun wacana, memiliki keterkaitan yang padu dan utuh, dengan kata lain kohesi adalah aspek internal dari struktur wacana. Kohesi menyangkut pengungkapan hubungan antar kalimat secara verbal. Kohesi membuat karangan menjadi padu dan konsisten suatu karangan terbentuk dari kekohesifan karangan itu sendiri. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kohesi memiliki hubungan atau berkaitan dengan koherensi, dan hubungan tersebut dalam wacana (terutama wacna tulis) tidak dapat dipisahkan. Henry Guntur Tarigan (1993:97) menyatakan bahwa suatu teks atau wacana benar-benar bersifat kohesif bila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terdapat konteks (situasi dalam bahasa). Dalam pembentukan suatu wacana yang kohesif dibutuhkan sarana dan alat-alat untuk membentuknya. Menurut Henry Guntur Tarigan ada dua tipe kohesi, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal berupa referensi, substitusi, elipsis dan konjungsi. Kohesi leksikal berupa repetisi, sinonim, antonim, kolokasi, hiponim, serta ekuivalensi. Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan pengertian kohesi. Kohesi adalah pengungkapan keserasian hubungan bentuk (struktur lahir) antara unsur yang satu dengan unsur yang lain secara verbal dalam wacana, sehingga tercipatalah keterkaitan yang utuh dan pengertian yang apik atau koheren. Wacana yang padu dan konsisten akan memudahkan pembaca atau pendengar memahaminya.

digilib.uns.ac.id 13 a. Kohesi Gramatikal Segi atau struktur lahir wacana disebut aspek kohesi gramatikal (Sumarlam, 2003:23). Kohesi gramatikal adalah hubungan semantik antarunsur yang dimarkahi alat gramatikal, yaitu alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa. Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjuction). 1) Pengacuan atau penunjukkan (Referensi) Referensi (pengacuan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Pengacuan merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya (M. Ramlan, dalam Mulyana 2005:133). Referensi merupakan ungkapan kebahasaan yang digunakan oleh seorang pembicara atau penulis untuk mengacu kepada hal-hal yang dibicarakan atau ditulis. Referensi dibedakan menjadi dua, yaitu referensi endofora dan referensi eksofora. Referensi endofora adalah pengacuan pada kalimat atau bagian-bagian dalam konteksnya, sedangkan referensi eksofora adalah pengacuan yang dilakukan dengan merujuk pada hal-hal di luar konteksnya. Pengacuan secara endofora bersifat anaforis dan kataforis. Pengacuan endofora yang anaforis adalah pengacuan terhadap hal-hal yang telah disebut di depannya. Pengacuan endofora yang kataforis adalah pengacuan terhadap hal-hal yang akan diebutkan kemudian. 2) Penyulihan (Substitusi) Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur untuk memperoleh unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Harimurti kridalaksana, 2001:204). Substitusi terletak pada gramatikalnya. Substitusi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Substitusi nominal, unsure yang diganti dan yang menggantikan berupa nominal (kata benda).

digilib.uns.ac.id 14 b. Substitusi verbal, unsur yang diganti dan yang menggantikan berupa verbal (kata kerja). c. Substitusi klausal, unsur yang diganti dan yang menggantikan berupa klausa (Sumarlam, 2003:27-28). 3) Pelesapan (Elipsis) Elipsis merupakan peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Harimurti Kridalaksana, 1993:101). Adapun fungsi pelesapan dalam wacana sebagai berikut. a) Menghasilkan kalimat yang efektif b) Efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa c) Mencapai aspek kepaduan wacana d) Bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa e) Untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan 4) Perangkaian (Konjungsi) Menurut Sumarlam (2003:32) konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menggabungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu. Konjungsi terbagi menjadi enam bagian, yaitu: a) Konjungsi adversatif, di antaranya tetapi b) Konjungsi kausatif, di antaranya karena c) Konjungsi koordinatif, di antaranya karena, dengan, atau d) Konjungsi korelatif, di antaranya tidak tahu e) Konjungsi subordinatif, di antaranya bila, jika f) Konjungsi temporal, di antaranya sebelumnya, sesudahnya

digilib.uns.ac.id 15 b. Kohesi Leksikal Kohesi leksikal adalah segi makna atau struktur batin wacana, maksudnya hubungan antarunsur dalam wacana secara semantik (Sumarlam, 2003:35). Menurut Mulyana (2005:134) bahwa kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. 1) Repetisi (Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2003:35) 2) Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi adalah nama lain untuk benda atau hal yang sama, atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1994:85). Hubungan dua kata atau lebih yang pada dasarnya mempunyai makna yang sama disebut sinonim. Sinonim berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lainnya. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antar morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. 3) Antonimi (Lawan kata) Antonimi secara harafiah dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda yang lain (Sumarlam, 2003:40). Antonimi dapat disebut sebagai leksem yang berpasangan secara antonimi yaitu oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan. Berdasarkan sifatnya, antonimi atau oposisi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu oposisi mutlak (pertentangan makna secara mutlak), oposisi kutub atau gradasi (tidak bersifat mutlak relatif dan terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut), oposisi hubungan atau relasional (memperlihatkan kesimetrian dalam makna anggota pasangannya atau bersifat melengkapi), oposisi commit hirarkial to user (menyatakan deret jenjang atau

digilib.uns.ac.id 16 tingkatan, dan biasanya berupa kata-kata yang menunjuk pada satuan ukuran, hitungan, penanggalan), dan oposisi majemuk (terjadi pada beberapa kata yang biasanya lebih dari dua). 4) Kolokasi (Kata sanding) Kolokasi merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat (Harimurti Kridalaksana, 2001:113). Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam satuan domain atau jaringan tertentu. 5) Hiponimi (Hubungan atas bawah) Hiponimi adalah sama dengan sinonimi, hanya dalam hiponimi unsur pengulangannya mempunyai makna yang mencakupi makna unsur pengulangan. Pendapat lain mengatakan bahwa hiponimi merupakan hubungan dalam semantik antara makna spesifiks dan makna genetik (Harimurti Kridalaksana, 2001:74). Hiponimi merupakan satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual lain. 6) Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi dalam wacana dapat berupa kata-kata yang maknanya berdekatan dan merupakan lawan kata dari kesamaan bentuk hasil proses afiksasi. Menurut Sumarlam (2003:46) ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Ekuivalensi merupakan pengembangan dari bentuk dasar sebagai akibat adanya afiksasi yang masih mempunyai persamaan bentuk dasrnya. 3) Hakikat Koherensi Sama halnya dengan kohesi, pengertian koherensi juga dikemukakan oleh banyak ahli bahasa. Istilah koherensi mengandung makna pertalian. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (Henry Guntur Tarigan, dalam Mulyana, 2005:30). Berdasarkan hal tersebut, wacana yang koheren memiliki ciri-ciri, susunannya teratur dan amanatnya tejalin rapi

digilib.uns.ac.id 17 sehingga mudah diinterpretasikan. Pengertian koherensi tidak terlepas dari bahasa, keutuhan wacana lebih ditentukan oleh kesatuan maknanya, sedangkan kesatuan makna hanya terjadi bila dalam wacana tersebut terdapat sarana-sarana koherensi yang mampu mempertalikan kalimat-kalimat dalam wacana. Pentingnya isi suatu wacana merupakan sarana yang ampuh dalam pencapaian koherensi di dalam wacana berarti pertalian pengertian yang lain (Henry Guntur Tarigan, 1993:32). Koherensi adalah suatu upaya membuat jalan pikiran dari satu ke yang lain berhubungan erat dan lancar, serta menghasilkan kejelasan. Penulis menuntun pembaca mengikuti jalan pikirannya secara logis dan jelas dari satu bagian ke bagian yang lain. Dengan adnya upaya tersebut, pembaca dengan mudah pula dapat melihat hubungan antarunsur pembentuk wacana. Kalimat-kalimat pada paragraph akan tampak dihubungkan dengan menggunakan penanda bahasa. Hubungan semacam ini disebut hubungan struktural. Hubungan struktural dapat dibagi menjadi dua, yaitu hubungan yang bersifat eksplisit (hubungan secara jelas dan tegas ditampakkan oleh adanya perangkat penanda bahasa), dan hubungan yang bersifat implicit (secara tersirat terasa ada hubungan antara bagian yang satu dan yang lain). Penanda koherensi diwujudkan dalam bentuk kata yang muncul dalam sebuah wacana. Penanda tersebut menggabungkan antara dua klausa atau lebih unsur bahasa dalam sebuah wacana yang menimbulkan makna sebab akibat. Penanda-penanda koherensi itu antara lain: a) Penanda koherensi yang bermakna sebab akibat b) Penanda koherensi yang bersifat penekanan c) Penanda koherensi yang bermakna lokasi/kala d) Penanda koherensi yang bermakna penambahan e) Penanda koherensi yang bermakna penyimpulan f) Penanda koherensi yang bermakana contoh atau missal g) Penanda koherensi yang bermakna pertentangan Menurut Mulyana (2005:36) bahwa koherensi berhubungan dengan aspek kerapian dan kesinambungan struktur commit wacana, to user aspek makana (meaning), aspek

digilib.uns.ac.id 18 batiniah, dan berhubungan dengan organisasi semantik, sehingga koherensi merupakan unsur bahasa yang bersifat eksternal. Susunan dan struktur wacana agar serasi, runtut, dan logis maka dipakailah aspek atau sarana koherensi. Keserasian terletak pada kesesuaian (cocok dan harmonis) hubungan antarposisi dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus, dan bertautan satu sama lain, sedangkan keruntutan umumnya terjadi pada susunan kalimat (struktur). Sifat logis mengandung arti masuk akal, wajar, jelas, dan mudah dimengerti. Ayu B. Hararap (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan koherensi adalah keterkaitan unsure-unsur dunia teks, yaitu susunan gagasan dan konsep. Isi teks dapat dipahami dengan adanya hubungan-hubungan tersebut. Menurut Maillard (dalam Ayu B. Harahap) koherensi dapat dipertahankan apabila terpenuhi aturan aturan seperti aturan pengulangan, aturan perkembangan, aturan hubungan, dan aturan tidak adanya kontradiksi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa koherensi merupakan pertalian makna/isi sehingga memiliki kesatuan gagasan. Struktur wacana yang teratur dan amanatnya yang terjalin rapi, akan mempermudah pendengar atau pembaca untuk memahaminya. 4) Hakikat Bahan Ajar a. Pengertian Bahan Ajar Terdapat sejumlah alasan, mengapa guru perlu untuk mengembangkan bahan ajar, yakni antara lain; ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang akan kita kembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Pada kurikukulum tingkat satuan pendidikan, standard kompetensi lulusan telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri.

digilib.uns.ac.id 19 Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas dan bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis (Bandono, 2009). Sejalan dengan pengertian tersebut, Ahmad Sudrajat (2008) menambahkan bahwa bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. b. Sumber Bahan Ajar Sumber bahan ajar merupakan tempat bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya, sesuai dengan prinsip pembelajaran siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber menurut Ahmad Sudrajat (2008), yaitu: (a) buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas, (b) laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir, (c) Jurnal penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji kebenarannya, (d) Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar yang dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb., (e) Profesional yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan, (f) Buku kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya berisikan pokokpokok materi, (g) Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan yang

digilib.uns.ac.id 20 banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran, (h) Internet yang yang banyak ditemui segala macam sumber bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi, (i) Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan belantara melalui siaran televisi, dan (j) lingkungan ( alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi). Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satusatunya sumber bahan ajar. Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian semester atau pergantian tahun. Buku-buku pelajaran atau buku teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber yang relevan dengan materi yang telah dipilih untuk diajarkan. Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain. c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Bahasa memiliki peranan sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam memelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik dalam mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada di dalam dirinya. Standar kompetensi mata pelajarana Bahasa Indonesia adalah berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia commit dan nilai-nilai to user kemanusiaan. Oleh karena itu

digilib.uns.ac.id 21 pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan manusia Indonesia. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 260) menyatakan bahwa standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan: 1) peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap karya kesastraan dan hasil intektual bahasa sendiri; 2) guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembagan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar; 3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya; 4) orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah; 5) sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; dan 6) daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

digilib.uns.ac.id 22 Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di atas diharapkan peserta didik mampu untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Adapun tujuan dari mata pelajaran Bahasa Indonesia berdasrkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; 2) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; 3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; 4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; 5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; 6) Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia; Sedangkan ruang lingkup dari mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspekaspek seperti mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada akhir pendidikan di SMA, diharapkan peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya lima belas buku sastra dan nonsastra. Berikut ini beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada di SMA, kelas XI serta yang menyangkut berbagai kemampuan, baik mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan membaca dan menulis Tajuk Rencana: