PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 62 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 62 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2002 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DI BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI JASA DIBIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ANGKUTAN HASIL ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PARKIR DI KABUPATEN SIDOARJO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 53

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 9 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGUJIAN KENDARAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

b. bahwa atas dasar pertimbangan tersebut di atas perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Bongkar Muat Barang.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPAREN MURUNG RAYA NOMOR : 18 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN JALAN DAN BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ANGKUTAN HASIL ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 8 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 14 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG

Mengingat : membutuhkan pembiayaan sehingga dapat dipungut retribusi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Transkripsi:

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa jalan mempunyai peranan penting terutama menyangkut perkembangan antar Daerah yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan dalam bidang Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan dan dalam rangka keselamatan orang dan barang, oleh karena itu perlu dijaga dan dipelihara agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya dengan melakukan penertiban pemanfaatan jalan dan pengendalian kelebihan muatan; b. bahwa untuk mengatur dan mengendalikan angkutan barang sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengawasan dan Pengendalian Muatan Lebih. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3293); 10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 11. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 12. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemidi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3592); 14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Dearah otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 15. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Provinsi Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAH RAKYAT DAERAH RIAU dan GUBERNUR RIAU MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Riau; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Riau; 3. Gubernur dalah Gubernur Riau; 4. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Provinsi Riau; 5. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian termasuk Bangunan pelengkap dan perlengakapannya tang diperuntukkan bagi lalu lintas; 6. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang berada pada kendaraan tersebut; 7. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, dan kendaraan khusus; 8. Buku Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala berbentuk buku yang berisi data dan legitimasi hasil pengujian setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, atau kendaraan khusus; 9. Alat Penimbang adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya; 10. Muatan Lebih adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang diizinkan dalam buku uji atau plat samping kendaraan bermotor; 11. Kompensasi Muatan Lebih adalah kompensasi yang dikenakan pada Muatan Lebih Mobil Barang sampai dengan batas toleransi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 12. Izin Khusus adalah izin yang diberikan kepada kendaraan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 13. Myatan Sumbu adalah jumlah tekanan roda pada suatu sumbu yang menekan jalan; 14. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Darah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas atau pemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; 15. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Riau dibidang lalu lintas dan angkutan jalan;

16. Penyidikan adalah serangkaina tindakan yang dilakukan oleh PenyidikPegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Provinsi Riau yang selanjutnya disebut Penyidik serta yang mengumpulkan bukti yang membuat terang tindak pidana dibidang lalu lintas dan angkutan jalan yang terjadi erta menemukan tersangkanya. BAB II PENERBITAN PENGGUNAAN JALAN Pasal 2 (1) Setiap mobil barang dilarang menggunakan kelas jalan di bawah yang ditetapkan dalam Buku Uji Kendaraan Bermoto, kecuali dengan izin khusus yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. (2) Kelas jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : a. Jalan Kelas II merupakan jalan arteri yang dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan Muatan Sumbu terberatyang diizinkan 10 Ton. b. Jalan III A merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milineter dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 Ton. c. Jalan III B merupakan jalan kolektor dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter dan muatan sumbu terberat yang diizinkan * Ton. BAB III PENGENDALIAN MUATAN LEBIH Bagian Pertama Alat Penimbang Pasal 3 (1) Setiap mobil barang yang mengangkut barang harus ditimbang pada alat penimbang yang dipasang secara tepat atau yang dapat dipindah-pindah. (2) Alat Penimbang yang dipasang secara tetap mempunyai sarana pelayanan sebagai berikut : a. Alat Bongkar Muat; b. Gudang; c. Lapangan Parkir. (3) Alat penimbang yang dapat dipindah-pindahkan berupa alat penimbang yang berfungsi untuk menimbang kendaraan bermotor guna mengetahui berat kendaraan beserta muatannya. Pasal 4 (1) Pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan alat penimbang beserta fasilitas penunjangnya diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Perhubungan.

(2) Pengelolaan dan pengoperasian alat penumbang beserta fasilitas penunjang diatur dengan Peraturan Gubernur. (3) Alat Penimbang sebagaimana dimaksud Pasal 3, wajib ditera oleh instansi yang berwenang sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 Lokasi Alat Penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud Pasal 3, diatur dengan Peraturan Gubernur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Tata Cara Penimbangan dan Perhitungan Berat muatan Pasal 6 (1) Penimbangan dilakukan dengan cara menimbang berat kendaraan beserta muatannya atau dapat dilakukan terhadap masing-masing sumbu. (2) Perhitungan beratmuatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan dengan berat kendaraan yang telah ditetapkan dala Buku Uji Berkala. (3) Muatan Lebih dapat diketahui apabila berat muatan lebih dari daya angkut yang telah ditetapkan dalam Buku Uji Berkala atau pelat samping kendaraan bermotor. (4) Jumlah kelebihan berat muatan dihitung dengan cara mengurangi berat muatan sebagaimana dimaksud ayat (2) dengan daya angkut yang telah ditetapkan dalam Buku Uji Berkala atau pelat samping kendaraan bermotor. Bagian Kelima Muatan Lebih Pasal 7 Muatan Lebih untuk masing-masing jenis mobil barang ditetapkan berdasarkan konfigurasi sumbu sampai dengan batas factor keselamatan yang dapat diberikan dalam 2 (dua) tingkat pelanggaran yang dikenakan kompensasi Muatan Lebih Angkutan Barang setinggi-tngginya sebesr 25 % (dua puluh lima persen) dari daya angkut yang ditetapkan dalam Buku Uji Berkala. Pasal 8 Penetapan kompensasi muatan lebih mobil barang sebagaimana dimaksud Pasal 7 adalah sebagai berikut : a. Angkutan barang umum dengan muatan Lebih di atas 5 % (lima persen) sampai dengan 15 % (lima belas persen) dari JBI (Jumlah Berat yang di Izinkan) baik JBI keseluruhan atau Muatan Sumbu Terberat (MST) disebut pelanggaran Tk I dikenakan kompensasi Muatan Lebih sebesar Rp 50.00,- (lima puluh rupiah) per kilogram; b. Angkutan barang umum dengan muatan Lebih di atas 15 % (lima belas persen) sampai dengan 25 % (dua puluh lima persen) dari JBI (Jumlah Berat yang di Izinkan) baik JBI keseluruhan atau Muatan Sumbu Terberat (MST) disebut pelanggaran Tk II

dikenakan kompensasi Muatan Lebih sebesar Rp 100.00,- (seratus rupiah) per kilogram; c. Angkutan barang umum dengan Muatan Lebih di atas 25 % (dua puluh lima persen) disebut pelanggaran Tk III dikenakan sanksi pidana disertai dengan tindakan : 1. Kendaraan disuruh kembali ke tempat asal muatan atau; 2. Muatan barang yang lebih harus ditirunkan oleh Pengemudi/Operator dengan segala resiko yang harus ditanggungnya. d. Muatan barang yang diturunkan sebagaimana dimaksud huruf c angka 2 yang menggunakan Lapangan Parkir, Gudang dan/atau Alat Bongkar Muat milik/dikuasai Pemerintah Daerah dikenakan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah. BAB IV TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN LAPORAN Pasal 9 (1) Pembayaran kompensasi harus dilakukan secara tunai/lunas; (2) Pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan tanda bukti pembayaran dengan menggunakan Surat Keterangan Kompensasi Daerah (SKKD) atau dokumen lain yang dipersembahkan; (3) Setiap pembayaran harus dicatat dalam buku penerimaan dan wajib dilaporkan; (4) Semua hasil penerimaan kompensasi harus disetor ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (5) Tata cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan lebih lanjut ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 10 (1) Biaya kompensasi pelanggaran kelebihan muatan dibayar 1 (satu) kali pada penimbangan [ertama untuk satu perjalanan dalam wilayah Provinsi Riau. (2) Apabila dalam penimbangan berikutnya berat muatan tudak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selisih toleransi dikenakan biaya kompensasi. Pasal 11 (1) Dalam hal belum dapat dipenuhinya sebagian atau seluruh kewajiban pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada pasal 8 huruf a dan b, maka Surat Tanda Nomor Kendaraan dan atau Buku Uji dan atau SIM dapat dijadikan sebagai jaminan; (2) Apabila pengusaha, pemilik dan atau pengemudi tidak dapat menunjukkan surat-surat kendaraan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas sebagai jaminan adalah kendaraan yang digunakan untuk melakukan palanggaran kelebihan muatan; (3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dikembalikan tanpa syarat apabila kewajiban kompensasi telah dipenuhi seluruhnya.

BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 12 (1) Barang siapa melanggarketentuan pasal 2, pasal 3 ayat (1) dan pasal 8 huruf c, diancam kurungan paling lama 3(tiga) bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,- (Tiga juta rupiah); (2) Selain sanksi pelanggaran sebagaimana tersebut pada ayat (1) di atas, dapat dipidana sesuai ketentuan Perundang-undangan yang berlaku; (3) Tindak pidana sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. BAB VI PENYIDIKAN Pasal 13 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan dibidang tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik dimaksud ayat (1), adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tidak pidana dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran Perubahan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; c. meminta keterangan dan mengumpulkan bukti-bukti dari orang probadi ata badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Lalu Lintas Angkutan dan Jalan; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bukti-bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang buktitersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan dibidang tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan dan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e tersebut di atas; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindaj pidana dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; i. memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan dibidang tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 14 Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelanggaran kelebihan muatan menjadi tugas, kewenangan dan tanggungjawab Kepala Dinas Perhubungan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 16 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Riau. Ditetapkan di Pekanbaru Pada Tanggal 31 Oktober 2005 GUBERNUR RIAU H.M. RUSLI ZAINAL

Diundangkan di Pekanbaru Pada Tanggal 1 November 2005 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI RIAU H.R. MAMBANG MIT Pembina Utama Madya NIP. 070004045 LEMBARAN DAERAH PROVINSI RIAU TAHUN 2005 NOMOR : 7

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH I. PENJELASAN UMUM Seperti kita ketahui bersama, bahwa jalan sebagai salah satu prasaranaperhubungan mempunyai peranan yang sangat penting terutama menyangkut perwujudan perkembangan antar Daerah yang seimbang dan pemerataan hasil-hasil pembangunan serta pemantapan pertahanan dan keamanan dalam merealisasikan sasaran pembangunan di tingkat Daerah maupun tingkat nasional. Secara geografis letak Provinsi Riausangatlah strategis, karena berada di antara tiga Provinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jambi. Berarti Riau merupakan lintas arus barang atau orang yang cukup ramai. Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat telah memunculkan kendaraan dengan daya angkut yang terus meningkat, sedangkan kondisi prasarana jalan umum menunjang. Demikian juga masih tingginya angka pelanggaran muatan lebih oleh kendaraan angkutan barang yang merupakan salah satu factor penyebab dari kerusakan jalan. Oleh karena itu agar jalan tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan terlebih lagi dalam rangka keselamatan orang dan barang di jalan, maka perlu adanya pengaturan dan pengendalian penggunannya, khususnya terhadap kelebihan muatan. Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom yang di dalam Pasal 3 ayat (5) butir 15, diberikan kewenangan tertentu di bidang perhubungan antara lain : a. Perizinan, pelayanan dan pengendalian kelebihan muatan dan tertib pemanfaatan jalan Provinsi; b. Penetapan lokasi pengelolaan jembatan timbang. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Pemerintah Daerah Perlu mangatur pengawasan dan pengendalian muatan lebih yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup Jelas Pasal 2 : Cukup Jelas Pasal 3 Ayat (1) : Cukup Jelas Ayat (2) : Cukup Jelas Ayat (3) : Alat Penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan wajib memenuhi syaratsyarat teknis sebagai berikut : a. Dapat mencetak hasil penimbangan secara akurat

b. Mampu menimbang berat kendaraan bermotor beserta muatan pada setiap roda sekurang-kutangnya 10 ton dan atau setiap sumbu sekurang-kurangnya20 ton. Pasal 4 : Cukup Jelas Pasal 5 : Cukup Jelas Pasal 6 : Cukup Jelas Pasal 7 : Kelebihan muatan angkutan barang setinggi-tingginya sebesar 25 % berdasarkan selisih daya angkut yang dihitung dan daya angkutan yang ditetapkan sesuaihasil pengujian kendaraan bermotor dikurangi daya angkut yang diperbolehkan. Terhadap aspek teknis kendaraan (khususnya dalam hal kekuatan mesin, efisiensi rem, system kemudi dan kekuatan ban) masih terpenuhi, sehingga terjamin keselamatan dan umur teknis kendaraan. Pasal 8 : Cukup Jelas Pasal 9 : Cukup Jelas Pasal 10 : Ayat (1) dan (2) : Apabila Kompensasi sudah dipungut pada timbangan pertama maka untuk timbangan selanjutnya di Provinsi Riau tidak dipungut lagi Kompensasi terhadap jumlah muatan yang sama, apabila jumlah berat muatannya lebih dari pada timbangan pertama maka dipungut Kompensasi terhadap kelebihannya. Pasal 11 : Cukup Jelas Pasal 12 : Cukup Jelas Pasal 13 : Cukup Jelas Pasal 14 : Cukup Jelas Pasal 15 : Cukup Jelas Pasal 16 : Cukup Jelas