BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Nama : ALEXANDER MARWATA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

BAB II IDENTIFIKASI DATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPATKOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh : PROF.DR.H.M. SAID KARIM, SH. MH. M.Si. CLA

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

Peran KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Oleh : Harrys Pratama Teguh Jumat, 25 Juni :05. Latar Belakang

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam penjelasan UUD 1945 adalah negara yang berdasar atas hukum yang berarti hukum di Negara Indonesia ditegakkan dalam setiap aspek kehidupan, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin seluruh warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Dalam konteks pembangunan, keberadaan hukum tentunya diharapkan dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam pembangunan. Proses pembangunan yang diharapkan meningkatkan kemajuan masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat terutama yang menyangkut peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang terjadi sebagai konsekuensi peningkatan kemajuan masyarakat adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat sebagaimana ditegaskan dalam bagian menimbang UU No 20 Tahun 2002 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi, dimana masyarakat berhak atas suatu hasil pembangunan secara merata namun dengan terjadinya korupsi maka masyarakat tidak mendapatkan haknya tersebut karena hanya dinikmati oleh sekelompok orang

yang melakukan korupsi. Bagi kalangan pengusaha korupsi menyebabkan persaingan yang tidak kompetitif antar pengusaha karena semua proses harus melalui uang pelicin dan memerlukan waktu yang lama. Bagi masyarakat bawah korupsi justru menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi, harga-harga menjadi mahal akibatnya muncul banyak pengemis, penganguran, pemerasan. Korupsi sendiri sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia sebagai suatu negara berkembang, namun juga terjadi di berbagai negara-negara maju antara lain negara Amerika Serikat, Inggris, China. Di negara-negara tersebut korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya 1. Hal ini didasarkan karena dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi yang menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat yaitu membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi juga selain mengganggu dan menghambat pembangunan sosial juga mengancam keseluruhan sistem sosial, merusak citra aparatur negara yang bersih, berwibawa dan bertanggung jawab dan yang pada akhirnya akan merusak kualitas manusia dan lingkungannya 2. Permasalahan korupsi di Indonesia akhirnya mengalami puncaknya pada saat bangsa Indonesia memasuki era reformasi, yaitu periode tahun 1998 hingga tahun 1999. Dikatakan mengalami puncaknya karena pada periode 1 Octavianus, F, 2007, Indonesia Termasuk Dalam 38 Negara Terkorup di Dunia, www.mediaindonesia.online, 20 September 2007 2 Pudjiarto, S.H., 1994, Politik Hukum UU Pemberantasan Tindak pidana korupsi di Indonesia, Yogyakarta, Univ. Atma Jaya Yogyakarta, hlm 5

tahun tersebut jumlah kerugian negara akibat korupsi meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini : TABEL 1 REKAPITULASI TEMUAN KORUPSI 3 1993/1994 1998/1999 TAHUN TEMUAN ANGGARAN JUMLAH KASUS JUMLAH KERUGIAN (Rp) 1993/1994 31 41.310.687.283,04 1994/1995 23 15.885.309.860,83 1995/1996 8 3.890.687.927,54 1996/1997 15 323.703.110.108,86 1997/1998 16 65.187.741.796,67 1998/1999 18 438.008.919.496,00 Salah satu agenda reformasi pada saat itu adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Wujud konkrit pelaksanaan agenda tersebut adalah diundangkannya sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai korupsi, salah satunya adalah mengundangkan undangundang baru yang mengatur tindak pidana korupsi yaitu UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi yang kemudian diubah dengan UU No 20 Tahun 2002. Pasal 43 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2002 mengatur bahwa dalam waktu 2 (dua) tahun sejak UU No 31 Tahun 1999 akan dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak pidana korupsi. Pasal 43 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2002 tersebut menjadi dasar dibentuknya UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak 3 Masyarakat Transparansi Internasional, 1999, Korupsi : Gurita Yang Mengancurkan Indonesia, www.mediatransparansi.online, 20 September 2007

pidana korupsi. UU No 30 Tahun 2002 tersebut menjadi dasar dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak pidana korupsi (KPK) pada tanggal 16 Desember 2003. Bagian pertimbangan UU No 30 Tahun 2002 menyebutkan bahwa dasar dibentuknya KPK karena lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Lembaga pemerintah yang dimaksud tersebut adalah Kepolisian dan Kejaksaan. Pasal 4 UU No 30 Tahun 2002 mengatur bahwa tujuan pembentukan KPK adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini kehadiran KPK diharapkan menjadi jawaban bagi terhambatnya upaya melawan korupsi yang semakin kompleks. Korupsi di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam bagian pertimbangan UU No 20 Tahun 2002 digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa karena tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Hal inilah kemudian yang mendasari diberikannya kewenangan yang luar biasa pada KPK untuk melakukan segala upaya dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kewenangan yang luar biasa tersebut berarti kewenangan yang melebihi aparatur hukum (Kepolisian, Kejaksaan) dalam memberantas tindak pidana korupsi. Pasal 8 ayat (2) UU No 30 Tahun 2002 menentukan bahwa KPK

berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Inilah merupakan bentuk kewenangan yang luar biasa yang dimiliki KPK. Kewenangan luar biasa lainnya yang dimiliki KPK antara lain melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi (Pasal 8), melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam melaksanakan penyelidikan (Pasal 12), penyidikan dan penuntutan, melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan pejabat negara (Pasal 13) Dalam pelaksanaan kewenangannya sejak dibentuk tahun 2003 hingga bulan Juni tahun 2007, KPK mencatat beberapa prestasi dalam upayanya memberantas tindak pidana korupsi. Kasus Abdullah Puteh adalah kasus pertama dalam kinerja KPK sejak pembentukan 4. Kasus tersebut merupakan uji coba atas kesungguhan dan keberanian KPK yang diberi wewenang lebih besar daripada kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi. Pada Tahun 2005 KPK berhasil menangkap Mulyana Wira Kusuma, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencoba menyuap salah seorang auditor BPK 5. Kasus ini sekaligus mengungkap praktik korupsi di tubuh KPU yang menyeret Nazarudin Syamsudin, Ketua, Rusadi Kantaprawira anggota KPU dan Pejabat Sekreris Jenderal KPU serta stafnya. 4 Azhar, 2007, Masalah Korupsi di Indonesia, www.bisnis.com 5 Ibid

Dalam waktu tidak beberapa lama, KPK menangkap pengacara Probosutejo dan lima pegawai MA yang terlibat transaksi penerimaan uang suap sebanyak 6 miliar 6. Hal ini menyebabkan KPK menggeledah dan memeriksa tiga hakim agung, termasuk ketuanya Bagir Manan 7. Ini merupakan bentuk konkrit bahwa KPK menjalankan tugasnya dengan konsekuen dengan tanpa memandang seseorang merupakan aparat penegak hukum yaitu hakim agung. Tidak hanya itu, KPK juga tercatat menangkap pejabat-pejabat negara yang lainnya, antara lain, Suratno, direktur Administrasi dan Keuangan RRI dibawa kepengadilan begitu juga dengan rekanan RRI, Fahrani Husaini, menangkap anggota Komisi Yudisial (KY), Irawady Joenoes yang diduga menerima sejumlah uang terkait pembelian tanah untuk gedung KY 8. Terlepas dari semua prestasi yang dilakukan KPK sebagaimana tersebut diatas, kehadiran KPK tidak serta merta efektif dalam memberantas korupsi di Indonesia. Dikatakan tidak efektif karena perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari segi jumlah kasus maupun jumlah kerugian. Dari segi jumlah kasus, peningkatan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut : TABEL 2 PENINGKATAN JUMLAH KASUS KORUPSI 9 DAN JUMLAH KERUGIAN NEGARA AKIBAT KORUPSI(2004-2006) 10 TAHUN KASUS JUMLAH KERUGIAN (Rp) 6 Ibid 7 Ibid 8 Ibid 9 Badoh, I.F, 2007, Indeks Korupsi Indonesia 2006, www. antikorupsi.org 10 Amran, 2007, Kerugian akibat korupsi melonjak, www.pikiranrakyat.com

2004 153 3,551 (trilyun) 2005 125 5,3 (trilyun) 2006 166 14,4 (trilyun) Perkembangan korupsi di Indonesia juga dapat dilihat dari peringkat korupsi berdasarkan laporan dari Transparency Internasional. Dari Peringkat korupsi laporan Transparency Internasional diatas, Indonesia sejak tahun 1998 hingga tahun 2006 selalu berada dalam peringkat 10 besar negara terkorup sebagaimana ditunjukkan dalam tabel dibawah ini. TABEL 3 PERINGKAT KORUPSI NEGARA INDONESIA 11 TAHUN PERINGKAT (Terkorup) KETERANGAN 1998 6 Dari 85 negara 1999 3 Dari 98 Negara 2000 5 Dari 90 Negara 2002 4 Dari 91 Negara 2002 6 Dari 102 Negara 2003 6 Dari 133 Negara 2004 5 Dari 146 Negara 2005 6 Dari 159 Negara 2006 7 Dari 163 Negara Prestasi KPK dalam usahanya memberantas korupsi juga tercoreng oleh ulah anggota KPK sendiri yang terbukti terlibat dalam tindak pidana korupsi. Peristiwa yang menodai citra KPK dimulai ketika terungkapnya kasus pemerasan yang dilakukan penyidik KPK, Ajun Komisaris Polisi Suparman. Pada Maret 2006 Suparman yang ditugasi menangani kasus korupsi di PT Industri Sandang Nusantara (PT ISN), malah melakukan tindakan tidak terpuji dengan memeras saksi Tin Tin Surtini 12. Majelis Hakim Pengadilan Tindak 11 Badoh, I.F., op.cit 12 Azhar, Op. Cit

pidana korupsi (Tipikor) yang mengadili perkara ini, menjatuhkan vonis hukuman penjara delapan tahun dan diwajibkan membayar denda Rp 200 juta atau diganti 6 bulan kurungan penjara. Suparman dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 12 huruf e UU 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana. Perbuatan Suparman tersebut tentu menjadi catatan buruk bagi KPK di mata masyarakat, apalagi mengingat kepercayaan dan kewenangan yang sangat besar kepada KPK yang diamanatkan oleh undang-undang untuk memberantas tindak pidana korupsi. Permasalahan lainnya yang terjadi dalam pelaksanaan kerja KPK adalah sinergi penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Kewenangan yang luar biasa KPK untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan ternyata dalam pelaksanaannya menimbulkan permasalahan karena tidak sedikit kasus korupsi yang senyatanya sedang dilakukan penyidikan atau penuntutan oleh Kepolisian dan Kejaksaan diambil alih oleh KPK padahal Kepolisian dan Kejaksaan telah menunjukkan keseriusannya dalam melakukan penyidikan atau penuntutan. Ini menimbulkan citra yang semakin buruk kepada kedua lembaga tersebut karena menimbulkan citra di mata masyarakat bahwa kedua lembaga tersebut tidak mampu memberantas korupsi. Hal ini tentunya patut untuk dicermati karena semestinya diantara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian terjadi hubungan kerja sama yang sinergis dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis mengambil judul tesis Pengaruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Terhadap Pemberantasan Tindak pidana korupsi di Indonesia 1. Rumusan Masalah Dari latar belakang sebagaimana diatas, maka masalah pokok dalam penulisan tesis ini adalah bagaimana pengaruh keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia? Permasalahan pengaruh dari KPK terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya ditinjau dari pengaruh dari KPK dalam melaksanakan tujuan dari pemberantasan korupsi sebagaimana diamanatkan dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tersebut khususnya di bagian penjelasan disebutkan bahwa tujuan pemberantasan korupsi adalah mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, melakukan penindakan terhadap terjadinya tindak pidana korupsi dan juga mengembalikan kerugian negara yang disebabkan karena terjadinya tindak pidana korupsi. 2. Batasan Definisi Operasional a. Pengaruh adalah akibat yang timbul dari sesuatu 13 b. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Pasal 3 UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak pidana korupsi 13 Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hlm 731

adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. c. Pemberantasan Tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 1 ayat 3 UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam 13 pasal dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2002. Ketiga belas pasal tersebut digolongkan dalam 7 kelompok tindak pidana korupsi sebagai berikut : 14 1) Tindak pidana kerugian keuangan negara 2) Tindak pidana penyuapan 3) Tindak pidana penggelapan 4) Tindak pidana pemerasan 5) Tindak pidana perbuatan curang 6) Tindak pidana yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam pengadaan 7) Tindak pidana gratifikasi 14 KPK, 2006, Memahami Untuk Membasmi, Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi, hlm 20-21

Dengan demikian Pengaruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Pemberantasan Tindak pidana korupsi di Indonesia berarti akibat yang timbul dari KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia yakni mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, melakukan penindakan terhadap terjadinya tindak pidana korupsi dan juga mengembalikan kerugian negara yang disebabkan karena terjadinya tindak pidana korupsi.. 3. Keaslian Penelitian Telah ada beberapa penelitian yang meneliti mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun terdapat perbedaan mendasar antara penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian dalam penulisan hukum ini. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan, antara lain a. Kedudukan Lembaga Negara Bantu Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia: Analisis Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Lembaga Negara Bantu, penelitian yang dilakukan oleh Argama, pada tahun 2007. Penelitian ini pada intinya meneliti kedudukan lembaga negara bantu seperti KPK agar memperoleh legitimasi hukum yang lebih kuat dan lebih tegas serta dukungan yang lebih besar dari masyarakat. b. Sinergi KPK, Kepolisian, Kejaksaan Dalam Pemberantasan Tindak pidana korupsi di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Theodora Yuni Shahputri, pada tahun 2007. Penelitian ini pada intinya

meneliti hubungan kordinasi antara KPK dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan sebagai sub sistem dari Peradilan Pidana Terpadu. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis ini mengkaji pengaruh keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia 4. Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya memberikan sumbangsih pemikiran sebagai upaya peningkatan penegakan hukum dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi b. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap suatu kebenaran yaitu mengutarakan keberadaan suatu kebenaran yang belum jelas menjadi lebih jelas, lebih dapat dimengerti dan lebih masuk akal B. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mendiskripsikan pengaruh KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia. 2. Untuk mengevaluasi pengaruh KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia 3. Untuk menyarankan bagaimana seharusnya KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia. C. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Rumusan Masalah 2. Batasan Definisi Operasional 3. Keaslian Penelitian 4. Manfaat Penelitian B. Tujuan Penelitian C. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberantasan Tindak pidana korupsi 1. Landasan Teori 2. Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi dan Keberadaan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia 3. Pengaturan Tindak pidana korupsi dalam Perundang- Undangan di Indonesia 4. Tindak pidana korupsi Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 B. Komisi Pemberantasan Korupsi 1. Landasan Teori 2. Tinjauan Komisi Pemberantasan Korupsi BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Data

C. Metode Pengumpualan Data D. Metode Pengolahan Data BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) B. Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia C. Pengaruh KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran