RINGKASAN. commit to user

dokumen-dokumen yang mirip
thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

BAB III. METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional dengan

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain

BAB 1 PENDAHULUAN. tetap terjadi perubahan dalam morfologi, biokimia, dan metabolik yang disebut

III. METODE PENELITIAN. data sekaligus pada satu saat (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kelurahan Kecamatan Tanjung

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Desain cross

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB III METODE PENELITIAN. satu kali dalam kesempatan yang sama. 1. Populasi Sumber : Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar yang sama dengan telepon tetap kabel, namun dapat

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Ilmu Patologi

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan belah lintang (crosssectional)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tiga puluh dua pasien di ruang ICU dengan ventilator mekanik yang telah

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisme berupa suatu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Jl. Plamongan

BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN. Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. 1. Populasisasaran:Pasien DM tipe 2.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Ilmu Kardiologi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Gizi.

BAB III METODE PENELITIAN. dalam waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian observasional dengan

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan

BAB III METODE PENELITIAN

INTISARI. Kata kunci: kebiasaan minum jamu; antioksidan; imunomodulator; MDA ; hematologi cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Universitas Diponegoro Tembalang dan Lapangan Basket Pleburan, Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa.

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian ini adalah tahun 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Kebutuhan untuk terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III METODELOGI PENELITIAN. satu kali pada saat yang sama serta faktor risiko dan efek telah terjadi di masa

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id 47 RINGKASAN Talasemia beta adalah penyakit genetik kelainan darah, dan talasemia beta mayor menyebabkan anemia yang berat. (Rejeki et al., 2012; Rodak et al., 2012). Transfusi yang dilakukan terus menerus pada talasemia dapat menyebabkan iron overload (Longo et al., 2012). Besi dapat mengalami reaksi Fenton yang menyebabkan stres oksidatif, mengakibatkan peroksidasi lipid (Chiou et al., 2006; Rubin dan Strayer, 2012). F 2 -isoprostan adalah produk peroksidasi lipid dan digunakan sebagai marker stres oksidatif (Matayatsuk et al., 2007). Akumulasi besi dan stres oksidatif dapat terjadi pada hepar dan menimbulkan kerusakan (Srichairatanakool dan Fucharoen, 2014; Hosen et al., 2015). Enzim aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT) dan gamma-glutamyl transferase (GGT) adalah enzim yang dapat digunakan sebagai marker kerusakan hepar (Kaplan dan Pesce, 2010). Penelitian ini bertujuan dan bermanfaat untuk mengetahui korelasi antara kadar F 2 -IsoPs dan kadar marker hepar, khususnya AST, ALT dan GGT pada pasien talasemia beta mayor. Manfaat lain adalah kadar AST, ALT dan GGT serum dapat digunakan untuk menggambarkan kandungan besi hepar sehingga membantu klinisi dalam memutuskan tindakan atau terapi. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti marker stres oksidatif dan marker hepar pada pasien talasemia, namun penelitian mengenai korelasi antara kadar F 2 -IsoPs dan kadar marker hepar yaitu AST, ALT dan GGT serum pada pasien talasemia beta mayor belum pernah dilakukan. Talasemia beta mayor mengakibatkan ketergantungan terhadap transfusi darah (Rodak et al., 2012; Hosen et al., 2015). Iron overload dapat terjadi sekunder karena terapi transfusi kronik. Pada talasemia juga terjadi pelepasan besi dari hemolisis intravaskuler yang menambah iron overload (Rodak et al., 2012 Rubin dan Strayer, 2012). Akumulasi besi dapat terjadi pada hepar dan merusak organ tersebut (Hosen et al., 2015). Penggunaan terapi kelasi besi bersama antioksidan dapat membantu regulasi status antioksidan pada pasien (Rahman et al., 2012).

digilib.uns.ac.id 48 Stres oksidatif terjadi saat pembentukan ROS melebihi kemampuan tubuh untuk menetralisir dan mengeliminasi ROS (Rahman et al., 2012). Lipid dapat bereaksi dengan radikal bebas, sehingga lipid tersebut mengalami peroksidasi (Rahman et al., 2012). F 2 -isoprostan, suatu produk peroksidasi lipid, adalah kelompok yang terdiri dari 64 zat yang mempunyai struktur isomer dengan PGF 2, dengan isomer yang paling banyak digunakan dalam penelitian adalah 8-IsoPs (Montuschi et al., 2004; Comporti et al., 2008; Cayman, 2014). Pada kelompok kontrol manusia sehat, mean kadar 8-IsoPs serum adalah 33 ± 3,3 pg/ml (Basu et al., 2001). Pada kelompok pasien talasemia didapatkan mean F 2 -IsoPs plasma meningkat signifikan dibandingkan pada individu sehat (Matayatsuk et al., 2007). Kandungan besi yang berlebihan pada talasemia beta dapat berakumulasi di hepar dan menyebabkan stres oksidatif (Srichairatanakool dan Fucharoen, 2014). Stres oksidatif dapat mengganggu fungsi mitokondria sehingga pembentukan ROS pada mitokondria meningkat, dan juga menyebabkan fibrosis dan sirosis (Kawano dan Cohen, 2013; Cichoz-Lach dan Michalak, 2014). Hepatosit memiliki berbagai enzim yang dapat digunakan sebagai marker kerusakan hepar (Kaplan dan Pesce, 2010). Enzim AST ditemukan pada otot jantung, sel hepar, otot skelet, ginjal, pankreas dan eritrosit (Pagana dan Pagana, 2014). Harga rujukan kadar AST darah pada anak adalah <52 U/L (Heil et al., 2004). Enzim ALT terutama didapatkan pada hepar. Kadar yang lebih rendah didapatkan pada ginjal, jantung, dan otot skelet (Pagana dan Pagana, 2014). Harga rujukan kadar ALT darah pada anak adalah <39 U/L (Heil et al., 2004). Enzim GGT terdistribusi luas di tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi di hepar dan traktus biliaris. Peningkatan sintesis GGT dapat diinduksi stres oksidatif yang disebabkan iron overload (Lee et al., 2004; Williamson dan Snyder, 2011). Harga rujukan kadar GGT darah pada anak adalah <45 U/L (Heil et al., 2004). Enzim GGT dapat berperan dalam pembentukan ROS melalui produk reaksi yaitu cysteinylglycine (Lee et al., 2004). Pada pasien talasemia beta mayor didapatkan hasil tes fungsi hepar yang abnormal (Williamson dan Snyder, 2011). Beberapa penelitian mendapatkan asosiasi positif antara feritin dengan GGT (Lee et al., 2004).

digilib.uns.ac.id 49 Hipotesis penelitian ini adalah terdapat korelasi positif antara kadar F 2 - IsoPs dan kadar marker hepar pada pasien talasemia beta mayor. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, dilakukan di RSUD Dr Moewardi Surakarta dan di laboratorium rujukan pada bulan Mei 2016 hingga Juni 2016. Subjek dipilih secara berurutan dari populasi pasien bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr Moewardi Surakarta dengan diagnosis talasemia beta mayor. Kriteria inklusi meliputi umur 18 tahun (Kishore dan Tabor, 2010), diagnosis talasemia beta mayor oleh klinisi, riwayat transfusi berulang, menyetujui dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi meliputi riwayat penyakit hepar dan ginjal (selain akibat dari terapi talasemia), pasien infeksi, diabetes, asma, dan alergi. Pemeriksaan F 2 -IsoPs serum dengan metode EIA kompetitif (Cayman, 2014). Pemeriksaan AST, ALT dan GGT menggunakan alat automated chemistry analyzer dengan sampel serum. Pemeriksaan AST dan ALT adalah secara enzimatik dengan metode sesuai IFCC yang dimodifikasi (Bayer, 2006a; Bayer, 2006b; Bayer, 2006c). Variabel terikat adalah kadar F 2 -IsoPs, AST, ALT, dan GGT serum. Sebelum pemeriksaan dilakukan quality control internal dengan mengukur akurasi dan presisi. Presisi pemeriksaan F 2 -IsoPs dilihat dari hasil pemeriksaan sampel serum yang sama sebanyak tiga kali (within-run). Presisi pemeriksaan AST, ALT dan GGT dilihat dari hasil pemeriksaan sampel serum yang sama sebanyak lima kali (within-run) juga dengan hasil pemeriksaan bahan kontrol between-day selama 20 hari. Akurasi pemeriksaan AST, ALT dan GGT dilihat dengan membandingkan hasil dengan harga rujukan bahan kontrol. Normalitas distribusi data dinilai dengan uji Saphiro-Wilk. Analisis komparatif menggunakan uji Mann Whitney. Analisis korelatif menggunakan uji korelasi Spearman (Dahlan, 2011). Pengolahan data statistik dengan program komputer, p bermakna jika <0,05 dan interval kepercayaan 95%. Penelitian ini meminta persetujuan komisi etika penelitian kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi di Surakarta dan persetujuan pasien/orang tua pasien (informed consent).

digilib.uns.ac.id 50 Uji presisi within-run F 2 -IsoPs menunjukkan CV (%) lebih kecil dari nilai CV (%) maksimum. Nilai-nilai CV pada uji presisi within-run dan between-day AST, ALT dan GGT lebih kecil dari nilai CV (%) maksimum, menunjukkan metode pemeriksaan yang digunakan memiliki presisi yang baik. Hasil uji akurasi dari semua parameter pemeriksaan marker hepar didapatkan masuk dalam rentang kontrol, dengan range nilai bias (d%) antara -14,60 sampai dengan 3,33. Karakteristik subjek penelitian didapatkan 40 subjek sesuai kriteria inklusi dan eksklusi dengan mean ± SD umur 12 ± 3,5 tahun, terdiri dari 17 laki-laki (42,5%) dan 23 perempuan (57,5%). Hasil pengukuran variabel didapatkan mean ± SD kadar F 2 -IsoPs serum 20,70 ± 19,04 pg/ml, AST 42,33 ± 29,24 U/L, ALT 34,10 ± 38,10 U/L, dan GGT 31,95 ± 27,14 U/L. Mean kadar F 2 -IsoPs, AST, ALT dan GGT serum masuk dalam rentang harga rujukan. Namun, rentang harga rujukan kadar F 2 -IsoPs serum yang digunakan didapat dari pengukuran pada kelompok usia dewasa. Uji Shapiro-Wilk mendapatkan distribusi data F 2 -IsoPs, AST, ALT dan GGT tidak normal (p=0,000, p=0,000, p=0,000 dan p=0,000, berurutan). Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar F 2 -IsoPs serum dengan kadar AST dan ALT serum (r=0,199, p=0,219; r=0,178, p=0,273; berurutan). Hal ini dapat disebabkan karena subjek mendapat terapi kelasi besi, vitamin C dan vitamin E per oral (Pudjiaji et al., 2009). Peningkatan kadar enzim aminotransferase serum hanya didapat pada kandungan besi hepar yang melebihi 300 mikromol per gram ( M/g) untuk AST dan melebihi 400 M/g untuk ALT (Jensen et al., 2003). Pemberian terapi kelasi besi dapat mengurangi kandungan besi di hepar sehingga mencegah kerusakan hepatoseluler. Vitamin C dan vitamin E adalah antioksidan yang dapat meringankan stres oksidatif (Srichairatanakool dan Fucharoen, 2014). Terdapat korelasi positif yang bermakna dengan kekuatan korelasi lemah antara kadar F 2 -IsoPs serum dengan kadar GGT serum (r=0,329, p=0,038). Peningkatan kadar GGT dapat sebagai marker kerusakan hepatoseluler dan juga respon terhadap stres oksidatif, dengan peningkatan sintesis GGT yang berperan dalam pembentukan GSH sebagai antioksidan yang ditemukan di seluruh tubuh

digilib.uns.ac.id 51 (Ortega et al., 2006; Gohel dan Chacko, 2013). Peningkatan kadar GGT tidak hanya dapat mencerminkan adanya stres oksidatif pada hepar, tapi juga stres oksidatif sistemik, dan juga inflamasi kronis (Ortega et al., 2006). Kekuatan korelasi yang lemah dapat disebabkan pemberian terapi kelasi besi dan antioksidan sehingga mengurangi kerusakan hepatoseluler dan kebutuhan GSH. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak mengukur kadar F 2 -IsoPs serum pada kelompok normal usia pediatri dan merupakan penelitian lokal. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengevaluasi hubungan kadar F 2 -IsoPs, AST, ALT dan GGT serum dengan kandungan besi hepar pada pasien talasemia beta mayor. Simpulan penelitian ini adalah tidak didapatkan korelasi bermakna antara kadar F 2 -IsoPs serum dengan kadar AST dan ALT serum. Didapatkan korelasi positif yang bermakna dengan kekuatan korelasi lemah antara kadar F 2 -IsoPs serum dengan kadar GGT serum. Sehingga, kadar GGT serum dapat untuk menilai stres oksidatif pada hepar akibat iron overload transfusional pada pasien talasemia beta mayor. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengukur kadar F 2 -IsoPs serum pada kelompok normal usia pediatri dan penelitian multicenter lanjutan.