II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

Bab IV Hasil dan Diskusi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. kita sendiri (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

1 Muhibbin Syah., Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

MODUL IV KESETIMBANGAN KELARUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori kognitif adalah teori yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. konstruktivis (constructivist theorist of learning). Konstruktivisme merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Ehrenberg (dalam Pakaya, 2008: 3) bahwa konsep merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis dan jenjang pendidikan. Belajar menjadi suatu kebutuhan bagi setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Paham konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah

BAB 8. Jika Anda memasukkan satu sendok gula ke dalam segelas air, kemudian Anda. Kelarutan Garam Sukar Larut. Kata Kunci.

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang

Bab 4 KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran, misalnya guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, namun siswa sendiri yang memanjat anak tangga tersebut. Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) menyatakan bahwa: Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep yang dihafal siswa, tetapi siswa harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa harus berlatih memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu mengkonstruksinya (Sardiman, 2004).

11 Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Hal ini sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain. Melalui suka dan tidak suka inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar; (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan (6) guru adalah fasilitator. B. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Model pembelajaran merupakan suatu pola yang dipilih oleh guru dalam membelajarkan siswa. Menurut Sukamto dalam Trianto (2007), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan langkah-langkah yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

12 tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan proses pembelajaran. Kardi dan Nur dalam Trianto (2007) mengemukakan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berkut: 1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai. Trianto (2007) menyatakan ada beberapa model pembelajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam pembelajaran, yaitu: pembelajaran berbasis inkuiri, active learning, quantum learning, pembelajaran kooperatif, dan pengajaran berdasarkan masalah. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk menemukan dan memecahkan masalah menggunakan data dan informasi yang akurat, sehingga ditemukan jawabannya. Pada proses pembelajaran, pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif mencari, mempelajari data dan informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori atau kesimpulan (Hamalik, 2008). Pemecahan masalah bukan sekedar penerapan aturan-aturan yang telah diketahui sebelumnya tetapi lebih jauh dari itu pemecahan masalah merupakan proses

13 berpikir pada diri siswa untuk mencari solusi dari permasalahan dengan mengkombinasikan aturan-aturan yang sudah dipelajari, mencoba hipotesis dan bila berhasil ia telah mempelajari sesuatu yang baru (Nasution, 1987). Albrecht dalam Nasution (1999) mengemukakan bahwa terdapat enam langkah dalam proses pemecahan masalah yang dapat digolongkan dalam dua fase yaitu fese divergen dan fase konvergen. Adapun langkah-langkah dari kedua fase tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fase Divergen a. Menemukan masalah. b. Merumuskan masalah. c. Mencari alternatif cara pemecahan masalah. 2. Fase Konvergen a. Mengambil keputusan (memilih di antara berbagai alternatif) b. Mengambil tindakan. c. Mengevaluasi hasil (menentukan apakah berhasil atau mengalami kegagalan). Untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah, seorang guru perlu memilih bahan pelajaran yang mengandung permasalahan yang dapat dipecahkan. Sumber permasalahan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya fenomena alam, buku teks, koran, dan sebagainya. Beberapa kriteria pemilihan bahan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah sebagi berikut: a) Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu konflik yang berasal dari berita, rekaman video, dan lain-lain. b) Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga siswa dapat mengikutinya dengan baik. c) Bahan yang dipilih adalah bahan yang berhubungan dengan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya. d) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai dengan kurikulum. e) Bahan yang dipilih adalah bahan yang sesuai dengan minat siswa, sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya (Sanjaya, 2008).

14 Pemecahan masalah dapat dilakukan apabila siswa menyadari bahwa dirinya sedang menghadapi masalah dan harus dipecahkan baik sendiri maupun secara kelompok. Agar pemecahan masalah yang dilakukan siswa mengikuti langkahlangkah pemecahan masalah yang dikemukakan Albrecht sehingga masalah dapat terpecahkan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai maka digunakan Lembar Kerja Siswa sebagai media pembelajaran. C. Keterampilan Proses Sains Kecepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang menyalurkan semua fakta, konsep dan prinsip tentang ilmu pengetahuan. Setiap siswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan tersebut melalui berbagai media, namun mereka tidak dapat memahami semua ilmu pengetahuan itu dengan baik tanpa adanya proses pembelajaran di sekolah. Untuk mengatasi hal ini maka tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi dirinya sendiri. Untuk itu perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep, dan prinsip pada diri siswa. "Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (Indrawati, 1999).

15 Hartono (2007) mengemukakan bahwa: Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan Keterampilan Proses Sains (KPS). Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pendekatan KPS, siswa terlibat secara fisik dan mental-intelektual dalam proses pembelajaran. Hal ini tentunya melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual/kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga dapat mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Funk dalam Dimyati dan Mujiono (2006), ada beberapa manfaat penerapan pendekatan KPS dalam proses pembelajaran yakni sebagai berikut: 1. Siswa memperoleh pengertian yang tepat tentang hakikat pengetahuan. 2. Siswa memperoleh kesempatan bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. 3. Siswa memperoleh kesempatan belajar proses memperoleh dan memproduk ilmu pengetahuan. Funk dalam Dimyati dan Mudjiono (2006) membagi keterampilan proses menjadi dua kelompok besar yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar (basic skill) terdiri dari enam keterampilan, yakni: mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, mengkomunikasikan dan

16 menyimpulkan. Keterampilan ini menjadi landasan untuk keterampilan terintegrasi yang lebih kompleks. Keterampilan terintegrasi (integrated skill) pada hakikatnya merupakan keterampilan untuk melakukan penelitian. Keterampilan tersebut terdiri dari sepuluh keterampilan, yakni: mengidentifikasi variabel, membuat tabel data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen. Adapun penjabaran dari masing-masing kelompok keterampilan itu adalah sebagai berikut: 1. Keterampilan dasar (basic skill) a. Keterampilan mengamati Manusia mengamati objek-objek dan fenomena dengan pancaindra. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menjawab suatu permasalahan yang pada akhirnya menjadi temuan baru. b. Keterampilan mengelompokkan Mengelompokkan merupakan keterampilan proses untuk memilih berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya. c. Keterampilan memprediksi Memprediksi dapat diartikan sebagai membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

17 d. Keterampilan mengukur Mengukur merupakan kegiatan membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Keterampilan mengkomunikasikan Keterampilan mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai kemampuan menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, prinsip ilmu pengetahuan secara lisan maupun tulisan. f. Keterampilan menyimpulkan Keterampilan menyimpulkan adalah suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui. 2. Keterampilan terintegrasi (integrated skill) a. Keterampilan mengenali variabel Variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai atau segala sesuatu yang dapat berubah/berganti dalam satu situasi. b. Keterampilan membuat tabel data Tabel data berfungsi untuk menyajikan data yang diperlukan dalam penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan adalah membuat tabel frekuensi, melidi data dan membuat tabel silang. c. Keterampilan membuat grafik Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi selalu berada pada sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis sepanjang sumbu vertikal.

18 d. Keterampilan menggambarkan hubungan antar variabel Keterampilan menggambarkan hubungan antar variabel merupakan keterampilan mendeskripsikan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. e. Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah kemampuan mencari informasi/data dari berbagai sumber dengan cara lisan, tertulis, atau pengamatan dan mengkajinya lebih lanjut secara kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar pengujian hipotesis atau penyimpulan. f. Keterampilan menganalisis penelitian Keterampilan menganalisis penelitian adalah kemampuan menelaah laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan terhadap unsurunsur penelitian. g. Keterampilan menyusun hipotesis Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan dugaan yang dianggap benar mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam satu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul. h. Keterampilan mendefinisikan variabel Keterampilan mendefinisikan variabel dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan variabel beserta segala atributnya sehingga tidak menimbulkan makna ganda.

19 i. Keterampilan merancang penelitian Merancang penelitian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan direspon dalam penelitian, kemungkinan dikontrolnya variabel hipotesis yang diuji dan cara mengujinya, serta hasil yang diharapkan dari penelitian yang akan dilaksanakan. j. Keterampilan bereksperimen Keterampilan bereksperimen adalah keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan. D. Keterampilan Mengkomunikasikan Keterampilan mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai keterampilan menyampaikan atau menerima gagasan atau ide baik secara lisan maupun tertulis dari seseorang kepada orang lain. Informasi yang diperoleh dari sumber tulisan dapat dirubah ke dalam bentuk grafik atau tabel. Indikator keterampilan mengkomunikasikan antara lain menyusun dan menyampaiakan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil pengamatan/percobaan, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau peristiwa, menggambarkan data dalam bentuk grafik, tabel, atau diagram dan sebagainya serta membaca tabel dan grafik (Indriwati, 1999). Keterampilan membuat tabel didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyajikan data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel. Keterampilan membaca tabel diartikan sebagai keterampilan memahami data yang terdapat pada tabel. Keterampilan membuat grafik adalah keterampilan menyajikan data yang diperoleh ke

20 dalam bentuk grafik. Keterampilan membaca grafik diartikan sebagai kemampuan untuk memahami data yang terdapat dalam grafik (Indriwati, 1999). E. Penguasaan Konsep Konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadiankejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya (Dahar, 1998). Penguasaan konsep merupakan suatu kemampuan yang didapat dari kegiatan belajar yang merupakan kegiatan kompleks. Setelah proses belajar dilakukan maka keberhasilan proses itu akan dapat dilihat dalam suatu tes penguasaan konsep. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006). Setelah belajar sesorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Hasil dari rangkaian kegiatan kompleks adalah kapabilitas. Timbulnya kapabilitas tersebut dari : (1) Stimulasi yang berasal dari lingkungan. (2) Proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Penguasaan konsep dasar dengan baik akan membantu dalam pembentukan konsep-konsep yang lebih kompleks untuk menemukan suatu prinsip. Dengan memiliki penguasaan konsep, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pikiran dalam memecahkan suatu permasalahan tertentu. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sagala (2007)

21 Penguasaan konsep adalah buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip hukum dari suatu teori, konsep tersebut diperoleh dari fakta, peristiwa, dan pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. F. Lembar Kerja Siswa Media pembelajaran adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Melalui penggunaan media pembelajaran akan memudahkan bagi guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah Lembar Kerja Siswa. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran (Sriyono, 1992). Menurut Sudjana dalam Djamarah dan Zain (2006), fungsi LKS adalah: a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. b) Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa. c) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran. e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa. f) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama karena siswa dituntun untuk mengemukakan pendapat dan menganalisis pertanyaan dalam LKS sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.

22 Manfaat dan tujuan LKS, menurut Prianto dan Harnoko (1997): 1. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. 2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep. 3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar. 4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran. 5. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. 6. Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar. 7. Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. G. Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelarutan suatu zat dalam air adalah konsentrasi maksimum zat dalam air saat tercapai keadaan tepat jenuh. Larutan dikatakan jenuh jika pelarut sukar melarutkan zat terlarut. Kelarutan setiap zat dalam pelarut air sangat bervariasi. Ada zat yang mudah larut dan ada juga yang sukar larut. Beberapa garam dan basa memiliki kelarutan sangat kecil dalam air sehingga disebut garam dan basa sukar larut. Namun kelarutan tersebut dapat lebih besar jika suhu pelarut dinaikkan. Dalam larutan lewat jenuh suatu garam sukar larut mengalami kesetimbangan antara ion-ion dalam larutan dengan endapan garam sukar larut yang terbentuk. Oleh karena garam tersebut merupakan garam sukar larut, maka terjadi kesetimbangan khusus untuk garam sukar larut yaitu Ksp (Purba, 2005). Jumlah zat terlarut dapat dihitung dari harga Ksp dan sebaliknya. Harga Ksp dapat ditentukan jika harga kelarutan zat diketahui. Jika harga kelarutan dimisalkan dengan s, maka Ksp suatu senyawa KxAy dapat dirumuskan sebagai berikut: y x K x A y (s) xk ( aq) ya ( aq) s xs ys

23 y x x KspKxAy = y K A = [xs] x [ys] y = = x x x x s x y y y s y s x y y Untuk menghitung kelarutan ( s ) suatu senyawa KxAy dari data nilai Ksp KxAy dapat menggunakan rumus : s x y K sp x y x y Dalam jumlah massa yang sama dari suatu garam dan basa sukar larut dan volume pelarut yang sama, kelarutan suatu garam dan basa sukar larut dapat berubah-ubah sesuai pelarut yang digunakan untuk melarutkannya. Bila garam atau basa dilarutkan dalam pelarut yang mengandung ion senama, maka kelarutan garam atau basa menjadi lebih kecil dibandingkan kelarutannya dalam air. Misalnya CaCO3, kelarutan garam ini dalam pelarut air sangat kecil yaitu 0,69 x 10-4 mol/l. Kelarutan garam CaCO3 menjadi semakin kecil jika garam tersebut dilarutkan dalam larutan Ca(OH)2. Keberadaan ion Ca 2+ dari larutan Ca(OH)2 menyebabkan meningkatnya konsentrasi ion Ca 2+ dalam reaksi kesetimbangan antara ion-ion dari CaCO3 dengan endapan CaCO3. CaCO3 (s) Ca 2+ (aq) + CO3 2- (aq) Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran reaksi kesetimbangan, maka peningkatan konsentrasi ion Ca 2+ menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri yaitu semakin terbentuk endapan CaCO3. Dengan demikian ion senama menyebabkan kelarutan garam dan basa sukar larut menjadi semakin kecil.

24 Jika suatu basa sukar larut, misalnya Ba(OH)2 dilarutkan dalam pelarut yang ph < 7 maka kelarutannya lebih besar bila dibandingkan kelarutannya dalam air (ph=7). Ini terjadi karena dalam pelarut yang ph-nya < 7 banyak terdapat ion H +, ion ini mengikat ion OH - dari Ba(OH)2 membentuk H2O, sehingga jumlah ion OH - berkurang dan kesetimbangan bergeser ke kanan. Hal ini menyebabkan basa Ba(OH)2 banyak yang larut. Ba(OH)2 (s) Ba 2+ (aq) + 2OH - (aq) Jika basa tersebut dilarutkan dalam larutan yang ph-nya >7, maka kelarutannya menjadi lebih kecil dari pada kelarutannya dalam air (ph = 7). Hal ini terjadi karena dalam pelarut yang ph-nya > 7 terdapat banyak ion OH -. Ion ini menambah jumlah ion OH - dari basa Ba(OH)2 sehingga kesetimbangan bergeser ke kiri yaitu semakin banyak endapan Ba(OH)2. Ini menunjukan basa Ba(OH)2 semakin sukar larut dalam pelarut yang memiliki ph > 7. Ba(OH)2 (s) Ba 2+ (aq) + 2OH - (aq) Reaksi pengendapan merupakan reaksi antara dua larutan yang dicampurkan dan menghasilkan endapan. Endapan akan terbentuk jika nilai Qc > Ksp, namun jika nilai Qc < Ksp maka pencampuran dua larutan belum menghasilkan endapan. Ketika Qc = Ksp, merupakan keadaan yang menunjukan larutan tepat jenuh dengan ion-ion dari kedua larutan yang dicampurkan (Johari dan Rachmawati, 2006).