IDENTIFIKASI DRUG RELATED

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

Definisi Diabetes Melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

EVALUASI PEMILIHAN OBAT ANTIDIABETES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolisme gula akibat kurangnya sekresi hormon insulin sehingga terjadi

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Hidayat, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

DIABETES MELITUS. Bila nialai hasil pemeriksaan laboratorium lebih tinggi dari angka normal,maka ia dapat dinyatakan menderita DM.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

Transkripsi:

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMs KATEGORI OBAT SALAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: MITA CATUR PUJIYANTI K 100 040 207 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat pasien menjalani suatu pengobatan beberapa memperoleh hasil yang tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga mengakibatkan biaya pengobatan semakin mahal hingga berujung pada kematian. Penyimpangan-penyimpangan dalam terapi tersebut disebut sebagai Drug Related Problems (DRPs) (Ernest, 2001). Mortalitas dan mordibitas yang diakibatkan oleh obat adalah masalah yang penting dan tidak diragukan lagi membutuhkan perhatian yang mendesak. Data dari program riset Boston Colloborate Surveilance Program (BCDSP) ditemukan bahwa diantara 26.462 pasien perawatan medis, 24 atau 0,9% per 1000 dianggap telah meningggal akibat obat atau kelompok obat. Penyeban paling utama dari keadaan tersebut adalah 21,6% penyakit jantung iskemik 9,9% kasus keracunan akut dan yang paling menarik adalah masalah DRPs sebanyak 8,8% (Cipolle et al, 1998). Data dari Minnesota Pharmaceutical Care Project tercatat 17% dari DRPs teridentifikasi olaeh komunitas farmasi melibatkan pasien yang menerima obat salah (Cipolle et al., 1998). Riset dari A Referral Based Pharmacist Conducted Management Program pada 1 juli 2001 sampai 29 maret 2002, dari 80 pasien terdapat 271 kasus DRPs. Kategori obat salah 1

menempati urutan kedua, yaitu sebanyak 18% setelah kategori membutuhkan obat tetapi tidak menerimanya sebanyak 20% (Triller et al., 2003). Untuk dapat lebih terarah dalam menentukan pilihan mengenai penelitian yang perlu dikerjakan, perlu diketahui faktor resiko yang paling besar asosiasinya dengan timbulnya Diabetes Mellitus (DM), salah satu faktornya adalah umur (Soegondo, 2005). Timbulnya penyakit yang menetap seperti diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia. Mengingat sebagian besar pasien diabetes adalah kelompok DM tipe II (lebih dari 90%) (Suyono, 2005). Penatalaksanaan diabetes melitus dengan terapi obat dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat, dan aktivitas untuk meminimalkannya merupakan bagian dari proses pelayanan kefarmasian (Anonim, 2005). Penelitian ini disusun dengan mengambil subjek DM tipe II dan diambil dari kalangan geriatri karena pada umumnya orang lanjut usia mengalami berbagai kemunduran dalam sistem fisiologisnya, sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi pada orang berusia 65 tahun. Umur secara kronologis hanya merupakan suatu determinan dari perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi obat secara tepat pada orang lanjut usia. Terjadi perubahan penting pada respon terhadap beberapa obat yang terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung, 2004). Di negara-negara Barat ditemukan pada 1 dari 8 berusia di atas 65 tahun, dan 1 dan 4 orang berusia di atas 85 tahun. Di Singapura ditemukan

DM pada 23,7% penduduk berusia di atas 65 tahun. Sedangkan prevalensi DM pada lansia di Indonesia adalah 15,9 32,73% ini adalah angka di rumah sakit di berbagai pusat pendidikan di Indonesia. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan umur usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk menegakkan diagnosis DM pada orang dewasa non usia lanjut (Ikram, 1999). Penelitian tentang DM di Surakarta mengambil subjek pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta karena menurut data sebagian rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, DM menduduki peringkat ke 3 dari 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap selama tahun 2007. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui persentase kejadian DRPs kategori obat salah pada resep pasien Diabetes Melitus tipe II geriatri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi dan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan baik oleh dokter maupun farmasis dan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian baik oleh dokter maupun farmasis. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu, Apakah terjadi DRPs kategori obat salah pada pasien DM tipe II geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2007.

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya DRPs kategori obat salah pada pasien DM tipe II geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2007. D. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus a. Pengertian DM merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Nama lengkapnya adalah diabetes melitus, berasal dari kata Yunani yakni shipon (pipa) dan gula yang menggambarkan gejala diabetes tak terkontrol, yakni keluarnya sejumlah urin manis karena mengandung gula. DM adalah perubahan menetap dalam sistem kimiawi tubuh yang mengandung terlalu banyak gula. Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin (Bilous, 2003). Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,5 s/d 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Suyono, 2005). Kasus DM yang terbanyak dijumpai adalah DM tipe II, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Kasus DM tipe 1 yang mempunyai latar belakang kelainan berupa kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun tidak begitu banyak ditemukan di Indonesia (Waspadji, 2005).

Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat (Anonim, 2005). b. Diagnosis DM biasanya didiagnosis dari contoh urin atau darah dari pasien yang menunjukan gejalanya seperti: haus, dehidrasi, urin dalam jumlah banyak, infeksi saluran kemih atau sariawan, penurunan berat badan, badan lelah dan lemas, penglihatan kabur akibat dehidrasi pada lensa mata (Bilous, 2003). Kemunduran toleransi glukosa bertambah sesuai dengan lanjutnya usia, jadi pada DM usia lanjut batas glukosa darah lebih tinggi dari pada dewasa non lanjut usia untuk menegakkan diagnosis DM. Walaupun demikian disepakati kriteria diagnosis DM WHO 1985 yang berlaku untuk semua tingkat usia (Ikram,dkk 1999) Tabel 1. Kriteria penegakan diagnosis (Anonim, 2005)

c. Klasifikasi 1) DM tipe 1 DM ini yang tergantung oleh insulin. Umumnya dimulai terjadi pada usia muda yang sangat memerlukan suntikan insulin secara teratur agar penderita tetap sehat (Billous, 2003). DM ini ditandai oleh defisiensi mutlak insulin, onset gejala yang berat timbul secara mendadak, cenderung menjadi ketosis dan untuk menopang kehidupan tergantung pada insulin dari luar oleh karena itu disebut juga DM tergantung insulin (DMTI) (Anonim a, 2000). 2) DM tipe II DM yang tidak tergantung insulin, dan berkaitan dengan usia. Umumnya penderita berusia menengah atau geriatri dan dapat dikontrol dengan tablet atau diet (Billous, 2003). DM ini disebut juga diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI). DMTTI cenderung bersifat familial, dan prevalensi yang sangat tinggi tercatat pada masyarakat yang telah merubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Anonim a, 2000).

Tabel 2. Perbandingan Perbedaan DM tipe I dan II Mula muncul Keadaan klinis saat diagnosis DM Tipe I Umumnya masa kanakkanak dan remaja, walaupun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun Berat DM Tipe II Pada usia tua, umumnya > 40 tahun Ringan Kadar insulin darah Rendah, tak ada Cukup tinggi, normal Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau normal Pengelolaan yang Terapi insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, hipoglikemik oral disarankan (Anonim, 2005). 3) DM Gestasional (Kehamilan) Diabetes gestasional adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung. Defisiensi ini juga mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap DM tetapi belum terdeteksi dan baru diketahui setelah saat terjadi kehamilan (Anonim, 2002). Diabetes kehamilan terbatas pada wanita hamil yang onset/pengenalan intoleransi glukosa pertama terjadi selama kehamilan. DM kehamilan paling sering merupakan jenis non insulin dependen, namun bisa juga insulin dependen. DM kehamilan bisa pula dideteksi pertama kali kehamilan (Anonim a, 2000). 4) Pra Diabetes Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal

tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe II. Penderita pradiabetes diperkirakan cukup banyak, di Amerika diperkirakan ada sekitar 41 juta orang yang tergolong pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes (perkiraan untuk tahun 2000). Di Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan, namun diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari pada penderita diabetes. Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe II dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes Ada dua tipe kondisi pradiabetes, yaitu: Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl), atau Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara 140-199 mg/dl (Anonim, 2005).

d. Komplikasi 1) Akut (Anonim, 2002) Komplikasi DM terjadi apabila kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu singkat. Komplikasi akut DM ini umumnya penderita mengalami hal-hal sebagai berikut: a) Hipoglikemia adalah suatu kelainan yang ditandai oleh gejala stimulasi sistem syaraf pusat simpatik yang dicetuskan oleh glukosa plasma yang rendah secara abnormal. b) Ketoasidosis diabetika terjadi akibat modulasi metabolisme glukosa dan lipid oleh insulin. c) Koma hiperosmoral non ketotik (KHNK) adalah suatu keadaan yang ditandai oleh gangguan kesadaran disertai oleh kejang, dehidrasi parah, dan hiperglikemia, ekstrim yang tidak disertai oleh ketoasidosis. 2) Kronis (Anonim, 2002) Komplikasi kronis DM telah cenderung mengakibatkan penderita mengalami hal-hal berikut: a) Lebih mudah mengalami trombosit otak (pembekuan darah di bagian otak). b) Lebih mudah mengalami PJK (penyakit jantung koroner). c) Lebih mudah mengalami kebutaan. d) Lebih mudah mengalami infeksi misalnya tuberculosis paru dan infeksi saluran kemih.

e. Obat-obat Antidiabetes Algoritma terapi DM tipe II Algoritma pengobatan DM tipe II yang belum mendapat terapi Algoritma upaya mempertahankan target terapi pada DM tipe II (Anonim b, 2006)

1) Insulin Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau-pulau langerhans kelenjar pankreas (Soegondo, 2005). Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikkan dan merupakan suatu produksi farmasi (Soegondo, 2005). 2) Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Apabila pengendalian diabetes tak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Obat hipoglikemia oral hanya menurunkan kadar glukosa darah. Obat hipoglikemi oral tidak boleh sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 4 golongan: a) Golongan sulfonilurea Golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi. Kelebihan dari golongan sulfonilurea adalah tidak manaikkan berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah hipoglikemia (Anonim b, 2000) b) Golongan biguanide Golongan ini bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa jaringan. Jadi obat ini hanya efektif jika terdapat insulin endogen. Karena kerjanya dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Metaformin satusatunya golongan biguanid yang tersedia (Anonim b, 2000).

c) Golongan penghambat alfa glukosidase Akarbose bekerja menghambat alphaglukosidase sehingga memperlambat dan manghambat penyerapan kaborhidrat (Anonim b, 2000). d) Thiazolidinedione Jenis obat baru ini meningkatkan kepekaan terhadap insulin, hingga memungkinkan hormon ini menurunkan gula darah secara lebih efektif. Obat ini tidak merangsang pelepasan insulin, maka hipoglikemia dan kegemukan tidak jadi masalah (Billous, 2003). 2. Drug Related Problems Drug Related Problems merupakan kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat atau diduga akibat terapi dari obat sehingga kenyataan atau potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Strand, 1992). Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi komponen berikut : a. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis, penyakit, ketidakmampuan (disability), atau sindrom dapat merupakan efek dan kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi. b. Ada hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif. Drug Related Problems (DPRs) terdiri dari aktual DPRs dan potensial DPRs. Aktual DPRs adalah problem yang sedang terjadi berkaitan dengan obat yang sedang diberikan pada penderita. Sedangkan potensial DPRs adalah

problem yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang digunakan oleh penderita (Soerjono, 2004). Farmasis kaitannya dengan pharmaceutical care harus memastikan bahwa pasien mendapat terapi obat yang tepat, efektif dan aman. Hal ini melibatkan 3 fungsi umum yaitu: 1) Identifikasi DRPs yang aktual terjadi potensial. 2) Mengatasi DRPs yang terjadi. 3) Mencegah terjadinya DRPs yang potensial (Rovers, 2003). Jenis-jenis Drug Related Problems yang sering ditemukan diantaranya adalah (Strand, 1998): a) Terapi obat tambahan b) Terapi obat yang tidak perlu c) Salah obat d) Dosis terlalu rendah e) Reaksi obat yang merugikan f) Dosis terlalu tinggi g) Kepatuhan

Tabel 3. Kasus dari Drug Related Problems (DRPs) DRPs Terapi obat yang tidak perlu Penyebab Penggunaan obat tanpa indikasi Penggunaan obat adiktif Duplikasi terapi Pengatasan adverse drug reactions/efek samping obat Obat salah Pasien menerima obat tapi tidak aman Adanya kontraindikasi Pasien alergi Kombinasi obat satu golongan Pasien dimana obatnya tidak efektif Reaksi obat yang merugikan Obat yang tidak aman untuk pasien Reaksi alergi Pemberian obat yang tidak tepat Interaksi obat Peningkatan atau penurunan dosis yang terlalu cepat Efek yang tidak diharapkan Dosis terlalu rendah Dosis obat salah Frekuensi pemberian tidak tepat Durasi pemberian obat tidak tepat Penyimpanan obat yang tidak tepat Pemberian obat tidak tepat Interaksi obat Kepatuhan Produk obat tidak tersedia Tidak bisa mendapatkan produk obatnya Tidak ada cara pemberian Tidak ada cara pemberian Tidak paham instruksi Pasien lebih suka tidak meminum obat Dosis terlalu tinggi Dosis obat salah Frekuensi pemberian tidak tepat Durasi pemberian obat tidak tepat Interaksi obat Pasien lebih suka tidak meminum obat membutuhkan terapi tambahan Ada indikasi tapi tidak terapi Terapi yang sinergis Terapi profilaksis (Rovers, 2003).

3. Rumah Sakit Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan, kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap (Muninjaya, 2004). Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda maka kegiatan yang dilaksanakan oleh sebuah rumah sakit berbeda pula. Namun demikian kegiatan pokok rumah sakit adalah sebagai berikut: a. Pencegahan penyakit yang menular. b. Pengumpulan dan analisa data epidermiologis wilayah kabupaten atau kota. c. Perencanaan sektor kesehatan untuk wilayah kabupaten atau kota. d. Pengaturan dan perizinan. e. Kesehatan lingkungan. f. Kesehatan kerja dan kesehatan industri. g. Kesehatan ibu dan anak. h. Keluarga berencana. i. Kesehatan gizi. j. Imunisasi (Soejitno, 2002).

Peranan rumah sakit dalam sistem pelayanan kesehatan selain membantu Dinas Kesehatan kabupaten atau kota dalam kegiatan dan masalah kesehatan masyarakat yang merupakan prioritas di wilayahnya. Rumah sakit secara khusus bertanggung jawab terhadap manajemen pelayanan medik pada seluruh jaringan rujukan di wilayah kabupaten/ kota. Fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan medik spesialitik atau medik sekunder dan pelayan sub spesialistik atau medik tersier. Oleh karena itu, produk utama (core product) rumah sakit adalah pelayanan medik (Soejitno, 2002). RSUD Dr. Moewardi. RSUD Dr. Moewardi adalah rumah sakit milik pemerintah propinsi jawa tengah yang terletak di Kota Surakarta dan merupakan rumah sakit tipe A (pendidikan) oleh karena RSDM menjadi rumah sakit pendidikan bagi calon dokter dan dokter spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, disamping itu RSDM sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karesidenan Surakarta dan sekitarnya, juga Jawa Timur bagian Barat dan Jawa Tengah Bagian Timur (Anonim, 2008) 4. Rekam Medik Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosa, segala pelayanan, dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan maupun yang mendapat perawatan gawat darurat (Sabarguna, 2003).

Kegunaan rekam medik adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi 2. Merencanakan 3. Bukti tertulis 4. Data yang berguna 5. Data di dalam perhitungan 6. Kepentingan hukum 7. Dokumentasi (Sabarguna, 2003).