BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks penelitian. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN SOFTBALL

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pembelajaran harus terus menerus dilakukan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan menfasilitasi kegiatan belajar mereka.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. sifat yang berbeda. Mereka yang ekstrim adalah yang sangat rendah emosinya.

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG

Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pelajar SMP dan SMA dalam ilmu psikologi perkembangan disebut. laku remaja sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

maupun kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN. 1. Pembinaan pencak silat yang berorientasi olahraga kompetitif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, di antaranya: pendidikan dan pelatihan guru, pengadaan sarana dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan. Restu dan Yusri (2013) mengungkapkan bahwa mitos yang sering

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI TARI KREASI DI TAMAN KANAK-KANAK MELATI KABUPATEN SOLOK SELATAN

2015 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKULIKULER BULUTANGKIS DAN KARATE DALAM PEMBELAJARAN PENJAS

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan pada Pasal 3, disebutkan bahwa:

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, maka mereka memiliki fondasi

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter bangsa dari suatu negara. Pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. agar manusia tidak terjerumus dalam kehidupan yang negatif. Pendidikan

YUSRA FAUZA, 2015 PENGARUH KIDS ATHLETICS TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK KASAR SISWA SEKOLAH DASAR

I. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani dan kesehatan secara umum bertujuan membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

2015 PENGARUH MODEL DIRECT INSTRUCTION DAN INQUIRY TERHADAP HASIL BELAJAR DALAM PERMAINAN SOFTBALL

2016 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PERMAINAN EFTOKTON TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BULUTANGKIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan seseorang sebagai. dan pembentukan watak. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam (Haryanto 2012) disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilaksanakan di lingkungan persekolahan formal seperti di SD, SMP, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. lawan dan berusaha memasukan bola ke dalam jaring atau gawang lawan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada kalangan pelajar saat ini yang mengakibatkan citra dari sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani dan kesehatan pada hakikatnya adalah proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih nikmat, lebih cepat, dan lebih lancar karenanya. Dengan kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gerakan sesuai dengan usia dan pertumbuhan. Ciri utama makhluk hidup adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mohammad Zepi Prakesa, 2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tiap tahun fenomena tawuran antarpelajar di Indonesia masih sering terjadi dan terus bertambah. Menurut Munthe (2013) pada tahun 2013, kasus tawuran meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2012. Hal ini diperkuat dengan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), bahwa sepanjang 2013 terjadi sebanyak 255 kasus tawuran, jumlah tersebut jauh lebih tinggi ketimbang kasus tawuran pelajar pada 2012, yakni 147 kasus. Kasus tawuran antarpelajar tersebut kadang tidak hanya menyebabkan kerugian materi, tetapi bahkan bisa merenggut korban jiwa. Pada sebuah berita menyebutkan sehari setelah pemakaman korban tawuran antara SMA 70 dan SMA 6 Jakarta dilakukan, terjadi kembali tawuran dan menelan korban jiwa kembali (Nitibaskara, 2012). Hal ini menandakan para pelajar seakan tidak takut akan dampak dari tawuran tersebu, serta dan memberikan efek jera. Pada akhir tahun 2013 kasus tawuran terjadi di Sukabumi. Pada kasus kali ini menelan korban jiwa siswa yang tidak terlibat tawuran. Pada saat tawuran terjadi korban adalah siswa yang berada dilokasi kejadian, karena merasa takut lalu berlari untuk menyelamatkan dirinya (Winarno, 2013). Kasus yang terjadi di Sukabumi ini dialami oleh 4 orang siswa yang bermaksud menghindari tawuran dengan cara melompat ke sungai, akan tetapi mereka malah tewas terseret arus yang saat itu sedang besar. Potensi tawuran antarpelajar ini rawan terjadi di kota-kota besar, termasuk Bandung. Mantan walikota Bandung Dada Rosada, mengkhawatirkan potensi kasus tawuran tersebut akan terjadi di kota Bandung, setelah pernah terjadi konflik, kasus bentrokan antarpelajar SMA

2 (Yulianti, 2012). Kekhawatiran yang serupa pun dirasakan oleh Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, Jawa Barat, Ajun Komisaris Besar Dadang Hartanto yang merasa khawatir jika kasus tawuran antar-pelajar yang merenggut korban jiwa di Jakarta beberapa waktu lalu terjadi di Bandung (Kuswandi, 2012). Pada peristiwa tawuran didalamnya didominasi oleh perilaku agresi. Menurut Baron dan Byrne (2005 hlm.136) Pada dasarnya perilaku agresi itu bertujuan untuk menyakiti makhluk hidup lain. Hal ini tentunya akan sangat merugikan bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat, karena keduanya akan berupaya untuk saling menyerang dan menyakiti lawannya, bahkan pelaku tak segan untuk membunuh lawannya. Mengacu kepada teori Freud, hal ini merupakan wujud dari insting agresif. Insting ini mendorong manusia menghancurkan manusia lain, berupa tingkah laku agresif yang mengandung kebencian, ditandai kepuasan yang diperoleh karena lawan menderita, luka, atau mati, dan yang memberikan kepuasan dengan melihat lawan gagal mencapai objek yang diinginkan (Nitibaskara, 2012). Keadaan ini sungguh ironis, karena pelaku kasus tawuran tersebut bisa dikategorikan kepada kelompok remaja yang tergolong masih pelajar dan hampir 90% berada pada tingkat SMA (Pikiran-rakyat.com 2012). Hal ini menunjukan mereka yang terlibat tawuran adalah mereka yang bersekolah. Padahal sekolah sebagai lembaga yang mendidik siswa, tentunya tidak mengajarkan kepada para siswanya untuk melakukan tawuran, tetapi kasus tawuran ini kerap terjadi dikalangan pelajar. Secara perkembangan biologis menurut Hurlock (1980, hlm.212) mengatakan bahwa pada masa remaja (SMA) dianggap periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Berarti karena adanya perubahan fisik dan kelenjar tersebut membuat emosi yang mudah meledak, sehingga bila tidak dapat mengontrol diri, salah satu akibatnya adalah tawuran tadi.

3 Selain faktor biologis karena perubahan hormon dalam tubuh, ada juga pengaruh lain yang bisa menyebabkan tawuran bisa terjadi diantara pelajar. Menurut Rahmawati (Rudi, 2013) penyebab tawuran antarpelajar adalah adanya tradisi kekerasan yang diwariskan oleh pelajar angkatan sebelumnya, selanjutnya ketidakseimbangan jumlah penduduk dan tata ruang kota dan terakhir adalah kesamaan jalur transportasi antarsekolah. Pendapat lain adalah dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (Julaikah, 2013) yang menilai, bahwa salah satu faktor penyebab tawuran antar-pelajar masih marak terjadi adalah karena sarana ruang kreasi atau kreatifitas sebagai wadah penyaluran dan penyampaian emosi para pelajar masih minim. Wahana penyaluran ekspresi bagi remaja masih kurang sehingga, tawuran menjadi pilihan salah yang diambil pelajar dalam berekspresi tersebut. Selain kurangnya wahana penyaluran ekspresi ada kemungkinan penyebab tawuran ini adalah karena sistem pendidikan atau kurikulum yang belum tepat bagi para pelajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh (Pratomo, 2013) yang menyampaikan akan membuat kurikulum baru untuk mengurangi masalah tawuran tersebut. Menghadapi kasus tawuran pihak berwajib dan terkait sudah melakukan tindakan antisipatif dan kuratif, meskipun pada kenyataan kasus ini masih tetap terjadi, seolah-olah sulit untuk berhenti. Diperlukan kerjasama yang sinergi dari semua pihak untuk menanggulangi permasalahan tawuran, baik itu pemerintah, sekolah dan orang tua. Pemerintah sebagai pengatur kebijakan pendidikan, sekolah sebagai pihak penyelenggara pendidikan dan orang tua sebagai pendukung pelaksana pendidikan. Salah satu hal penting dalam pendidikan, adalah kurikulum. Bila berkaca kepada kurikulum pendidikan yang telah berjalan di Indonesia. Pada setiap periode waktu tertentu, kurikulum di Indonesia sering mengalami perubahan. Perubahan memang adalah hal yang wajar, asalkan setiap

4 perubahan tersebut menuju kepada arah yang lebih baik. Bila dicermati terhadap perubahan kurikulum tersebut, sebagian besar isi kurikulum tersebut lebih mengutamakan kepada aspek kognitif siswa, padahal seorang siswa tidak hanya terdiri atas kognitif saja, disana ada unsur-unsur lain yang perlu perhatian khusus untuk dikembangkan. Sehingga pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, hanya kognitif siswa saja yang dikembangkan, sedangkan unsur lainnya belum berkembang secara optimal. Menurut Kartono (2013, hlm.124) perubahan kurikulum tersebut membingungkan para siswa dan mengganggu proses belajar siswa. Akibatnya siswa menjadi jemu dalam belajar, cepat jenuh, dan lelah secara psikis. Perasaan jenuh tersebut akan memancing siswa untuk melampiskan rasa frustasinya. Bila tidak difasilitasi dengan benar maka akan muncul aksi yang negatif dari siswa tersebut. Diantara semua mata pelajaran yang ada di sekolah tersebut, beruntung masih ada pelajaran pendidikan jasmani, yang bukan hanya menyentuh aspek domain kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik, sehingga pendidikan jasmani ini bisa dikatakan sebagai mata pelajaran yang komplit, dalam menyentuh seluruh aspek domain pembelajaran yang ada pada diri siswa. Bailey (dalam Suherman 2013) mengatakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga memiliki dua keuntungan utama yaitu keuntungan fisik dan edukasi, keuntungan fisik meliputi : kebugaran, keterampilan gerak, dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik (gaya hidup aktif), sedangkan keuntungan edukasi meliputi : sosial, afektif, dan kognitif. Salah satu domain pembelajaran yang perkembangannya difasilitasi oleh pendidikan jasmani adalah afektif. Domain inilah yang kemudian menjadi sumber tingkah laku, karena berwujud nyata dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Apabila dihubungkan dengan kasus tawuran tadi, ada kemungkinan karena aspek afektif jarang terperhatikan sehingga kasus tawuran tersebut akan masih mudah terjadi kembali dikemudian hari. Hal ini

5 disebabkan karena kurangnya pengembangan domain afektif pada siswa ketika belajar disekolah. Pada pelajaran pendidikan jasmani guru mengajarkan materi pembelajaran lewat gerak, permainan atau olahraga. Hal ini berarti menunjukan bahwa setiap gerakan, permainan atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik (Husdarta, 2011a hlm.7). Semua alat pendidikan yang dipakai dalam pendidikan jasmani mempunyai empat kategori tujuan (Bucher dalam Suherman 2009 hlm.7) yaitu : perkembangan fisik, perkembangan gerak, perkembangan mental dan perkembangan sosial. Setiap aspek kategori tujuan perkembangan tersebut tentunya akan memberi manfaat yang berbeda bagi diri siswa. Salah satu manfaat yang didapat yang berkaitan dengan kasus diatas adalah bahwa penjas bisa menyalurkan energi yang berlebihan (Paturusi, 2012 hlm.19), sehingga energi lebih yang ada dalam diri siswa bisa tersalurkan secara positif lewat aktivitas gerak, daripada aktivitas tawuran atau aktivitas ini sebagai media katarsis siswa. Bila hanya mengandalkan jam pendidikan jasmani yang hanya satu kali pertemuan per pekan dan hanya dengan durasi 2 x 45 menit dari mata pelajaran tersebut, hal ini belum cukup untuk menunjang kebutuhan siswa. Oleh karena itu untuk bisa mendukung kebutuhan fisik, idealnya siswa pun melakukan aktivitas fisik luar jam sekolah. Salah satu media yang bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler, yang dilaksanakan diluar jam sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler siswa bisa memenuhi kebutuhan akan geraknya, meningkatkan kebugaran tubuhnya, menyalurkan bakat dan potensi dalam dirinya. Selain itu pula siswa pun akan terlatih untuk menjalani kebiasaan hidup aktif. Berdasarkan Permendikbud (2013) kegiatan ekstrakurikuler menjembatani kebutuhan perkembangan peserta didik yang berbeda, seperti perbedaan sense (rasa) akan nilai moral dan sikap, kemampuan, dan kreativitas. Melalui partisipasnya dalam kegiatan ekstrakurikuler peserta

6 didik dapat belajar dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, serta menemukan dan mengembangkan potensinya. kegiatan ekstrakurikuler juga memberikan manfaat sosial yang besar. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada disekolah, biasanya beragam, tidak terpaku hanya pada satu jenis saja. Apabila kegiatan ekstrakurikuler tersebut dikelompokan berdasarkan jenis aktivitasnya, maka bisa dibagi menjadi ekstrakurikuler olahraga dan bukan olahraga. Ekstrakurikuler olahraga tentunya berupa satu kecabangan dari olahraga, yang utamanya didominasi oleh aktivitas fisik. Sedangkan untuk ekstrakurikuler non olahraga, tentunya tidak mengutamakan aktivitas fisik dan psikomotorik. Mengacu kepada pendapat sebelumnya tentang keutamaan pelajaran pendidikan jasmani dalam membina aspek afektif siswa. Olahraga adalah salah satu alat dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Berarti pembinaan aspek afektif dalam kegiatan ekstrakurikuler olahraga pun termasuk didalamnya. Aktivitas olahraga yang diwadahi dalam kegiatan ekstrakurikuler, bisa menjadi media untuk melepaskan potensi agresivitas dalam diri siswa. Karena olahraga adalah salah satu media yang memperbolehkan perilaku agresi dilakukan secara langsung didepan publik. Adanya pengecualiaan ini diharapkan bisa meredakan perilaku agresi siswa yang bisa terjadi dalam bentuk tawuran. Berbeda dengan kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bukan olahraga, didalamnya dominasi aspek fisik kurang dan memungkinkan potensi agresi siswa tidak tersalurkan secara nyata. Begitu pula dengan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang tidak memiliki media untuk mengekspresikan dirinya. Sehingga potensi perilaku agresi hanya terpendam didalam dirinya. Adanya dua jenis aktivitas kegiatan ekstrakurikuler yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka peneliti bermaksud ingin mengetahui lebih lanjut pengaruh aktivitas ekstrakurikuler tersebut terhadap aspek afektif siswa

7 khususnya terhadap fenomena perilaku agresi siswa. Apakah kegiatan ekstrakurikuler bisa menjadi media dalam menyalurkan agresivitas siswa, sehingga peristiwa tawuran pelajaran yang sering terjadi bisa berkurang. Mengacu kembali kepada tujuan awal dari permendikbud tentang kegiatan ekstrakurikuler, disana disebutkan ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, yaitu : belajar dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi, melatih kerjasama dengan orang lain, dan menemukan serta mengembangkan potensinya. Adanya manfaat tersebut pada akhirnya diharapkan bisa menjadi media untuk menyalurkan fenomena perilaku agresi yang terjadi pada siswa. Maka melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan perilaku agresi tersebut bisa disalurkan, sehingga kasus tawuran bisa menurun bahkan mungkin menghilang. B. IDENTIFIKASI MASALAH Tawuran yang merupakan wujud perilaku agresi menjadi permasalahan utama yang dibahas dalam latar belakang. Peristiwa tawuran terjadi karena berbagai faktor, baik dari dalam diri siswa, lingkungan dan sistem. Salah satu faktor berpotensi mendukung tawuran tersebut adalah kurikulum pendidikan yang berlaku. Kurikulum yang lebih mengedepankan aspek kognitif menjadi alasan siswa kurang terasah dalam aspek psikomotor, sehingga kurang dalam gerak dan kurang pula dalam kebiasaan hidup aktif. Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana cara meredam potensi perilaku agresi pada siswa agar peristiwa tawuran bisa menurun 2. Bagaimanakah hubungan antara kegiatan ekstrakurikuler sebagai media untuk menyalurkan potensi perilaku agresi siswa 3. Bagaimanakah karakteristik kegiatan ekstrakurikuler yang efektif dalam meredam potensi agresi siswa

8 C. RUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN Mengacu dari identifikasi masalah, rumusan pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana potensi perilaku agresi siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler olahraga dibandingkan dengan siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler bukan olahraga dan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler? 2. Kegiatan ekstrakurikuler apakah yang lebih efektif dalam menyalurkan fenomena perilaku agresi siswa? D. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan kepada rumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui potensi perilaku agresi siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler olahraga dibandingkan dengan siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler bukan olahraga dan siswa yang tidak mengikut kegiatan ekstrakurikuler. 2. Mengetahui jenis kegiatan ekstrakurikuler yang lebih efektif sebagai media dalam menyalurkan fenomena perilaku agresi siswa. E. MANFAAT PENELITIAN Fenomena tawuran yang sering ada membuat pihak sekolah dan orang tua menjadi resah, sehingga untuk menghilangkan keresahan atas perilaku agresi ini, dibutuhkan suatu alternatif solusi. Berdasarkan hal tersebut urgensi dari penelitian ini dapat dijabarkan kepada manfaatnya, yaitu :

9 1. Teoritis: Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang hubungan perilaku agresi siswa dengan keaktifan siswa dalam berolahraga, atau siswa yang memiliki kebiasan hidup aktif. Penelitian ini pula bisa menjadi gambaran awal bagi penelitian selanjutnya, mengenai aktivitas olahraga dalam mengurangi perilaku negatif. Penelitian ini pun bisa memberikan informasi dan bahan referensi kepada pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan keilmuan pendidikan jasmani dan olahraga seperti guru pendidikan jasmani, lembaga FPOK, atau lembaga lainnya sebagai rujukan untuk dilakukan penelitian lebih jauh terkait hubungan aktivitas olahraga khususnya dalam aktivitas siswa, kegiatan ekstrakurikuler siswa dan perilaku agresi baik dilingkungan sekolah, rumah atau masyarakat. 2. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya perilaku agresi yang berdampak negatif kepada diri siswa, atau pihak lain yang terkait dengan perilaku agresi siswa. Termasuk pula didalamnya yaitu kasus tawuran antara siswa. Sehingga penelitian ini bisa menjadi alternatif solusi menangani kasus tawuran yang terjadi, yaitu mengalihkan siswa untuk aktif dalam kegiatan yang bersifat positif yaitu kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu pula semoga dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diharapkan bisa meningkatkan dan mengembangkan karakter positif siswa, sehingga siswa tidak terlibat dalam aktivitas yang negatif atau merugikan pihak lain. F. STRUKTUR ORGANISASI TESIS Penulisan dan penyusunan penelitian ini (tesis) berdasarkan kepada buku pedoman penulisan karya tulis ilmiah UPI (2013) yang telah disesuaikan dengan kebijakan dari progam studi pendidikan olahraga Pasca Sarjana. Adapun sistematis struktur tesis kali ini adalah sebagai berikut :

10 BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah Penelitian C. Rumusan Pertanyaan Penelitian D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Struktur Organisasi Tesis BAB II : KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Studi Literatur, Pendapat Ahli, Teori (Statue of The Art) B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Pikir/Asumsi D. Hipotesis BAB III : METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi/Sampel B. Alur Penelitian C. Metode Penelitian D. Definisi Operasional E. Instrumen Penelitian F. Proses Pengembangan Instrumen G. Teknik Pengumpulan Data H. Analisis Data BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN