PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI FISIK BIJI PALA (Myristica sp.) SELAMA PROSES PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN ERK HYBRID

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 2, September 2015 PENGERINGAN LAPIS TIPIS KOPRA PUTIH MENGGUNAKAN OVEN PENGERING

JENIS-JENIS PENGERINGAN

PEMBUATAN ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP PRISMA SEGITIGA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI PALA (MYRISTICA FRAGRANS H) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ENERGI SURYA TIPE RAK

Juandi M (*), Panca O. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau mail.com ABSTRACT ABSTRAK

PENENTUAN LAJU PENURUNAN KADAR AIR OPAK SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN RUANG PENGERING BERENERGI BIOMASSA LIMBAH PELEPAH KELAPA SAWIT

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

ANALISIS PARAMETER FISIS KOLEKTOR BIOMASSA SEBAGAI PENGERING KERUPUK SINGKONG

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

KARAKTERISTIK PENGERINGAN KULIT MANGGIS DENGAN ALAT PENGERING HIBRID TIPE RAK. (Mangosteen Peel Drying Characteristics by Hybrid Rack Dryer)

UJI UNJUK KERJA ALAT PENGERING TIPE RAK MODEL TETA 17 PADA PENGERINGAN BIJI PALA. Dosen Program Studi Teknik Pertanian

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING ENERGI SURYA DENGAN KOLEKTOR KEPING DATAR [THE DESIGN OF SOLAR DRYING TOOL WITH A FLAT CHIP COLLECTORS]

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK ALAT PENGERING BUATAN UNTUK PROSESSING BUAH PANILI. Abstrak

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

PEMANFAATAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI ENERGI BIOMASSA UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus

Kinerja Pengeringan Gabah Menggunakan Alat Pengering Tipe Rak dengan Energi Surya, Biomassa, dan Kombinasi

SKRIPSI ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

SKRIPSI ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SEKAM PADI DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING.

BAB I PENDAHULUAN. atau Arecaceae dan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

TEST OF PERFOMANCE ERK HYBRID DRYER WITH BIOMASS FURNACE AS ADDITIONAL HEATING SYSTEM FOR NUTMEG SEED (Myristica sp.) DRYING

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING HYBRID (SURYA- BIOMASSA) TIPE RAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

PENENTUAN LAJU PENURUNAN KADAR AIR RENGGINANG UBI DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR BERENERGI BIOMASSA LIMBAH KAYU AKASIA

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN. ISSN : ; e-issn

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

TESTPERFORMANCE OF MINIATUR BOILER FOR DRYING KERUPUK WITH VARIOUS PRESSURE AND VARIOUS DIRECTION OF AIR CIRCUITS

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PANAS PADA PENGERINGAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)

KINERJA PROTOTIPE PENGERING ENERGI SURYA MODEL YSD- UNIB12 DALAM MENGERINGKAN SINGKONG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 1, Maret 2017

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

Temperature and Humidity Distribution Study of Mocaf Chip Hybrid Dryer

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

KAJI EKSPERIMENTAL ALAT PENGERING KERUPUK TENAGA SURYA TIPE BOX MENGGUNAKAN KOSENTRATOR CERMIN DATAR

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

ANALISA TEMPERATUR ALAT PENGERING CENGKEH HABRID. (Studi Kasus di Desa Tajun Buleleng Bali) Made Adi Kurniawan, K Rihendra Dantes 2, G Widayana 3

PERANCANGAN PENGERING GABAH MENGGUNAKAN PEMANAS UDARA DARI TUNGKU SEKAM

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

ANALISA THERMOGRAVIMETRY PADA PIROLISIS LIMBAH PERTANIAN DENGAN VARIASI KOMPOSISI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

KAJIAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PENGERING BIJI-BIJIAN TIPE ENERGI HIBRID SKRIPSI

Pengaruh Cuaca Berawan terhadap Pengeringan Kelapa Kukur sebagai Bahan Kelapa Gongseng dengan Sistem Solar Drying

Transkripsi:

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA R. Dure 1), F. Wenur 2), H. Rawung 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian UNSRAT 2) Dosen Teknik Pertanian UNSRAT ABSTRACT An experiment of corn drying using a dryer with a combination of solar and biomass energy have been done. The objective of this study was to determine the drying characteristics of corn using a dryer with a combination of solar and biomass energy, consist of the changes in temperature, relative humidity, the change of moisture content as well as the changes of the rate of drying. The research using experimental methods with descriptive analysis. The results showed that in the process of drying with solar energy, the air temperature in the drying chamber was determined by the intensity of solar radiation and temperature of the material varies according to the position of the rack. When using a replacement heat source, the temperature of the material also varies according to the position of the rack, where the highest was found at the bottom shelf followed by the middle shelf and the upper shelf respectively. The relative humidity (RH) of the drying chamber was vary during the drying process. On the use of heat from a biomass kiln, the average RH of air in the dryer is quite low at 51,5% compared with the RH outside the dryer where on average of 83,2 %. On the use of solar energy, the air humidity (RH) of air in the drying room is 66,1 % in average and the outside RH is 84,9 % in average. During drying the moisture content of the corn decrease from 38,6 % to 6,7 % wb at the end of drying process. The drying rate varies in each rack, where the bottom shelf was the highest in the range of 0,61 to 2,68 % / hour, followed by the middle shelf in the range of 0,45 to 1,72 % / hour and the lowest found on the top shelf with a range of 0,25 to 0,67% / hour. Keywords: Maize, solar dryng, biomass. ABSTRAK Penelitian pengeringan jagung menggunakan alat pengering dengan kombinasi energi tenaga surya dan biomasa telah dilakukan. Tujuan penelitian ini ialah untuk menentukan karakteristik pengeringan jagung yang dikeringkan menggunakan alat pengering dengan kombinasi energi tenaga surya dan biomassa meliputi, perubahan suhu, kelembaban relatif dan perubahan kadar air serta perubahan laju pengeringan terhadap waktu. Penelitian menggunakan metode percobaan dengan analisis diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pengeringan dengan tenaga surya, suhu udara di ruang pengering sangat di tentukan oleh intensitas penyinaran matahari dan suhu bahan bervariasi menurut posisi rak. Saat menggunakan sumber panas pengganti, suhu bahan juga secara sama bervariasi menurut posisi rak di mana paling tinggi di temukan pada rak bawah di

ikuti rak tengah dan rak atas. Kelembaban relatif (RH) ruang pengering berfluktuasi selama proses pengeringan berlangsung. Pada penggunaan panas dari tungku biomasa, rata-rata RH udara dalam alat pengering cukup rendah yaitu 51,5 % dibanding dengan RH udara luar yang rata-rata 83,2 %. Pada penggunaan tenaga surya, RH udara dalam ruang pengering rata - rata 66,1 % dan RH luar rata - rata 84,9 %. Selama pengeringan kadar air jagung turun dari 38,6 % bb menjadi 6,7 % bb di akhir pengeringan. Laju pengeringan bervariasi di setiap rak, di mana rak bawah terlihat paling tinggi dengan kisaran 0,61-2,68 % / jam, di ikuti rak tengah dengan kisaran 0,45-1,72 % / jam dan terendah pada rak atas dengan kisaran 0,25-0,67 % / jam. Kata kunci : Jagung, Pengeringan tenaga surya, Biomassa PENDAHULUAN Proses pascapanen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen, mulai dari pemanenan sampai menjadi produk yang siap di konsumsi. Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usaha tani jagung. Hal ini di dasarkan kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan masih tinggi (Firmansyah, 2009). Salah satu tahapan proses untuk meningkatkan kualitas jagung yaitu dengan cara pengeringan. Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan sampai kadar air keseimbangan dengan udara lingkungan atau sampai kadar air tertentu di mana jamur, enzim dan isekta yang bersifat merusak tidak dapat aktif (Henderson dan Perry 1976). METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Laboratorium Pascapanen dan bengkel keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unsrat selama 2 bulan sejak awal bulan April sampai akhir bulan Mei 2016, meliputi pembuatan alat pengering, pelaksanaan percobaan pengeringan dan analisis data hasil penelitian. Bahan dan Alat Bahan yang akan di keringkan adalah jagung yang masih dengan tongkolnya, bahan bakar yang di gunakan ialah sabut kelapa, dan bahan untuk konstruksi alat pengering surya terdiri dari papan, lata, tripleks, kawat anyam, styrofoam, plastik transparan, seng gelombang, seng plat, cat minyak, lem epoxy, besi siku dan paku. Sedang alat yang di gunakan terdiri dari tungku arang, termometer, termokopel CA, recorder suhu, timbangan digital, oven, dan ATM. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Prosedur Kerja 1. Alat pengering surya di letakkan di lapangan terbuka yang tidak terkena naungan sepanjang hari. Di bulan April dan Mei posisi matahari berada bagian utara maka alat pengering di posisikan selatan utara artinya ialah rumahnya di selatan dan kolektornya di utara agar rumah tidak menghalangi energi sinar matahari menuju kolektor sehingga lintasan matahari bergerak dari sisi satu ke sisi lain dari alat pengering. 2. Bahan jagung di ambil dari kebun petani di Tomohon.

3. Bahan kemudian di timbang dan letakkan pada setiap rak. 4. Rak yang sudah berisi bahan di masukkan ke dalam ruang pengering. Di setiap rak di ambil satu jagung untuk di tancapkan termokopel sebagai sampel suhu bahan di rak bersangkutan. 5. Dalam ruang plenum di tempatkan satu termokopel untuk pengamatan suhu udara yang keluar kolektor atau suhu udara dari pemindah panas. 6. Di bagian atas ruang pengering di tempatkan termokopel (sebagai suhu bola kering), juga di tempatkan sebuah tabung kecil berisi air dan kapas basah untuk pengamatan suhu bola basah yang berguna bagi penentuan kelembaban udara (RH). 7. Dua termokopel lainnya di tempatkan di ujung kolektor untuk pengamatan suhu udara sebelum masuk ke kolektor suhu bola basah luar. Hal hal yang Di amati Hal-hal yang di amati dalam penelitian ini yaitu : 1. Kadar air awal dan kadar air akhir pada jagung beserta tongkolnya. 2. Laju pengeringan 3. Temperatur atau suhu bahan selama pengeringan berlangsung. 4. Berat awal dan berat akhir pada jangung beserta tongkolnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Gambaran baik atau buruknya suatu alat pengering menggunakan energi surya dan biomassa antara lain dapat di lihat dari seberapa besar energi panas dapat di serap dan berguna untuk menguapkan air dari bahan. Pada percobaan pengeringan jagung dalam penelitian ini dapat di lihat kondisi suhu di beberapa titik pengamatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu yang dapat di capai oleh bahan di semua rak berbeda menurut posisinya dalam ruang pengering. Suhu bahan pada rak paling bawah menunjukan suhu yang lebih tinggi dari rak tengah maupun rak atas. Pada pengeringan menggunakan panas dari tungku arang (hari pertama), rata - rata suhu bahan selama pengamatan pada rak bawah 52,01 C o di ikuti dengan suhu bahan ratarata rak tengah 46,4 C o dan suhu bahan rak bawah 41,4 C o selama proses pengamatan pada hari pertama menggunakan tungku arang suhu bahan berfluktuasi ini di karenakan proses pembakaran tidak merata terutama pada saat penambahan bahan bakar sabut kelapa. Pada penggunaan energi matahari (hari kedua), suhu sangat di tentukan oleh sinar matahari, pengamatan di mulai pukul 7:00 selama proses pengamatan suhu bahan terus naik dari pukul 7:00 sampai 10:00 pada pukul 11:00 suhu mulai menurun ini di karenakan saat pengamatan matahari di tutup oleh awan, panas yang di berikan matahari selama pengamatan paling tinggi terjadi pada pukul jam 10:00 pagi di mana suhu bahan mencapai 54,2 C o sedangkan suhu bahan rak tengah 46,1 C o dan suhu bahan rak atas mencapai 40,5 C o, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh saudara Abdulah Fadhil, 2011 di mana suhu bahan pada rak bawah hanya mencapai 48.9 C o, hal ini di sebabkan karena kolektor yang di gunakan memiliki luas yang kecil di bandingkan dengan luas kolektor berbentuk trapezium yang digunakan dalam penelitian ini. Proses pengamatan menggunakan energi matahari di hentikan pada pukul 12:00 di mana cuaca sudah mendung, pengamatan saat menggunakan energi matahari memakan waktu 6 jam.

Pengamatan hari ke dua di lanjutkan pukul 13:00 menggunakan panas dari tungku arang, pengamatan berlangsung selama 14 jam, selama proses pengamatan rata-rata suhu bahan pada rak bawah 51,7 C o di ikuti rata-rata suhu bahan rak tengah 43,5 C o dan rata-rata suhu bahan rak atas 39,4 C o, sama seperti hari pertama suhu bahan berfluktuasi di karenakan proses pembakaran yang tidak merata. Pada pengamatan hari ketiga di mulai pukul 8:00 pengamatan di laksanakan menggunakan panas dari tungku arang, ini di karenakan pada hari tersebut terjadi hujan, pada pengamatan hari ke tiga suhu pada satu jam pertama setelah bahan di masukan, suhu bahan rak bawah mencapai 59,3 C o di ikuti suhu bahan pada rak tengah 46 C o dan suhu bahan rak atas 42 C o, proses pengamatan menggunakan panas dari tungku arang ini berlangsung selama 6 jam dari pukul 8:00 sampai pukul 14:00, selama proses pengamatan berlangsung rata-rata suhu bahan pada rak bawah 55,1 C o di ikuti rak tengah 46,2 C o dan suhu bahan rak atas 4,4 C o. Kelembaban Relatif Hasil perhitungan kelembaban relatif udara (RH) ruang pengering yang di dasarkan pada suhu bola basah dan suhu bola kering, menunjukkan bahwa saat pengeringan dengan tungku arang (hari pertama), RH udara luar relatif tinggi dengan rata - rata 83,7% sedang dalam ruang bervariasi mengikuti perubahan suhu dan waktu pengeringan dengan rata - rata 49,5% seperti terlihat pada Gambar. Pada pengeringan dengan menggunakan panas dari matahari (hari kedua), pada awal pengeringan RH ruang dalam pengering berkisar 78,6 % dan RH luar ruang pengering berkisar 86 %, Rh berfluktuasi mengikuti radiasi matahari pada akhir pengeringan RH dalam ruang pengeringan berkisar 66,3 %. selama proses pengamatan rata-rata RH dalam ruang pengering 66,1 % dan RH luar pengering 84.9 %. Setelah penggantian sumber panas dari panas matahari ke panas tungku arang, RH ruang pengering menurun dengan cepat hingga pada kisaran 48,7 %. Seiring dengan terus berlangsungnya pengeluaran air dari bahan, maka RH rata - rata dalam ruang pengering selama proses pengamatan berlangsung 52,5 % dan RH di luar pengering rata-rata 83,6 %. Pada pengamatan hari ke tiga menggunakan panas dari tungku arang RH di dalam ruang pengering berkisar 85,4 % setelah satu jam proses pengeluaran air dari dalam bahan RH di dalam ruang pengering menurun berkisar 46,2 % selama proses pengamatan berlangsung rata - rata RH dalam ruang pengering 52,5 % dan RH luar pengering rata - rata 82,3 %. Kadar Air Selama berlangsungnya pengeringan, kadar air jagung turun dari kisaran 38.6 % menjadi sekitar 6.7 %. Dari gambar terlihat bahwa pada pengeringan menggunakan energi surya, perubahan kadar air bahan di semua rak agak landai (datar) artinya perubahan kadar airnya lambat berbeda dengan pengeringan yang menggunakan panas pengganti dari tungku arang. Keadaan ini menunjukan bahwa pengeringan berlangsung lebih cepat pada saat menggunakan tungku arang karena suhu yang dapat dicapai lebih tinggi. Sementara itu penurunan kadar air di ke tiga rak juga menunjukan perbedaan yang nyata dimana pada waktu yang sama rak bawah kadar airnya paling rendah, di ikuti rak tengah sedang rak atas kadar airnya paling tinggi. Hal ini di karenakan udara panas yang kering dari kolektor ataupun dari pemindah panas paling awal menyentuh bahan di rak bawah dan udara tersebut mempunyai

kemampuan lebih besar untuk membawa uap air yang dilepas bahan saat pengeringan. Udara panas yang sudah memuat uap air ini kemudian akan di teruskan ke rak bahan yang ada di atasnya untuk mengambil uap air baru. Karena sudah mengandung uap air maka kemampuan mengangkut uap air baru menjadi semakin kecil yang berakibat proses pengeringan di rak tengah dan rakatas menjadi lebih lambat. Pada pengeringan menggunakan panas dari tungku arang terlihat kadar air bahan disemua rak grafiknya lebih curam menunjukan adanya pengeringan yang cepat. Hal ini berkorelasi dengan kenyataan adanya suhu ruang dan bahan yanglebih tinggi disertai RH yang lebih rendah di temukan pada proses pengeringan menggunakan panas dari tungku arang. Laju pengeringan Pengamatan terhadap laju pengeringan jagung hari pertama saat menggunakan panas dari tungku arang memperlihatkan bahwa laju pengeringan paling besar pada rak bawah dengan rata - rata 2,68 % / jam di ikuti rak tengah 1,72 % / jam dan paling rendah pada rak atas dengan rata-rata 0,67 % / jam. Pada pengamatan hari ke dua saat menggunakan panas dari matahari laju pengeringan paling besar terjadi pada pukul 10:00 dimana pengeluaran air pada rak bawah berkisar 1,46 % / jam di ikuti rak tengah 1,06 % / jam dan paling rendah pada rak atas dengan rata-rata 0,72 % / jam. Selama proses, rata-rata laju pengeringan pada rak bawah 0,87%/jam rak tengah 0,66 % / jam dan rak atas 0,37 % / jam. Pengamatan di hentikan pukul 12:00 di karenakan cuaca mendung dan akan turun hujan. Pengamatan hari kedua di lanjutkan pukul 13:00 menggunakan sumber panas pengganti, Pada pukul 13:00 sampai 18:00 terlihat laju pengeringan pada rak bawah masih berada lebih tinggi dibandingkan rak tengah dan rak atas dengan rata - rata 0,61 % / jam di ikuti rak tengah 0,45 % / jam dan rak atas 0,25 % / jam, pada pukul 19:00 sampai 02:00 laju pengeringan pada rak bawah mulai menurun ini di sebabkan karena telah terjadi perbedaan kadar air pada hari dan jam-jam sebelumnya. Pada pengamatan hari ketiga menggunakan tungku arang proses pengeringan berlangsung selama 6 jam terlihat bahwa pada rak atas bahan masih mengeluarkan air hal ini di karenakan rak atas kelembabannya lebih tinggi sementara suhunya relatif rendah hal ini menghambat proses penguapan. KESIMPULAN 1. Alat pengering energi surya dengan sumber panas pengganti secara baik dapat memanfaatkan energi matahari yang tersedia, namun di saat tidak tersedia seperti di hari hujan alat pengering tetap dapat di jalankan dengan menggunakan sumber panas pengganti dari tungku berbahan bakar arang tempurung. 2. Dalam proses pengeringan dengan panas matahari, suhu udara di ruang pengering sangat di tentukan oleh intensitas penyinaran matahari suhu bahan bervariasi menurut posisi rak. Saat menggunakan sumber panas pengganti, suhu bahan juga secara sama bervariasi menurut posisi rak di mana paling tinggi di temukan pada rak bawah di ikuti rak tengah dan rak atas. 3. Kelembaban relatif (RH) ruang pengering berfluktuasi selama proses pengeringan berlangsung. Pada penggunaan panas dari tungku arang, rata-rata RH udara dalam alat pengering cukup rendah yaitu 51,5 % dibanding dengan RH udara luar yang

rata-rata 83,2%. Pada penggunaan sinar matahari RH udara dalam ruang pengering rata - rata 66,1% dan RH luar rata - rata 84,9 %. 4. Kadar air jagung pada akhir pengeringan di mana pada rak atas mencapai 12,6 % rak tengah 8,5 % dan rak bawah 6,7 %. Saran Untuk pengeringan bahan pangan menggunakan alat ini perlu adanya pengontrolan asap dari sabut kelapa yaitu penambahan cerobong asap pada alat pemindah panas pengganti. Untuk pengeringan bahan pangan menggunakan alat ini, disarankan untuk dilakukan rotasi rak setiap waktu tertentu sehingga akan diperoleh kadar air bahan yang lebih merata. Untuk Penggunaan bahan bakar biomasa disarankan untuk mengontrol penambahan bahan bakar pada saat proses pengeringan sehingga bisa mempertahankan suhu dengan stabil. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonimous 1, Jagung. https://id.wikipedia.org/wiki/jagung Diakses Pada 19 Februari 2016. 2. Anonimous 5, Biomassa. https://id.wikipedia.org/wiki/biomassa Diakses 28 Maret 2016. 3. Firmansyah U. I, 2009 Teknologi Pengeringan Dan Pemipilan Untuk Perbaikan Mutu Biji Jagung Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. ISBN :978-979-8940-27-9. 4. Henderson, S.M dan R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering, Third edition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. 5. Prabowo W. Kurnia, 2014. Karakteristik Pengeringan Jagung Pipilan Menggunakan Pengering Rotari. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makasar 2014.