BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/MENHUT-II/2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL DARI HUTAN HAK

Oleh: Neny Triana, S.Hut I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREDARAN KAYU RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IJIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

23 APRIL 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

- 2 - Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundan

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

PENGANGKUTAN KAYU BUDIDAYA DARI HUTAN HAK (P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016)

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PENATAUSAHAAN PEMASARAN KAYU RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 15 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN PENEBANGAN KAYU RAKYAT (IPKR) DAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU)

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, arif dan bijaksana untuk kesejahteraan manusia serta dijaga

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELARANGAN PENEBANGAN, PEREDARAN DAN PERDAGANGAN KAYU DOLKEN

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN KELAPA

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU UTARA

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI PENGUMPULAN KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH

2017, No /KUM.1/11/2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

BAB IV NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN JENIS RETRIBUSI Pasal 4

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 17/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PEMEGANG IZIN USAHA INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

7. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, tambahan Lembaran Negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 25 TAHUN 2005 TENTANG LEGALITAS DAN PEREDARAN HASIL KAYU HUTAN HAK/RAKYAT BUPATI KULON PROGO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PEREDARAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 06 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI PEMANFAATAN LAHAN PADA HUTAN NEGARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

4. Pemilik Industri Rumah Tangga/Pengrajin terhadap produk kayu yang diproduksinya, termasuk produk kayu yang diolah dari kayu bongkaran/kayu bekas (d

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU, NON KAYU PADA TANAH MILIK/HUTAN RAKYAT

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 30 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PEREDARAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.47, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Sanksi Administratif. Pemegang Izin. Pengenaan. Pencabutan.

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.91/Menhut-II/2014 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

11 NOPEMBER 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI SERI C NO.4/C SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN RAKYAT DAN PADA TANAH MILIK

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

Transkripsi:

1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DAN PEREDARAN HASIL HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI, : a. bahwa dalam rangka upaya pelestarian sumberdaya alam dan konservasi tanah guna meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat maka perlu mengendalikan penebangan pohon dan peredaran hasil hutan hak; b. bahwa pemanfaatan kayu dan peredaran kayu hasil tebangan dari hutan hak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan penebangan pohon; c. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a dan b, perlu mengatur Pengendalian Penebangan Pohon dan Peredaran Hasil Hutan Hak dengan menetapkannya dalam Peraturan Daerah. : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1950, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 19) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1965, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 6. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Hutan Kawasan Lindung; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau. 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak. 14. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 194/Kpts-II/1986 tentang Petunjuk Pengerjaan Hutan Lainya; 15. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I JawaTimur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Jimur; 16. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perlindungan Hutan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur; 2

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DAN PEREDARAN HASIL HUTAN HAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. 2. Kepala Daerah adalah Bupati Banyuwangi. 3. Dinas adalah Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Banyuwangi. 4. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 5. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 6. Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. 7. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah/lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). 8. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. 9. Pohon adalah tumbuh-tumbuhan/tegakan tanaman keras yang memiliki diameter batang 10 cm dengan ketinggian setinggi dada (130 cm) atau lebih. 10. Hasil hutan yang berasal dari hutan hak yang selanjutnya disebut hasil hutan hak adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman yang tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan hak atau lahan masyarakat. 11. Kayu olahan hutan hak/kayu olahan rakyat adalah produk hasil pengolahan kayu bulat yang diolah di lokasi tebangan dengan menggunakan alat gergaji mekanis dan/atau non mekanis. 12. Nota Angkutan adalah dokumen angkutan yang merupakan surat keterangan yang menyatakan penguasaan, kepemilikan dan sekaligus sebagai bukti legalitas pengangkutan hasil hutan hak (kayu bulat atau kayu olahan rakyat) sesuai dengan jenis kayu yang ditetapkan atau pengangkutan lanjutan semua jenis kayu.

4 13. Nota Angkutan Penggunaan Sendiri adalah dokumen angkutan semua jenis kayu hutan hak untuk keperluan sendiri atau fasilitas umum yang dibuat oleh pemilik hasil hutan hak dengan tujuan selain Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu, Industri Pengolahan Kayu Terpadu, Industri Pengolahan Kayu Lanjutan dan Tempat Penampungan Terdaftar. 14. Surat Keterangan Asal Usul yang selanjutnya disingkat SKAU adalah dokumen angkutan yang merupakan surat keterangan yang menyatakan penguasaan, kepemilikan dan sekaligus sebagai bukti legalitas pengangkutan hasil hutan hak (kayu bulat dan kayu olahan rakyat). 15. Surat Angkutan Pengganti yang selanjutnya disingkat SAP adalah surat yang dipergunakan dalam pengangkutan hasil hutan hak dari pelabuhan umum ke tempat tujuan dokumen Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU, yang diterbitkan oleh petugas perusahaan penerima kayu. 16. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IUIPHHK adalah izin untuk mengolah kayu bulat/kayu bulat sedang/kayu bulat kecil menjadi satu atau beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada satu pemegang izin oleh pejabat yang berwenang 17. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IUIPHHK adalah izin untuk mengolah kayu bulat/kayu bulat sedang/kayu bulat kecil menjadi satu atau beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada satu pemegang izin oleh pejabat yang berwenang. 18. Industri Pengolahan Kayu Lanjutan yang selanjutnya disingkat IPKL adalah industri yang mengolah hasil hutan yang bahan bakunya berasal dari produk industri primer hasil hutan kayu. 19. Industri Pengolahan Kayu Terpadu yang selanjutnya disingkat IPKT adalah industri primer hasil hutan kayu dan industri pengolahan kayu lanjutan yang berada dalam satu lokasi industri dan dalam satu badan hukum. 20. Tempat Penampungan Terdaftar yang selanjutnya disingkat TPT adalah tempat pengumpulan kayu bulat dan/atau kayu olahan rakyat yang berasal dari satu atau beberapa sumber hutan hak, milik badan usaha atau perorangan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi: 1. Tujuan dan sasaran; 2. Produksi dan peredaran; 3. Pembinaan dan pengendalian; 4. Pelanggaran dan sanksi; dan 5. Penyidikan.

5 BAB III TUJUAN DAN SASARAN Pasal 3 (1) Pengendalian penebangan pohon yang tumbuh diluar kawasan hutan bertujuan: a. mengatur pemanfaatan sumberdaya alam kayu sehingga dapat memenuhi asas manfaat dan lestari. b. melindungi hak privat dan kepastian hukum dalam pemilikan/penguasaan dan pengangkutan hasil hutan yang berasal dari hutan hak. (2) Sasaran pengendalian penebangan pohon yang tumbuh diluar kawasan hutan adalah: a. pengamanan terhadap kepentingan negara seperti pelestarian kawasan lindung dan pemanfaatan kayu rakyat secara optimal; b. pengendalian peredaran kayu rakyat sebagai bagian upaya pemanfaatan kayu secara tertib, legal, lancar, efesien dan bertanggung jawab; c. Menumbuh kembangkan peran serta aktif masyarakat untuk mencari alternatif komoditas yang mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan yang memiliki nilai ekonomi tinggi sekaligus mendatangkan manfaat ekologis bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Pasal 4 Setiap orang atau badan hukum yang akan melakukan penebangan pohon wajib mengganti minimal sebanyak pohon yang akan ditebang dengan ketinggian pohon minimal 30 cm dari permukaan tanah. BAB IV PRODUKSI DAN PEREDARAN Pasal 5 (1) Pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan pada hutan hak tidak perlu izin penebangan/pemungutan. (2) Hutan hak dibuktikan dengan alas titel/hak atas tanah, berupa : a. Sertifikat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik; b. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai; atau c. Surat atau dokumen lainnya yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti kepemilikan lainnya yang berada di luar kawasan hutan dan diakui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pasal 6 (1) Hasil produksi penebangan pohon yang dipindahkan atau diangkut ke tempat lain dengan maksud diperjual belikan atau dipakai sendiri, wajib dilengkapi dokumen yang sah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6 (2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat keterangan asal usul hasil hutan yang berasal dari hutan hak berupa : a. Nota Angkutan; b. Nota Angkutan Penggunaan Sendiri; atau c. SKAU (surat keterangan asal usul). (3) Setiap hasil hutan hak yang akan diangkut dari lokasi tebangan atau tempat pengumpulan di sekitar tebangan ke tujuan, wajib dilengkapi Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU, yang merupakan dokumen angkutan hasil hutan dari hutan hak yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Pasal 7 (1) Nota Angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, digunakan untuk: a. Pengangkutan kayu jenis : Cempedak, Dadap, Duku, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Randu, Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, Waru, Karet, Jabon, Sengon dan Petai; atau b. Pengangkutan lanjutan yang digunakan untuk mengangkut semua jenis kayu hutan hak selain dari pelabuhan umum. (2) Nota Angkutan Penggunaan Sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, digunakan dalam peredaran kayu hutan hak semua jenis kayu untuk keperluan sendiri atau fasilitas umum dengan tujuan kecuali IUIPHHK, IPKL, IPKT dan TPT. (3) SKAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c, digunakan untuk setiap angkutan hasil hutan hak selain kriteria penggunaan Nota Angkutan dan Nota Angkutan Penggunaan Sendiri. BAB V NOTA ANGKUTAN DAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL Bagian Kesatu Nota Angkutan Pasal 8 (1) Pengadaan blanko dan pengisian Nota Angkutan dibuat oleh pembeli atau pemilik dan ditandatangani oleh pemilik hasil hutan hak serta tidak perlu ditetapkan Nomor Seri. (2) Pengadaan blanko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. (3) Penerbit Nota Angkutan tidak perlu ditetapkan pengangkatannya, cukup melaporkan kepada Kepala Desa/Lurah atau Perangkat Desa/Kelurahan setempat, dengan menunjukan bukti identitas diri.

7 Bagian Kedua Nota Angkutan Penggunaan Sendiri Pasal 9 (1) Nota Angkutan Penggunaan Sendiri dibuat oleh pemilik hasil hutan hak yang bersangkutan. (2) Nota Angkutan Penggunaan Sendiri dibuat 1 (satu) lembar untuk menyertai pengangkutan kayu. Bagian Ketiga Surat Keterangan Asal Usul Pasal 10 (1) SKAU diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah ditempat hasil hutan hak tersebut akan diangkut. (2) Pejabat Penerbit SKAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Dinas atas nama Bupati, dengan persyaratan Kepala Desa/Lurah atau Perangkat Desa/Kelurahan tersebut memiliki Surat Keterangan telah mengikuti pembekalan pengukuran dan pengenalan jenis kayu dari hutan hak yang diselenggarakan oleh Dinas/Balai. (3) Dalam hal di wilayah Desa/Kelurahan belum tersedia tenaga yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat menggunakan penerbit SKAU dari desa/kelurahan terdekat se wilayah kecamatan. (4) Dalam hal penerbit SKAU dari Desa/Kelurahan terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada, maka dapat ditunjuk petugas Kehutanan berkualifikasi pengawas tenaga teknis (Wasganis) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Penguji Kayu Bulat Rimba/Penguji Kayu Bulat Jati (PKBR/PKBJ) dengan Surat Perintah Tugas Kepala Dinas. (5) Terhadap Hutan Hak yang telah mendapat sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau yang disetarakan, setelah pemilik/ personil yang ditunjuk mengikuti pembekalan pengukuran dan pengenalan jenis kayu, diberikan kewenangan penerbitan SKAU secara self assessment, dan yang bersangkutan cukup melaporkan kepada Kepala Dinas sebagai penerbit. (6) Penerbit SKAU secara self assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (5), wajib melaporkan hasil tebangan produksi pada hutan hak miliknya kepada Kepala Desa/Lurah atau Perangkat Desa/Kelurahan setempat. Pasal 11 (1) Permohonan penerbitan dokumen SKAU diajukan kepada penerbit SKAU, dengan cara : a. menyampaikan jenis, jumlah batang/bundel/ikat, volume/ berat yang akan diangkut; dan b. menyampaikan asal lokasi dengan melampirkan bukti alas titel/hak atas tanah.

8 (2) Tugas Penerbit SKAU adalah melakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan fisik yang diajukan pemilik hasil hutan hak. (3) Pemeriksaan kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan atas kebenaran asal usul hasil hutan hak dan kepemilikannya yaitu dengan mengecek dan memastikan bahwa hasil hutan hak tersebut berasal dari lokasi yang benar yang dibuktikan dengan adanya alas titel/hak atas tanah. (4) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan berupa penetapan jenis, pengukuran volume/berat, dan penghitungan jumlah hasil hutan hak yang akan diangkut. (5) Kegiatan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penerbit SKAU dapat dibantu oleh tenaga yang memahami pengukuran hasil hutan. (6) Hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dimasukkan dalam Daftar Kayu Bulat/Kayu Olahan (DKB/DKO) sebagai dasar penerbitan dokumen SKAU. (7) Penerbit SKAU selanjutnya menerbitkan SKAU, apabila dari hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan fisik telah dinyatakan benar. Pasal 12 (1) Pengadaan blanko SKAU dibuat oleh pembeli atau pemilik dan pengisian serta penerbitannya oleh penerbit SKAU. (2) Penetapan Nomor Seri SKAU dilakukan oleh masing-masing penerbit SKAU, dengan memberikan nomor urut 00001 dan seterusnya. Pasal 13 Penerbit Nota Angkutan atau penerbit Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau penerbit SKAU bertanggung jawab terhadap kebenaran administrasi dan fisik hasil hutan hak. Pasal 14 (1) Masa berlaku Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU ditetapkan oleh masing-masing penerbit Nota Angkutan atau penerbit Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau penerbit SKAU dengan mempertimbangkan jarak tempuh normal, apabila terdapat hambatan di perjalanan dan masa berlaku dokumen Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU habis, maka dibuatkan surat keterangan yang dibuat diatas kertas bermeterai cukup dari pengemudi/nahkoda kapal. (2) Alamat tujuan pengangkutan hasil hutan ditetapkan oleh penerbit Nota Angkutan atau penerbit Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau penerbit SKAU sesuai dengan rencana pengiriman ke tempat tujuan pengiriman.

9 Pasal 15 (1) Penggunaan dokumen Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU hanya berlaku untuk 1 (satu) kali penggunaan atau hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pengangkutan dan dengan 1 (satu) tujuan. (2) Setiap alat angkut dapat digunakan untuk mengangkut hasil hutan hak dengan lebih dari 1 (satu) dokumen angkutan. Pasal 16 (1) Setiap pengangkutan hasil hutan hak dengan tujuan IUIPHHK, IPKT, dan TPT, yang mengalami transit dan bongkar di pelabuhan umum, dokumen Nota Angkutan atau SKAU dilaporkan kepada petugas kehutanan di pelabuhan untuk diketahui dan selanjutnya dibubuhkan cap/tanda tangan petugas kehutanan yang bertugas. (2) Setiap pengangkutan hasil hutan hak yang menggunakan Nota Angkutan Penggunaan Sendiri yang mengalami transit dan bongkar di pelabuhan umum, dokumen Nota Angkutan Penggunaan Sendiri dilaporkan kepada petugas kehutanan di pelabuhan untuk diketahui dan selanjutnya dibubuhkan cap/tanda tangan petugas kehutanan yang bertugas. (3) Dokumen angkutan lanjutan yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan hak dari pelabuhan umum ke tempat tujuan pengangkutan Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU menggunakan SAP (surat angkutan pengganti) yang diterbitkan oleh pembeli/pemilik hasil hutan. (4) Blanko SAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat sendiri oleh pemilik hasil hutan hak. (5) Dalam hal pengangkutan hasil hutan hak dengan menggunakan peti kemas dengan tujuan IUIPHHK, dan IPKT melalui pelabuhan umum serta mengalami perubahan alat angkut, maka dokumen Nota Angkutan atau SKAU yang menyertainya tetap berlaku sampai di tujuan akhir. (6) Dalam hal pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengalami hambatan dalam pengangkutan lanjutan dari pelabuhan umum ke tujuan dokumen, maka isi peti kemas dapat dipecah menjadi 2 peti kemas atau lebih, dengan menggunakan SAP yang diterbitkan oleh pembeli/pemilik hasil hutan hak di pelabuhan dan dokumen Nota Angkutan atau SKAU dimatikan oleh tenaga teknis PHPL serta menjadi lampiran SAP, sedangkan lampiran SAP untuk peti kemas lainnya menggunakan foto copy Nota Angkutan atau SKAU yang bersangkutan. (7) SAP sebagaimana dimaksud pada ayat (6), merupakan bagian dari dokumen asal (Nota Angkutan atau SKAU).

10 (8) Setiap penerimaan hasil hutan hak di IUIPHHK, IPKT, dan TPT, dilaporkan kepada tenaga teknis PHPL paling lambat 24 jam sejak kedatangan, yaitu dengan menyampaikan lembar ke-1 Nota Angkutan atau SKAU untuk dimatikan dan selanjutnya tenaga teknis PHPL melakukan pemeriksaan fisik, yaitu perhitungan jumlah batang dan penetapan jenis yang dibuat dalam Berita Acara. (9) Dalam hal di IUIPHHK, IPKT, dan TPT belum tersedia tenaga teknis PHPL yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8), dapat menggunakan petugas P3KB. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 17 (1) Penerbit SKAU setiap 3 (tiga) bulan menyampaikan laporan produksi hasil hutan hak dan rekapitulasi penerbitan SKAU kepada Kepala Dinas. (2) Kepala Dinas setiap 3 (tiga) bulan melaporkan realisasi produksi dan peredaran hasil hutan hak di wilayahnya kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Balai. (3) Dalam rangka ketertiban pelaksanaan penatausahaan hasil hutan hak, Dinas berkewajiban melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian peredaran. (4) Penyuluh Kehutanan dapat melakukan pendampingan masyarakat dalam penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak BAB VII PELANGGARAN DAN SANKSI Pasal 18 (1) Penggunaan dokumen Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU yang terbukti digunakan sebagai dokumen angkutan kayu yang berasal dari kawasan hutan negara dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Dalam hal pengangkutan hasil hutan hak tidak dilengkapi dokumen Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU, maka terhadap hasil hutan tersebut dilakukan pelacakan terhadap kebenaran atau asal usul hasil hutan hak. (3) Pelacakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sepanjang asal usul hasil hutan dapat dibuktikan keabsahannya, dikenakan sanksi administratif berupa pembinaan melalui teguran/ peringatan tertulis dari Kepala Dinas berdasar laporan petugas kehutanan yang menerima Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU di tempat tujuan.

11 (4) Apabila berdasarkan hasil pelacakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terbukti bukan berasal dari lahan yang ditunjukkan oleh pemilik/pengangkut hasil hutan, maka dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. (5) Pelanggaran dalam pengangkutan hasil hutan yang berasal dari hutan hak dengan menggunakan dokumen Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU, seperti terdapat perbedaan jumlah batang atau masa berlaku dokumen habis di perjalanan, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pembinaan melalui teguran/peringatan tertulis dari Kepala Dinas berdasar laporan petugas kehutanan yang menerima Nota Angkutan atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU di tempat tujuan. (6) Pelanggaran penerbitan SKAU atas hasil hutan hak yang berasal dari luar wilayah Desa/Kelurahan-nya selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dikenakan sanksi pencabutan Keputusan Penetapan Penerbit SKAU oleh Kepala Dinas. BAB VIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 18. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini;

12 e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Surat Keputusan penerbit SKAU yang sudah ada sebelum terbitnya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sampai dengan berakhirnya masa berlaku Surat Keputusan tersebut. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2000 tentang Penebangan Pohon yang Tumbuh di Luar Kawasan Hutan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

13 Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyuwangi. Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal 19 Desember 2012 BUPATI BANYUWANGI, ttd H. ABDULLAH AZWAR ANAS Diundangkan di Banyuwangi Pada tanggal 30 Januari 2013 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI, ttd Drs. H. SLAMET KARIYONO, M.Si. Pembina Utama Muda NIP 19561008 198409 1 001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013 NOMOR 9 Sesuai dengan aslinya, a.n. Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi Asisten Administrasi Pemerintahan u.b. Kepala Bagian Hukum, YUDI PRAMONO, S.H., M.Hum. Pembina NIP 19571107 198003 1 006

14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DAN PEREDARAN HASIL HUTAN HAK I. PENJELASAN UMUM Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan dalam sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu di wilayah Kabupaten Banyuwangi yang wilayahnya sebagian masih terdiri dari hutan, di perlukan suatu pengendalian dalam pemanfaatan hutan tersebut, salah satunya adalah dalam bentuk pengendalian penebangan pohonnya. Karena walaupun penebangan pohon yang dilakukan berada di wilayah hutan hak dan juga berada di luar kawasan hutan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu untuk mengendalikan guna menjaga keseimbangan alam dan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Dengan demikian bila pengendalian ini terlaksana dengan baik dan masyarakat mampu bersama sama berperan aktif untuk menjaga kelestarian alam, maka Kabupaten Banyuwangi baik saat ini atau akan datang selalu terjaga kelestarian alamnya. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 s/d Pasal 22 Cukup jelas +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++