BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan juga

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

Puji Hastuti F

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam detikfinance (2 februari 2008), partisipasi wanita Indonesia di dunia kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Dengan beralihnya peran gender ini, maka seorang wanita tidak hanya

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang

BAB I PENDAHULUAN. faktor, salah satu diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga. Hal ini terlihat dari

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB VII CARA MENGHADAPI MASALAH WORK FAMILY CONFLICT. Walaupun berbagai dampak yang muncul akibat dari masalah work family

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

BAB I PENDAHULUAN. pada bidang-bidang pekerjaan yang sebelumnya jarang diminati oleh wanita.

BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

#### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa point penting

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga.

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. media yang digunakan oleh manusia dalam bertukar ide dan berbagai informasi. Saat

BAB I PENDAHULUAN. bahwa secara kuantitas, pekerja wanita merupakan faktor tenaga kerja yang

ABSTRAK. viii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan lama. Karena salah satu sumber daya yang sangat penting yang. dimiliki oleh perusahaan adalah sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek

BAB II LANDASAN TEORI. A. Stres Kerja. adaptif, dihubungkan oleh karakteristik dan atau proses psikologi individu yang

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan ekonomi dan politik, perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai

Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X

BAB I PENDAHULUAN. sama sekali belum pernah dimasuki kaum hawa. pernah melihat wanita sebagai penerbang, tetapi kini Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sampel 165 pekerja perempuan di perusahaan berteknologi tinggi Science-Based

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pekerjaan Suami : Bekerja / Tidak Bekerja Pendidikan Anak : SD / SMP Pembantu Rumah Tangga : Punya / Tidak Punya (Lingkari pilihan Anda)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II LANDASAN TEORI. organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

Kajian Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict pada Perawat Wanita Rawat Inap I Rumah Sakit X Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan demikian, lebih banyak wanita/istri yang bekerja di luar rumah, seperti bekerja di berbagai instansi, kantor, sekolah, perusahaan, toko, rumah sakit, dan lain-lain. (Vivian A. Soesilo, 1998) http://wanita.sabda.org/suamiistri_bekerja. Di Indonesia sendiri, jumlah wanita bekerja mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik, jumlah pekerja di Indonesia yang bekerja lebih dari 48 jam per minggu semakin meningkat tiap tahun. Pada tahun 2007, jumlah pekerja yang bekerja lebih dari 48 jam per minggu sebanyak 29.232.506 orang dengan perincian 20,5 juta orang diantaranya pria dan 8,7 juta adalah wanita. Kemudian pada tahun 2009, jumlah pekerja yang bekerja diatas 48 jam per minggu meningkat menjadi 29.825.441 orang dengan perincian 20,3 juta adalah pekerja pria dan 9,4 juta pekerja wanita (http://suar.okezone.com/read/2010/03/08/283/310269/283/jam-kerja-orangindonesia-tak-kalah-panjang). Ada beberapa alasan mengapa wanita yang telah berumah tangga dan memiliki anak tetap ingin bekerja, seperti kebutuhan ekonomi, kebutuhan aktualisasi diri, menyokong sense of self dan kebanggaan diri. (http://epsikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=115). 1

2 Ludiro dalam Munandar (1985) mengungkapkan beberapa kesulitan yang sering dihadapi oleh wanita bekerja yang juga berperan sebagai ibu, yaitu: keterbatasan waktu, sehingga para ibu sering berada dalam keadaan terburu-buru dan tertekan, tidak dapat bekerja dengan tenang karena meninggalkan anak yang sedang sakit atau anak belum mencapai usia siap tinggal, dan kelelahan fisik karena ingin mengerjakan semua tugas guna memenuhi semua fungsi peran dengan memuaskan. Ditambah lagi jika ada anggota keluarga lain, atau pengasuh yang biasa menemani anak sedang berhalangan. Pada kenyataannya peran ganda memberikan konsekuensi yang berat. Di satu sisi wanita mencari nafkah untuk membantu suami bahkan pada kasus tertentu wanita lebih bisa diandalkan dalam menafkahi dan disisi lain wanita diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11489/i09def.pdf?sequen ce=2) Hastuti (2008) mengungkapkan bahwa wanita karir, karena keterbatasan waktunya, tidak mungkin bagi dirinya untuk sekaligus menjadi ibu rumah tangga secara maksimum. Wanita yang aktif bekerja sulit menjalankan tugas sebagai istri dan berfungsi sebagai ibu dalam hal mengasuh, merawat, mendidik dan mencurahkan kasih sayang kepada anak sepanjang waktu. Stres mudah muncul karena adanya konflik peran tersebut. Misalnya saja harus tetap masuk kerja walaupun anak sedang sakit, atau terpaksa mengerjakan pekerjaan kantor ketika sedang bersantai bersama keluarga.

3 Keadaan saat wanita yang menjadi istri dan ibu sekaligus pekerja yang partisipasinya dalam peran pekerjaan terhadap keluarga dibuat semakin sulit dengan hadirnya partisipasi dalam peran keluarga terhadap pekerjaan dengan peran didalam keluarga cenderung membawa mereka pada work-family conflict. Work-family conflict (WFC) adalah tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di keluarga (Greenhaus &Beutell). Herman dan Gyllstrom (1977) menemukan bahwa work-family conflict pada individu yang sudah menikah, lebih dihayati dibandingkan individu yang yang belum menikah. Dan dengan kata lain individu yang telah menjadi orang tua akan mengalami work-family conflict yang lebih daripada yang bukan orang tua. Sebanyak 75% dari 8 istri yang bekerja pada Perusahaan X kota Bandung memiliki anak yang masih balita, dan 100% istri yang bekerja pada Perusahaan X kota Bandung sering meminta ijin untuk sementara meninggalkan kantor pada jam kerja dengan alasan mengurus anak yang sakit. Selain itu, 100% istri yang bekerja pada Perusahaan X kota Bandung mengaku bahwa mereka sering merasa sedih dan bersalah ketika akan berangkat kerja anaknya menuntut waktu yang lebih banyak di rumah. Dan sebanyak 75% istri yang bekerja pada Perusahaan X kota Bandung merasa kuatir akan pendidikan dan pengasuhan anaknya yang terpaksa sebagian besar waktu harus diserahkan kepada pengasuh atau orangtua/mertua. Sebanyak 62.5% dari 8 orang istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung merasa lelah secara fisik dan psikis setelah pulang bekerja sehingga beberapa tanggung jawabnya di keluarga tidak dijalaninya dengan maksimal,

4 misalnya kurang konsentrasi bahkan hingga tertidur ketika sedang menemani anak bermain dan belajar atau mengobrol dengan suami. Dan 75% istri yang bekerja pada Perusahaan X kota Bandung tidak memiliki pembantu rumah tangga, sehingga mereka sering merasa terlalu lelah untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga sepulang dari kantor. Survey awal diatas terkait dengan penelitian yang telah dilakukan Gutek et al (dalam Carlson, 2000) yaitu area dari work-family conflict yang dapat muncul dalam dua arah, salah satunya yaitu work interference with family (WIF) yaitu situasi ketika peran di pekerjaan mempengaruhi perannya di keluarga. Sedangkan hasil survey awal dibawah ini terkait dengan penelitian Gutek et al (dalam Carlson, 2000) yang juga meneliti arah lain yang dapat muncul dalam work-family conflict, yaitu family interference with work yang berarti konflik keluarga terhadap pekerjaan terjadi saat kehidupan dan kewajiban di keluarga mempengaruhi pekerjaan. Sebanyak 75% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung menghayati bahwa ketegangan dan kelelahan di kehidupan rumah tangga sering terbawa di pekerjaan mereka sehingga mereka menunjukkan perilaku marahmarah kepada bawahan (kurang bersikap profesional dengan rekan kerja atau bawahan), konsentrasi terganggu dalam bekerja dan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan pekerjaan. Sementara itu 37.5% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung memiliki masalah dengan suami dan anggota keluarga lain yang serumah dengan mereka sehingga sering mempengaruhi konsentrasi mereka di pekerjaan, misalnya ketika sedang bekerja

5 mereka teringat dan terpikir akan masalah di rumah, sehingga tugas tidak dikerjakan secara efektif dan efisien. Dan sebanyak 37.5% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung berpikir untuk suatu saat berhenti kerja di luar rumah kemudian memiliki pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah agar dapat mengurus anak dan rumah tangga dengan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 orang istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung, ada beberapa hal yang mempengaruhi work-family conflict di kehidupan mereka sehari-hari. Sebanyak 87.5% dari istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung yang masih memiliki anak dibawah usia 10 tahun, merasa kesulitan dalam memenuhi tuntutan waktu keluarga, terutama dalam masalah waktu bersama dengan anak. Mereka merasa jam kerja sebenarnya adalah waktu yang tepat dalam mendidik, menemani dan melihat perkembangan anak, sedangkan ketika pulang kerja, waktu bertemu dengan anak cenderung singkat sebelum anak tidur. Selain tuntutan waktu keluarga, sebanyak 75% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung tidak memiliki pembantu rumah tangga, sehingga mereka juga sering merasa terburu-buru dan kurangnya waktu karena harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang menumpuk sebelum dan sepulang dari kantor. Selain tuntutan waktu keluarga, sebanyak 12.5% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung juga merasakan bahwa tuntutan jam kerja dan jadwal kerja juga sering mempengaruhi work-family conflict yang subyek alami. Subyek yang bekerja sebagai sales manager, sering sekali lembur karena harus bertemu dengan klien dan meskipun jadwal kerja yang ditentukan dimulai pukul

6 08.30 sampai pukul 17.00, pada kenyataannya sehari-hari ia baru selesai kerja kira-kira pukul 19.00, selain itu Perusahaan X juga memberlakukan jadwal kerja pada hari sabtu dari pukul 08.30 sampai pukul 14.30 yang berlaku dua minggu sekali, dirasa cukup menyita waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk keluarga. Sebanyak 100% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung menghayati bahwa mereka mendapatkan dukungan sosial dari atasan yang cukup membantu dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Situasi kerja yang bernuansa kekeluargaan membuat mereka betah di tempat kerja, atasan juga cukup memaklumi dan sering memberi ijin jika mereka meminta ijin pada jam kerja untuk mengurusi keperluan keluarga yang mendadak/mendesak, seperti suami dan anak yang sedang sakit, atau pengambilan raport anak yang tentunya jika hal-hal tersebut tidak terlalu mengganggu dan menghambat kinerja yang diharapkan. Sedangkan sebanyak 75% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung mengatakan bahwa sesama rekan kerja mereka saling berbagi pengalaman dan keluh kesah, baik memecahkan masalah pekerjaan maupun keluarga. Sebanyak 100% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung mengatakan bahwa mereka mendapatkan dukungan dari suami dalam menjalankan peran ganda sebagai istri dan karyawati. Suami mereka memaklumi keterbatasan waktu, tenaga, pikiran dan perasaan istrinya dalam menghadapi tantangan sebagai ibu, istri sekaligus karyawati. Bantuk-bentuk dukungan suami dari istri bekerja di perusahaan X Bandung misalnya, suami menenangkan

7 istrinya ketika sedang stress, ikut membantu pekerjaan rumah tangga, membantu menemani anak, dan lain-lain. Sebaliknya sebanyak 100% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung mengatakan bahwa anak seringkali membujuk mereka untuk tidak pergi ke tempat kerja meskipun sudah diberikan pengertian, dan untuk 87.5% istri bekerja di perusahaan X Bandung yang masih memiliki anak balita misalnya, anak-anak mereka masih sering meminta untuk diantar ke sekolah, lebih lama dalam bermain, ditemani ketika makan, mandi dan lain-lain, hal ini menyebabkan istri bekerja di perusahaan X Bandung sering merasa sedih dan bersalah karena memilih untuk bekerja. Sebanyak 100% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung menghayati bahwa dirinya tetap diharapkan untuk menjalani peran dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga harus didahulukan daripada sebagai karyawati. Alasan ini karena memang menurut mereka itu sudah menjadi kodrat dan hati nurani mereka sebagai ibu dari anak-anaknya. Mereka merasa bahwa keluarga lebih penting daripada pekerjaan. Meskipun demikian mereka merasa bahwa komitmen dan tanggung jawabnya sebagai karyawati juga seringkali harus mengorbankan perannya di keluarga, sehingga mereka sering merasa bingung, merasa bersalah jika ada situasi yang mengharuskan mereka memilih salah satu dari dua peran di waktu yang sama. Selain itu sebanyak 100% istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung juga merasakan bahwa atasan dan keluarga juga menuntutnya untuk menyeimbangkan kedua peran baik sebagai karyawati, istri maupun ibu rumah

8 tangga. Jika ada kondisi dimana mereka harus memilih salah satu, misalnya ketika sedang mengerjakan deadline tugas sehingga mereka terpaksa tidak menemani anak mereka yang sedang sakit, hal ini sering membuat mereka kuatir, stress, kelelahan, tidak konsentrasi dalam bekerja, bahkan mereka sering mengekspresikannya dengan menegur dan berkata dengan nada ketus pada rekan kerja. Dari hasil survey awal, terlihat bahwa masalah yang berkaitan dengan work-family conflict pada istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung bersifat kompleks, yang jika tidak mendapat perhatian serius akan menghasilkan dampak negatif baik di dunia kerja maupun di keluarga. Konflik peran ini bagi perusahaan akan menimbulkan biaya yang tinggi bila tidak dikelola dengan baik. Biaya tinggi bisa muncul dari produktivitas yang tidak optimal karena adanya tekanan dalam keluarga bahkan biaya tinggi bisa muncul dari adanya tingkat turn over (keluar-masuk) karyawan yang tinggi. (Cahyaningdyah, 2009 : 11). Hal senada diungkapkan oleh Yunita (2011 : 61) bahwa ketika seseorang mengalami konflik pekerjaan-keluarga, pemenuhan peran yang satu akan mengganggu pemenuhan peran yang lainnya sehingga akan berdampak terhadap prestasi kerja. Lebih lanjut Hasibuan (dalam Maherani, 2008 : 4) menyatakan bahwa wanita yang bekerja dan telah berkeluarga akan memiliki kinerja yang berbeda dari wanita bekerja tetapi belum bekeluarga, hal ini karena bagi ibu bekerja diharuskan menjalani dua peran yang berbeda yakni wanita pekerja dan istri di rumah.dengan demikian, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

9 mengetahui gambaran work-family conflict pada istri bekerja yang bekerja pada perusahaan X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Melalui penelitian ini, ingin mengetahui gambaran mengenai work-family conflict pada istri bekerja di Perusahaan X kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Ingin memperoleh gambaran mengenai work-family conflict yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Ingin melihat lebih detil gambaran mengenai dimensi work-family conflict yang meliputi arah dan bentuk work-family conflict pada istri bekerja di Perusahaan X kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya pemahaman dan memberikan informasi tambahan kepada bidang psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi serta bidang Psikologi Keluarga mengenai work-family conflict pada istri yang bekerja.

10 2. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai masukan dan rujukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti work-family conflict. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada istri bekerja yang merupakan karyawati Perusahaan X Bandung mengenai gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya work-family conflict terhadap pekerjaan dan keluarga. 2. Memberikan informasi kepada kepala bagian HRD mengenai workfamily conflict yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung, yang selanjutnya dapat digunakan untuk memberikan intervensi atau penanganan yang sesuai dengan masalah work-family conflict yang dialami istri bekerja yang merupakan karyawati perusahaan X Bandung. Tujuannya adalah peningkatan kesejahteraan dan kinerja istri bekerja yang merupakan karyawati perusahaan X Bandung. 1.5 Kerangka Pemikiran Peran sebagai istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung adalah peran ganda, yaitu sebagai karyawan, istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya. Ketika menjalani peran sebagai karyawan, istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung harus secara optimal menjalani tugas sesuai dengan tuntutan job

11 description yang ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan sebagai istri peranperannya antara lain, melayani suami, mengurus rumah tangga (membersihkan rumah, mengatur anggaran keuangan, membeli makanan dan keperluan rumah tanggam dan lain-lain), dan sebagai ibu, perannya antara lain mengasuh dan mendidik anak. Istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung tidak jarang merasa kesulitan dalam hal pembagian waktu antara pekerjaan dan keluarga, sehingga mengakibatkan istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung sulit untuk mengambil keputusan di antara dua pilihan (peran) atau ketika memilih salah satu peran, akan mempengaruhi pikiran dan perasaannya sehingga tidak dapat maksimal menjalan peran yang ia pilih (mengalami konflik). Peran sebagai ibu rumah tangga yang cukup menyita waktu dan perhatian dapat menjadi lebih kompleks lagi ketika istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung juga memiliki pekerjaan di luar rumah yang mungkin menuntutnya untuk bekerja lembur, sehingga pemenuhan peran di keluarga dapat berkurang (tidak maksimal). Sebaliknya pekerjaan dan tuntutan di keluarga seperti memasak, membersihkan rumah, melayani suami, menemani anak bermain dan belajar dan lain-lain dapat mengakibatkan kelelahan dan kurangnya konsentrasi ketika bekerja di kantor. Peran istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung tersebut sering menimbulkan konflik pada perannya di pekerjaan dan perannya di keluarga. Konflik antara peran di tempat kerja dan peran di keluarga disebut juga dengan work-family conflict. Konflik terjadi misalnya ketika istri yang bekerja di

12 Perusahaan X kota Bandung memilih untuk menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga tetapi karena memikirkan kewajibannya untuk menjalankan peran sebagai karyawan, dengan demikian istri bekerja tidak dapat menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga tersebut secara maksimal (gejalanya antara lain: kurang konsentrasi, sikap yang apatis, tegang, iritabilitas, kelelahan dan kecemasan). Gutek et al (dalam Carlson 2000) menemukan bahwa work-family conflict dapat muncul dalam dua arah yaitu Work Interfering with Family (WIF) yaitu terganggunya pemenuhan tuntutan keluarga karena masalah pekerjaan dan Family Interfering with Work (FIW) yaitu terganggunya pemenuhan tuntutan pekerjaan karena masalah dan urusan keluarga. Terkait dengan penelitian diatas, menurut Greenhaus & Beutell (1985) terdapat tiga bentuk work-family conflict, yaitu Time- Based Conflict, Strain-Based Conflict, dan Behavior-Based Conflict. Time-based conflict adalah konflik waktu yang diberikan untuk satu peran membuat sulit untuk memenuhi tuntutan dari peran yang lain. Jika dikombinasikan antara tiga aspek dengan dua arah work-family conflict akan menghasilkan enam kombinasi work-family conflict sebagai berikut: Time-based WIF, Time-Based FIW, Strain- Based WIF, Strain-Based FIW, Behavior-Based WIF, Behavior-Based FIW. Time-based conflict pada istri bekerja ini dapat muncul dalam dua kondisi. Pertama adalah kondisi fisik, yaitu tuntutan waktu disuatu peran (peran istri bekerja sebagai karyawan atau sebagai ibu rumah tangga) membuat istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung tidak dapat memenuhi tuntutan dari peran yang lain (peran istri bekerja sebagai karyawan atau sebagai ibu rumah

13 tangga) di waktu yang bersamaan. Yang kedua adalah kondisi psikis, yaitu tuntutan waktu juga bisa membuat istri bekerja mengalami kebingungan atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dengan satu peran meskipun ia telah berusaha secara fisik untuk memenuhi tugas peran yang lainnya (Bartolome & Evans, 1979). Kondisi ini dapat terjadi misalnya ketika istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung yang seharusnya ketika dirumah menghabiskan waktu untuk keluarga, namun kenyataannya ia masih memikirkan tugas dan pekerjaannya. Perasaan dilematis yang dialami oleh seorang istri dalam pemilihan dan pembagian waktu antara pekerjaan dan keluarga inilah yang menyebabkan time-based conflict pada work family conflict. Time-based work interfering with family (WIF) merupakan konflik dalam memenuhi tuntutan pemenuhan waktu yang dialami istri bekerja dari peran di pekerjaan yang mempengaruhi peran di keluarga. Dengan kata lain, diwaktu yang bersamaan istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung mengalami kondisi ketika ia sulit mengambil keputusan dalam memilih salah satu dari kedua peran yang harus dijalaninya di waktu yang bersamaan. baik sebagai karyawan maupun sebagai ibu rumah tangga, dan ketika ia memutuskan untuk memilih untuk menjalani perannya sebagai karyawan, ia masih merasa kebingungan dengan kewajibannya untuk menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, sehingga ia tidak dapat menjalani peran sebagai karyawan dengan maksimal. Pada saat istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung harus bekerja tetapi disaat yang sama anaknya membutuhkan dia untuk membantunya dalam belajar karena anaknya mengalami kesulitan belajar, sedangkan suaminya tidak dapat menggantikannya

14 untuk mengajari anaknya, dan ketika akhirnya ia memilih untuk tetap bekerja, sambil bekerja ia terus memikirkan anaknya, kuatir dengan prestasi belajar anaknya, sehingga ia sulit konsentrasi dalam bekerja. Sebaliknya, time-based family interfering with work (FIW) merupakan konflik dalam memenuhi tuntutan pemenuhan waktu yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung dari peran di keluarga yang mempengaruhi peran di pekerjaan. Dengan kata lain, diwaktu yang bersamaan istri bekerja mengalami kondisi ketika ia sulit mengambil keputusan dalam memilih salah satu dari kedua peran yang harus dijalaninya di waktu yang bersamaan, baik sebagai karyawan maupun sebagai ibu rumah tangga, dan ketika ia memutuskan untuk memilih untuk menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga, ia masih merasa kebingungan dengan kewajibannya untuk menjalani peran sebagai karyawan, sehingga ia tidak dapat menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dengan maksimal. Misalnya, ketika istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung harus mengajari anaknya yang mengalami kesulitan dalam belajar, tetapi disaat yang sama yang memiliki pekerjaan rutin yang menumpuk, ia memilih untuk tetap mengajari anaknya namun sambil mengajari anaknya ia terus memikirkan pekerjaannya, kuatir tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat waktu, sehingga iapun sulit konsentrasi dalam mengajari anaknya. Strain-Based Conflict adalah konflik yang muncul karena ketegangan atau kelelahan pada satu peran (peran istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung sebagai karyawan atau sebagai ibu rumah tangga) sehingga mempengaruhi kinerja dalam peran yang lain (peran istri bekerja sebagai ibu

15 rumah tangga atau sebagai karyawan). Ketegangan atau kelelahan ini muncul misalnya ketika stres karena tuntutan di tempat kerja menjadikan istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung sulit memenuhi tuntutan untuk menjadi istri yang penuh perhatian dan kasih sayang terhadap suami dan anak-anaknya. Atau sebaliknya, stres karena tuntutan di dalam kehidupan rumah tangganya menjadikan istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung sulit untuk sulit memenuhi tuntutan di tempat kerja, seperti sulit konsentrasi, bekerja dengan lambat, asal-asalan, mudah lelah dan sebagainya. Strain-based work interfering with family (WIF) merupakan konflik ketegangan yang dialami istri bekerja dari tuntutan pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga. Stressor dari tempat kerja yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung, seperti pekerjaan baru, kurang sesuainya pekerjaan dengan kemampuan, kekecewaan karena harapan di pekerjaan yang tidak terpenuhi, tuntutan konsentrasi tinggi pada tugas-tugas yang sulit dan menumpuk, tugas yang tidak menantang dan monoton, kejenuhan, dan sebagainya, dapat mengakibatkan ketegangan/kelelahan tingkat tinggi sehingga istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung menjadi sulit untuk mengejar kepuasan hidup di luar pekerjaan, misalnya, istri bekerja yang mengalami stres di tempat kerja, menjadi kurang berinteraksi dan komunikasi (menarik diri) dengan suami dan anak-anaknya karena pikirannya tercurah untuk masalah pekerjaan. Sebaliknya, Strain-Based family interfering with work (FIW) merupakan konflik ketegangan yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan. Misalnya ketika istri

16 bekerja mengalami ketegangan/kelelahan dalam mengasuh anak, kurangnya dukungan suami atas status istrinya dalam pekerjaan dan status sebagai ibu rumah tangga, perbedaan sikap suami istri mengenai status pekerjaan suami dan status pekerjaan istri dan sebagainya, dapat mempengaruhi kinerja istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung di tempat kerjanya, misalnya, istri menjadi tidak konsentrasi, tidak bersemangat dalam bekerja dan emosional. Behavior-Based Conflict adalah konflik yang muncul karena perilaku tertentu tidak sesuai dengan perilaku yang dituntut oleh kedua domain peran (peran di tempat kerja dan peran di dalam rumah tangga). Misalnya, di tempat kerja seorang istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung yang memiliki posisi sebagai manajer adalah individu yang dituntut untuk berperilaku dengan menekankan kemandirian, kestabilan emosi, agresivitas dan objektivitas. Sedangkan di rumah, istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung adalah individu yang dituntut untuk berperilaku simpatik, emosional, hangat, penuh perhatian dan kasih sayang. Behavior-Based work interfering with family (WIF) merupakan konflik pola perilaku yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga. Misalnya, di tempat kerja seorang istri bekerja yang memiliki posisi manajer, bersikap penuh wibawa, tegas, obyektif, biasa memerintah bawahannya, sehingga ketika dirumah, ia masih bersikap seperti manajer terhadap suaminya, sedangkan suami mengharapkan istrinya berperilaku hangat, penuh perhatian dan kasih sayang serta bersikap tunduk terhadap suami.

17 Sebaliknya, Behavior-Based family interfering with work (FIW) merupakan konflik pola perilaku yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan. Misalnya ketika istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung yang bersikap hangat, terbuka, emosional, penuh perhatian dan kasih sayang terhadap suami dan anak-anaknya di rumah, ketika di tempat kerja, istri bekerja yang memiliki posisi sebagai manajer, masih bersikap seperti ibu rumah tangga, dengan demikian tuntutannya sebagai manajer sulit dipenuhi oleh istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi work-family conflict yang dialami istri yang bekerja di Perusahaan X kota Bandung yaitu dukungan sosial (social support). Social Support (dukungan sosial) Kahn (dalam Sarason, Sarason dan Pierce 1990) mendefinisikan dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih hal-hal berikut: perasaan (merupakan ekspresi rasa suka, cinta, kagum, menghargai), penegasan (merupakan ekspresi persetujuan) dan bantuan (berupa barang, uang, informasi, saran). Misalnya pujian dari atasan, rekan kerja atas prestasi kerja yang diraih istri bekerja, atau sikap dari suami yang mendukung dan membantu istrinya dalam mengurangi stress yang disebabkan oleh keterbatasan dalam menjalankan peran ganda sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai karyawati. Selain itu dukungan dari keluarga, yaitu anggota keluarga lain, pembantu rumah tangga atau pengasuh anak yang turut membantu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak juga dapat mengurangi stress pada istri yang bekerja di perusahaan X kota Bandung.

18 Karakteristik Subjek: Berusia 20-45 tahun Memiliki suami yang juga bekerja (bukan selfemployee/owner) Memiliki minimal 1 anak Tinggal satu rumah dengan suami dan anak Faktor-faktor yang mempengaruhi: Dukungan sosial dari atasan Dukungan sosial dari rekan kerja Dukungan sosial dari suami Dukungan sosial dari keluarga Dukungan sosial dari Pengasuh/ Pembantu rumah tangga Usia anak Istri Bekerja (berperan ganda) di Perusahaan X kota Bandung Work-Family Conflict Tinggi Rendah 6 Dimensi Work-Family Conflict: Time-Based Conflict WIF Strain- Based Conflict WIF Behavior-Based Conflict WIF Time-Based Conflict FIW Strain- Based Conflict FIW Behavior-Based Conflict FIW 1.1 Bagan Kerangka Pikir

19 1.5 Asumsi Berdasarkan kerangka pikir yang telah dikembangkan di atas, maka asumsi yang dapat ditarik sebagai berikut: 1. Work-family conflict yang dialami istri bekerja pada Perusahaan X kota Bandung dapat muncul dalam dua arah yaitu work interference with family (WIF) dan family interference with work (FIW). 2. Work-family conflict yang dialami istri bekerja pada Perusahaan X kota Bandung dapat muncul dalam tiga bentuk yaitu time-based conflict, strainbased conflict dan behavior-based conflict. 3. Work interference with family (WIF) yang dihayati oleh istri yang bekerja di bagian produksi PT X kota Bandung memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. 4. Family interference with work (FIW) yang dihayati oleh istri yang bekerja di bagian produksi PT X kota Bandung memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. 5. Istri yang bekerja pada Perusahaan X kota Bandung mengalami family interference with work (FIW) conflict yang lebih tinggi daripada work interference with family (WIF). 6. Work-family conflict dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti dukungan sosial dari atasan, rekan kerja, suami, anak, anggota keluarga lain di luar keluarga inti (misalnya mertua, orangtua, saudara), pengasuh/pembantu rumah tangga anak, dan usia anak bungsu.