2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dokumen-dokumen yang mirip
2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN HAKIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

SALINAN. P E N E T A P A N Nomor : 0022/Pdt.P/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Ja

P E N E T A P A N Nomor 0078/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENETAPAN Nomor: 046/Pdt.G/2013/PA.Dum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.03/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2017, No Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

P E N E T A P A N Nomor 0073/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

1. Menerima surat permohonan sita sebanyak para pihak ditambah 3 eksemplar termasuk soft copynya. Dari Pemohon sita

BERITA NEGARA. No.222, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Verifikasi. Akreditasi. Lembaga Bantuan Hukum. Organisasi Kemasyarakatan.

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

P E N E T A P A N. Nomor : 0096/Pdt.P/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

P U T U S A N Nomor : 20/G/2015/PTUN-SMD DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1268, 2015 MA. Beracara. Putusan.Penerimaan Permohonan. Tindakan Badan. Pejabat Pemerintahan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA UNTUK MEMPEROLEH PUTUSAN ATAS PENERIMAAN PERMOHONAN GUNA MENDAPATKAN KEPUTUSAN DAN/ATAU TINDAKAN BADAN ATAU PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, mengatur kewenangan Pengadilan untuk memeriksa dan memutus penerimaan permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; b. bahwa untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara belum mengatur hukum acara mengenai Permohonan

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4958); 2. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 5079); 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PEDOMAN BERACARA UNTUK MEMPEROLEH PUTUSAN ATAS PENERIMAAN PERMOHONAN GUNA MENDAPATKAN KEPUTUSAN DAN/ATAU TINDAKAN BADAN ATAU PEJABAT PEMERINTAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Permohonan untuk memperoleh putusan atas penerimaan permohonan guna mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Pengadilan dalam hal permohonan dianggap dikabulkan secara hukum yang disebabkan Badan dan/atau Pejabat

3 Pemerintahan tidak menetapkan Keputusan dan/atau melakukan Tindakan. 2. Pemohon adalah pihak yang permohonannya dianggap dikabulkan secara hukum akibat tidak ditetapkannya Keputusan dan/atau tidak dilakukannya Tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dan karenanya mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang berwenang untuk mendapatkan putusan atas penerimaan permohonan. 3. Termohon adalah Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang mempunyai kewajiban untuk menetapkan Keputusan dan/atau melakukan Tindakan sebagaimana dimaksud dalam permohonan dari pemohon. 4. Majelis Hakim yang selanjutnya disebut Majelis adalah susunan hakim yang memeriksa dan memutus permohonan sekurangkurangnya 3 (tiga) orang hakim. 5. Jadwal persidangan adalah pembagian waktu berdasarkan tahapan persidangan secara berurutan mulai dari sidang pertama hingga pengucapan putusan akhir yang ditetapkan oleh Majelis. 6. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. BAB II MATERI PERMOHONAN Pasal 2 (1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Pemohon atau kuasanya dalam 5 (lima) rangkap memuat: a. Identitas pemohon meliputi: 1. Dalam hal Pemohon orang perorangan meliputi: - Nama; - Kewarganegaraan; - Tempat tanggal lahir/umur; - Tempat tinggal; - Pekerjaan dan/atau jabatan; - Nomor telepon/faksimili/telepon seluler/surat elektronik (bila ada). 2. Dalam hal Pemohon Badan Hukum Perdata atau Badan Pemerintahan meliputi: -Nama Badan Hukum Perdata atau Badan Pemerintahan; -Tempat kedudukan; dan

4 - Nomor telepon/faksimili/telepon seluler/surat elektronik (bila ada). b. Uraian yang menjadi dasar Permohonan, meliputi: - Kewenangan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014; - Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon yang merasa kepentingannya dirugikan akibat tidak ditetapkannya Keputusan dan/atau tidak dilakukannya Tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam batas waktu kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau apabila batas waktu dimaksud tidak ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maka dihitung dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014; - Alasan Permohonan diuraikan secara jelas dan rinci mengenai kewenangan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, prosedur, dan substansi penerbitan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau asasasas umum pemerintahan yang baik. c. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan yaitu: - engabulkan permohonan pemohon. - Mewajibkan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai permohonan pemohon. d. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. (2) Disamping diajukan dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan juga diajukan dalam format digital yang disimpan secara elektronik dalam media penyimpanan berupa cakram padat atau yang serupa dengan itu. (3) Dalam hal pemohon diwakili oleh kuasanya, identitas pemohon dalam Permohonan diuraikan terlebih dahulu diikuti identitas kuasanya. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilampiri surat kuasa khusus dan fotokopi kartu anggota advokat dari kuasa yang bersangkutan.

5 BAB III TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 3 (1) Permohonan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan termohon melalui Kepaniteraan. (2) Dalam hal termohon berkedudukan di luar negeri, Permohonan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. (3) Panitera wajib melakukan penelitian administrasi permohonan dan memeriksa kelengkapan alat bukti yang mendukung permohonan sekurang-kurangnya berupa: a. Bukti yang berkaitan dengan identitas pemohon yaitu: 1. Fotokopi KTP atau identitas diri lain dalam hal Pemohon orang perorangan; dan/atau 2. Fotokopi akta pendirian dan/atau anggaran dasar/anggaran rumah tangga dalam hal pemohon Badan Hukum Perdata, dan fotokopi keputusan dan/atau peraturan perundangundangan pembentukan Badan Pemerintahan yang bersangkutan dalam hal pemohon Badan Pemerintahan. b. Bukti surat atau tulisan yang berkaitan dengan permohonan yang sudah diterima lengkap oleh Termohon. c. Daftar calon saksi dan/atau ahli, dalam hal Pemohon bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli. d. Daftar bukti-bukti lain yang berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik, bila dipandang perlu. (4) Apabila permohonan belum lengkap, Panitera Pengadilan memberitahukan kepada Pemohon tentang kelengkapan Permohonan yang harus dipenuhi, dan Pemohon wajib melengkapinya dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Pemberitahuan Kekuranglengkapan Berkas. (5) Apabila kelengkapan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dipenuhi, maka Panitera mengembalikan berkas tersebut kepada pemohon yang menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak diregistrasi dalam Buku Register Permohonan dan diberitahukan kepada pemohon disertai dengan pengembalian berkas permohonan. (6) Permohonan dapat diajukan kembali dengan permohonan baru disertai dengan kelengkapan permohonannya. (7) Apabila berkas permohonan dinilai telah lengkap, berkas permohonan dinyatakan diterima dengan memberikan Akta Penerimaan Berkas

6 Perkara yang ditandatangani oleh Panitera setelah membayar panjar biaya perkara. Pasal 4 Fotokopi bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dan b wajib dibubuhi meterai cukup sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB IV REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG Bagian Pertama Registrasi Perkara Pasal 5 (1) Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam Buku Register Perkara dan diberi nomor perkara. (2) Panitera memberikan akta sebagai bukti pencatatan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Dalam hal permohonan yang telah dicatat dalam Buku Register Perkara kemudian dicabut oleh pemohon, maka Panitera menerbitkan Akta Pencabutan Permohonan dan diberitahukan kepada pemohon disertai dengan pengembalian berkas permohonan. Bagian Kedua Penjadwalan Sidang Pasal 6 (1) Panitera menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Pengadilan dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan tersebut diregistrasi. (2) Ketua Pengadilan menetapkan susunan Majelis yang memeriksa permohonan tersebut paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan. (3) Hakim Ketua Majelis menetapkan sidang pertama dan jadwal persidangan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak berkas permohonan diterima oleh Majelis. (4) Penetapan sidang pertama dan jadwal persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan kepada pemohon dan Termohon, untuk Termohon dilampiri salinan permohonan. (5) Termohon pada saat mengajukan tanggapan atas Permohonan dapat melengkapi bukti tertulis, daftar calon saksi dan/atau ahli yang akan

7 diajukan dalam persidangan, dalam hal pemohon bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli. (6) Jadwal persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat mengikat, dan tidak ditaatinya jadwal tersebut menyebabkan hilangnya kesempatan atau hak bagi pihak yang bersangkutan untuk berproses kecuali terdapat alasan yang sah. Bagian Ketiga Panggilan Sidang Pasal 7 (1) Panggilan sidang pertama disertai dengan: a. Penetapan Hakim Ketua Majelis yang memuat jadwal persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3). b. Perintah untuk melengkapi bukti-bukti lain selain yang diuraikan dalam Pasal 3 ayat (2). c. Perintah untuk mempersiapkan saksi dan/atau ahli yang akan diajukan dalam persidangan sesuai dengan jadwal persidangan yang telah ditetapkan dalam hal Pemohon bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli. (2) Panggilan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Panitera atau Panitera Pengganti yang menangani permohonan dan disampaikan secara langsung oleh Jurusita atau Jurusita Pengganti atau melalui telepon, faksimili, surat elektronik, dan/atau surat tercatat yang dibuktikan dengan berita acara pengirimannya. (3) Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah dikirim kepada pemohon dan termohon atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. (4) Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila pihak tersebut telah dikirimkan surat panggilan 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. BAB V PEMERIKSAAN Bagian Pertama Pemeriksaan Persidangan Pasal 8 (1) Pemeriksaan persidangan dilakukan oleh Majelis tanpa melalui proses dismissal maupun pemeriksaan persiapan.

8 (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 adalah: a. Pemeriksaan pokok permohonan. b. Pemeriksaan tanggapan termohon. c. Pemeriksaan bukti surat atau tulisan. d. Mendengarkan keterangan saksi. e. Mendengarkan keterangan ahli. f. Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik. (2) Pemeriksaan pokok permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dimulai dengan memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok Permohonan seperlunya. Pasal 10 (1) Dalam hal pemohon mengajukan pencabutan permohonan, Majelis menerbitkan Penetapan Pencabutan Permohonan. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret Permohonan dari Buku Register Permohonan, yang salinannya disampaikan kepada para pihak. Bagian Kedua Pembuktian Pasal 11 Macam-macam alat bukti yang dapat diajukan untuk diperiksa di persidangan meliputi: a. Surat atau tulisan. b. Keterangan saksi. c. Keterangan ahli. d. Pengakuan para pihak. e. Pengetahuan Hakim. f. Alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.

9 Pasal 12 Saksi dan/atau ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b dan huruf c dapat diajukan oleh pemohon, termohon atau dipanggil atas perintah Pengadilan. Pasal 13 Termasuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf f dapat berupa rekaman data atau informasi yang dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka yang memiliki makna. BAB VI PUTUSAN Pasal 14 Alasan hukum yang menjadi dasar putusan atas penerimaan Permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan meliputi: a. Maksud dan tujuan permohonan. b. Kewenangan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. c. Kedudukan hukum (legal standing) pemohon yang merasa kepentingannya dirugikan akibat tidak ditetapkannya Keputusan dan/atau tidak dilakukannya Tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam batas waktu kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau apabila batas waktu dimaksud tidak ditentukan dalam peraturan perundang-undangan maka dihitung dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. d. Pendapat Majelis terhadap pokok permohonan mengenai kewenangan Badan atau Pejabat Pemerintahan, prosedur dan/atau substansi penerbitan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik. e. Kesimpulan mengenai semua hal yang telah dipertimbangkan.

10 Pasal 15 Amar putusan atas penerimaan permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan berbunyi: a. "Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima", dalam hal permohonan tidak memenuhi syarat formal, Pengadilan tidak berwenang, pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). b. - "Mengabulkan permohonan pemohon". - "Mewajibkan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan untuk menerbitkan Keputusan dan/atau melakukan Tindakan", sesuai Permohonan Pemohon. c. "Menyatakan permohonan pemohon ditolak", dalam hal alasan Permohonan tidak beralasan hukum. d. "Menyatakan permohonan gugur", dalam hal pemohon tidak hadir dalam persidangan 2 (dua) kali berturut-turut pada sidang pertama dan kedua tanpa alasan yang sah atau pemohon tidak serius. Pasal 16 Putusan Pengadilan atas penerimaan permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan bersifat final dan mengikat. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

11 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2015 KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, MUHAMMAD HATTA ALI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY