PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN HAK DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.80/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

2 Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran N

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hi

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN. NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006. Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.89/Menhut-II/2014 TENTANG HUTAN DESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.88/Menhut-II/2014 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEHUTANAN ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

2017, No Kehutanan tentang Kerja sama Pemanfaatan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tent

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN HAK DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 1 TAHUN : 2003 SERI : B

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, maka perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 1

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4242); 11. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 2

12. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 13. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2005; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang di atasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota; 2. Pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan pemanfaatan jasa lingkungan; 3. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan; 3

4. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan; 5. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, seperti pemanfaatan untuk wisata alam, pemanfaatan air, pemanfaatan keindahan dan kenyamanan; 6. Insentif adalah semua bentuk dorongan spesifik atau rangsangan/stimulus yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat, baik secara individu maupun kelompok; 7. Kompensasi adalah pemberian ganti rugi atau tanah pengganti kepada pemegang hak atas tanah melalui musyawarah sebagai akibat adanya perubahan status hutan hak menjadi hutan Negara; 8. Fasilitasi adalah penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan hak dengan cara pendampingan, pelatihan, penyuluhan, bantuan teknik, bantuan permodalan, dan/atau bantuan informasi sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan secara mandiri dalam mengembangkan kelembagaan, sumber daya manusia, jaringan mitra kerja, permodalan, dan atau pemasaran hasil; 9. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 10. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 11. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4

BAB II STATUS DAN FUNGSI Pasal 2 (1) Tanah yang telah dibebani alas titel atau hak atas tanah berupa sertifikat hak milik, hak guna usaha, dan hak pakai, dapat ditunjuk sebagai hutan hak menurut fungsinya; (2) Hutan hak mempunyai tiga fungsi, yaitu : a. fungsi konservasi; b. fungsi lindung; c. fungsi produksi. (3) Penunjukan fungsi hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Pasal 3 (1) Kriteria hutan hak yang mempunyai fungsi konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a mengacu pada kriteria kawasan lindung yang berfungsi konservasi sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (2) Kriteria hutan hak yang mempunyai fungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b mengacu pada kriteria kawasan lindung yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (3) Kriteria hutan hak yang mempunyai fungsi produksi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c mengacu pada kriteria kawasan budidaya yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pasal 4 (1) Hutan hak yang berada di kawasan lindung yang berfungsi konservasi, ditunjuk sebagai hutan hak yang berfungsi konservasi; (2) Hutan hak yang berada di kawasan lindung ditunjuk sebagai hutan hak yang berfungsi lindung; 5

(3) Hutan hak yang berada di kawasan budidaya ditunjuk sebagai hutan hak yang berfungsi produksi. Pasal 5 Penunjukan fungsi hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), dilakukan melalui proses sebagai berikut : a. inventarisasi hutan hak; b. pemetaan hutan hak; c. penunjukan hutan hak. Pasal 6 (1) Inventarisasi Hutan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan melalui survei mengenai keadaan fisik, flora dan fauna, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat dengan melibatkan pemegang hak; (2) Inventarisasi hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota; (3) Ketentuan lebih lanjut tentang Inventarisasi hutan hak diatur lebih lanjut oleh Bupati/Walikota. Pasal 7 Berdasarkan hasil inventarisasi hutan hak dan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Kepala Dinas Kabupaten/Kota menyiapkan peta hutan hak. Pasal 8 Berdasarkan peta hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bupati/Walikota menunjuk hutan hak. Pasal 9 Dalam hal terdapat hutan hak yang kosong dan berdasarkan RTRWK mempunyai fungsi sebagai konservasi, lindung dan produksi, maka pemegang hak wajib mereboisasi. 6

Pasal 10 Tata cara penunjukan hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur lebih lanjut oleh Bupati/Walikota. Pasal 11 (1) Dalam hal hutan hak telah ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan/atau direboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, sebagai fungsi lindung dan atau fungsi konservasi, maka Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan insentif kepada pemegang hak; (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan motivasi pemegang hak dan/atau masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk mempertahankan hutan hak agar tetap berfungsi lindung dan/atau berfungsi konservasi; (3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan program dan kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota; (4) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan berupa pemberian prioritas program-program pembangunan daerah antara lain subsidi, pinjaman lunak, kebijakan fiskal, pengaturan, kemudahan pelayanan, dan pendampingan; (5) Ketentuan lebih lanjut tentang pemberian insentif diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. BAB III PEMANFAATAN Pasal 12 (1) Pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya; (2) Pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi pemegang hak dengan tidak mengurangi fungsinya; 7

(3) Pemanfaatan hutan hak dapat berupa pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan pemanfaatan jasa lingkungan. Pasal 13 (1) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya; (2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi konservasi dapat berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan; (3) Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berupa : a. mengambil rotan; b. mengambil madu; c. mengambil tanaman obat-obatan; d. mengambil buah dan aneka hasil hutan lainnya; e. perburuan satwa liar yang tidak dilindungi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (4) Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berupa : a. usaha wisata alam; b. usaha olahraga tantangan; c. usaha pemanfaatan air; d. usaha perdagangan karbon; atau e. usaha penyelamatan hutan dan lingkungan. (5) Dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan hak yang berfungsi konservasi tidak boleh : a. mengambil komoditas yang menjadi ciri khas tertentu dengan fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya; 8

b. menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; c. menebang pohon; d. membangun sarana dan prasarana permanen; e. mengganggu fungsi konservasi; f. mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas hutan hak yang berfungsi konservasi; serta g. menambah jenis tumbuhan yang tidak asli. Pasal 14 (1) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya; (2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dapat berupa pemanfaatan lahan, pemungutan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan; (3) Kegiatan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa : a. pemanfaatan lahan di bawah tegakan; b. usaha budidaya tanaman obat; c. usaha budidaya tanaman hias; d. usaha budidaya jamur; e. usaha budidaya perlebahan; f. usaha budidaya sarang burung wallet; g. usaha perbenihan tanaman hutan. (4) Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berupa : a. mengambil rotan; b. mengambil madu; c. mengambil buah dan aneka hasil hutan lainnya; atau 9

d. perburuan satwa liar yang tidak dilindungi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (5) Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berupa : a. usaha wisata alam; b. usaha olahraga tantangan; c. usaha pemanfaatan air; d. usaha perdagangan karbon; atau e. usaha penyelamatan hutan dan lingkungan. (6) Dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung tidak boleh : a. menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; b. menebang pohon; c. membangun sarana dan prasarana permanen; d. mengganggu fungsi lindung; e. mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas hutan hak yang berfungsi lindung; f. mengubah bentang alam dan lingkungan. Pasal 15 (1) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi produksi dilaksanakan dengan tetap menjaga kelestarian dan meningkatkan fungsi pokoknya; (2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi produksi dapat berupa : a. pemanfaatan hasil hutan kayu; b. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; c. pemanfaatan jasa lingkungan; 10

(3) Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan dan pemasaran; (4) Pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a antara lain berupa : a. usaha budidaya tanaman kayu-kayuan sejenis; dan b. usaha budidaya tanaman kayu-kayuan campuran berbagai jenis. (5) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b antara lain berupa : a. usaha budidaya tanaman obat; b. usaha budidaya tanaman hias; c. usaha budidaya tanaman pangan; d. usaha budidaya tanaman penghasil buah, getah dan minyak atsiri; e. usaha budidaya tanaman rotan dan bambu; f. usaha budidaya jamur; g. usaha budidaya perlebahan; h. usaha budidaya sarang burung wallet; i. usaha budidaya persuteraan alam; j. usaha perbenihan tanaman hutan; k. usaha penangkaran satwa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (6) Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c antara lain berupa : a. usaha wisata alam; b. usaha olahraga tantangan; 11

c. usaha perdagangan karbon (carbon trade); atau d. usaha penyelamatan hutan dan lingkungan; e. usaha pemanfaatan air. Pasal 16 Tata cara pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pasal 17 (1) Semua hasil hutan kayu dan bukan kayu yang berupa rotan dan gaharu dari areal hutan hak yang akan digunakan dan/atau diangkut ke daerah lainnya dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterbitkan oleh Kepala Desa atau pejabat yang setara; (2) Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) berlaku dan dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan kayu dan bukan kayu di seluruh Wilayah Republik Indonesia; (3) Ketentuan mengenai pemberlakuan dokumen SKAU diatur sesuai dengan ketentuan penatausahaan hasil hutan yang diatur tersendiri dengan Peraturan Menteri. Pasal 18 Pemerintah kabupaten/kota menetapkan lebih lanjut petunjuk pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan hak dengan mengacu kepada Peraturan ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV PERUBAHAN STATUS Pasal 19 (1) Hutan hak yang berfungsi konservasi dan lindung dapat diubah statusnya menjadi kawasan hutan; (2) Bupati/Walikota mengajukan usulan perubahan status hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Kehutanan setelah mendapat 12

rekomendasi Gubernur dan kesepakatan dengan pemegang hak dan pihak-pihak yang terkait; (3) Menteri Kehutanan menetapkan Hutan Hak yang berfungsi konservasi dan/atau lindung sebagai kawasan hutan apabila usulan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui; (4) Dalam hal hutan hak ditetapkan statusnya menjadi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah memberikan kompensasi kepada pemegang hak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN (1) Pemegang hak, berhak untuk : Pasal 20 a. mendapatkan pelayanan; b. menikmati kualitas lingkungan; c. memanfaatkan hutan sesuai dengan fungsinya; d. memperoleh insentif; dan e. menentukan bentuk pemanfaatan hutan. (2) Ketentuan lebih lajut tentang hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 (1) Pemegang hak berkewajiban untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga; (2) Upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 13

Pasal 22 (1) Pemegang hak wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutan hak; (2) Pengamanan dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dalam bentuk perlindungan dari kebakaran, hama, penyakit dan pendudukan atas hutan hak (okupasi). Pasal 23 Ketentuan-ketentuan pungutan baik atas tanah maupun kepemilikan hasil hutan yang berasal dari hutan hak mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN Pasal 24 (1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban untuk mengembangkan hutan hak melalui pengembangan kelembagaan; (2) Pengembangan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kegiatan pembangunan dan penguatan kelembagaan masyarakat dan sistem usaha; (3) Kegiatan pembangunan dan penguatan kelembagaan masyarakat diarahkan agar masyarakat mampu dan mandiri dalam pemanfaatan hutan; (4) Kegiatan pembangunan dan penguatan sistem usaha diarahkan agar masyarakat mampu dan mandiri dalam melakukan suatu usaha; (5) Pembangunan dan penguatan kelembagaan masyarakat dan sistem usaha dilakukan oleh Bupati/Walikota dengan melalui fasilitasi; (6) Jenis-jenis fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa : a. pendampingan; b. bimbingan; c. pelatihan; 14

d. penyuluhan; e. penyediaan informasi; f. sosialisasi; g. bantuan permodalan; dan atau h. pemberian insentif lainnya. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 25 (1) Menteri Kehutanan dan Gubernur berkewajiban melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pemanfaatan hutan hak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota; (2) Bupati/Walikota berkewajiban melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan pemanfaatan hutan hak yang dilakukan oleh pemegang hak. Pasal 26 (1) Menteri Kehutanan dan Gubernur berkewajiban melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan pemanfaatan hutan hak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota; (2) Bupati/Walikota berkewajiban melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan pemanfaatan hutan hak yang dilakukan oleh pemegang hak. BAB VIII PELAPORAN Pasal 27 (1) Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemanfaatan hutan hak kepada Menteri Kehutanan dan Gubernur; 15

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisikan antara lain lokasi dan luas hutan hak berdasarkan fungsinya, bentuk pemanfaatan hutan hak, dan tahapan proses penunjukan hutan hak; (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap semester. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 16 Agustus 2005 MENTERI KEHUTANAN ttd H. M.S. KABAN, SE., M.Si Salinan Peraturan ini disampaikan Kepada Yth : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Hukum dan Perundang-undangan; 4. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 5. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 6. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; 7. Gubernur di seluruh Indonesia; 8. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi di seluruh Indonesia; 9. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 10. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. 16