BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

BAB III METODE PENELITIAN. Cross Sectional. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-korelatif yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

PROFIL PENEREPAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LOMBOK. Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB IV PEMBAHASAN. Permenkes Nomor 58 tahun 2014 ini di lakukan di 4 Rumah Sakit Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Kemenkes RI, 2014). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT. DIANA HOLIDAH Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 pasal 1 tentang rumah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Pharmaceutical barrier in preventing counterfeit medicines in hospitals. Hadi Sumarsono, S. Farm., Apt.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004).

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. korelasi sebesar 72,2%, variabel Pelayanan informasi obat yang. mendapat skor bobot korelasi sebesar 74,1%.

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INFORMASI OBAT APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

Lampiran 1.Penilaian yang dirasakan dan harapan pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan mutlak diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PIO DI UNIT PIO RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR SULAWESI SELATAN. RAHMAH MUSTARIN S.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2014. Pada penelitian ini telah dilakukan di berbagai rumah sakit umum daerah Lombok dengan tipe atau kelas rumah sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. No Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit Nama Rumah Sakit Kode RS Tipe RS Jumlah Apt 1 RSUD Kota Mataram A B 11 2 RSUD Dr.R.Soedjono Selong Lombok Timur B C 11 3 RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat C C 11 4 RSUD Praya Lombok Tengah D C 3 Berdasarkan tabel 2 terdapat 1 (satu) rumah sakit tipe B dan 3 (tiga) rumah sakit tipe C. Rumah sakit tipe B yakni Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram yang dimana rumah sakit dengan tipe B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 (sebelas) spesialistik dan subspesialistik terbatas. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 217 buah tempat tidur sesuai dengan standar Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2010. Untuk 3 (tiga) rumah sakit dengan tipe C yakni Rumah Sakit Umum Daerah 25

26 Dr.R.Soedjono Selong Lombok Timur, Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju Lombok Barat, dan Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah yang dimana rumah sakit dengan tipe C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. Untuk Rumah Sakit Umum Daerah Dr.R.Soedjono Selong Lombok Timur memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 264 buah tempat tidur, Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 119 buah tempat tidur, dan Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah jumlah tempat tidur yang dimiliki sebanyak 128 buah tempat tidur. Semua rumah sakit tersebut sudah memenuhi standar klasifikasi rumah sakit sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit pada pasal 10 tentang rumah sakit umum kelas B ialah harus mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Pada Pasal 12 rumah sakit dengan kelas B jumlah tempat tidur minimal 200 buah. Untuk rumah sakit umum kelas C pada pasal 14 harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Pada pasal 16 rumah sakit dengan kelas C jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Pada penelitian ini 4 Rumah

27 Sakit Umum Daerah Lombok sudah memenuhi standar klasifikasi rumah sakit sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI. Setiap Rumah Sakit tersebut memiliki Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang bertujuan untuk memberikan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian. Pelayanan farmasi kilnik harus dilakukan dengan baik agar tercapai tujuan untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien dan juga masyarakat. Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan agar tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Di rumah sakit, di perlukan panitia farmasi dan terapi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga anggotanya terdiri dari Dokter yang mewakili spesialis-spesialis yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. B. Profil Penerapan Farmasi Klinik Penelitian dimulai pada bulan Mei hingga Juli tahun 2015 dan dilakukan perizinan terlebih dahulu ke Badan Perencanaan Pembangunan

28 Daerah (BAPPEDA) di setiap kabupaten yang ada di Lombok. Setelah perizinan diberikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dilakukan perizinan kepada setiap Direktur Rumah Sakit. Setelah perizinan dikeluarkan, penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner yang sesuai dengan Permenkes kepada Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diantaranya yakni: 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep Pengkajian dan Pelayanan Resep sesuai persyaratan meliputi administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinik baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. RSUD Kota Mataram, RSUD Dr.R.Soedjono Selong, RSUD Patut Patuh Patju, dan RSUD Praya sudah melaksanakan pengkajian dan pelayanan resep seperti skrining administratif (nama pasien, umur, asal poli, nama dokter, dan lain-lain), skrining farmasetik (bentuk sediaan, aturan pakai, dosis), skrining klinis (adanya interaksi, dan alergi pasien). 2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Tujuan penelusuran riwayat penggunaan obat yakni mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara kepada Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau data rekam medik atau pencatatan penggunaan obat pasien. Rumah Sakit Umum Daerah Lombok yang melaksanakan yakni RSUD Kota Mataram dan RSUD Praya yang

29 dilaksanakan dengan cara melihat dari kartu obat pasien yang dibawa atau tercantum dalam rekam medik pasien dan hanya untuk pasien BPJS yang mengidap penyakit kronis. 3. Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi obat yakni membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien, sehingga mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Tujuannya untuk memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien, mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter, dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat ridak terbacanya instruksi dokter. Pada poin ini rumah sakit umum daerah Lombok yang melaksanakan yakni RSUD Kota Mataram dan RSUD Patut Patuh Patju dengan melakukan pengecekan obat yang dibawa oleh pasien apakah terdapat duplikasi atau tidak. 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Infomasi Obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini, dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit dan untuk menunjang penggunaan obat yang rasional. RSUD Kota Mataram

30 dan RSUD Praya melaksanakan dengan cara memberikan pelayanan informasi khusus kepada pasien kronis rawat jalan dan pasien rawat inap. RSUD Dr.R.Soedjono Selong, RSUD Patut Patuh Patju dengan memberikan PIO pada waktu penyerahan obat kepada pasien. 5. Konseling Konseling merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari Apoteker kepada pasien dan atau keluarganya dan meningkatkan keamanan pengunaan obat bagi pasien (patient safety). RSUD Kota Mataram melaksanakan dengan cara memberikan KIE terkait obat dan life style atau polas hidup pasien agar menunjang terapi obat. RSUD Patut Patuh Patju dan RSUD Praya memberikan konseling kepada pasien-pasien penyakit kronis dan pasien rawat jalan pediatrik. 6. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. RSUD Kota Mataram melaksanakan pada saat penyerahan obat kepada pasien dan

31 apoteker mengecek apakah ada keluhan baru atau tidak. RSUD RSUD Patut Patuh Patju dan RSUD Praya dengan melakukan visit dengan dokter dan menyerahkan obat langsung kepada pasien. 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. RSUD Kota Mataram dan RSUD Patut Patuh Patju melaksanakan dengan cara melihat dari kartu pasien rawat jalan dan apoteker berkeliling untuk pasien yang rawat inap. 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Pada poin ini hanya dilaksanakan oleh RSUD Praya dengan memantau pasien kronis rawat jalan. 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. RSUD Kota Mataram dan RSUD Praya melaksanakan dengan cara memberikan usulan penggantian

32 antibiotik jika waktu penggunaan antibiotik sudah melebihi waktu kepada dokter. 10. Dispensing Sediaan Steril Syarat dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptis untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Semua Rumah Sakit Umum Daerah Lombok belum melaksanakan dispensing sediaan steril karena belum adanya fasilitas yang mendukung di Rumah Sakit. 11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. Untuk poin ini rumah sakit umum daerah Lombok belum ada yang melaksanakan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD). Dalam penelitian ini penulis membuat pertanyaan kuesioner sebanyak 20 pertanyaan yang sudah mencakup semua poin Permenkes No.58 tahun 2014 tentang Pelayanan Kefarmasian Klinik di Rumah Sakit. Pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Lombok ini sudah sebagian menerapkan, namun masih ada beberapa poin yang tidak terlakasana dan baru direncanakan oleh setiap rumah sakit tersebut karena kurangnya sumber daya di Instalasi Farmasi Rumah sakit.

33 Tabel 3. Hasil Penerapan Farmasi Klinik Sesuai Permenkes Nama Jumlah No Kode Persentase % RS Pelayanan 1 RSUD A 8 1,2,3,4,5,6,7,9 72,72% 2 RSUD B 3 1,4,5 27,27% 3 RSUD C 6 1,3,4,5,6,7 54,54% 4 RSUD D 7 1,2,4,5,6,8,9 63,63% Sumber: Data kuesioner penelitian, 2016 Dari tabel 3 di atas menunjukkan jumlah pelayanan farmasi klinik di rumah sakit umum daerah Lombok yang sesuai dengan Permenkes No.58 tahun 2014. Pada tabel tersebut menunjukan pelayanan yang dilakukan oleh RSUD A atau Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram sebanyak 8 (delapan) pelayanan dengan jumlah persentase yakni 72,72%, RSUD B atau Rumah Sakit Umum Daerah Dr.R.Soedjono Selong Lombok Timur sebanyak 3 (tiga) pelayanan dengan jumlah persentase yakni 27,27%, RSUD C atau Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju Lombok Barat sebanyak 6 (enam) pelayanan dengan jumlah persentase 54,54%, dan RSUD D atau Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah sebanyak 7 (tujuh) pelayanan dengan jumlah persentase 63,63%. Pelayanan farmasi klinik sesuai Permenkes No.58 tahun 2014 yang paling banyak diterapkan di setiap rumah sakit umum daerah Lombok adalah pada poin 1 (satu), 4 (empat), dan poin 5 (lima) yakni Pengkajian dan Pelayanan Resep, Pelayanan Informasi Obat (PIO), dan Konseling. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa keberadaan pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Lombok sesuai Permenkes No 58 tahun 2014 rata-rata 54,54%.

34 Tabel 4. Hasil Penerapan Yang Tidak Terlaksana Tidak No Nama RS Kode Persentase % Terlaksanan 1 RSUD A 3 8,10,11 27,27% 2 RSUD B 8 2,3,6,7,8,9,10,11 72,72% 3 RSUD C 5 2,8,9,10,11 45,45% 4 RSUD D 4 3,7,10,11 36,36% Sumber: Data Kuesioner Penelitian, 2016 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui jumlah penerapan yang tidak terlaksana di setiap Rumah Sakit Umum Daerah Lombok yaitu pada RSUD A atau Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram terdapat 3 penerapan farmasi klinik yang tidak terlaksana dengan jumlah persentase 27,27%, RSUD B atau Rumah Sakit Umum Daerah Dr.R.Soedjono Selong Lombok Timur terdapat 8 (delapan) penerapan farmasi klinik rumah sakit yang tidak terlaksana dengan jumlah persentase 72,72%, RSUD C atau Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju Lombok Barat terdapat 5 (lima) penerapan farmasi klinik yang tidak terlaksana dengan jumlah persentase 45,45%, dan RSUD D atau Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah terdapat 4 (empat) penerapan farmasi klinik yang tidak terlaksana dengan jumlah persentase 36,36%. Pelayanan penerapan farmasi klinik yang paling banyak tidak terlaksana yakni pada poin 10 (sepuluh), dan poin 11 (sebelas) yaitu Dispensing Sediaan Steril, dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Farmasi Klinik yang sekarang banyak dibicarakan tidak hanya konsepnya tetapi bagaimana melaksanakannya atau penerapannya baik di lingkungan rumah sakit, apotek, industri farmasi, dan institusi lain. Di Indonesia, konsep farmasi klinik masuk secara parsial artinya tidak bersama-sama dan

35 tergantung kebijakan dari tenaga kesehatan rumah sakit terutama peran dari farmasis. C. Analisis Data 1. Hasil Regresi Linier Sederhana Untuk menguji keterkaitan atau hubungan antara penerapan farmasi klinik sesuai Permenkes No.58 tahun 2014 terhadap jumlah apoteker. Maka digunakanlah berbagai metode statistika-matematika antara lain regresi linier sederhana, metode korelasi Pearson, dan metode korelasi determinasi. Pada bahasan ini penulis akan membahas tentang analisi kuantitatif data penerapan farmasi klinik sesuai Permenkes terhadap jumlah apoteker. Dalam penelitian ini, dalam menganalisis regresi linier berganda penulis menggunakan seri program statistik SPSS. SPSS adalah suatu program software komputer yang digunakan untuk mengolah data baik parametrik maupun nonparametrik, seperti pada tabel berikut ini: Tabel 5. Perhitungan Komponen-Komponen Regresi Linier Rumah Sakit Jumlah Apoteker (X) Penerapan (Y) xy x 2 y 2 RSUD A 11 8 88 121 64 RSUD B 11 5 55 121 25 RSUD C 11 7 77 121 49 RSUD D 3 6 18 9 36 Jumlah 36 26 238 372 174

36 Dari tabel 5 kita dapat memperoleh bahwa: 1) x = 36 2) y = 26 3) xy = 238 4) x 2 = 372 5) ( x) 2 = 1296 6) y 2 = 174 7) ( y) 2 = 676 Adapun persamaan regresi linier (persamaan garis lurus) dapat dirumuskan sebagai berikut: y = a + bx dengan ( )( ) ( )( ) a = ( ) b = ( )( ) ( ) dimana: y = variabel tergantung (mewakili penerapan) x = variabel bebas (mewakili jumlah apoteker) a = angka konstan ketika, x= 0 b = koefisien regresi (menytakan kemiringan dari grafik) n = banyaknya sampel/data (pada penelitian ini jumlah data, n = 4)

37 Apabila hasil perhitungan diatas disubstitusikan kedalam persamaan untuk menghitung konstanta-konstanta a dan b maka akan diperoleh harga a dan b sebagai berikut: Dan ( )( ) ( )( ) a = ( ) = (372x26) (36x238) (4x372) (1296) = 5,75 ( )( ) b = ( ) = (4x238) (36x26) (4x372) (1296) = 0,083 Sehingga jika harga a dan b disubstitusikan kedalam persamaan Regresi Linier maka akan diperoleh persamaan Regresi Linier Sederhana sebagai berikut: y = 5,75 + 0,083x Dari model persamaan regresi tersebut bahwa konstanta (a) sebesar 5,75 artinya jika tidak ada variabel jumlah apoteker (X), yang mempengaruhi penerapan (Y), maka penerapan sebsesar 5,75 satuan. Hal ini berarti jika rumah sakit tidak mempertimbangkan faktor jumlah apoteker (X) maka penerapan akan rendah. Sedangkan nilai b sebesar 0,083 artinya jika variabel jumlah apoteker (X) meningkat sebesar satu satuan maka penerapan (Y) akan meningkat sebesar 0,083. Hal ini menunjukkan semakin tinggi jumlah apoteker (X) maka penerapan juga semakin meningkat, demikian juga sebaliknya.

38 Persamaan yang didapatkan dari Regresi Linier tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan keterkaitan jumlah apoteker dan penerapan farmasi klinik sesuai Permenkes di 4 Rumah Sakit Umum Daerah Lombok. 2. Analisis Korelasi Pearson Selain menggunakan analisis Regresi Linier sederhana, keterkaitan atau korelasi antara jumlah apoteker (variabel bebas) terhadap penerapan farmasi klinik sesuai Permenkes (variabel tergantung) pada 4 rumah sakit umum daerah Lombok dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi Pearson dimana dirumuskan sebagai berikut: r = ( )( ) (( ) ( ) )(( ) ( ) ) dimana: r = korelasi Pearson n = jumlah data x = variabel bebas (jumlah apoteker) y = variabel tergantung (penerapan) = sigma yang menyatakan jumlah terhadap operasi matematika didepannya. Perbedaan antara metode Regresi Linier Sederhana dengan metode Korelasi Pearson adalah pada tujuannya. Regresi Linier bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara jumlah apoteker dengan penerapan, sedangkan Korelasi Pearson bertujuan untuk mengetahui seberapa terkaitnya jumlah apoteker terhadap penerapan.

39 Jika nilai dari komponen-komponen pada tabel 4 diatas disubstitusikan ke persamaan korelasi Pearson maka akan diperoleh harga korelasi Pearson sebagai berikut: r = ( )( ) (( ) ( ) )(( ) ( ) ) ( ) ( ) = (( ) ( )(( ) ( ) = 0,258 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui hasil pengujian signifikansi menunjukkan bahwa probabilitas r = 0,258 artinya memiliki kekuatan lemah. Nilai tersebut dapat membuktikan bahwa variabel jumlah apoteker (X) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel penerapan (Y). 2. Analisis Koefisien Determinasi Selain menggunakan Regresi Linier dan Korelasi Pearson, peneliti juga menggunakan metode Koefisien Determinasi. Adapun persamaan untuk menentukan korelasi Koefisien Determinasi adalah sebagai berikut: KD = r 2 x 100% Dimana: KD r = koefisien Determinasi = koefisien korelasi produk momen Tujuan metode Koefisien Determinasi berbeda dengan Koefisien Pearson. Pada metode koefisien Determinasi, kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah apoteker terhadap penerapan. Jika disubstitusikan nilai

40 Koefisien Pearson yang didapat ke persamaan diatas maka akan diperoleh nilai Koefisien Determinasi sebagai berikut: KD = r 2 x 100% = 0,258 2 x 100% = 6,65% Berdasarkan hasil di atas menunjukkan besarnya koefisien determinasi (r 2 square) = 0.258 artinya variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas sebesar 6,65% sisanya sebesar 93.35% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. 3. Penarikan kesimpulan Hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara program dan penerapan diperoleh r = 0.258, berarti menunjukkan bersifat lemah hubungan korelasi pengaruh jumlah apoteker terhadap penerapan. Persamaan y = 5,75 + 0,083x. Pengaruh jumlah apoteker terhadap penerapan sebesar 6,65%. Angka tersebut berarti bahwa sebesar 6,65% penerapan yang terjadi di rumah sakit umum daerah Lombok tidak dipengaruhi oleh jumlah apoteker, sedangkan sisanya yaitu 93,35% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. D. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini penetuan penerapan farmasi klinik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Lombok belum dilaksanakan secara merata sesuai dengan Permenkes No 58 tahun 2014 karena apoteker masih berorientasi pada Drug Oriented, dan belum mengembangkan ke Patient Oriented. Patient Oriented merupakan sebuah hal yang harus direspon

41 positif oleh semua kalangan, baik itu pemerintah, farmasis maupun masyarakat. Dengan demikian bila dilihat dari analisis regresi, meskipun ada peningkatan jumlah apoteker tidak akan mempengaruhi penerapan farmasi klinik, sehingga perlu pemahaman dan pelatihan mengenai pentingnya farmasi klinik dalam pelayanan kefarmasian.