Penegakan Hukum Pemilu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

Tansparansi Dana Kampanye

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ambiguitas Pengaturan Politik Uang

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU. Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

- 2 - Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penyelenggara Pemilu Harus Independen

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

USULAN & MASUKAN. Usulan Terhadap Sistem Penyelenggara Pemilu dan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

PETUNJUK TEKNIS I. PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PEI{GADILAI{ TIIYGGI MEDAN JL. PENGADILANNO. l0 TELP: F-AX. :

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Dana Kam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia telah. menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Anggota

2 inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. P

JAKARTA, 03 JUNI

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

CHECKLIST PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu

Lampiran 1 Pernyataan Terkait Pemidanaan Golput

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SOP Sentra Gakkumdu dan Tantangannya. Purnomo S. Pringgodigdo

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU

Transkripsi:

Penegakan Hukum Pemilu Ketika Komisi Pemilihan Umum menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu, kalangan masyarakat umum menilai legitimasi suatu proses penyelenggaraan pemilu dari dua segi. Pertama, apakah hasil pemilu bebas dari manipulasi. Kedua, apakah pelanggaran hukum pemilu ditegakkan secara adil. Karena itu, efektivitas penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu merupakan dimensi yang sangat penting untuk keabsahan suatu pemilu. Tiga ketentuan yang harus ditegakkan dalam proses penyelenggaraan pemilu adalah ketentuan administrasi pemilu (KAP), ketentuan pidana pemilu (KPP), dan kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Penegakan KEPP selama ini lebih efektif daripada penegakan KAP dan KPP. Namun, penegakan KEPP bukan tanpa masalah karena dalam sejumlah kasus DKPP bertindak melebihi kewenangannya. Penegakan KAP relatif lebih efektif daripada penegakan KPP, tetapi penegakan KAP juga mengalami banyak masalah. Apa saja yang menjadi KPP, jauh lebih jelas terinci daripada apa saja yang menjadi KAP, tetapi penegakan KPP merupakan yang paling tidak efektif. Penyelesaian sengketa hasil pemilu jauh lebih efektif daripada proses penyelesaian sengketa administrasi pemilu, baik dari segi waktu maupun dari segi putusan. Proses penyelesaian sengketa administrasi pemilu sering kali melewati jadwal tahapan pemilu. Walaupun demikian, proses penyelesaian sengketa hasil pemilu bukan tanpa masalah. Itulah hasil evaluasi secara umum tentang sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu pada beberapa pemilu terakhir. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang diajukan pemerintah kepada DPR sama sekali tak mengandung upaya memperbarui (mereformasi) sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu. Apabila sistem ini tidak diperbarui, Pemilu 2019 diperkirakan tidak akan mampu memenuhi salah satu parameter pemilu demokratik, yaitu penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu yang adil dan tepat waktu. Uraian berikut merupakan usul mengenai perubahan sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu.

KAP dan KPP Dalam setiap UU Pemilu selalu terdapat bab tentang ketentuan pidana pemilu sehingga semua pihak mengetahui apa saja yang termasuk tindak pidana pemilu, termasuk sanksinya. KAP tidak pernah ditampilkan sebagai suatu bab dalam UU Pemilu apa pun di Indonesia. Karena itu, semua orang mencari-cari apa saja yang termasuk pelanggaran administrasi pemilu dan apa sanksinya. Pada hal sebagian besar ketentuan yang mengatur proses penyelenggaraan pemilu tak lain merupakan KAP. Namun, tindakan apa saja yang termasuk pelanggaran administrasi pemilu dan apa saja sanksinya belum ditegaskan dalam UU Pemilu. Rincian KAP beserta sanksinya dapat dilihat pada Naskah Akademik dan Draf RUU Kitab Hukum Pemilu (Kemitraan, 2015) yang sudah disampaikan kepada pemerintah, Badan Legislasi, dan semua fraksi DPR. Sebagian besar ketentuan mengatur dana kampanye pemilu, termasuk KAP. Namun, ketentuan yang mengatur dana kampanye masih banyak mengandung kekosongan hukum. Peserta pemilu diwajibkan menyimpan sumbangan dana kampanye dalam bentuk uang di rekening khusus dana kampanye, dan membiayai kegiatan kampanye dengan mengambil dari rekening khusus dana kampanye. Akan tetapi, kewajiban menyimpan di dan mengambil dari rekening khusus dana kampanye ini hanyalah sekadar imbauan karena tanpa sanksi bagi pelanggarnya. Oleh karena itu, tidak heran apabila rekening khusus dana kampanye hanya berisi modal awal ditambah bunganya. Proses penegakan ketentuan dana kampanye juga tidak dikemukakan dalam UU Pemilu. Karena itu, ketentuan yang mengatur dana kampanye pemilu dalam UU Pemilu selama ini sama sekali tak ada gunanya dalam menciptakan persaingan yang adil di antara peserta pemilu. KPP terdiri atas 51 pasal, tetapi hanya beberapa pasal yang ditegakkan. Penegakan hanya beberapa pasal ini berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, proses penegakan KPP terlalu panjang karena melibatkan lima pihak: yang melaporkan (peserta pemilu, pemantau, atau pemilih), Bawaslu/Panwas, Polri, kejaksaan, dan pengadilan. Pemilih enggan melaporkan, Bawaslu/Panwas tidak proaktif melainkan menunggu laporan, dan Bawaslu/Panwas diminta mencari bukti. Kebanyakan laporan dugaan pelanggaran pidana pemilu terhenti di Polri karena Polri menilai laporan yang disampaikan Bawaslu/Panwas tidak memenuhi syarat untuk diteruskan ke penyidikan. Polri hanya menunggu laporan Bawaslu/Panwas. Mengapa tindak pidana Pemilu tidak langsung ditangani Polri seperti dugaan tindak pidana lain? Tidaklah jelas apakah pembuat undang-undang sudah menghitung biaya penegakan semua pasal yang terkandung dalam KPP. Biaya yang dimaksud tidak hanya anggaran, tetapi juga personel dan waktu.

Dua usul berikut perlu dipertimbangkan oleh Pansus RUU Pemilu dan pemerintah. Pertama, pemisahan tindak pidana yang berpengaruh langsung terhadap hasil pemilu dari tindak pidana yang tidak berpengaruh langsung terhadap hasil pemilu. Yang dimaksud dengan pelanggaran yang "berpengaruh langsung" di sini tidak harus mengubah pemenang atau pihak yang kalah, tetapi secara nyata akan mengubah perolehan suara di antara peserta pemilu. Yang disebutkan secara tersurat dalam UU Pemilu, dan yang harus sudah tuntas ditegakkan secara adil paling lambat lima hari sebelum KPU menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu adalah tindak pidana pemilu yang berpengaruh langsung terhadap hasil pemilu. Tindak pidana pemilu yang tak berpengaruh langsung terhadap hasil pemilu dikategorikan sebagai pidana umum dan tetap harus ditegakkan secara adil, tetapi tidak termasuk yang harus ditegakkan sebelum KPU menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu. Kedua, penegakan terhadap tindakan pelanggaran pemilu yang termasuk KAP dan KPP sekaligus, seperti pemberian dan penerimaan imbalan dalam proses pencalonan, dan jual-beli suara, harus dipisahkan. Penegakan terhadap tindakan pelanggaran KAP harus dilakukan secara mandiri tanpa menunggu putusan pengadilan atas aspek pidana dari pelanggaran tersebut. Pemisahan ini sudah dilakukan dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Yang menjadi persoalan adalah pandangan Komisi II DPR yang menilai Bawaslu hanya dapat menegakkan KAP terhadap jual-beli suara tersebut apabila pelanggaran tersebut memenuhi kriteria terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Seharusnya dibedakan antara pelanggaran dengan sanksi diskualifikasi calon dari pelanggaran dengan sanksi pemungutan suara ulang di satu atau lebih daerah pemilihan. Tindakan seorang calon atau operator yang ditugaskan calon tersebut yang terbukti memberikan uang atau materi lainnya sebagai tukar atas suaranya harus dikenai sanksi administrasi berupa pembatalan status calon (diskualifikasi calon). Pelanggaran yang bersifat TSM harus dikenakan dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi berupa pemungutan suara ulang di satu atau lebih daerah pemilihan, dan sanksi pidana kurungan dan denda. Transformasi Bawaslu Untuk menegakkan hukum dan menyelesaikan sengketa pemilu perlu dilakukan reformasi sistem penegakan hukum secara institusional. Reformasi institusional yang dimaksud adalah transformasi Bawaslu menjadi Komisi Penegak Hukum Pemilu (KPHP). Setidak-tidaknya perlu dilakukan tiga perubahan kelembagaan. Pertama, fungsi pengawasan dan fungsi "kantor pos" Bawaslu dikembalikan kepada yang berwenang. Fungsi pengawasan dikembalikan kepada pemantau pemilu, peserta pemilu, pemilih, organisasi kemasyarakatan, media massa, lembaga survei,

sukarelawan, dan organisasi masyarakat sipil pada umumnya. Untuk mendukung partisipasi sejumlah unsur masyarakat ini, pemerintah dan DPR perlu membentuk dana abadi untuk pengembangan demokrasi (democratic endowment) yang bersumber dari APBN, donor, dan sumbangan perusahaan swasta dalam bentuk tanggung jawab sosial korporasi (CSR). Fungsi "kantor pos" dikembalikan kepada kepolisian untuk dugaan pelanggaran pidana, dan kepada pihak yang menangani pelanggaran administrasi pemilu untuk pelanggaran KAP. Kedua, penyederhanaan sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu. Tugas dan kewenangan KPHP sebagai transformasi Bawaslu meliputi empat hal. Menegakkan KAP, termasuk menerima pengaduan, menyelidiki dugaan pelanggaran, menyidangkan dan menetapkan apakah terbukti terjadi pelanggaran atau tidak, beserta menetapkan sanksinya apabila terbukti. Tugas kedua KPHP adalah menegakkan ketentuan tentang dana kampanye pemilu, termasuk mengadakan pelatihan terhadap petugas keuangan setiap peserta pemilu sehingga tidak hanya memahami ketentuan, tetapi juga mampu menyusun laporan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Tugas ketiga KPHP adalah menjadi penyidik dan penuntut atas dugaan pelanggaran pidana pemilu yang berdampak langsung terhadap hasil pemilu. Untuk sementara waktu, KPHP mungkin memerlukan bantuan Polri untuk penyidikan dan kejaksaan untuk penuntutan, tetapi untuk jangka panjang KPHP harus memiliki tenaga penyidik dan penuntut yang andal. Akan tetapi, pengadilan khusus pemilu yang dibentuk di setiap pengadilan negerilah yang menetapkan apakah pihak yang diajukan kejaksaan terbukti bersalah atau tidak. Menyelesaikan sengketa administrasi pemilu tak lagi melibatkan Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi menjadi tugas keempat KPHP. Peserta pemilu yang berkeberatan atas putusan KPHP kabupaten/ kota dapat mengajukan banding ke KPHP provinsi yang putusannya bersifat final. Peserta pemilu yang berkeberatan terhadap putusan KPHP provinsi dapat mengajukan banding kepada KPHP nasional yang putusannya bersifat final. Proses penyelesaian sengketa administrasi pemilu seperti ini diperkirakan tak saja akan adil (karena para komisioner KPHP menguasai betul KAP) tetapi juga tepat waktu sesuai jadwal tahapan. Sesuai ketentuan UUD, sengketa hasil pemilu tetap harus ditangani Mahkamah Konstitusi. Apabila terjadi sengketa antarpeserta pemilu, KPHP dapat diminta bantuan, baik sebagai mediator maupun sebagai arbitrator. Ketiga, perubahan kelembagaan berupa persyaratan menjadi anggota KPHP. Karena lingkup tugas dan kewenangan seperti itu, tujuh anggota KPHP nasional, dan masing-masing lima anggota KPHP

provinsi dan kabupaten/kota harus terdiri atas sarjana hukum (tata negara, dan pidana) dan sarjana tata kelola pemilu. Proses seleksi keanggotaan KPHP lebih tepat diserahkan kepada suatu tim (Presiden menunjuk suatu tim) yang dipandang memiliki keahlian dan pengalaman mengenai tata kelola pemilu, tetapi tetap melalui proses terbuka kepada publik (setiap pihak dapat mengusulkan calon) dan mendapat persetujuan DPR (Komisi II tak memilih, tetapi menyatakan setuju atau tak setuju terhadap calon yang diajukan tim). Selain itu, KPHP harus dibantu sekumpulan tenaga pemantau, penyidik, penuntut, dan tenaga ahli yang andal dalam tata kelola pemilu. Tenaga yang andal inilah yang secara nyata melakukan pengumpulan data berdasarkan pengarahan KPHP, dan menyampaikan rekomendasi kepada KPHP. Apabila proses penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu dilihat dan dinilai publik berlangsung efektif, partisipasi berbagai unsur masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran akan meningkat. Apabila partisipasi berbagai unsur masyarakat mengalami peningkatan dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu niscaya pihak yang berniat melanggar akan berpikir dua kali sehingga pada gilirannya pelanggaran itu akan berkurang. Ramlan Surbakti, Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP Universitas Airlangga, dan Anggota Komisi Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia