termasuk kasus maternal, dan pintu masuk pasien. Sayangnya IGD di RSUD Jayapura belum mempunyai fasilitas untuk menangani kasus-kasus maternal (IGD

dokumen-dokumen yang mirip
B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian

kesehatan, dan terlambat mendapatkan pertolongan cepat dan tepat ditingkat fasilitas pelayanan kesehatan (DepKes, 2001). Pada tahun 2000, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

di RSUD Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur, dengan subjek penelitian adalah bidan-bidan praktek swasta dan pasien yang dirujuk ke RSUD Pare maupun ke

mutu pelayanan rumahsakit mengatakan: adakan on the job training yang modern, hilangkan hambatan yang mencegah karyawan untuk menjadi bangga dengan

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pelayanan Medik. dr. Supriyantoro,Sp.P, MARS

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Dimana MDGs adalah. Millenium Summit NewYork, September 2000 (DKK Padang, 2012).

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

GAMBAR PENANGANAN KASUS KEDARURATAN OBSTETRI DI RSU.TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT DAN RSU.KISARAN KABUPATEN ASAHAN SYAMSUL ARIFIN NASUTION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan status kesehatan masyarakat di Indonesia sudah mulai

BAB I PENDAHULUAN. menentukan jumlah Perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Yunita Tri Setya, Kebidanan DIII UMP, 2015

AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP)

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan adanya keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap peningkatan

PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA STRATEGI PONEK RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CATHERINE BOOTH MAKASSAR

1. No. Responden : 2. Nama responden : 3. Jenis kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Umur : 6. Lama bekerja : Tahun mulai...s/d

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komitmen pembangunan kualitas masyarakat di Indonesia. Sejalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. prasarana UPT Kesmas Tegallalang I telah dilengkapi dengan Poskesdes, Pusling,

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tercatat di WHO Angka Kematian Ibu di dunia tahun 2013 sebesar 210

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Implementasi

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

Oleh : Dr. MOCH. ISMAIL Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Disampaikan pada Pertemuan

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) terendah pada tahun 2011

BAB 1. terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11%, pelayanan obstetri belum menyeluruh masyarakat dengan layanan yang

PENGEMBANGAN PELAYANAN PONED DI PUSKESMAS MERGANGSAN, TEGALREJO, DAN JETIS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UGM/RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS KARANG MALANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. AKI (Angka Kematian Ibu) adalah jumlah kematian ibu selama

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

URAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH POLEWALI

Transkripsi:

3 termasuk kasus maternal, dan pintu masuk pasien. Sayangnya IGD di RSUD Jayapura belum mempunyai fasilitas untuk menangani kasus-kasus maternal (IGD kebidanan), kasus maternal yang datang ke IGD dengan penanganan seperti pemasangan infus, perbaiki infus atau cairan dan langsung dibawa ke bagian kebidanan untuk penanganan lanjut. Pasien diantar dan didampingi oleh keluarga pasien dan petugas yang merujuk apabila petugas IGD sedang sibuk atau petugas IGD yang mendampngi apabila mereka tidak sibuk. Jarak antara IGD ke bagian kebidanan kurang lebih 300 m memerlukan beberapa tenaga untuk mendorong pasien sampai kebagian kebidanan. Kebijakan pemerintah Provinsi Papua bahwa semua masyarakat asli Papua dibebaskan dari biaya saat datang berobat ke rumah sakit, dan tidak boleh menolak pasien walaupun tidak membawa surat rujukan dari puskesmas, hal ini menyebabkan terjadi peningkatan jumlah pasien di IGD terutama pada saat sore dan malam sehingga menambah beban dari petugas IGD dengan jumlah tenaga yang ada. Bagian kebidanan RSUD Jayapura terdiri dari beberapa bagian seperti kamar bersalin, perawatan nifas (rooming in), perawatanperawatan kasus kebidanan, recovery room, VIP, Super VIP, kamar operasi kebidanan dengan jumlah 57 tempat tidur. Ketenagaan: 7 dokter SpOG, 2 dokter umum, 35 bidan, 4 perawat, 2 administrasi, pembantu orang sakit (POS) 2 orang dan 5 petugas kebersihan (dokter SpOG dengan kesibukannya yang tinggi, selain pelayanan di RSUD Jayapura juga dirumahsakit yang lain dan sebagai nara sumber dibeberapa pendidikan kesehatan termasuk pendidikan kedokteran. Kamar Operasi (KO) khusus untuk penanganan kasus kebidanan emergensi sudah ada beserta fasilitas yang dikelola oleh bagian kebidanan sendiri, beberapa bidan sudah dilatih khusus untuk instrumen dan tehnik KO untuk tenaga anaestesi masih dirangkap dari KO sentral. Tahun 2006 KO ditutup dengan alasan tenaga anastesi yang kurang, maka apabila ada kasus kebidanan yang dioperasi, semua ditangani di kamar operasi sentral. Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi dorongan bagi penulis ingin melakukan penelitian tentang pengelolaan rujukan kasus-kasus.maternal mulai pasien masuk dari IGD sampai kebagian kebidanan.

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah: bagaimanakah pengelolaan rujukan kasus maternal di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura?. C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan rujukan kasus maternal di RSUD Jayapura. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penanganan rujukan kasus maternal di IGD RSUD Jayapura. 2. Untuk mengetahui bagaimana cara pengiriman rujukan kasus maternal dari IGD ke ruang Kebidanan di RSUD Jayapura. 3. Untuk mengetahui penanganan rujukan kasus maternal di bagian Kebidanan RSUD Jayapura. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pengambil kebijakan di Pemerintahan Propinsi Papua, sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pihak manajemen RSUD Jayapura, khususnya pengeloalan rujukan kasus maternal. sebagai pengalaman bagi peneliti untuk melakukan penelitian bidang kesehatan, khususnya pengelolaan rujukan kasus maternal di rumah sakit. E. Keaslian Penelitian Tiga penelitian yang diacu sebagai penelitian terdahulu adalah sebagai berikut. Ritonga (2005) meneliti tentang manjemen unit gawat darurat pada penanganan kasus gawat obstetri di RSUD dr Tengku Mansyur Tanjung Balai tahun 2005-2006, mengatakan pelayanan dan pengelolaan unit gawat darurat secara teknis dan administratif belum berjalan secara optimal. Suhartini N (2005) meneliti tentang pemanfaatan rujukan kasus kebidanan oleh bidan praktek swasta

5 di RSUD Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur, dengan subjek penelitian adalah bidan-bidan praktek swasta dan pasien yang dirujuk ke RSUD Pare maupun ke rumah sakit dan klinik swasta di wilayah Kabupaten Kediri. Gufria (2007) meneliti tentang pencegahan keterlambatan rujukan maternal di Kabupaten Majene. Mengatakan keterlambatan rujukan kasus maternal disebabkan beberapa faktor yaitu: keterbatasan sarana transportasi untuk daerah terpencil, terlambat pengambilan keputusan oleh pihak keluarga, keterbatasan kemampuan petugas kesehatan untuk menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan terlambat mendapatkan penanganan yang adekuat oleh petugas kesehatan, faktor geografi, jarak dan infrastruktur jalan sangat mempengaruhi akses masyarakat untuk melakukan rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka A. Manajemen Rumah Sakit Pelayanan kesehatan khususnya bidang kesehatan Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu, tercapainya pola dan tindakan rumah sakit dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit. Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) berdasarkan Kepres No. 40 Tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah serta Keputusan Mendagri No. 1 Tahun 2002 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah disebutkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah berkedudukan sebagai lembaga teknis daerah atau unsur penunjang pemerintah daerah. Rumah Sakit Umum Daerah dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Rumah Sakit Daerah dapat berbentuk lembaga teknis daerah atau Badan Usaha Milik Daerah. Kelembagaan Rumah Sakit Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan. Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah adalah menyelenggarakan pelayanan medis yang mencakup pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan fungsi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pengelolaan administrasi dan keuangan. Rumah sakit menurut American Hospital Association 1974, adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelanggarakan pelayanan kedokteran, 19

20 asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit tertentu kematian yang diderita oleh pasien. Selain itu rumah sakit juga merupakan tempat dimana orang mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan (Azwar, 1996). Dalam memberikan pelayanan khususnya bidang Kesehatan Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu, tercapainya pola dan tindakan Rumah sakit dalam upaya pengelolaannya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) mempunyai keunikan, karena secara teknis medis berada dibawah koordinasi Depkes, sedangkan secara kepemilikan sebenarnya berada di bawah pemerintah provinsi kabupaten/kota dengan pembinaan urusan kerumah-tanggaan dari Departemen Dalam Negeri (Trisnantoro, 2005). Sesungguhnya pelayanan rumah sakit bukan hanya individu pasien semata-mata, namun dikembangkan mencakup keluarga pasien serta masyarakat dengan memperlakukan pasien sebagai manusia seutuhnya, selain itu pelayanan kesehatan rumah sakit adalah merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan dalam rujukan medik, pengayoman medik dalam wilayah rumah sakit (Saifuddin, et al., 2002). B. Pelayanan Gawat Darurat Pengertian umum standar di bidang pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai pernyataan ekspetasi atau harapan mengenai struktur (input), proses dan outcome dari sistem kesehatan di berbagai tingkat pelayanan baik di tingkat pelayanan kesehatan dasar (primary care), pelayanan kesehatan sekunder (secondary care) maupun pelayanan kesehatan tersier (tertiary care), termasuk di sini adalah standar struktur, proses dan outcome dari Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) baik di tingkat pra rumah

21 sakit (primary care), di rumah sakit (secondary care) atau rujukan antar rumah sakit (secondary dan tertiary care). Komponen-komponen penting dalam SPGDT sehari-hari dan bencana: (1) Komponen pra rumah sakit, komponen rumah sakit dan komponen antar rumah sakit. (2) Komponen penunjang adalah komunikasi, seperti telepon, mobile phone, radio medik dll. Transportasi, seperti ambulans, Pusling, (3) Komponen sumber daya manusia: petugas kesehatan (dokter, perawat/paramedis) dan non kesehatan (awam umum, awam khusus, polisi, PMK, PMI), dan(4) Komponen sektor-sektor terkait (sektor kesehatan dan sektor non kesehatan) (Depkes, 2006). Azwar (1996) menyebutkan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (immediately) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat (Emergency Unit). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, Keberadaan IGD tersebut yang dapat beraneka macam. Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit (hospital based emergency unit). Hanya saja betapapun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu Negara, bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri. Untuk mengelola kegiatan IGD memang tidak mudah. Penyebab utamanya adalah karena IGD salah satu unit kesehatan yang paling padat modal, padat karya, serta padat teknologi. Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas ini sering disalahgunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care). Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat, setiap gangguan kesehatan yang dialaminya, dapat saja diartikan

22 sebagai keadaan darurat (emergency) dan karena itu mendatangi IGD untuk meminta pertolongan. IGD menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap intensif. Pada saat ini di Rumah Sakit memang telah tersedia beberapa unit kesehatan yang secara khusus menyelanggarakan pelayanan rawat inap intensif tersebut. Seperti misalnya Unit Perawatan Insentif (Intensive Care Unit) untuk kasus-kasus penyakit tertentu, serta Unit Perawatan Jantung Intensif (Intensive Cardiac Care Unit) untuk kasus-kasus penyakit tertentu kematian jantung. IGD menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat. Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions). dibandingkan dengan kegiatan pertama dan kedua, kegiatan ketiga ini belum banyak diselenggarakan. Berbagai masalah pelayanan gawat darurat sebagaimana dikemukakan di atas, ada tiga upaya penyelesaian yang dapat dilaksanakan adalah: (1) meningkatkan kegiatan pendidikan kesehatan masyarakat, sehingga disatu pihak pemahaman masyarakat terhadap pelayanan gawat darurat dapat ditingkatkan, dan di pihak lain ketrampilan masyarakat menanggulangi sendiri (self medication) masalah-masalah kesehatan sederhana (first aid) dapat ditingkatkan, (2) menambah jumlah sarana kesehatan yang bertanggung jawab menyelanggarakan pelayanan rawat jalan, termasuk pelayanan pertolongan pertama. Banyak Negara maju, pelayanan pertolongan pertama ini telah dilaksanakan oleh bukan sarana kesehatan, seperti Dinas Pemadam Kebakaran misalnya, dan (3) menggalakkan program asuransi kesehatan, terutama yang menganut sistem pembayaran pra-upaya (pre-payment system) (Azwar, 1996).

23 C. Penanggulangan Gawat Obstetri Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), intervensi prapersalinan merupakan strategi umum yang diterapkan di Indonesia, seperti halnya di Negara lain, sebagai alat pemeriksaan persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh karena faktor sistem rujukan, serta ketersedian, dan efektifitas intervensi. Oleh karena itu salah satu prioritas utama kebijakan Safe Motherhood adalah meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawat daruratan obstetri. (Azwar, 1996) Sistem rujukan di Indonesia menjadikan RS tingkat kabupaten sebagai pusat rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan maupun pendidikan. Untuk meningkatkan fungsinya sebagai tempat rujukan sekunder peningkatan fasilitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan prasyarat bagi tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Namun demikian tidak menjamin digunakannya fasilitas pelayanan kesehatan pada saat dibutuhkan dapat menurunkan AKI. Masih ada wanita yang meninggal meskipun telah tersedia pelayanan kesehatan tersebut. Sistem rujukan ini dikembangkan karena sarana pelayanan kesehatan masih terbatas jumlah, kemampuan, dan penyebarannya. Disamping itu tenaga yang terlibat dalam perawatan obstetri sangat beragam, seperti: dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter ahli yang jumlah dan penyebaraannya masih terbatas. (Wijono, 1999). Latar belakang pendidikan yang berbeda menyebabkan kemampuan dan ketrampilan juga berbeda. Untuk mencapai tujuan pelayananan obstetri yaitu keamanan proses persalinan dengan hasil akhir bayi yang sehat, dan ibu dengan resiko yang minimal, maka unit pelayanan dan tenaga obstetri harus saling bekerjasama dan terpadu. Komplikasi obstetri: komplikasi yang disebabkan oleh/terkait dengan kehamilan, persalinan, dan masa pasca persalinan. Berikut ini adalah komplikasi obstetri yang mengancam keselamatan jiwa yang mungkin terjadi: pendarahan (pra melahirkan, saat melahirkan, dan pasca melahirkan), persalinan yang lama/terhambat, sepsis pada masa pasca persalinan, komplikasi aborsi, pre-eklampsia/eklampsia, kehamilan di luar kandungan, dan rahim

24 robek. Sarana PONED adalah sarana kesehatan yang mampu melakukan pelayanan berikut ini dalam menangani emergensi obstetri: memberikan suntikan antibiotik, memberikan obat oxytocin, memberikan obat anti kejang untuk pre-eklampsia dan eklampsia, melepaskan plasenta secara manual, mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal (misalnya aspirasi vakum manual), melakukan pertolongan persalinan pervaginam dan menggunakan vacuum extractor; dan melakukan resusitasi pada bayi baru lahir. PONEK adalah tindakan yang disebut diatas, ditambah dengan seksio sesarea dan transfusi darah. Mutu Pelayanan dan Rujukan Obstetri dan tingginya AKI, penelitian dari beberapa RS pendidikan menunjukan mutu pelayanan obstetri masih rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus rujukan persalinan datang ke RS dalam keadaan umum yang kurang baik, bahkan datang dalam keadaan kritis dan tidak sempat diberi pertolongan, tidak sedikit kasus rujukan persalinan dikirim tanpa diberi pengobatan awal atau penanganan yang kurang memadai, pasien tiba dalam keadaan shock, dan tidak diinfus. Rujukan pengetahuan dan ketrampilan kepada tenaga obstetri masih banyak kendala yang dihadapi, misalnya: SpOG terlalu sibuk dengan tugas pelayanan pasien, keterbatasan dana untuk pembinaan, keterbatasan ruang lingkup dan wewenang. Hal ini merupakan kendala yang perlu dihadapi. Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu: (1) Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor ekonomi, (2) Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi atau masalah tranportasi, (3) Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba di tempat rujukan oleh karena kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan. Tiga terlambat ini juga sangat dipengaruhi oleh dana dari keluarga ibu bersalin, walaupun cepat dirujuk, tetapi oleh karena tidak tersedianya uang maka, niat merujuk dibatalkan sendiri oleh keluarganya. Dana yang diperlukan tidak saja

25 untuk tranportasi dan biaya perawatan di puskesmas atau rumah sakit, tetapi diperlukan juga untuk keluarga yang mengantar, sehingga jumlah dana yang dibutuhkan cukup besar. Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap tingginya AKI adalah proses rujukan yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan terutama ditingkat rujukan primer (Puskesmas) dan tingkat rujukan sekunder (RS Kabupaten) untuk melakukan pelayanan kedaruratan obstetri emergensi komprehensif (PONEK). (Prawirohardjo, 1994) Keberhasilan pengelolaan kasus obstetri antara lain tergantung pada dukungan kemampuan teknis medis ditingkat pelayanan dasar dan rujukannya ke tingkat yang lebih mampu. Pada umumnya pasien akan mencari pertolongan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang terdekat dengan tempat tinggal mereka, karena hal tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang jauh, maka petugas kesehatan tersebut harus mampu untuk menginformasikan fasilitas kesehatan yang terdekat dan dapat memberikan pelayanan kesehatan lanjutan. mengingat ± 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar persalinan dan ± 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka Departemen Kesehatan (DepKes) mempercepat penurunan AKI dengan mengupayakan setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada ibu hamil. Pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 ditetapkan strategi sebagai berikut: (1) Penanganan tim daerah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya, rumah sakit kabupaten dan pihak terkait) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masingmasing. (2) Pembinaan SDM yang intensif di setiap daerah Kabupaten/Kota, sehingga pada akhir PELITA VII cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih dari 80%, bidan mampu memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri neonatal dan puskesmas sanggup memberikan Pelayanan Obstetri Neonatal Dan Essential Dasar (PONED), yang didukung oleh rumah sakitdaerah kabupaten/kota sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif

26 (PONEK) selama 24 jam perhari, sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetri yang mantap. Rumah sakit rujukan harus dilengkapi dengan sarana dan fasilitas transfusi darah, listrik, air bersih, sarana dan prasarana operasi, anestesi, antiobiotik, obat-obatan dan bahan lainnya serta tenaga terlatih. Rumah sakit umum daerah kelas C, sudah dikembangkan di seluruh ibukota kabupaten. Sudah waktunya mengacu pada suatu akreditasi, semua komponen diharapkan dapat terjamin. Akreditasi semua komponen diharapkan dapat memenuhi syarat, meliputi ketenagaan, pelayan medik pokok dan penunjang, sarana pokok penunjang, sistem pembiayaan dan tata laksana serta lingkungannya. RSUD kelas C, seyogyanya dapat mengatasi semua kasus kebidanan di wilayah kerjanya secara tuntas. Jadi tidak perlu sampai merujuk penderita ke RS rujukan kelas B dan A (Saifuddin, 2000). Menurut WHO ada tujuh fungsi utama dari RS rujukan sekunder yang harus dipenuhi, yaitu mampu melakukan tindakan bedah meliputi Seksio Sesarea(SS), terapi pada sepsis, reparasi robekan vagina dan serviks, laparatomi pada ruptura uteri dan kehamilan ektopik, dan evakuasi abortus inkomplit, mampu memberikan pelayanan anestesi dan resusitasi jantung paru, mampu melakukan tindakan medis pada renjatan, sepsis, dan eklampsia, mampu memberikan transfusi darah dan terapi cairan, mampu melakukan pertolongan persalinan pervaginam dan mempergunakan partograf, mampu memberikan pelayanan kontrasepsi efektif, khususnya sterilisasi, AKDR, AKBK dan kontrasepsi suntikan, mampu mengelola kasus resiko tinggi. (3) Ketenagaan dan pelayanan kebidanan. (a) Ketenagaan, dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan di RS perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain: pelayanan kesehatan yang prima dapat ditinjau dari segi pelayanan secara teknis dan pelayanan psikis. Oleh karena itu pelayanan yang prima erat kaitannya dengan mutu pelayanan dan berorientasi kepada pasien. Agar dapat terlaksananya pelayanan yang prima diperlukan SDM yang profesional juga perlu didukung dengan prosedur tetap, sarana dan prasarana yang memadai. Dalam upaya menurunkan AKI maka sangat diperlukan keberadaan SpOG, dan peralatan yang menunjang di rumah sakit kabupaten. (b) Peralatan,