I. PENDAHULUAN. Kebutuhan teknologi jaringan komputer semakin meningkat, selain sebagai media

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum pidana dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Hakikat manusia pada dasarnya selain sebagai makhluk pribadi (individu) juga

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I. PENDAHULUAN. perkembangan yang signifikan terhadap dunia teknologi informasi.

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang perkembangan

I. PENDAHULUAN. Pesatnya arus pertumbuhan globalisasi, industrialisasi dan adanya perdagangan

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemilihan Umum (Pemilu)

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

I. PENDAHULUAN. kerusakan pada ekosistem dan sumber daya perikanan di laut atau wilayah

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan teknologi jaringan komputer semakin meningkat, selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar dan pesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara, bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyber space, apapun dapat dilakukan. Perkembangan internet bagaikan dua sisi mata uang, pada satu sisi berdampak positif, yaitu memudahkan manusia dalam berinteraksi, bertukar informasi dalam berbagai aktivitasnya dan menambah trend perkembangan teknologi dengan segala bentuk kreativitas manusia. Pada saat bersamaan dampak negatifnya tidak bisa dihindari, berbagai muatan pornografi dan perilaku asusila banyak yang menggunakan media internet. Seiring dengan perkembangan teknologi internet, munculnya kejahatan melalui jaringan internet (cyber crime). Salah satu jenis kejahatan ini adalah prostitusi melalui internet atau disebut prostitusi online. Prostitusi menurut James A. Inciardi sebagaimana dikutip oleh Topo Santoso, merupakan the offering of sexual relations for monetary or other gain (penawaran hubungan seksual untuk memperoleh uang atau keuntungan lainnya). Jadi prostitusi adalah seks untuk pencaharian, terkandung beberapa tujuan yang ingin diperoleh, biasanya berupa uang. Termasuk di dalamnya bukan saja persetubuhan

2 tetapi juga setiap bentuk hubungan seksual dengan orang lain untuk mendapat bayaran. Dalam prostitusi terlibat tiga komponen penting yakni pelacur (prostitute), mucikari atau germo dan pelanggannya (client) yang dapat dilakukan secara kovensional maupun melalui dunia maya atau prostitusi online. 1 Kejahatan prostitusi online di Indonesia pertama kali terungkap pada bulan Mei 2003, Satuan Reskrimsus cyber crime Polda Metro Jaya berhasil menangkap mucikari cyber. Pelakunya adalah sepasang suami istri, Ramdoni alias Rino dan Yanti Sari alias Bela. Prostitusi online ini adalah modus baru yakni dengan menawarkan wanita melalui sebuah alamat web. Pemilik web ini memajang fotofoto wanita tersebut dengan busana minim yang siap melayani customer. Para peminat hanya cukup menghubungi Nomor HP para mucikari tersebut yang ditampilkan di halaman website, kemudian mucikari inilah yang mengantarkan pesanan ke kamar hotel atau ke apartemen sesuai dengan keinginan pelanggan. 2 Prostitusi sebagai tindak pidana konvensional, sebelum berkembangnya media internet, pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di antaranya sebagai berikut: Pasal 281 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak lima ratus rupiah (disesuaikan): Ke-1. Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; Ke-2. Barang siapa dengan sengaja dan dimuka orang lain yang ada disitu bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. 1 Topo Santoso, 1997, Seksualitas dan Hukum Pidana, Ind-Hill-Co, Jakarta, hlm. 134. 2 Sutarman, Cyber Crime Modus Operandi dan Penanggulangannya, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2007. hlm. 67.

3 Pasal 296 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya menjadi pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima ribu rupiah (disesuaikan) Pasal 506 KUHP: Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seseorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. Pada perkembangan selanjutnya, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi payung hukum dari penanggulangan prostitusi online, artinya aparat kepolisian semakin leluasa dalam menjaring praktik prostitusi yang dilakukan melalui internet ini. Praktik prostitusi online tersebut biasanya dilakukan mucikari dengan cara merekrut atau mencari gadis belia yang berpenampilan menarik untuk dijadikan anak buahnya melalui layanan chatting dan sejenisnya yang beberapa tahun belakangan ini sudah menjadi trend di kalangan anak muda. Setelah mucikari berhasil merayu para gadis belia untuk menjadi anak asuhannya, mereka biasanya akan langsung ditawarkan lewat website yang dikelola mucikari tersebut. Untuk bisa berkencan dengan gadis-gadis muda ini, pada umumnya calon penyewa harus mendaftarkan diri dulu pada website di mana gadis-gadis tersebut dipamerkan. Calon penyewa akan mengisi formulir yang berisi nama, alamat,

4 nomor telepon dan lainya. Setelah pendaftaran selesai calon penyewa bisa langsung memilih gadis mana yang akan dikencani, lalu calon penyewa bisa mulai bernegosiasi harga. Setelah semua proses pendaftaran atau pemesanan selesai gadis pesanan akan diantarkan ke tempat yang telah disepakati. 3 Prostitusi berkembang menjadi sebuah bisnis berpotensi mendatangkan uang dengan sangat cepat. Tidak perlu modal banyak, hanya beberapa tubuh yang secara profesional bersedia untuk dibisniskan, sehingga bisnis ini tidak akan menemui masa masa sulit. Prostitusi bukan hanya berdampak pada mereka yang melakukannya yaitu perlaku dan pemakai jasanya akan tetapi juga berimbas kepada masyarakat luas, prostitusi atau pelacuran bahkan membahayakan bagi kehidupan rumah tangga yang terjalin sampai bisa menimbulkan tindak pidana kejahatan dan lain sebagainya. Berbagai alasan orang-orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan media internet ini sebagai sarana mempromosikan pelacuran, seperti alasan strategis dan aman. Media ini memang lebih aman jika dibandingkan dengan langsung menjajakan di pinggir jalan ataupun tempat lokalisasi. Dengan adanya media ini seseorang bisa lebih leluasa dalam bertransaksi, tidak harus saling bertemu langsung antara seorang pelaku prostitusi dengan orang yang ingin memakai jasanya. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana memiliki peranan yang besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kepentingan mayoritas masyarakat atau warga negara, terjaminnya kepastian hukum sehingga berbagai perilaku kriminal dan tindakan sewenang-wenang yang 3 http://www. inilah. com/read/detail/62916/polisi-bongkar-prostitusi-via-internet/. Diakses 6 Oktober 2014.

5 dilakukan anggota masyarakat atas anggota masyarakat lainnya akan dapat dihindarkan. Penegakan hukum secara ideal akan dapat mengantisipasi berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti bagi masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum. Terkait dengan tindak pidan prostitusi ini maka Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Mengingat bahwa prostitusi merupakan suatu perbuatan melanggar hukum maka menjadi kewajiban Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui jajaran di bawahnya untuk menangani masalah ini, yaitu dengan semaksimal mungkin menekan angka kriminalitas atau tindak pidana yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Direktorat Reserse Kriminal Khusus harus melaksanakan serangkaian prosedur dalam mengungkapkan kasus melalui tahapan penyidikan. Menurut Pasal 1 Ayat (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

6 Ketentuan tentang penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir (2) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan ini dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan, walaupun sifatnya masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak pidana yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Apabila berdasarkan keyakinan tersebut, penuntut umum berpendapat cukup alasan untuk mengajukan tersangka ke depan sidang pengadilan untuk segera disidangkan. Terlihat bahwa penyidikan suatu pekerjaan yang dilakukan untuk membuat terang suatu perkara, yang selanjutnya dapat dipakai oleh penuntut umum sebagai dasar untuk mengajukan tersangka beserta bukti-bukti yang ada kedepan persidangan. Bila diperhatikan pekerjaan ini mempunyai segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan di sidang pengadilan. Salah satu perkara prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran yang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung terdapat dalam Berkas Perkara Nomor: BP/37/XI/2014/DIT RESKRIMSUS, atas nama Tersangka Zalfikardi alias Vikar alias Vikai Bin Artam Romli, yang telah melakukan tindak pidana prostitusi online dan mengeksploitasi seksual anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

7 Elektronik dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tersangka ditangkap pada hari selasa 23 September 2014 di Hotel Vella Pangkal Pinang terkait dengan tindak pidana prostitusi online dan mengeksploitasi seksual anak, terhadap dua orang perempuan yang dijual untuk kegiatan prostitusi dengan harga Rp 1.000.000 (Satu juta rupiah) per orangnya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis melaksanakan penelitian yang berjudul: Penegakan Hukum Terhadap Prostitusi Online Sebagai Tindak Pidana Pelacuran Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran? b. Apakah faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup substansi penelitian ini adalah hukum pidana, terkait objek penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada wilayah hukum Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung, dengan waktu penelitian yaitu 2014.

8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran b. Untuk menganalisis faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: a. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya khazanah ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung. b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi Direktorat Reserse Kriminal Khusus dalam mengungkap tindak pidana prostitusi online. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran.

9 D. Kerangka Pemikiran 1. Alur Pikir Bagan 1. Alur Pikir Penelitian Penyalahgunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Internet) Tindak Pidana Prostitusi Online Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung Penegakan Hukum Pidana Pelaksanaan Penegakan Hukum Faktor-Faktor Yang Menjadi Penghambat Penegakan Hukum Pembahasan Kesimpulan

10 2. Kerangka Teori Kerangka teori adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian hukum. Berdasarkan pernyataan di atas maka kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Teori Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat penegak hukum untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana 4 Menurut Joseph Goldstein dalam Teori Penegakan Hukum (Law Enforcement Theory) Penegakan hukum sendiri, harus diartikan dalam kerangka tiga konsep: (1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali (2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual 4 Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta,1994, hlm. 76.

11 (3) Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasanketerbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat 5 Penegakan hukum tidak dapat dipisahkan dari konsep sistem hukum. Menurut Lawrence Friedman dalam Mardjono Reksodiputro, menjelaskan bahwa unsurunsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture). (1) Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait, seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. (2) Substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang. (3) Budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan. 6 Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini dapat dianggap sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah sehingga substansi hukum perlu direncankan, melainkan substansi hukum juga sangat tergantung pada bidang apakah yang hendak diatur. Perlu pula diperhatikan perkembangan sosial, ekonomi dan politik, termasuk perkembangan- 5 Ibid. hlm. 78. 6 Ibid. hlm. 81.

12 perkembangan ditingkat global yang semuanya sulit diprediksi. Sikap politik yang paling pantas untuk diambil adalah meletakan atau menggariskan prinsip-prinsip pengembangannya. Sebatas inilah blue printnya. Untuk itu maka gagasan dasar yang terdapat dalam UUD 1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip atau parameter dalam pembentukan undang-undang apa saja, kesetaraan antar lembaga negara, hubungan yang bersifat demokratis antara pemerintah pusat dengan daerah, hak asasi manusia (HAM) yang meliputi hak sosial, ekonomi, hukum, dan pembangunan harus dijadikan sumber sekaligus parameter dalam menguji substansi RUU atau UU yang akan dibentuk. 7 Budaya hukum (legal culture) menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan tentang praktik-praktik hukum, sikap warga negara terhadap hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum. Dengan demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat berfungsi pada masyarakat yang berbeda. Aspek kultural melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Wibawa hukum melengkapi kehadiran dari faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya hukum sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap hukum. Wibawa hukum 7 Ibid. hlm. 82.

13 tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang rasional dan mengandung unsur-unsur spiritual, yaitu kepercayaan. Kewibawaan hukum dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi psikologis masyarakat yang menerima dan menghormati hukumnya. 8 Hal ini tidak berarti sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) antar lembaga penegak hukum harus menjadi satu fungsi di bawah satu atap, akan tetapi masing-masing fungsi tetap dibawah koordinasi sendiri-sendiri yang independen dengan kerjasama yang aktif dalam persepsi yang sama dilihat dari fungsi dan wewenang masing-masing lembaga tersebut. Keterpaduan antara subsistem dalam penegakan hukum menjadi penentu efektifvitas suatu peraturan. Sistem hukum dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan jika semua unsur saling mendukung dan melengkapi. Semakin tinggi kesadaran hukum seseorang, akan semakin tinggi pula tingkat ketaatan dan kepatuhannya kepada hukum, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum seseorang maka ia akan banyak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum. 9 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Penegakan hukum pada dasarnya bukan semata-mata pelaksanaan perundangundangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut 10 : 1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum) Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan 8 Ibid. hlm. 83. 9 Ibid. hlm. 84. 10 Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm. 8-11

14 konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. 2) Faktor penegak hukum Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa keadilan tanpa kebenaran adalah kebejatan dan kebenaran tanpa kejujuran adalah kemunafikan. 3) Faktor sarana dan fasilitas Sarana dan fasilitas mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan memadai, keuangan yang cukup. Semakin memadai dan lengkap sarana prasarana maka akan semakin memudahkan dalam menegakkan hukum pidana 4) Faktor masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. 5) Faktor Kebudayaan Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilainilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya.

15 3. Kerangka Konsep Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. 11 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penegakan hukum adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum dengan menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilainilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana 12 b. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku 13 c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undangundang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum 14 11 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm. 63 12 Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23. 13 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1993. hlm. 46. 14 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25

16 d. Penanggulangan tindak pidana adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam rangka menanggulangi kejahatan melalui dua sarana yaitu sarana penal (penerapan hukum pidana) dan sarana non penal (penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi pencegahan terjadinya kejahatan) 15 e. Prostitusi adalah penawaran hubungan seksual untuk memperoleh uang atau keuntungan lainnya. Prostitusi menjadikan seks untuk pencaharian, terkandung beberapa tujuan yang ingin diperoleh, biasanya berupa uang. Termasuk di dalamnya bukan saja persetubuhan tetapi juga setiap bentuk hubungan seksual dengan orang lain untuk mendapat bayaran. f. Prostitusi online adalah tindakan penawaran hubungan seksual atau menjual komoditas seks dengan menggunakan media internet secara online 16. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teori hukum dan perundang-undangan yang berhubungan permasalahan. b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas atau studi kasus 17 15 Badra Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. 2002. hlm. 77-78 16 Agus Raharjo, Cyber Crime, Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Citra Adtiya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 59.

17 2. Sumber dan Jenis Data Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder 18 Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: a. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research), dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari: a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 17 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm. 7 18 Ibid. hlm. 36

18 e) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder dalam penelitian bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu menganalisa permasalahan, berbagai buku hukum, arsip dan dokumen, brosur, makalah dan sumber internet. b. Data Primer Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan observasi dan wawancara (interview) dengan narasumber penelitian. 3. Penentuan Narasumber Narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung 2 orang (2) Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila 1 orang + Jumlah 3 orang 4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data a. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan: 1) Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari

19 bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan 2) Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan dengan melakukan wawancara (interview), kepada narasumber penelitian. b. Pengolahan Data Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut: 1) Seleksi Data, yaitu memeriksa data untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan 2) Klasifikasi Data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat. 3) Penyusunan Data, yaitu menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang terpadu pada pokok bahasan untuk mempermudah interpretasi data penelitian. 5. Analisis Data Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Setelah itu dilakukan analisis kualitatif, artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. Penarikan kesimpulan dilakuan secara induktif, yaitu menarik kesimpulan

20 berdasarkan hal-hal yang bersifat khusus lalu disimpulkan secara umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran. 19 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tesis ini disajikan ke dalam empat bab yang saling berkaitan antara satu bab dengan bab lainnya, yaitu sebagai berikut: I. PENDAHULUAN ini berisi pendahuluan penyusunan Tesis yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian penegakan hukum pidana, pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengertian penyidikan, pengertian tindak prostitusi online dan pengertian kebijakan penganggulangan hukum pidana. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dari hasil penelitian, yang terdiri dari análisis penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana pelacuran oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung dan faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum terhadap prostitusi online sebagai tindak pidana 19 Ibid. hlm. 69.

21 pelacuran oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung. IV. PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan penelitian yang didasarkan pada analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.