Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma

dokumen-dokumen yang mirip
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

KLASIFIKASI BATUAN BEKU

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja.

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

Petrogenesa Batuan Beku

HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

KARAKTERISTIK KEKAR TIANG PADA INTRUSI MIKROGABRO DI DAERAH WATU GAJAH, KECAMATAN GEDANG SARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI D.I.

MINERALOGI DAN GEOKIMIA INTRUSI DI TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM, SUMATRA SELATAN, INDONESIA

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

hiasan rumah). Batuan beku korok

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen

BAB I PENDAHULUAN I.1

PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP)

Analisa Struktur dan Mineralogi Batuan dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

PETROGENESIS BATUAN ANDESIT BUKIT CANGKRING, DAERAH JELEKONG, KECAMATAN BALEENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA

BAB I PENDAHULUAN. batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

BAB I. Pengenalan Mikroskup Polarisasi

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH PETROLOGI BATUAN BEKU DAN METAMORF

MINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA

PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

Gambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf

BAB II TATANAN GEOLOGI

KARAKTERISTIK MINERALOGI ENDAPAN PASIR BESI DI DAERAH GALELA UTARA KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

Disusun Oleh: Alva. Kurniawann

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

SEBARAN GRANIT DI INDONESIA

PETROGENESIS BATUAN BEKU INTRUSI DI DAERAH PERBUKITAN JIWO BARAT DAN TIMUR, KECAMATAN BAYAT, KABUPATEN KLATEN, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitan

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Pulau Jawa yang sebagian besar

KARAKTERISASI DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEKUATAN BATUAN BERDASARKAN PENGUJIAN SCHMIDT HAMMER

Seminar Nasional Geofisika 2014

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan

Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran. Geotetra Research Group

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PETROGENESIS ANDESIT BASALTIK DI DAERAH KALI WADER DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BENER, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH

KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

Bab IV Sistem Panas Bumi

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI IJO, KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Geologi Teknik. Ilmu Geologi, Teknik Geologi,

STUDI PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA ALTERASI BUKIT BERJO, GODEAN, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENELITIAN AWAL MENGENAI ALTERASI DI BUKIT BERJO

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

STUDI BATUAN VULKANIK PERBUKITAN SEPULUHRIBU, KOTA TASIKMALAYA DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

STRUKTUR GEOLOGI DAN LITOLOGI SEBAGAI KONTROL MUNCULNYA MATAAIR PANAS GUCI DAN BATURADEN, JAWA TENGAH

KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Transkripsi:

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 6 NOMOR 2 AGUSTUS 2010 Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma Jahidin Program Studi Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari E-mail : jahidin_muna@yahoo.com, jahidin@unhalu.ac.id, jahidin81@gmail.com Abstrak Telah dilakukan serangkaian penelitian untuk mendapatkan klasifikasi normatif berstandar IUGS (International Union of Geological Sciences) pada 12 situs batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Klasifikasi dilakukan berdasarkan mineralogi QAPF normatif (Quartz, Alkali feldspar, Plagioklas, dan Feldspathoid) yang diperoleh dari analisis data komposisi kimia batuan dengan menggunakan software K- ware Magma. Sampel-sampel batuan beku yang digunakan terdiri dari situs Watu Adeg (WTA), Gunung Suru (GSR), Purwoharjo (PWH), Gunung Skopiah (SKP), Gunung Ijo (GIJ), Parangtritis A (PRA), Kali Songgo (KSG), Kali Buko (KLB), Gunung Pawon (GPW), Parangtritis B (PRB), Kali Widoro (WDR), dan Tegal Redjo (TGR). Selanjutnya, hasil klasifikasi ini dibandingkan dengan hasil klasifikasi berdasarkan analisis petrografi dan analisis komposisi kimia yang berdasarkan kandungan K 2 O-SiO 2 batuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 12 situs batuan beku adalah batuan beku vulkanik yang terdiri dari batuan andesit (situs WTA, GIJ, PRA, dan WDR), andesit kuarsa (situs GSR dan SKP), trakiandesit (situs PWH), basalt tholeitik (situs KSG, KLB, dan PRB), dan trakiandesit basaltik (situs GPW dan TGR). Hasil klasifikasi pada analisis petrografi dan analisis kandungan K 2 O-SiO 2 menunjukkan bahwa sebagian batuan konsisten dengan jenis batuan pada hasil klasifikasi mineralogi QAPF normatif. Akan tetapi berbeda dalam hal penamaan (nomenclature) batuan. Klasifikasi berdasarkan mineralogi QAPF normatif batuan beku bersifat lebih kuantitatif dan sesuai dengan standar IUGS. Kata kunci : batuan beku, software K-ware Magma, klasifikasi normatif. 1. Pendahuluan Di alam batuan beku memiliki keanekaragaman jenis. Karena itu, klasifikasi dan penamaan terhadap batuan beku perlu dilakukan demi kemudahan dalam pengenalan dan pemanfaatannya. Klasifikasi batuan beku dapat dilakukan berdasarkan tekstur, mineralogi, dan komposisi kimia. Klasifikasi batuan berdasarkan tekstur dan komposisi mineral merupakan klasifikasi secara kualitatif, sedangkan klasifikasi berdasarkan persen komposisi kimia merupakan klasifiskasi secara kuantitatif. Klasifikasi berdasarkan tekstur dan mineralogi batuan biasanya dilakukan melalui analisis petrografi sayatan tipis batuan (thin section) di bawah mikoroskop petrografi. Identifikasi tekstur dan komposisi mineral dengan analisis petrografi membutuhkan ketelitian yang tinggi dan relatif mudah dilakukan untuk pengelompokan batuan beku plutonik, tetapi untuk batuan vulkanik sedikit sukar dilakukan terutama batuan vulkanik yang berbutir sangat halus (glassy). Batuanbatuan seperti ini hanya dapat diklasifikasi berdasarkan persen komposisi kimia ataupun mineral normatif batuan [1]. Klasifikasi batuan beku secara normatif yang merupakan klasifikasi secara kuantitatif adalah klasifikasi batuan berstandar IUGS (International Union Geological Science). Klasifikasi ini berdasarkan pada kuantitas beberapa komposisi kimia dan persen mineralogi QAPF normatif (Quartz, Alkali feldspar, Plagioklas, dan Feldspathoid) yang terkandung dalam batuan. Klasifikasi batuan beku berstandar IUGS perlu dilakukan untuk menciptakan keseragaman dalam penamaan batuan. Batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari batuan beku yang terdapat di Zona Pegunugan Selatan. Batuan ini juga sudah diklasifikasi berdasarkan komposisi kimia oleh peneliti sebelumnya, 111

112 JAF, Vol. 6 No. 2 (2010), 111-115 tetapi komposisi kimia yang digunakan hanyalah kandungan K 2 O-SiO 2 batuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan klasifikasi secara normatif sebagai validasi terhadap klasifikasi batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang ada dan sebagai sumber informasi dalam pemanfaatan lebih jauh batuan tersebut terutama yang berkaitan dengan mineraloginya. Pada penelitian ini dilaporkan hasil klasifikasi normatif batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan software K-ware Magma. Hasil klasifikasi yang diperoleh dibandingkan dengan hasil klasifikasi yang lain untuk dilihat perbedaannya yang siginifikan. 2. Metode Penelitian Sampel batuan beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang diklasifikasi secara normatif terdiri dari 12 situs batuan berbeda. Deskripsi batuan beku tersebut ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel 1. Deskripsi 12 Sampel Batuan Beku [2],[3] No. Lokasi Nama Situs Koordinat Geografis Umur Absolut Bentuk Singkapan (Outcrop) 1. Watu Adeg WTA 07 o 47.548 S; 110 o 21.905 E 56.3 ± 3.8 Ma Lava 2. Gunung Suru GSR 07 o 51 45.0 S; 110 o 04 33.5 E 25.35 ± 0.65 Ma Lava 3. Purwoharjo PWH 07 o 41.399 S; 110 o 11.176 E 11.35 ± 4.96 Ma Lava 4. Gunung Skopiah SKP 07 o 46.841 S; 110 o 06.041 E 47.42 ± 3.19 Ma Intrusi 5. Gunung Ijo GIJ 07 o 48.331 S; 110 o 04.951 E 25.98 ± 0.55 Ma Neck 6. Parangtritis A PRA 08 o 01.330 S; 110 o 19.942 E 26.40 ± 0.83 Ma Dike 7. Kali Songgo KSG 07 o 44.301 S; 110 o 11.840 E 28.31 ± 3.46 Ma Dike 8. Kali Buko KLB 07 o 49 25.0 S; 110 o 05 16.1 E 29.63 ± 2.26 Ma Lava 9. Gunung Pawon GPW 07 o 46.949 S; 110 o 05.928 E 75.87 ± 4.06 Ma Dike 10. Parangtritis B PRB 08 o 01.330 S; 110 o 19.942 E 26.55 ± 1.07 Ma Dike 11. Kali Widoro WDR 07 o 52.300 S; 110 o 34.920 E 6.69 ± 6.89 Ma Lava 12. Tegal Redjo TGR 07 o 08 10.58 S; 110 o 06 10.0 E Intrusi Keduabelas situs batuan beku tersebut diklasifikasi secara normatif dengan menggunakan software K-ware Magma versi 2.49.0123 (gambar 1). Prinsip klasifikasi dengan software ini (gambar 2) membutuhkan input data yang terdiri dari data komposisi kimia batuan (data komposisi kimia tertera dalam software), ukuran rata-rata butir kristal/pori, persentase volume kristal, temperatur, dan tekanan. Data komposisi kimia batuan digunakan untuk perhitungan mineral normatif yang selanjutnya dikelompokkan ke dalam mineral felsik QAPF sehingga diperoleh klasifikasi normatif batuan. Sementara ukuran rata-rata butir kristal/pori, persentase volume kristal, temperatur, dan tekanan diperlukan dalam perhitungan densitas batuan sehingga diperoleh kelompok tekstur batuan. Gambar 1. Layar software K-ware Magma [4].

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta..(Jahidin) 113 Data temperatur, tekanan, persentase volume kristal, dan ukuran butir kristal/pori Perhitungan densitas Tekstur batuan Data Komposisi Kimia Perhitungan mineral normatif berdasarkan CIPW norm Pengelompokkan ke dalam mineral felsik QAPF Klasifikasi normatif atau klasifikasi IUGS (International Union of Geological Science) berdasarkan mineralogi QAPF normatif Gambar 2. Diagram prinsip klasifikasi normatif batuan beku dengan software K-ware Magma. Data komposisi kimia batuan yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari hasil penelitian sebelumnya untuk situs PRA, PRB, GSR, KSG, KLB, dan GIJ, serta diperoleh dari hasil komunikasi personal dengan Khumaidi S. (2007) untuk situs WTA, PWH, GPW, WDR, TGR, dan SKP. Data kimia batuan dari hasil penelitian sebelumnya diukur dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrometry) di Laboratoire de Petrologie, Brest, Prancis, sedangkan data kimia yang diperoleh dari hasil komunikasi personal diukur menggunakan analisis XRF (X-Ray Fluorescence) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (P3G). [3] Ukuran butir kristal/pori dan persentase volume kristal sampel batuan beku dilakukan melalui analisis semi kuantitatif fotomikrograf sayatan tipis batuan (thin section) dengan menggunakan mikroskop polarisasi, nikon optiphot-2 di Laboratorium Fisika Mineral, Pusat Penelitian Geoteknik- LIPI Bandung. Nilai temperatur diperoleh melalui prediksi berdasarkan jenis magma asal batuan beku dengan menganalisis persentase komposisi silika (SiO 2 ) batuan. Sementara nilai tekanan yang digunakan adalah nilai standar yang sudah ditentukan dalam software K-ware Magma. 3. Hasil Pembahasan Dengan menggunakan input data komposisi kimia batuan, ukuran butir kristal/pori dan persentase volume kristal batuan, serta temperatur dan tekanan melalui software K-ware Magma, diperoleh hasil klasifikasi normatif dari 12 situs batuan beku di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana terlihat dalam tabel 1. Sebagai pembanding, juga diperlihatkan hasil klasifikasi melalui analisis petrografi batuan (tekstur dan komposisi mineral) yang mengacu pada tabel klasifikasi batuan beku menurut R.B. Travis (1955) [5] dan berdasarkan kandungan K 2 O- SiO 2 dengan menggunakan diagram K 2 O-SiO 2 pada beberapa situs batuan [3]. Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa klasifikasi mineralogi QAPF normatif pada 12 situs batuan beku keseluruhan tergolong sebagai batuan beku vulkanik dimana sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik intermediat dan yang lainnya batuan mafik. Hasil klasifikasi batuan beku situs WTA, GIJ, PRA, dan WDR merupakan batuan intermediat jenis andesit. Batuan intermediat jenis andesit kuarsa terdapat pada situs GSR dan SKP, jenis trakiandesit terdapat pada situs PWH. dan batuan intermediat jenis trakiandesit basaltik terdapat pada situs GPW dan TGR. Sementara situs KSG, KLB, PRB termasuk dalam batuan mafik jenis basalt tholeitik. Penamaan atau hasil klasifikasi 12 situs batuan beku ini sesuai dengan standar IUGS dengan berdasarkan persentase kelimpahan kelompok mineral kuarsa (Q), alkali feldspar (A), dan plagioklas (P) yang dimiliki oleh batuan [6]. Pada klasifikasi dengan analisis petrografi yang mengacu pada klasifikasi batuan beku menurut Russel B. Travis, telah membagi batuan beku ke dalam batuan beku vulkanik maupun plutonik. Sebagian besar merupakan jenis batuan andesit dan yang lainnya jenis basalt serta diorit. Hasil yang diperoleh dalam klasifikasi ini sebagian (situs GSR, SKP, GIJ, PRA, dan WDR) memiliki konsistensi (kesesuaian jenis batuan) dengan klasifikasi mineralogi QAPF normatif, hanya saja berbeda dalam penamaan. Penamaan dari sebagian situs-situs batuan berdasarkan klasifikasi ini tidak direkomendasikan dengan

114 JAF, Vol. 6 No. 2 (2010), 111-115 IUGS. Pada beberapa situs, didapatkan jenis batuan yang berbeda dengan hasil klasifikasi mineralogi QAPF normatif seperti situs WTA, PWH, KSG, KLB, GPW, PRB, dan TGR. Tabel 2. Hasil Klasifikasi 12 Situs Batuan Beku No. Situs Klasifikasi berdasarkan analisis petrografi (tekstur dan komposisi mineral) Klasifikasi berdasarkan kandungan K 2 O dan SiO 2 Klasifikasi berdasarkan mineralogi QAPF normatif (Klasifikasi Normatif) 1. WTA Porfiri basalt Andesit 2. GSR Porfiri andesit hornblende Andesit kalk-alkalin Andesit kuarsa 3. PWH Porfiri andesit Trakiandesit 4. SKP Porfiri andesit Andesit kuarsa 5. GIJ Porfiri andesit hornblende Andesit 6. PRA Porfiri andesit piroksen Andesit 7. KSG Porfiri diorit Basalt kalk-alkalin 8. KLB Porfiri diorit Basalt kalk-alkalin 9. GPW Porfiri andesit piroksen Trakiandesit basaltik 10. PRB Porfiri andesit piroksen 11. WDR Porfiri andesit Andesit 12. TGR Diorit Trakiandesit basaltik Dalam klasifikasi berdasarkan kandungan K 2 O-SiO 2 telah mengklasifikasikan 6 situs batuan beku ke dalam beberapa hasil klasifikasi. Sebagian hasil klasifikasi ini juga memiliki konsistensi dengan analisis mineralogi QAPF normatif (situs GSR, GIJ, PRA, KSG, dan KLB) dan yang lainnya inkosistensi (situs PRB). Semua situs batuan dikelompokkan dalam batuan vulkanik. Tambahan penamaan batuan didasarkan pada sifat kalk-alkalin batuan dengan persentase massa K 2 O berada pada range medium, namun penamaan ini tidak sesuai dengan stnadar IUGS. 4. Kesimpulan Klasifikasi mineralogi QAPF normatif (klasifikasi normatif) pada 12 situs batuan beku di Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh bahwa keseluruhan batuan tergolong sebagai batuan beku vulkanik dimana sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik intermediat (andesit, andesit kuarsa, trakiandesit, dan trakiandesit basaltik) dan yang lainnya batuan mafik (basalt tholeitik). Dalam penamaan batuan beku berdasarkan prinsip IUGS, bila persentase mineral-mineral mafik (seperti : olivin, ortopiroksen, klinopiroksen, dan hornblende) < 90%, maka penamaan (nomenclature) batuan harus didasarkan pada kelimpahan mineralmineral QAPF (Quartz, Alkali feldspar, Plagioklas, Feldspathoid). Mineral mafik yang kurang dari 90% tidak menentukan penamaan batuan beku. Dalam klasifikasi analisis petrografi yang mengacu pada tabel R.B. Travis (1955), tinjauan klasifikasi didasarkan pada kehadiran beberapa mineral mafik serta penyesuaiannya dengan tekstur batuan yang sudah ada. Kehadiran atau ketidakhadiran mineral kuarsa dan alkali feldspar dalam batuan kadangkala tidak diperhitungkan, padahal mineral-mineral ini turut mempengaruhi dalam pengklasifikasian batuan. Dengan demikian klasifikasi dengan menggunakan analisis petrografi yang merujuk pada tabel R.B. Travis tahun 1955 sudah tidak sesuai dengan standar IUGS, cenderung bersifat kualitatif, dan kadangkala dapat

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta..(Jahidin) 115 menimbulkan penamaan batuan yang bersifat subyektif. Klasifikasi batuan berdasarkan analisis kandungan K 2 O-SiO 2 menunjukkan hasil klasifikasi batuan yang tidak kompleks karena hanya membagi batuan ke dalam jenis basalt, andesit basaltik, dan andesit dengan berdasarkan pada kuantitas SiO 2 dan K 2 O batuan, tanpa melibatkan komposisi kimia yang lain, seperti Na 2 O. Penamaan batuan juga mengindikasikan kekhasan sifat senyawa kimia yang terdapat dalam diagram dan tidak direkomendasikan dalam penamaan batuan berdasarkan standar IUGS. Klasifikasi batuan beku berdasarkan mineralogi QAPF normatif dengan software K-ware Magma bersifat lebih kuantitatif dan sesuai dengan standar IUGS (International Union of Geological Sciences). Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Satria Bijaksana, atas bimbingannya sehingga tulisan ini layak disebut sebagai karya ilmiah. Juga diucapkan terima kasih kepada pihak Laboratorium Fisika Mineral, Pusat Penelitian Geoteknik-LIPI Bandung yang telah membantu dalam memperoleh data ukuran rata-rata butir kristal/pori dan persentase volume kristal batuan. Akhirnya diucapkan pula terima kasih kepada Bapak Khumaidi S. atas bantuannya dalam penyediaan sebagian data komposisi kimia batuan Daftar Pustaka [1]. Mottana, A., Crespi, R., and Liborio, G., Simon & Schuster s Guide to Rocks and Minerals, Simon & Schuster Inc., New York, (1977) [2]. Ngkoimani, L., Magnetisasi pada Batuan Andesit serta Implikasinya Terhadap Paleomagnetisme dan Evolusi Tektonik Pulau Jawa, Institut Teknologi Bandung, (2005). [3]. Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., and Polve, M., Tertiary Magmatic Belts in Java, Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol. 9, No. 12, (1994). [4]. http://www.ees1.lanl.gov/wohletz/magma.htm, Diakses 11 Desember 2007. [5]. USBR, 2001, Engineering Geology Field Manual, 2 nd Edition, U.S. Department of The Interior, Bureau of Reclamation. [6]. Le Maitre, R.W., Streckeisen, A., Zanettin, B., Le Bas, M.J., Bonin, B., Bateman, P., Bellieni, G., Dudek, A., Efremova, S., Keller, J., Lameyre, J., and Sabine, P.A., Igneous Rocks : A classification and glossary of terms : 2nd Edition, Cambridge University Press, Cambridge, (2002).