PENYELESAIAN SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH AHLI WARIS YANG PEWARISNYA MASIH HIDUP (STUDI KASUS DI LBH-HPP-PETA) Oleh : Margareth Vera Sonia Korassa I Wayan Suardana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sell the estate is the fair. the law of Heir emerged because the principle that every people have their right or freedom to act everything to their own wealth. The testament is a official document about someone statement for their will after he die, and this statement can be yank out. The conclusion that can be drawn from when the testator is still alive by the Book of the Law of Civil Law is null and void because it conflicts with Article 830 Book of the Law of Civil Law, granting inheritance can not be done while the testator is still alive. Keywords : Sell The Estate, The Law Of Heir, Heir, Life ABSTRAK Menjual harta warisan merupakan hal yang wajar, hukum waris timbul atas dasar prinsip bahwa setiap orang berhak atau bebas berbuat apa saja terhadap harta bendanya. Wasiat itu sendiri adalah suatu akta yang membuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia dan olehnya dapat dicabut kembali. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pemberian warisan saat pewaris masih hidup berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah batal demi hukum karena bertentangan dengan Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pemberian warisan tidak dapat dilakukan saat pewaris masih hidup. Kata Kunci : Menjual Harta Warisan, Hukum Waris, Pewaris, Hidup I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang berbicara mengenai jual beli (pada dasarnya dalam jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit mempersyaratkan bahwa penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual. Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Dalam hal ini, apabila tanah tersebut dijual setelah menjadi tanah warisan, maka yang memiliki hak milik atas tanah tersebut adalah para ahli waris (Pasal 833 ayat (1)). 1
Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. 1 Dengan demikian, Hukum Waris pada hakikatnya, mengatur mengenai tata cara peralihan harta kekayaan dari seseorang yang meninggal dunia atau pewaris pada ahli warisnya. Jadi didalam kewarisan terdapat tiga unsur, yaitu : adanya orang yang meninggal dunia, ada orang yang masih hidup, sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia, dan adanya sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris 2 Namun yang menjadi masalah adalah apabila sang pewaris yang dianggap sudah meninggal dunia ternyata belum meninggal dan kembali menuntut haknya sehingga menimbulkan permasalahan dan sengketa dalam jual-beli yang di lakukan oleh ahli warisnya. 1.2. Tujuan Untuk mengetahui permasalahan hukum serta isu-isu aktual tentang bagaimana ahli waris yang sah menurut KUHPerdata serta mengetahui tentang bagaimana penyelesaian jual beli yang dilakukan oleh ahli waris yang pewarisnya masih hidup. II.ISI 2.1.Metode Penulisan Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang- Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto). 3 1 Hanatasia Angelina Sunarto, Ni Luh Gede Astariyani, PERANAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN KETERANGAN HAK WARIS BAGI GOLONGAN TIONGHOA (Studi Kasus : Kantor Notaris DENPASAR), Kertha Semaya, vol.01, no.10, Oktober 2013, h.02, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/6814/5148, diakses pada 28 September 2016 2 Zainuddin Ali, 2008, Pelaksanaan Hukum waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 81 3 Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134 2
2.2. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 2.2.1.Perolehan waris yang sah menurut KUHPerdata. Tentang kewarisan secara umum diatur dalam KUHPerdata pasal 830 yang menyatakan pewarisan terjadi karena kematian. 4 Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 5 Adapun tiga kunci yang menjadi unsur-unsur pewarisan, yaitu; pewaris, harta warisan, dan ahli waris. 6 Peninggal warisan atau disingkat Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda kepada orang lain. Ahli waris ialah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian tertentu. Harta warisan atau disingkat warisan ialah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya. 7 Dalam Pasal 830 KUHPerdata disebutkan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Hal ini berarti bahwa kematian seseorang (pewaris) merupakan syarat utama untuk dapat dilakukannya proses pewarisan. Sehingga berdasarkan Pasal 830 KUHPerdata, pewarisan tanpa adanya kematian dari pewaris, maka pemberian warisan kepada ahli waris saat pewaris masih hidup tidak dapat dilakukan. Untuk memperoleh warisan, mestilah dipenuhi dua syarat: 1. Mesti ada orang yang meninggal dunia, dan 4 Ni Putu Yuli Kartika Dewi, Ni Putu Purwanti, TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA), Kertha Semaya, vol. 03, no. 05, September 2015, h. 03, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/15351/10193, diakses pada 28 September 2016 5 I Putu Budi Arta Yama, Gde Made Swardhana, AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, Kertha Semaya, vol.04, no.02, februari 2016,h.03, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/19364/12836, diakses pada 28 September 2016 6 Wayan P. Windia Dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi Dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.115. 7 Ali Afandi, 1984, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (BW), PT. Bina Aksara, Jakarta, h.07. 3
2. Untuk memperolehnya mestilah orang yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia. 8 Hukum waris memberikan peraturan tentang apa yang akan diperbuat dengan kekayaan seseorang bilamana ia meninggal dunia. 9 Pada dasarnya harta warisan mulai terbuka dan dapat dilakukan pembagian warisan oleh masing-masing ahli waris adalah pada saat pewaris meninggal dunia. 10 2.2.2.Penyelesaian sengketa jual-beli yang dilakukan oleh ahli waris yang pewarisnya masih hidup Atas permasalahan tersebut telah dilakukan penyelesaian melalui jalur pengadilan yang dimana pewaris meminta bantuan dari LBH-HPP-PETA untuk mendampingi dalam prosesproses penyelesaian. Proses jual beli yang dilakukan oleh ahli waris adalah tidak sah karna pewaris belum meninggal dunia, Apabila ditinjau dari hukum nasional, pemberian harta warisan saat pewaris masih hidup bertentangan dengan hukum nasional yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 830, dimana pemberian warisan dilakukan saat pewaris telah meninggal dunia. Tetapi apabila ditinjau dari hukum adat yang berlaku, pembagian warisan itu dapat dilakukan mengingat penduduk Indonesia yang berpegang teguh pada hukum adat. Akibat dari pemberian warisan pada saat pewaris masih hidup adalah batal demi hukum. Batal demi hukum terdapat dalam Pasal 1335 KUHPerdata yaitu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Makna dari kata tidak mempunyai kekuatan disebut juga batal demi hukum. Sehingga proses pemberian warisan saat pewaris masih hidup dianggap tidak pernah ada karena dilakukan berdasarkan sebab yang terlarang yang melanggar atau bertentangan dengan Pasal 830 KUHPerdata. Maka dari itu pemberian warisan saat pewaris masih hidup dapat ditarik kembali apabila merugikan salah satu ahli waris yang lain. Pewaris menyatakan bahwa tanah yang di sengketakan adalah milik pewaris dan bukan milik ahli waris. Selain itu pewaris juga menyatakan bahwa segala hak kepemilikan atas tanah obyek sengketa kepada ahli waris berdasarkan surat pernyataan waris di nyatakan tidak benar karena pewaris masih hidup dan tidak meninggal dunia dengan demikian tanah objek 8 A. Pitlo, 1979, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, PT. Intermasa, Jakarta, h. 14 9 M. Isa Arief, 1979, Hukum Perdata Dan Hukum Dagang, Alumni, Bandung, h.47. 10 I Ketut Artadi, 2003, Hukum Adat Bali Dengan Aneka Masalahnya, Pustaka Bali Post, Denpasar, h.125. 4
sengketa milik pewaris tidak terbuka untuk di wariskan kepada siapun juga. Dengan demikian maka dapat dikatakan seharusnya jual beli yang dilakukan oleh ahli waris terhadap tanah sengketa adalah cacat demi hukum dan batal demi hukum karena pemilik obyek jual beli adalah milik pewaris dan bukan milik ahli waris. Dalam proses pendampingan tersebut pihak LBH-HPP-PETA telah melakukan upaya pertemuan antara kedua belah pihak untuk menjalani proses mediasi. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui musyawarah yang ditengahi seorang atau lebih mediator yang netral. Dalam kasus ini proses mediasi menemukan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk berdamai. Dan ahli waris mengakui bahwa benar pewris masih hidup dan proses jual beli yang dilakukan oleh ahli waris dapat dibatalkan oleh hukum. III. KESIMPULAN a. Peralihan hak waris dari pewaris kepada ahi warisnya hanya dapat terjadi apabila adanya kematian. Sebagaimana tertera dalam pasal 830 KUHPerdata yaitu pewarisan hanya berlangsung karena kematian maksudnya, bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka seluruh hak dan kewajibannya beralih/berpindah kepada ahli warisnya. Namun jika si pewaris dalam perkara ini belum meninggal maka peralihan waris tersebut secara otomatis batal demi hukum. b. Penyelesaian sengketa jual beli tanah yang dilakukan oleh ahli waris yang pewarisnya masih hidup ini sudah menggunakan penyelesaian secara mediasi. Dalam kasus ini proses mediasi telah menemukan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk berdamai. DAFTAR BACAAN Buku-buku : Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung Afandi, Ali, 1984, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), PT. Bina Aksara, Jakarta. Arief, M. Isa, 1979, Hukum Perdata Dan Hukum Dagang, Alumni, Bandung Artadi, I Ketut, 2003, Hukum Adat Bali Dan Aneka Masalahnya, Pustaka Bali Post, Denpasar Pitlo, A., 1979, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, PT. Intermasa, Jakarta Windia, Wayan P. Dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. 5
Zainuddin Ali, 2008, Pelaksanaan Hukum waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Artikel Online Hanatasia Angelina Sunarto, Ni Luh Gede Astariyani, PERANAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN KETERANGAN HAK WARIS BAGI GOLONGAN TIONGHOA (Studi Kasus : Kantor Notaris DENPASAR), Kertha Semaya, vol.01, no.10, Oktober 2013, h.02, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/6814/5148, diakses pada 28 September 2016 I Putu Budi Arta Yama, Gde Made Swardhana, AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, Kertha Semaya, vol.04, no.02, februari 2016,h.03, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/19364/12836, diakses pada 28 September 2016 Ni Putu Yuli Kartika Dewi, Ni Putu Purwanti, TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA), Kertha Semaya, vol. 03, no. 05, September 2015, h. 03, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/15351/10193, diakses pada 28 September 2016 Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Soedharyo Soimin, 1995, Sinar Grafika, Jakarta 6