BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan nasional. Ketahanan pangan menurut Food and

BAB 1 PENDAHULUAN. rata-rata konsumsi beras sebesar 102kg/jiwa/tahun (BPS, 2013). Hal ini pula

BAB I PENDAHULUAN. sudah ada sejak dahulu, namun jenis dan karakternya selalu berubah.

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan internasional, yaitu : Universal Deklaration Of Human Right. (1948), Rome Deklaration on World Food Summit

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

BAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Andalan Ketahanan Pangan

BAB 1. PENDAHULUAN. Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 6.A TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi beras sebesar 113,7 kg/jiwa/tahun. Tingkat konsumsi tersebut jauh di

Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No beras pemerintah yang sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.02/2009; d. bahwa berdasarkan pertimbangan

Ketahanan Pangan Masyarakat

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

FENOMENA KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH YANG MEMPRIHATINKAN (TINJAUAN EKONOMI)

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kemiskinan merupakan penyakit sosial ekonomi terbesar yang

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Pencairan. Pertanggung Jawaban. Cadangan Beras.

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah Produksi Beras Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ISBN : MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG

BAB I PENDAHULUAN. Raskin adalah hak masyarakat berpendapatan rendah yang. diberikan dan ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka mencukupi

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA. Yogyakarta, 6 Februari 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

I. PENDAHULUAN. Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. dari perjuangan merebut kemerdekaan menjadi langkah baru bagi generasi

I. PENDAHULUAN Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah satu-satunya Lembaga

BAB l PENDAHULUAN. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menakutkan bagi dunia saat ini. Hal ini disebabkan karena masalah pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008

TIM KAJIAN RASKIN LPPM IPB

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

WALIKOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANG`KA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat terjamin. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dulu hingga sekarang masih terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagai petani atau bercocok tanam. Luas lahan pertanian pun tidak diragukan lagi. Namun, dewasa ini Indonesia justru menghadapi masalah serius dalam situasi pangan di mana yang menjadi kebutuhan pokok semua orang. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 mendefinisikan pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Definisi dari Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Karena pangan adalah hak asasi manusia, maka pangan yang sehat dan cukup akan menghasilkan sumberdaya manusia yang kuat sebagai basis ketahanan ekonomi dan ketahanan kedaulatan negara (Nganro, 2009). Definisi ketahanan pangan yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia adalah definisi versi Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization-FAO). Konsep ketahanan pangan FAO dikembangkan sejak pertengahan 1970-an. Pada saat itu ketahanan pangan versi FAO ini hanya terfokus pada masalah ketersediaan pangan, yakni menjamin ketersediaan dan harga pangan utama yang stabil, baik di tingkat internasional maupun nasional. Titik fokus pada aspek ketersediaan pangan sebagai simpul sentral inilah yang dikemudian hari menandai lahirnya sebuah paradigma baru dalam produksi pangan. Mengacu dari konsep awal ketahanan pangan dan perkembangannya, pada dasarnya dalam ketahanan pangan terdapat empat pilar : aspek ketersediaan (food availability), aspek 1

stabilitas ketersediaan atau pasokan (stability of supplies), aspek keterjangkauan (acces to supplies), dan aspek konsumsi pangan (food utilization). Keempat pilar ini mengindikasikan bahwa pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup, baik di musim panen maupun paceklik, terdistribusi merata di seluruh pelosok negeri, harganya terjangkau oleh orang miskin sekalipun, dan aman serta bermutu. Definisi ketahanan pangan inilah yang diadopsi pemerintah Indonesia dalam UU Pangan No.7 tahun 1996 dan PP No.68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Makna yang terkandung dalam UU dan PP adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau (http://www.majalahpangan.com/2010/04 dalam Handewi 2010). Terkait dengan masalah konsumsi, kejadian rawan pangan transien/sementara dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor sosial ekonomi (kejadian luar biasa), seperti fluktuasi harga pangan, kondisi ekonomi yang tidak stabil dan konflik sosial. Diantara Negara-negara ASEAN, Indonesia adalah Negara ketiga terbesar dalam kejadian rawan pangan transien, dan ada gejala peningkatan rawan pangan transien akibat konflik masyarakat. Penanggulangannya adalah dengan dukungan cadangan pangan nasional yang cukup serta sarana dan prasarana distribusi yang cukup. Pada kondisi demikian, daerah diharapkan membangun cadangan pangan, baik cadangan pangan pemerintah maupun cadangan pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan transien di masing-masing wilayahnya. Dari berbagai masalah ketahanan pangan, ada berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam kebijakan untuk memperkuat ketahanan pangan, ketahanan pangan tidak hanya menyangkut jangka pendek melainkan juga jangka panjang, yaitu bagaimana dapat menciptakan keadaan yang dapat mendorong produksi yang stabil dengan trend yang meningkat. Ketahanan pangan bukan hanya berurusan dengan ketersediaan melainkan juga keterjangkauan dan distribusi. Dalam hal ini baik jangka pendek (OPK) maupun jangka panjang (meningkatkan pemerataan dan mengurangi kemiskinan) harus direncanakan dalam pembangunan ekonomi keseluruhan. Pengalaman yang berhasil dalam stabilitas harga beras dari BULOG tidak selalu dapat dilaksanakan dengan cara yang sama dalam era reformasi dan libreralisasi, tetapi dengan potensi fasilitas dan pengalaman dapat digunakan untuk tetap berfungsi 2

sebagai alat stabilitas dan distribusi dalam melaksanakan kebijakan pemerintah. OPM (Operasi Pasar Murni) mungkin sudah kurang penting lagi, tetapi OPK (Operasi Pasar Khusus) kepada kelompok sasaran masih diperlukan (Widodo, 2006). Dalam kesepakatan MDGs dunia internasional telah mentargetkan pada tahun 2015 setiap Negara termasuk Indonesia telah sepakat menurunkan kemiskinan dan kelaparan sampai separuhnya. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar dalam menjaga stabilitas perberasan nasional. Dalam 2 tahun terakhir, pengadaan stok beras dalam negeri yang dilakukan Perum Bulog tidak mencapai target, sekalipun dilaporkan ada peningkatan produksi beras. Namun Pemerintah konsisten menjaga stabilitas ketahanan pangan dengan melakukan impor yang dialokasikan untuk stok pangan nasional, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan. Program Raskin, bukan untuk pasar bebas. Sejak krisis pangan pada tahun 1998, Pemerintah konsisten memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak atas pangan masyarakat yang diimplementasikan melalui Operasi Pasar Khusus (OPK). Berbeda dengan pemberian subsidi pangan sebelumnya, OPK memberikan subsidi beras secara targeted kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Bulog, 2012). Permasalahan dalam konsumsi pangan antara lain adalah besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan kemampuan akses pangan yang rendah. Terkait dengan permasalahan tersebut, besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran yang menyebabkan rendahnya akses terhadap pangan merupakan masalah yang sangat kompleks dan penyelesaiannya memerlukan koordinasi serta sinergi yang harmonis antar berbagai instansi. Salah satu program yang terkait akses penduduk miskin terhadap pangan adalah digulirmya program Raskin (program beras untuk keluarga miskin). Raskin merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk membantu penyediaan sebagian kebutuhan pangan pokok keluarga miskin. Melalui pelaksanaan program Raskin bersama program bantuan penanggulangan kemiskinan lainnya, diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata dalam peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat sosial rumah tangga. Selain itu program Raskin merupakan program transfer energi dalam bentuk kalori yang dapat 3

mendukung program lainnya seperti perbaikan gizi, peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan dan peningkatan produktivitas keluarga miskin (Bulog, 2005 dalam., Handawi 2010). Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin) adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum Bulog Nomor : 25 Tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Penyaluran Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan Raskin yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi Raskin mulai tahun 2002, Raskin diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian ilmiah, penamaan Raskin menjadi nama program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan Raskin (Anonim, 2010). Berikut merupakan tabel penyaluran raskin kecamatan Sokaraja tahun 2013 : 4

Tabel 1.1. Penyaluran Raskin Kecamatan Sokaraja tahun 2013 No Kelurahan/Desa Jumlah RTS-PM Kuantum (kg) 1 Kalikidang 226 3390 2 Wiradadi 232 3480 3 Karangkedawung 94 1410 4 Sokaraja Tengah 238 3570 5 Sokaraja Kidul 192 2880 6 Klahang 219 3285 7 Banjarsari Kidul 253 3795 8 Sokaraja Wetan 202 3030 9 Jompo Kulon 103 1545 10 Banjaranyar 341 5115 11 Lemberang 238 3570 12 Karangduren 307 4605 13 Sokaraja Lor 205 3075 14 Kedondong 213 3195 15 Pamijen 140 2100 16 Sokaraja Kulon 146 2190 17 Karangnanas 535 8025 18 Karangrau 94 1410 Jumlah 3978 59670 Sumber: Bulog, 2013 Untuk mencapai tepat sasaran, tepat harga, dan tepat waktu, beberapa penyempurnaan terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan pola distribusi yang berkembang tidak hanya melalui titik distribusi yang langsung disalurkan kepada RTS (Rumah Tangga Sasaran), tetapi juga melalui Warung Desa (Wardes). Melalui Wardes, penyaluran Raskin menjadi lebih dekat kepada RTS dan RTS membeli beras secara bertahap sesuai daya belinya selama 1 bulan dengan harga sesuai dengan ketetapan. Penyaluran melalui Wardes berawal dari pilot project pada akhir tahun 2008 dan mulai diimplementasikan sejak tahun 2009. Peningkatan ketepatan sasaran juga terus ditingkatkan melalui pendampingan pola distribusi melalui kelompok masyarakat pada tahun 2009. Distribusi Raskin dilakukan oleh kelompok masyarakat miskin penerima manfaat Raskin (Anonim, 2011). B. Rumusan Masalah Upaya memantapkan ketahanan pangan tidak hanya dilaksanakan pada level nasional. Ketahanan pangan nasional harus di dukung oleh ketahanan pangan 5

wilayah di tingkat propinsi maupun ketahanan pangan di daerah di tingkat kabupaten. Ketahanan yang dimaksud mencakup ketahanan pangan secara makro di tingkat daerah dan ketahanan pangan di tingkat individu dan rumah tangga. Program raskin merupakan salah satu wujud nyata komitmen pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin, melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pokok dalam bentuk beras. Di samping itu, program ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kecamatan Sokaraja merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Banyumas yang rumah tangga di kecamatan ini menerima raskin. Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas menjadi salah satu ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk meneliti dan mengkaji permasalahan ini. Karena diharapkan dengan adanya program raskin akan memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama masyarakat miskin. Dari uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana proporsi konsumsi raskin terhadap konsumsi beras rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. 2. Bagaimana tingkat kemiskinan rumah tangga penerima raskin / ketepatan sasaran raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. 3. Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dilakukan penelitian dengan judul Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penerima Raskin Di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. C. Tujuan Penelitian bertujuan : Mengacu pada uraian latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini 6

1. Untuk mengetahui proporsi raskin terhadap konsumsi beras rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. 2. Untuk mengetahui tingkat kemiskinan rumah tangga penerima raskin / ketepatan sasaran raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. 3. Untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas 4. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga penerima raskin di kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan ilmu serta untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S.P.) pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang berhubungan dengan ketahanan pangan dan program raskin. 3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut. 7