Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Tinjauan tentang disparitas putusan hakim pada tindak pidana perkosaan (studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

Nama : Hesti Wulandari BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara diam-diam. Memang dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

Presiden, DPR, dan BPK.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

Transkripsi:

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo Oleh : Surya Abimanyu NIM: E. 1104073 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan dari negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, perlu adanya suatu upaya yang dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tetap memperhatikan setiap aspek yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan masyarakat tersebut. Salah satu penghambat tujuan Nasional adalah Korupsi, Korupsi sebagai white collar crime sudah merupakan wabah yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1960-an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai sekarang ini. Citra Indonesia sebagai negara yang korup tidak mengalami perbaikan juga, hal tersebut dapat kita lihat dari pengumuman Transparency International tahun 2004 yang menyebutkan bahwa posisi Indonesia berada dalam urutan kelima sebagai negara terkorup di dunia dari 146 negara yang diteliti. Kejahatan korupsi diwujudkan sebagai tindak manipulasi yang kompleks, tertutup dan cermat serta melibatkan beberapa orang secara terorganisir. Karena sifatnya yang demikian itu, para penegak hukum sering 1

2 mengalami kesulitan dalam masalah pembuktian tentang motif, keinginan dan unsur-unsur perbuatan serta penerapan hukumnya. Pengungkapan kasus korupsi lazimnya didahului dengan serangkaian tindakan penyelidikan oleh aparat penegak hukum, sebelum dilakukan penyidikan dan penuntutan secara terbuka. Pada saat pelaku menyadari bahwa ia menjadi sasaran penyelidikan, seketika itu juga melakukan perlawanan dengan pembelaan baik secara diamdiam maupun secara terang-terangan. Perlawanan dilakukan dengan menghilangkan atau memusnahkan barang bukti, mempengaruhi para saksi dengan bujuk halus maupun dengan tekanan tehadap saksi-saksi maupun aparat penegak hukum. Sedangkan pembelaan dilakukan dengan pembentukan opini publik ataupun dalam bentuk mempengaruhi pemegang kekuasaan untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengeliminasi sifat melawan hukumnya kejahatan korupsi, sehingga pengungkapan terhadap tindak pidana korupsi melalui penyidikan dan penuntutan akan lebih mahal dan menghabiskan banyak waktu dibandingkan dalam mengungkap kejahatankejahatan konvensional. Dengan segala keterbatasan, para penyidik dan penuntut umum harus bekerja keras mengatasi tingginya biaya yang dikeluarkan dalam mengungkap tindak pidana korupsi. Perbedaan pemahaman mengenai korupsi antara satu penegak hukum yang satu dengan penegak hukum yang lain juga kerap kali terjadi pada saat proses pemberantasan korupsi berlangsung. Terlihat bahwa dalam pengusutan tindak pidana korupsi terdapat banyak kelemahan, seperti dalam hal penyidikan. Kelemahan lainnya adalah bahwa jaksa kurang memperhatikan syarat-syarat serta unsur-unsur yang menyangkut tindak pidana korupsi dalam penyusunan surat dakwaan. Sedangkan dalam pengadilan, hakim hanya akan mempertimbangkan dan memutuskan berdasarkan apa yang didakwakan dalam surat dakwaan. Dengan demikian, penyusunan surat dakwaan menjadi hal yang harus diperhatikan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dalam sistem peradilan pidana yang lazim selalu melibatkan dan mencakup sub sistem dengan ruang lingkup masing-masing proses peradilan

3 pidana dan mekanisme kontrol terhadap jalannya sistem peradilan pidana jika dilihat secara normatif adalah sebagai berikut (Sidik Sunaryo, 2004 : 220) : 1. Kepolisian dengan tugas utama menerima laporan dan pengaduan dari publik manakala terjadi tindak pidana, melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, melakukan penyaringan kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melaporkan hasil penyidikan kepada kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Mekanisme kontrolnya terkait dengan pra peradilan untuk mengawasi penangkapan, penahanan dan penghentian penyidikan yang tidak sah. 2. Kejaksaan dengan tugas pokok menyaring kasus-kasus yang layak diajukan ke pengadilan, mempersiapkan berkas penuntutan, melakukan penuntutan, melaksanakan putusan pengadilan. Mekanisme kontrolnya melalui pra peradilan untuk mengawasi penghentian penuntutan yang tidak sah. 3. Pengadilan yang berkewajiban untuk menegakan hukum dan keadilan, melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efisien dan efektif, memberikan putusan yang adil dan berdasar hukum dan menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga publik dapat berpartisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan di tingkat ini. Mekanisme kontrolnya melalui upaya hukum biasa dan luar biasa. 4. Lembaga Permasyarakatan (LP) yang berfungsi untuk menjalankan putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan, memastikan terlindunginya hak-hak narapidana, menjaga agar kondisi LP memadai untuk penjalanan pidana setiap narapidana, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana, mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat. Mekanisme kontrolnya melalui hakim pengawas dan pengamat.

4 5. Pengacara dengan fungsi melakukan pembelaan bagi klien dan menjaga agar hak-hak klien dipenuhi dalam proses peradilan pidana. Mekanisme kontrolnya melalui pengadilan. Hukum acara pidana di Indonesia menggunakan sistem menurut undang undang secara negatif. ( Negatief Wettelijke Bewischtheorie ). ( M.Yahya Harahap. 2005 : 801 ). Hal ini tidak berati tidak sebuah alat buktipun akan mewajibkan memidanakan terdakwa, jika hakim tidak sungguh sungguh berkayakinan atas kesalahan terdakwa. Begitupun sebaliknya jika keyakinan hakim tidak didukung dengan keberadaan alat alat bukti yang sah menurut hukum, maka tidak cukup untuk menetapkan kesalahan terdakwa. KUHAP tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis jenis alat bukti yang sah menurut hokum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Walaupun KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai pembuktian, akan tetapi banyak ahli hukum yang berusaha menjelaskan tentang arti dari pembuktian. Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan : Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu siding pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang undang yang berlaku. Demikian pula dengan ahli. Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubunganya dengan suatu perbutan dimana dengan alat alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa ( Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 11 ). Alat alat bukti yang sah, adalah alat- alat yang ada hubunganya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa ( Darwan Prinst, 1998 : 135 ) Berdasarkan berbagai kondisi yang telah diuraikan di atas, kejaksaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberantas tindak pidana

5 korupsi di Indonesia melalui pelaksanaan penuntutan yang dilakukan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi. Atas dasar pemikiran tersebut penulis terarah untuk melihat bagaimana pembuktian penuntut umum dalam perkara korupsi dan mengadakan penelitian dengan judul: PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN NEGERI SUKOHARJO. B. Pembatasan Masalah Dalam penulisan ini penulis memberikan batasan terhadap masalah pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Khususnya dalam perkara korupsi dengan terdakwa ROSYID SUBUR, BA. C. Perumusan Masalah Perumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam setiap tahapan penelitian. Perumusan masalah yang jelas akan menghindari pengumpulan data yang tidak perlu, dapat menghemat biaya, waktu, tenaga penelitian dan penelitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai (Abdulkadir Muhammad, 2004:62). Berdasarkan uraian-uraian di atas maka perumusan masalah yang penulis sampaikan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo? 2. Kendala kendala apakah yang dihadapi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo dalam pembuktian penuntut umum terhadap perkara tindak pidana korupsi?

6 D. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan kegiatan ilmiah dimana berbagai data dan informasi dikumpulkan, dirangkai dan dianalisa yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan masalah-masalah yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 1986:2). Maka berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan oleh penyusun, tujuan penulisan hukum ini adalah : 1. Tujuan Obyektif : a. Untuk mengetahui pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo. b. Untuk mengetahui kendala kendala yang dihadapi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo dalam pembuktian penuntut umum perkara tindak pidana korupsi. 2. Tujuan Subyektif : a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum, khususnya dalam bidang hukum pidana yang berhubungan dengan pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo. b. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. E. Manfaat Penelitian Suatu penelitian diharapkan dapat memberi manfaat berguna bagi bidang yang diteliti tersebut. Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum pidana khusus mengenai tindak pidana korupsi; b. Mendeskripsikan pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo dan upaya penyidik

7 guna menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah mengenai tindak pidana korupsi. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan data atau informasi tentang pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo dan hambatan-hambatannya. b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama. F. Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang suatu proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas, dimana metode penelitian merupakan cara yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah, dan jenis yang akan dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi, yang didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan jenis penelitian (Winarno Surahmad, 1982:131). Dalam penulisan hukum ini, metode yang digunakan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris. Penelitian hukum empiris yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasikan hukum terdapat dalam pelaksanaannya di lapangan (law in action) dengan maksud untuk mengetahui gejala-gajala lainnya ( Soerjono Soekanto, 1986: 10,15). 2. Sifat Penelitian Dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia atau gejala gejala lainnya agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama atau dalam penyusunan

8 teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986: 54). Dalam penelitian ini Penulis ingin memperoleh gambaran yang nyata dan jelas tentang pembuktian penuntut umum dalam perkara korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo. 3. Lokasi Penelitian Dalam Penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Pemilihan lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa di wilayah hukum Sukoharjo ada beberapa perkara korupsi yang cukup menonjol, diantaranya perkara korupsi dengan terdakwa ROSYID SUBUR, B.A. 4. Jenis Data Jenis data yang akan dikumpulkan bisa dinyatakan secara jelas terutama mengenai kelompoknya. Jenis data ini sangat berkaitan dengan arah pemilihan yang tepat mengenai sumber datanya. Penjelasan jenis data ini akan menunjukkan tingkat pemahaman peneliti mengenai apa yang diperlukan untuk digali dan dianalisis untuk menemukan simpulan yang tepat (H.B. Sutopo, 2006: 180). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan. Dalam hal ini data dari pihak yang terkait langsung dalam pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo. b. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari lapangan. Yang memberikan gambaran atau keterangan tambahan atau keterangan pendukung data primer. Yang termasuk data ini adalah pendapat para ahli, dokumen dokumen, tulisan tulisan dalam buku ilmiah dan literatur literatur yang mendukung. 5. Sumber Data

9 Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dimana data diperoleh. Dalam penelitian ini sumber data meliputi: a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah responden dalam hal ini bertindak sebagai informan yaitu Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sukoharjo. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Termasuk dalam sumber data ini adalah arsip, surat serta dokumen lain, berbagai literatur bahan kepustakaan serta peraturan peraturan lainnya yang berkaitan dengan pra penuntutan tindak pidana korupsi. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara atau teknik tertentu guna memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni: a. Studi Lapangan ( Field Research ), yaitu pengumpulan data dengan jalan mengadakan wawancara atau komunikasi langsung untuk memperoleh data yang valid, penelitian yang bertujuan memperoleh data primer yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan. Teknik yang dipakai untuk pengumpulan data ini ialah dengan wawancara ( interview ). b. Studi Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan bahan referensi yang berkaitan dengan materi yang diteliti untuk mendapatkan data data sekunder. 7. Teknik Analisis Data Langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data adalah analisis data, yaitu merupakan faktor penting dalam hal turut menentukan kualitas penelitian. Adapun metode yang dipergunakan dalam

10 suatu analisis tidak dapat dipisahkan dengan jenis data yang dipergunakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif pula. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan proses analisis kualitatif dengan model interaktif, yaitu proses analisis dengan menggunakan 3 ( tiga ) komponen yang terdiri dari reduksi data, sajian data, dan kemudian penarikan kesimpulan yang aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus antara tahap-tahapan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan skema analisis interaktif sebagai berikut: ( H.B. Sutopo, 2002: 96 ) Pengumpula Reduksi Sajian Penarikan Bagan 1. Teknik Analisis Data ( H.B. Sutopo, 2002: 96 ) Setelah data terkumpul kemudian data direduksi, setelah itu disajikan agar dapat ditarik suatu kesimpulan. Tahap-tahap ini tidak harus dilakukan secara berurutan tapi antara tahap yang satu dengan tahap yang lain adalah saling berhubungan membentuk siklus (H.B. Sutopo, 1991: 55). G. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu pendahuluan, tinjuan pustaka, pembahasan dan penutup, ditambah dengan lampiran-

11 lampiran dan daftar pustaka. Apabila disusun secara sistematis adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab I ini penulis berusaha memberikan gambaran awal tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika skripsi untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian secara garis besar. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini penulis menguraikan teori yang berhubungan dengan penelitian, yaitu tinjauan umum mengenai pembuktian, tinjauan umum mengenai tindak pidana korupsi. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab III ini penulis menyajikan pembahasan mengenai pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo dan kendala kendala apakah yang dihadapi oleh Kejaksaan Negeri Sukoharjo dalam pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi. BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup yang berisi simpulan dari jawaban permasalahan permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Bab ini juga berisi saran saran yang dapat dimanfaatkan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN