Penerapan Pendekatan Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Siswa SMA

dokumen-dokumen yang mirip
P 6 Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN SETTING

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

PENCAPAIAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PENEMUAN TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

Dosen Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI AKTIVITAS MENULIS MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

PEMBELAJARAN PENEMUAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

Jurnal Wacana Pendidikan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JETIS PONOROGO TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

Oleh Nila Kesumawati Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas PGRI Palembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembelajaran matematika ialah agar siswa mampu

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran yang selalu diujikan pada ujian nasional yang

Transkripsi:

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Penerapan Pendekatan Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Siswa SMA Asep Ikin Sugandi STKIP Siliwangi Bandung asepikinsugandi@yahoo.co.id PM -66 Abstrak - Artikel ini melaporkan hasil temuan suatu kuasi eksperimen dengan disain tes awal dan akhir kelompok kontrol untuk menelaah pengaruh pendekatan konstektual terhadap kemampuan komunikasi, pemecahan masalah serta disposisi matematis. Studi ini melibatkan 83 siswa dari salah satu SMA sedang di kota Cimahi. Instrumen penelitian terdiri dari dua set soal, yaitu satu set soal mengenai kemampuan komunikasi matematis dan satu set soal kemampuan pemecahan matematis serta satu set angket untuk mengukur disposisi matematis. Penelitian ini menemukan bahwa: (1) Kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. (2) Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan Konvensional. (3) Disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional (4) terdapat asoasi antara kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis, (5) terdapat asoasi antara kemampuan komunikasi dan disposisi matematis, (6) terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan disposisi matematis. Kata Kunci : Komunikasi. Pemecahan Masalah, Disposisi Matematis, Pendekatan Konstektual I. PENDAHULUAN Kemampuan Komunikasi, pemecahan masalah dan disposisi matematis merupakan tiga hal yang penting dalam pendidikan matematika, dan perlu dilatihkan pada siswa dari mulai jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Kemampuan komunikasi matematis diperlukan agar siswa mampu menyatakan konsep yang dipelajari, kemampuan menerapkan berbagai konsep matematika, kemampuan membuktikan kebenaran suatu rumus. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Sumarmo, 2013: 441) tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika di jenjang SMA adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan tersebut tampak bahwa arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematik. Kemampuan komunikasi sangat penting dikembangkan. Grenes dan Schulman (Priyambodo, 2008:3) menjelaskan bahwa kemampuan komuniikasi merupakan kekuatan sentral bagi siwa dalam merumuskan suatu konsep dan strategi matematika; sebagai modal keberhasilan siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; dan komunikasi sebagai wadah bagi siswa untuk memperoleh informasi atau membagi pikiran, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain. Sejalan dengan hal 453

ISBN. 978-602-73403-0-5 tersebut Pugalee (Sofyan, 2008:2) menjelaskan siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Begitupun dengan kemampuan pemecahan masalah perlu dikembangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat NCTM (2000) mengataan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika. Tidak saja kemampuan untuk memecahkan masalah menjadi alasan untuk mempelajari matematika, tetapi kemampuan pemecahan masalah memberikan suatu konteks dimana konsep-konsep dan kecakapan-kecakapan dapat dipelajari. Namun kenyataan dilapangan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah masih rendah. Hal ini didukung oleh temuan Henningsen dan Stein, 1997; Peterson, 1988; Mullis, dkk (Suryadi, 2004 : 17) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Lebih lanjut penelitian ini menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan pemecahan masalah matematik siswa. Secara umum pembelajaran matematika masih terdiri atas rangkaian kegiatan berikut : awal pembelajaran dimulai dengan sajian masalah oleh guru, selanjutnya dilakukan demonstrasi penyelesaian masalah tersebut, dan terakhir guru meminta siswa untuk melakukan latihan penyelesaian soal. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas komunikasi dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan capaian prestasi siswa yang tinggi. Sebagai contoh, pembelajaran matematika di Jepang dan Korea yang lebih menekankan pada aspek komunikasi dan pemecahan masalah telah mampu menghasilkan siswa berprestasi tinggi dalam matematik yang dilakukan oleh TIMSS. Hasil penelitian Mullis, dkk (Suryadi, 2004 : 19) memperlihatkan bukti lebih jelas bahwa soal-soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia. Untuk penyelesaian soal-soal seperti itu, prestasi siswa Indonesia berada jauh di bawah rata-rata internasional. Di samping itu, kondisi saat ini di lapangan pada umumnya diindikasikan bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Hal ini sesuai hasil studi Sumarmo (1993, 1994) terhadap siswa SMU, SLTP, dan guru di Kodya Bandung yang hasilnya antara lain pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar. Temuan Sumarmo didukung oleh temuan Wahyudin (1999 :29) yaitu sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berati siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Selain aspek kognitif perlu juga dikembangkan aspek afektif yang disebut dengan disposisi matematik yang mempunyai indikator sebagai berikut : (a) rasa percaya diri, (b) fleksibel, (c) gigih, tekun mengerjakan tugas matematik, (d) berminat, rasa ingin tahu dan daya temu dalam melakukan tugas matematik, (e) memonitor, merefleksikan penampilan dan penalaran sendiri, (f) bergairah dan perhatian serius dalam belajar matematik, (g) mengaplikasikan matematika ke situasi lain, (h) mengapresiasi peran matematika, (i) berekpekdan metakognisi, (j) berbagi pendapat dengan orang lain (Hendriana dan Sumarmo, 2014:97). Salah satu pendekatan yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan matematis adalah pendekatan Kontekstual. Alasan penulis mengambil pendekatan konstektual dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan konstektual pembelajaran di mulai dengan masalah, ha ini akan merangsang siswa untuk berpikir dan kemudian berdiskusi dengan temannya sehingga dengan demikian siswa dapat melatih kemampuan menyusun argumen, kemampuan menyatakankan suatu konsep dengan kata-kata sendiri. Hal ini merupakan ciri dari komunikasi dan pemecahan masalah sehingga diharapkan dengan pendekatan kontektual ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah siswa Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan dan batasan masalah pada tulisan ini adalah : 1. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada Pendekatan Konvensional 2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. 3. Disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. 4. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis dengan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas eksperimen; apakah terdapat asosiasi antara kemampaun komunikasi 454

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 matematis dengan disposisi matematis pada kelas eksperimen; apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan disposisi matematis pada kelas eksperimen. Adapun tujuan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Menelaah perbedaan kemampuan komunikasi, pemecahan masalah dan disposisi matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstekual dengan yang menggunakan pendekatan konvensional. 2. Menelaah asosiasi antara kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah; antara kemampuan komunikasi dan disposisi matematis dan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mencari pendekatan/model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis 2. Memotivasi siswa untuk menerapkan pendekatan kontektual dalam pembelajaran matematika di sekolah II. METODE DAN DISAIN PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan didasain sebagai berikut : O X O --------- O X O Keterangan : ------ : Pengambilan sampel tidak secara acak X : Penerapan Pendekatan Kontektual O : Tes awal/tes Akhir Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh Siswa SMA yang mempunyai kemampuan matematika sedang di Kota Cimahi. Sampelnya diambil siswa dua kelas XI dari salah satu SMA Negeri di Kota Cimahi sebanyak 83 orang. Instrumen penelitian yang digunakan berupa dua perangkat tes berbentuk essai untuk mengukur kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis dan satu set angket disposisi matematis. III. HASIL PENELITIAN Dari hasil pengolahan data terhadap kemampuan komunikasi, pemecahan masalah dan disposisi matematis didapat sebagai berikut :Tabel 1.Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Aspek yang diukur Pemecahan Masalah Matematik ( SMI = 50 ) Komunikasi Matematik ( SMI = 16 ) Disposisi Matematik (SMI = 150) Kelompok Rerata SD Rerata SD Kontektual 16.69 4,02 37,62 4, 86 42 (33,38%) (75,24%) 15,73 3,10 22,29 6,19 41 Konvensional (31,46) (44,58%) Kontektual 5,45 (34,06%) 455 Pretes Postes N 2,80 12,81 (80,06%) 5,44 2,86 10,10 Konvensional (34%) (63,12%) Kontektual 123,38 (82,53%} Konvensional 105,44 (70,29%) 2,96 42 2, 99 41 3,84 42 3,32 41

ISBN. 978-602-73403-0-5 Dari hasil pengolahan data tes awal didapat hasil sebagai berikut pada Tabel 2 di bawah ini Aspek Kemampuan TABEL 2. UJI KESAMAAN DUA RATA-RATA PRE TES Kontektual Konvensional P-value S S X X α Keterangan PM 16,69 4,02 15,73 3,10 0,23 0,05 Ho ditolak KM 5,45 2,80 5,44 2,86 0,98 0,05 Ho ditolak PM = Pemecahan Masalah. Nilai skor ideal PM = 50 KM = Komunikasi Matematis. Nillai skor KM = 16 Berdasarkan hasil pada Tabel 2 didapat hasil sebagai berikut : 1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual dengan yangmenggunakan pendekatan konvensional. 2. Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual dengan yang menggunakan pendekatan konvensional. Dari hasil pengolahan data tes akhir didapat hasil sebagai berikut pada Tabel 3 di bawah ini : Aspek Kemampuan X TABEL 3.UJI KESAMAAN DUA RATA-RATA POS TES Kontektual Konvensional P-value S S X α Keterangan PM 37,62 4,86 22,79 8,99 0,00 0,05 Ho ditolak KM 12,81 2,96 10,10 2,99 0,00 0,05 Ho ditolak DSP 124,20 12,21 106,67 14,40 0,00 0,05 Ho ditolak PM = Pemecahan Masalah. Nilai skor ideal PM = 50 KM = Komunikasi Matematis. Nillai skor KM = 16 DM = Disposisi Matematis = 150 Berdasarkan hasil pada Tabel 3 didapat hasil sebagai berikut : 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan konvensional. 2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan konvensional. 3. Disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontektual lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan konvensional. Untuk melihat ada tidaknya asosiasi antara kualifikasi kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan komunikasi, nilai kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi pada kelas konstektual dikelompokan dahulu menjadi tinggi, sedang dan rendah. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini : TABEL 4. ASOSIASI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI Pemecahan Masalah TINGGI SEDANG RENDAH Total Komunikasi TINGGI 2 5 1 8 SEDANG 1 10 15 26 RENDAH 0 1 6 7 Total 3 16 22 41 Untuk melihat apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunisi matematis dilakukan uji koefisien kontingensi dengan hasil seperti pada Tabel 5 di bawah ini : 456

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 TABEL 5. HASIL KOEFISIEN KONTINGENSI Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient.452.032 N of Valid Cases 41 Adapun hipotesis yang akan diuji diformulasikan sebagai berikut : Ho: Tidak Terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi dengan kemampuan pemecahan masalah matematis H 1 : Terdapat Asosiasi antara kemampaun komunikasi dengan kemampuan pemecahan masalah matematis Berdasarkan hasil pada Tabel 5 didapat nilai sign. = 0,032 <0,05 jadi Ho ditolak artinya terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi dengan kemampuan pemecahan masalah, sedangkan dari Tabel 5 didapat koefisien kontingensi C= 0,452 dan C mak = 0.816. Jadi didapat C = 0,55 C mak, yang termasuk dalam kriteria cukup. Untuk melihat ada tidaknya asosiasi antara kualifikasi kemampuan komunikasi dengan Disposisi matematis, nilaik kemampuan Komunikasi dan disposisi matematis pada kelas kontektual dikelompokan dahulu menjadi tinggi, sedang dan rendah. Hasilnya dapat dilihat Pada Tabel 6 di bawah ini : TABEL 6. HASIL ASOSIASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS KOMUNIKASI TINGGI SEDANG RENDAH Total DISPOSISI TINGGI 4 6 0 10 SEDANG 4 15 4 23 RENDAH 0 4 4 8 Total 8 25 8 41 Untuk melihat apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis dilakukan uji koefisien kontingensi dengan hasil seperti pada Tabel 7 di bawah ini: TABEL 7. HASIL KOEFISIEN KONTINGENSI Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient.439.044 N of Valid Cases 41 Adapun hipotesis yang akan diuji diformulasikan sebagai berikut : Ho: Tidak Terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis H 1 : Terdapat asosiasi antara kemampaun komunikasi dengan disposisi matematis Berdasarkan hasil pada Tabel 7 didapat nilai sign. = 0,044 < 0,05 jadi Ho ditolak artinya terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis, sedangkan dari Tabel 7 didapat nilai koefisien kontingensi C= 0,439 dan C mak = 0.816. Jadi didapat C = 0,54 C mak, yang termasuk dalam kriteria cukup. Untuk melihat ada tidaknya asosiasi antara kualifikasi kemampuan pemecahan masalah dengan Disposisi matematis, nilai kemampuan Pemecahan Masalah dan disposisi matematis pada kelas 457

ISBN. 978-602-73403-0-5 konstektual dikelompokan dahulu menjadi tinggi, sedang dan rendah. Hasilnya dapat dilihat Pada Tabel 8 di bawah ini : TABEL 8. HASIL ASOSIASI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS DISPOSISI MATEMATIS PEMECAHAN MASALAH TINGGI SEDANG RENDAH Total TINGGI 8 7 1 16 SEDANG 1 7 5 13 RENDAH 1 4 7 12 Total 10 18 13 41 Untuk melihat apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis dilakukan uji koefisien kontingensi dengan hasil seperti pada Tabel 9 di bawah ini TABEL 9. HASIL KOEFISIEN KONTINGENSI Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient.502.008 N of Valid Cases 41 Adapun hipotesis yang akan diuji diformulasikan sebagai berikut : Ho : Tidak Terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan disposisi matematis H 1 : Terdapat asosiasi antara kemampaun pemecahan masalah dengan disposisi matematis Berdasarkan hasil pada Tabel 9 didapat nilai sign. = 0,008 <0,05 jadi Ho ditolak artinya terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis, sedangkan dari Tabel 9 didapat koefisien kontingensi C= 0,502 dan C mak = 0.816. Jadi didapat C = 0,62 C mak, yang termasuk dalam kriteria cukup. IV. PEMBAHASAN 1. Pada tes awal kemampuan pemecahan masalah nilai rata-rata kelas konstektual adalah 16,69 atau (33,38%) sedangkan pada pembelajaran konvensional nilai rata-rata tes awal 15,73 (31,46%), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada kedua kelompok masih rendah dan selisihnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 0,96. Setelah diuji dengan statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual dengan pendekatan konvensional. Nilai kedua kelompok berada pada kelompok kurang (Skor < 60%). 2. Pada tes akhir kemampuan pemecahan masalah, nilai rata-rata kelas konstektual adalah 37,62 atau 75,24%, sedangkan pada pembelajaran konsvensional nilai rata-rata adalah 22,29 atau 44,58%. Disini terlihat perbedaan selisih rata-rata yang cukup signifikan yaitu sebesar 15,33. Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. Nilai rata-rata kelas Konstektual untuk kemampuan pemecahan masalah berada pada kategori sedang (60% < Skor < 80%), sengkan nilai rata-rata kelas biasa ada pada kategori rendah (skor < 60%) 3. Pada tes awal kemampuan komunikasi matematis nilai rata-rata kelas konstektuala adalah 5,45 atau (34,06%) sedangkan pada pembelajaran konvensional nilai rata-rata tes awal 5,44 (34%), hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis pada kedua kelompok masih rendah dan selisihnya tidak terlalu jauh sekitar 0,01 Setelah diuji dengan statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya 458

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 menggunakan pendekatan Konstektual dengan pendekatan konvensional. Nilai kedua kelompok berada pada kelompok kurang (Skor < 60%). 4. Pada tes akhir kemampuan komunikasi matematis, nilai rata-rata kelas konstektual adalah 12,81 atau 80,06%, sedangkan pada pembelajaran konvensional nilai rata-rata adalah 10,10 atau 63,12%. Disini terlihat perbedaan selisih rata-rata yang cukup signifikan sekitar 2,71. Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. Namun Nilai rata-rata kelas konstektual berada kategori tinggi (> 80%) dan kelas biasa untuk kemampuan komunikasi berada pada kategori sedang (60% < Skor < 80%). 5. Pada tes akhir disposisi matematis, nilai rata-rata kelas konstektual adalah 123,38 (82,53%), sedangkan pada pembelajaran konvensional nilai rata-rata 105,44 (70,29%). Disini terlihat perbedaan selisih rata-rata yang cukup signifikan sekitar 17,94. Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konsvensional. Namun nilai rata-rata kelas konstektual berada kategori tinggi (> 80%) dan kelas biasa untuk disposisi mateatis berada pada kategori sedang (60% < Skor < 80%). 6. Dari hasil pengamatan selama penelitian, penulis mempunyai pendapat mengenai faktor yang menyebabkan lebih baiknya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Konstektualdari pada pendekatan biasa adalah sebagai beikut : a. Dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan konstektual pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan pikirannya, melakukan proses penemuan sehingga dengan proses penemuan komunikasi siswa terhadap matematika akan tertanam lebih lama dalam ingatan siswa dan ia akan mudah mangaplikasikan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan kehidupana nyata. b. Dalam Pembelajaran dengan menggunakan pendektan konstektual siswa didorong untuk membiasakan diri untuk mengeluarkan pendapat sehingga komunikasi siswa dan kemampuan pemecahan masalah akan cepat meningkat. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. 3. Disposisi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konstektual lebih baik dari pada pendekatan konvensional. 4. Terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis dengan kemampuan pemecahan masalah matematis. Asoasisi tergolong cukup. 5. Terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis dengan disposisi matematis. Asoasisi tergolong cukup. 6. Terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan disposisi matematis. Asoasisi tergolong cukup. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan di atas, maka penulis sampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Pembelajaran Konstektual dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang dapat dipilih untuk pembelajaran matematika khususnya untuk topik-topik terpilih dan esensial dalam matematika. 2. Untuk penelitian selanjutnya pembelajaran konstektual dapat dikembangan untuk meneliti kemampuan berpikir tingkat tinggi lainnya dengan populasi yang berbeda dan pembelajaran konstektual diterapkan dalam pembelajaran dengan berbantuan IT. 459

ISBN. 978-602-73403-0-5 DAFTAR PUSTAKA [1]. Hendriana, H dan Sumarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung : Refika Aditama [2]. NCTM. (2000). Principles and Standards for Schools Mathematics. USA : Reston. V.A [3]. Priyambodo,S.(2008). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah atematika Siswa SMP melalui Strategi Heuristik. Tesis pada SPS UPI Bandung : Tidak dipublikasikan. [4]. Sofyan, D. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPS UPI Bandung : Tidak dipublikasikan. [5]. Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan. [6]. Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan. [7]. Sumarmo, U. (1999). Implementasi Kurikulum Matematika 1993 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian. IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan. [8]. Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah-makalah Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Pembelajaran Matematika Untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : UPI. Untuk Kalangan Sendiri [9]. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan. 460