Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 29 TAHUN 1964 (29/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA)

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI PEMBANGUNAN TAHUNAN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI KONFRONTASI TAHUN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI BERHADIAN TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 1976 TENTANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (PERPU) NOMOR 26 TAHUN 1959 (26/1959) TENTANG PINJAMAN KONSOLIDASI TAHUN 1959

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 33 TAHUN 1964 (33/1964) Tanggal: 31 DESEMBER 1964 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 20 TAHUN 1997 (20/1997) Tanggal: 23 MEI 1997 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 24 TAHUN 1964 (24/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1970 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PENDAPATAN 1944 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1968 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 3/1990, PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1987/1988. Tentang: PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1987/1988

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BANK TABUNGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 45/1996, PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN UNTUK USAHA INDUSTRI TERTENTU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PENGAMPUNAN PAJAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : pasal 23 ayat (2) juncto pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar;

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 1988 TENTANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN DEWAN PENASEHAT PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 3/1994, PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

Mengingat: pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat 2 Undang-undang Dasar;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG PINJAMAN OBLIGASI OLEH BANK/PERUSAHAAN/BADAN PEMERINTAH MAUPUN SWASTA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 4/1989, TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tentang: KEBIJAKSANAAN EKONOMI KEUANGAN TAHUN 1966 EKONOMI KEUANGAN TAHUN KEBIJAKSANAAN.

UNDANG-UNDANG (UU) Nomor: 20 TAHUN 1968 (20/1968) Tanggal: 18 DESEMBER 1968 (JAKARTA) Sumber: LN 1968/73; TLN NO Tentang: BANK TABUNGAN NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA TEGAL TAHUN ANGGARAN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG (UU) Nomor: 17 TAHUN 1968 (17/1968) Tanggal: 18 DESEMBER 1968 (JAKARTA) Sumber: LN 1968/70; TLN NO. 2870

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PENYELENGGARAAN PEKAN RAYA DAN PAMERAN INDONESIA PEKAN RAYA DAN PAMERAN INDONESIA. PENYELENGGARAAN.

Transkripsi:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 29 TAHUN 1964 (29/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA) Sumber: LN 1964/120; TLN NO. 2710 Tentang: PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI PEMBANGUNAN TAHUNAN 1964 Indeks: PINJAMAN OBLIGASI PEMBANGUNAN TAHUN 1964. PENGELUARAN. Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dalam rangka perjuangan membentuk masyarakat adil dan makmur diperlukan usaha-usaha pembangunan yang membutuhkan pembiayaan yang besar; b. bahwa pembiayaan tersebut pertama-tama harus didasarkan atas kekuatan dalam negeri sendiri dengan mengerahkan semua dana dan daya yang progressip; c. bahwa salah satu dari cara untuk mengerahkan dana dan daya yang progressip tersebut adalah membuka kemungkinan seluas- luasnya bagi ikut serta mereka dalam pinjaman obligasi yang khusus diadakan untuk maksud itu; d. bahwa penyertaan dalam pinjaman obligasi tersebut akan membawa pengaruh baik bagi usaha menciptakan suatu sitim moneter yang sehat dan stabil guna melancarkan produksi, distribusi dan perdagangan, serta peredaran uang yang berencana; e. bahwa dianggap perlu untuk memberi daya-penarik bagi peserta. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat 1 dan pasal 23 dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia; 2. Pasal 7 dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. II/MPRS/ 1960. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; Memutuskan : Menetapkan : Undang-undang tentang Pinjaman Obligasi Pembangunan Republik Indonesia tahun 1964. Pasal 1.

Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan diberi kuasa melakukan pinjaman atas beban Negara setinggi-tingginya sepuluh ribu juta rupiah dengan mengeluarkan lembaran-lembaran surat-surat obligasi atas untuk. Pasal 2. (1) Atas pinjaman obligasi seperti tersebut dalam pasal 1 dibayarkan bunga enam perseratus dari harga normal setiap tahun dan pembayaran dilakukan atas kupon-kupon tahunan pada waktu- waktu yang ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. (2) Kupon-kupon, yang telah jatuh-waktu dan tidak dimintakan pembayarannya, menjadi kedaluarsa setelah lampau lima tahun terhitung sejak hari tanggal jatuh-waktu kupon-kupon tersebut. (3) Kupon-kupon, yang telah jatuh-waktu dapat dimintakan pembayarannya (diuangkan) pada kantorkantor Bank Indonesia, Bank-bank Negara dan badan-badan lain di Indonesia yang akan ditunjuk menurut cara-cara yang akan ditentukan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. Pasal 3. (1) Pinjaman Obligasi ini dilunaskan setiap tahun untuk pertama kali dalam tahun 1970 dengan cara undian selama lima belas tahun pada waktu-waktu dan menurut cara-cara yang masih akan ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dengan ketentuan bahwa pelunasan dapat dipercepat. (2) Atas surat-surat obligasi yang telah terundi untuk dapat dilunaskan sebagaimana yang termaksud dalam ayat (1) dibayarkan harga nominal dikalikan dengan sejumlah presentase, yang perhitungan dan caranya ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dengan berpedoman kepada angka-angka index sejumlah barang-barang yang dianggap dapat merupakan unsur-unsur guna menetapkan tingkat harga pada waktu dilunaskan. (3) Untuk pelunasan sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2) oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan disediakan pada dasarnya sejumlah uang sebesar seperlima belas dari jumlah pinjaman yang dilakukan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1, dibulatkan ke atas dalam ratusan juta rupiah, dan dikalikan dengan sejumlah presentase sebagaimana yang ditetapkan dalam ayat (2). (4) Hak menagih surat-surat obligasi yang telah dinyatakan dapat dilunaskan menjadi hilang setelah lampau sepuluh tahun sesudah waktu tersebut pada ayat (1). (5) Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dapat memberi bunga kepada para pemegang surat-surat obligasi yang terundi atau yang telah dapat dilunaskan tetapi bersedia menunda penggunaan hak menagih surat obligasi tersebut sampai akhir masa tersebut dalam ayat (4) di atas. (6) Bunga atas surat-surat obligasi, yang telah dikeluarkan berdasarkan Undang-undang ini, hanya dihitung sampai pada waktu surat-surat obligasi tersebut dinyatakan dapat dilunaskan sebagaimana termaksud dalam ayat (1), kecuali dalam hal yang dimaksud dalam ayat (5) pasal ini. Pasal 4. (1) Kesempatan untuk ikut serta dalam pinjaman ini diadakan dalam pecahan-pecahan dari Rp. 10.000,- Rp. 50.000,- Rp. 100.000,- dan Rp. 1.000.000,- yang pengeluarannya akan disalurkan melalui Bank

Indonesia dan dibantu oleh semua Bank-bank Negara dan badan-badan lain yang ditunjuk oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. (2) Uang yang digunakan untuk penyertaan di atas tidak dijadikan alasan bagi badan-badan Pemerintah yang bertugas di bidang fiskal atau pidana mengadakan suatu pertanyaan, penyelidikan dan pemeriksaan tentang asal-usulnya. (3) Jika penyertaan pertama dalam pinjaman obligasi ini menyebabkan diketahuinya keteranganketerangan yang memberikan kepastian, bahwa berdasarkan "Ordonansi Pajak Pendapatan 1944" (Staatsblad 1944 No. 17) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang No. 23 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 114),..Ordonansi Pajak Kekayaan 1932" (Staatsblad 1932 No. 405) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-unang No. 24 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 115) dan "Ordonansi Pajak Perseroan 1925" (Staatblad 1925 No. 319) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang No. 22 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 113) suatu pajak berkenaan dengan penyertaan pertama itu tidak dikenakan ataupun dikenakan terlampau rendah, dikurangkan atau dihapuskan, maka keteranganketerangan itu, mengenai masa pengenaan pajak di mana penyertaan untuk pinjaman obligasi itu terjadi dan masa-masa pengenaan pajak sebelumnya, tidak dapat digunakan untuk menetapkan pajak yang masih sementara, atau untuk meninjau kembali ketetapan atau untuk mengenakan pajak bila mula-mula telah diberikan pembebasan pajak, atau untuk mengenakan tagihan tambahan atau susulan. (4) Hasil yang timbul daripada penyertaan ini tidak merupakan penghasilan seperti dimaksud oleh,ordonansi Pajak Pendapatan tahun 1944" (Staatsblad 1944 No. 17) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang No. 23 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 114) dan "Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925" (Staatsblad 1925 No. 319) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang No. 22 tahun 1964 (Lembaran-Negara tahun 1964 No. 113) tentang Pajak Dividen, sehingga bebas dari pengenaan pajak. Pasal 5. (1) Surat-surat obligasi termaksud dalam pasal 1 ditanda- tangani oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan dan didaftarkan pada Badan Pemeriksa Keuangan atau menurut caracara yang disetujui oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebelum dikeluarkan, untuk pendaftaran mana diberi bukti pendaftaran seperti lazimnya. (2) Surat-surat obligasi yang sudah diterima kembali karena telah dilunaskan dan kupon-kupon yang sudah dibayar, setelah dibuat tidak berlaku harus dikirimkan oleh Departemen Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk dimusnahkan, sehingga tidak dapat digunakan lagi dalam peredaran. Pasal 6. Pengeluaran-pengeluaran untuk pembayaran bunga dan pelunasan obligasi termaksud dalam pasal 1, pasal 2 dan pasal 3, demikian pula biaya untuk menyelenggarakan pengeluaran pinjaman obligasi ini dibebankan kepada anggaran Negara Republik Indonesia. Pasal 7. Segala kwitansi-kwitansi, surat-surat pemastian perjanjian dan lain-lain, yang dibuat untuk menjalankan Undang-undang ini bebas dari bea meterai. Pasal 8.

Untuk surat-surat obligasi dan kupon-kupon yang cacad, hilang atau musnah dapat diberi gantinya menurut pertaruan-peraturan yang akan ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. Pasal 9. Kepada Bank-bank dan badan-badan lain, yang ditunjuk oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan untuk turut membantu melaksanakan pinjaman obligasi ini dapat diberi provisi menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. Pasal 10. Hal-hal yang belum diatur guna melaksanakan Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. Pasal 11 Undang-undang ini dapat disebut,undang-undang Pinjaman Obligasi Pembangunan Republik Indonesia tahun 1964". Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1964. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1964. SEKRETARIS NEGARA, MOHD. ICHSAN. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG No. 29 TAHUN 1964 tentang PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI PEMBANGUNAN TAHUN 1964. I. PENJELASAN UMUM Untuk usaha-usaha pembangunan Nasional semesta berencana dalam rangka perjuangan untuk mencapai cita-cita Bangsa Indonesia yang pokok, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu diikut-sertakan segala dana dan daya yang progresip. Dilihat dari sudut penyediaan sumber pembiayaan untuk usaha-usaha pembangunan tersebut terdapat bermacam-macam cara untuk mengikut-sertakan atau mengerahkan dana-dana tersebut. Cara yang terkenal dan yang telah lazim adalah, bersamaan dengan usaha penghematan pengeluaran Negara di bidang routine, melalui badan-badan fiskal menggali sebagian besar dari alat-alat keuangan yang ada tanpa memberatkan penghidupan rakyat banyak, seperti penyempurnaan terus-menerus di

dalam sistim perpajakan dan aparaturnya, sehingga dengan itu dapatlah diperbesar simpanan nasional yang akan disalurkan sebagai sumber pembiayaan dari pembangunan tersebut. Cara lain yang makin lama makin akan bertambah penting adalah, dengan selalu memperbesar efficiensi dari Perusahaan- perusahaan Negara yang mempunyai kedudukan leading dan commanding di dalam sistim ekonomi terpimpin, dapatlah dari tahun ketahun diperbesar jumlah simpanan nasional berupa keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut yang akhirnya dapat digunakan untuk maksud pembangunan seterusnya. Jalan lain blagi untuk menggali dan menggerakkan sumber- sumber pembiayaan tersebut, yang mungkin belum dipandang sebagai sesuatu yang lazim di negara kita adalah dengan pinjaman jangka panjang berbentuk obiligasi. Oleh karena itu perlulah diberikan daya penarik bagi mereka yang mempunyai kesanggupan untuk ikut serta di dalam pinjaman tersebut, agar dengan itu kesadaran yang telah berurat berakar pada rakyat Indonesia, bahwa hanya dengan kegotong-royonganlah pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur dapat terlaksana, dapat diwujudkan ke dalam bentuk yang nyata. Untuk menghilangkan kekhawatarian para pemberi pinjaman bahwa mereka akan menderita kerugian karena perbedaan-perbedaan tingkat harga antara saat pinjaman diberikan dan saat pelunasannya, maka pada saat pelunasan diperhitungkan perubahan-perubahan index harga. Dengan begitu daya-beli dari uang pinjaman tersebut dijamin oleh Pemerintah. Di samping itu sebagai balas jasa kepada para pemegang obligasi tersebut akan dibayarkan pula bunga sebesar enam perseratus setahun. Kemudian pada suatu golongan pemilik uang mungkin timbul keragu-raguan akan ikut serta dalam obligasi ini, karena takut akan pengusutan asal-usul uang atau juga kekhawatiran bahwa penyertaan tersebut akan dapat memberi petunjuk kepada badan- badan fiskal untuk menetapkan jumlah kewajiban pajak. Keragu-raguan dan kekhawatiran tersebut akan sendirinya hilang karena surat obligasi ini adalah atas unjuk, penjualannya akan diatur semudah mungkin, yakni over the counter, dan lebih- lebih lagi dengan jaminan-jaminan yang diberikan dalam pasal 4 ayat (2) dan (3). Pinjaman obligasi ini mempunyai daya penarik yang lain lagi yang tidak dapat diabaikan seperti pembebasan dari pajak dividen dan bea meterai, serta mudahnya diperdagangkan di Bursa. Akhirnya perlu pula dinyatakan, bahwa hasil dari pinjaman obligasi ini khusus akan dipergunakan untuk membiayai usaha- usaha pembangunan yang pelaksanaannya akan dilakukan melalui Anggaran Belanja Negara. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Pasal 2. Pasal 3 Ayat (1) cukup jelas. Ayat (2) lihat penjelasan Umum. Ayat (3) dan (4) cukup jelas.

Ayat (5) dan (6) : Pemberian bunga dalam ayat-ayat ini dimaksudkan untuk memberi daya-penarik bagi para pemilik dari surat-surat obligasi yang telah terundi dan dapat dilunasi, agar mereka bersedia menunda permintaan pembayarannya, persentase, dari bunga tersebut akan ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan, dan dihitung dari tanggal obligasi-obligasi yang bersangkutan jatuh waktu sampai tanggal penguangannya. Dengan demikian, maka dana-dana yang seharusnya dibayarkan masih dapat terus digunakan untuk keperluan-keperluan yang berguna bagi masyarakat. Pasal 4. Selain dari pada apa yang telah dimuat dalam Penjelasan Umum, perlu di sini diberikan penjelasan lebih lanjut, bahwa menurut ayat (2) pasal ini instansi-instansi Pemerintah yang bertugas dibidang fiskal atau pidana tidak berwenang mengadakan pertanyaan, penyelidikan dan pemeriksaan tentang asal-usul uang yang digunakan untuk penyertaan pertama dalam pinjaman termaksud hanya atas dasar perbuatan penyertaan itu belaka. Dalam pada itu tidak ditiadakan kemungkinan adanya penyelidikan dan pemeriksaan fiskal atau pidana atas dasar lain dari perbuatan penyertaan dalam pinjaman tersebut. Pasal 5. Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Pasal 9 Bantuan dalam pelaksanaan pinjaman obligasi ini diperlukan dalam hal-hal yang berhubungan dengan penjualan obligasi tersebut, pembayaran bunga serta pembayaran pelunasannya. Pada dasarnya yang direncanakan untuk diminta bantuannya seperti diuraikan di atas adalah bank-bank Pemerintah. Walaupun begitu dalam hal-hal tertentu bantuan bank-bank Swasta dan badan-badan lain diperlukan pula, oleh karena itu kemungkinan tersebut tidaklah ditutup dalam pasal ini. Pasal 10. Pasal 11. Mengetahui : Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN.

-------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1964 YANG TELAH DICETAK ULANG Go Back Tentang Kami Forum Diskusi Web Mail Kontak Kami Legalitas.Org