BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. darah, efek terhadap paru, kekebalan tubuh hingga sistem reproduksi. 1 Meski

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

THE COMPARISON OF HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs- CRP) LEVELS IN ACTIVE HEAVY SMOKERS, ACTIVE LIGHT SMOKERS, AND NONSMOKERS

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan 45% wanita yang merokok, dan 27% wanita hamil yang merokok,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB I PENDAHULUAN. sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 gram. Prevalensi global berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produk barang atau jasa yaitu sebuah iklan. atau suara, dan simbol simbol agar masyarakat sadar dan mengetahuinya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-crp) PADA PEROKOK AKTIF BERAT, PEROKOK AKTIF RINGAN, DAN NONPEROKOK

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring,

BAB I PENDAHULUAN. adalah hasil dari non-perokok yang terpapar asap rokok. Hampir 80% dari lebih 1

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB I PENDAHULUAN dan pada abad 21 ini, akan ada 1 miliar orang meninggal akibat. penyakit disebabkan rokok (Evy, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat

BAB I PENDAHULUAN. nikotin akan mencapai otak (Soetjiningsih, 2010). tahun adalah populasi laki-laki, sedangkan 12% adalah populasi wanita

BAB I PENDAHULUAN. Target Milleneum Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang (Verawati, 2010). yang menurut penelitian banyak terjadi oleh karena asap rokok. Asap

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah 20% dari penduduk dunia memiliki kebiasaan merokok dengan perbandingan antara pria dan wanita yaitu 4:1 (Eriksen & Ross, 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa pada masa ini banyak penduduk dunia dari berbagai kalangan profesi, suku bangsa dengan latar belakang dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda-beda memiliki satu kebiasaan yang sama yaitu merokok. Di negara Indonesia, berdasarkan hasil survei rutin yang dilakukan setiap 3 tahun oleh Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013) mengenai perokok usia > 15 tahun didapatkan 64,9% penduduk laki-laki merokok, 2,1% penduduk perempuan merokok, keduanya terutama pada usia 30-34 tahun yaitu sebesar 33,4%, dan sisanya sebagai perokok pasif dan non perokok. Data lain dari survei tahun 2011 mengenai perokok dewasa (> 15 tahun) yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey (GATS) didapatkan 67% laki-laki merokok dan 2,7% perempuan merokok. Prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat dimulai dari 34,2% (RISKESDAS, 2007), 34,7% (RISKESDAS, 2010), dan 36,3% (RISKESDAS, 2013) dan diperkirakan akan terus meningkat baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Saat ini Indonesia telah menduduki peringkat ke-4 di dunia sebagai negara pengkonsumsi rokok terbanyak, sementara Cina di peringkat 1 dengan konsumsi rokok 2,264 juta batang pada tahun 2009 (Eriksen & Ross, 2012). Merokok merupakan salah satu cara untuk mengonsumsi daun yang ditemukan oleh Columbus sekitar tahun 1500 yaitu daun Nicotina tobacum yang memiliki sifat adiksi sehingga penggunaan daun ini sangat cepat menyebar (Eriksen & Ross, 2012). Konsumsi rokok terus meluas, bahkan telah menjadi gaya hidup seseorang baik di negara maju maupun negara berkembang. Merokok juga merupakan kebiasaan yang sulit dihilangkan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenjang pendidikan, budaya dan pandangan masyarakat 1 Universitas Kristen Maranatha

bahwa merokok menunjukkan jati diri seorang pria (Nichter et al., 2009), lingkungan sosial terutama bila seseorang tinggal di lokasi yang dominan akan kebiasaan merokok baik dalam keluarga atau sejawat, kebijakan pemerintah mengenai larangan merokok, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat stres seseorang, serta pengaruh dari zat dalam rokok yang menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan sehingga keinginan untuk merokok sulit dihindari. Pekerjaan seperti petani, nelayan, dan buruh menempati urutan pertama sebagai konsumen rokok terbanyak yaitu sebesar 44,5 % (RISKESDAS, 2013). Contoh lain yang dapat diamati dalam keseharian yaitu iklan rokok. Iklan rokok dapat merangsang seseorang untuk mulai merokok, dapat menghambat perokok yang ingin berhenti merokok atau mengurangi rokoknya, dapat merangsang perokok untuk merokok lebih banyak lagi, dan memotivasi perokok untuk memilih merek rokok tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iklan-iklan rokok ternyata sangat berpengaruh pada remaja (WHO, 1998). Sebuah survei tentang pengaruh tulisan peringatan kesehatan di kemasan rokok (Peraturan Pemerintah no 19, 2012) terhadap kebiasaan merokok menemukan bahwa 90% responden membaca peringatan tersebut, tetapi 42,5% responden tidak percaya bahwa hal tersebut akan berdampak pada diri mereka. Lebih dari seperempat perokok menyatakan bahwa mereka sudah mulai berpikir untuk berhenti merokok dan 25,8% sama sekali tidak peduli (Pusat Penelitian Universitas Indonesia, 2007). Data dari Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menunjukkan minimnya perhatian masyarakat akan dampak merokok bagi kesehatan padahal telah tertulis peringatan bahwa rokok dapat menyebabkan kanker (90% kanker paru akibat merokok), penyakit paru kronik dan emfisema (75%), penyakit jantung (25%), kelainan pada ibu hamil seperti aborsi spontan; kehamilan ektopik; ketuban pecah dini; serta Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) pada janin (Eriksen & Ross, 2012). Kebiasaan merokok di Indonesia telah mengurangi jumlah populasi sebanyak 400.000 ribu jiwa per tahun dengan usia rerata mortalitas menyerupai hasil survei global WHO yaitu 35-69 tahun (Eriksen & Ross, 2012). Pada tahun 2030, kematian 2 Universitas Kristen Maranatha

karena merokok diproyeksikan menjadi sekitar 8 juta orang/tahun sehingga menjadikan masalah rokok sangat perlu diperhatikan. Proses patologis yang terjadi akibat merokok berhubungan dengan jumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari. Semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi maka risiko untuk terkena penyakit semakin meningkat. Percobaan yang dilakukan oleh Dr. E. Cuyler Hammond dkk dari American Cancer Society dalam penelitiannya yang menggunakan subjek 1.078.894 orang dewasa laki-laki dan perempuan selama 20 tahun (1959-1979) melaporkan bahwa pada perokok yang mengonsumsi < 10 batang/hari memunyai risiko timbulnya kanker paru-paru berkisar antara 2-4 kali lebih tinggi daripada bukan perokok. Perokok yang mengonsumsi 10 20 batang/hari memunyai risiko 8 kali lebih tinggi, dan risiko tersebut meningkat menjadi 14 kali lebih tinggi bagi mereka yang mengonsumsi > 20 batang/ hari (Hoepodio, 1981). Selain jumlah rokok yang dikonsumsi, jenis rokok juga mempengaruhi insidensi penyakit pada perokok. Perokok kretek memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit akibat merokok dibandingkan dengan perokok biasa karena di dalam rokok kretek terdapat senyawa yang bersifat anestetik sehingga kedalaman hisapan rokok menjadi lebih dalam dan mempermudah akumulasi zat kimia dan radikal bebas pada paru-paru. Perokok cerutu memiliki risiko untuk terkena keganasan yang lebih tinggi dibandingkan perokok biasa karena cerutu berasal dari daun tembakau yang difermentasi sehingga kadar zat karsinogenik sangat tinggi pada jenis rokok ini. Secara umum untuk mendapatkan penyakit-penyakit seperti kanker, penyakit jantung, dan lain-lain diperlukan waktu yang lama sampai puluhan tahun (SKRT, 2008). Pada proses inflamasi akut dikenal berbagai mediator yang dihasilkan oleh hati antara lain C-Reactive Protein (CRP) dan Fibrinogen. Sintesis fibrinogen juga terjadi pada sel epitel pernafasan dan pencernaan. Pemeriksaan kadar CRP sudah banyak dilakukan untuk mengetahui proses inflamasi akut yang terjadi pada tubuh manusia, sedangkan untuk menilai proses inflamasi kronik yang terjadi pada manusia digunakan prediktor lain yaitu high sensitive C-Reactive Protein (hs-crp). Pemeriksaan hs-crp sebagai penanda inflamasi kronik pun sudah sering dilakukan. 3 Universitas Kristen Maranatha

Fibrinogen merupakan salah satu biomarker sistem koagualasi yang kadarnya meningkat pada proses inflamasi. Peningkatan kadar fibrinogen pada proses inflamasi menunjukkan bahwa fibrinogen dipengaruhi oleh proses inflamasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hunter dkk pada tahun 2001 mendapatkan bahwa pada perokok terjadi peningkatan rerata sintesis fibrinogen per hari dibandingkan dengan yang tidak merokok dan merupakan penanda dari suatu proses inflamasi sistemik yang terjadi didalam tubuh seorang perokok. Peningkatan kadar fibrinogen berkaitan dengan risiko seseorang untuk terkena penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, dan banyak proses patologis lainnya termasuk keganasan (Hunter et al., 2001). Berdasarkan uraian mengenai kebiasaan merokok dan penyakit kronik yang menyertainya maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbandingan kadar fibrinogen pada perokok aktif dan nonperokok. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah terdapat perbedaan kadar fibrinogen plasma pada non perokok, perokok aktif ringan, dan perokok aktif berat. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah kadar fibrinogen plasma pada perokok aktif lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok. Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan kadar fibrinogen plasma pada non perokok, perokok aktif ringan, dan perokok aktif berat. 4 Universitas Kristen Maranatha

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademis yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu pemeriksaan kadar fibrinogen dapat menjadi salah satu penanda untuk mengetahui proses inflamasi kronik yang terjadi akibat merokok. Manfaat praktis yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memeriksa kadar fibrinogen terutama pada perokok aktif untuk mengetahui risiko penyakit yang berhubungan dengan rokok. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang memunyai peran dalam proses inflamasi. Menurut Rubel dkk, fibrinogen dapat berikatan dengan reseptor integrin pada permukaan leukosit sehingga mempermudah proses kemotaksis dan fagositosis. Epitel paru mengekspresikan IL-6 pada fase akut maupun kronis pada proses inflamasi sehingga terjadi peningkatan sintesis fibrinogen yang dapat dijadikan penanda untuk mengetahui terjadinya penurunan fungsi paru dan risiko seseorang untuk terkena penyakit paru obstuktif kronik (Nordestgaard, 2001). Peningkatan fibrinogen sebagai protein fase akut tidak hanya menunjukkan bahwa fibrinogen hanya meningkat pada fase akut saja namun untuk menunjukkan terjadinya suatu keadaan inflamasi sehingga pada keadaan inflamasi akut maupun kronik maka kadar fibrinogen tetap mengalami peningkatan. Fibrinogen berperan dalam proses aterogenesis melalui kemampuannya berikatan dengan intercelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) untuk mempermudah perlekatan leukosit dan trombosit ke dinding endotel. Deposit fibrinogen di subendotel menyebabkan low density lipoprotein 5 Universitas Kristen Maranatha

(LDL) mudah menginvasi daerah ekstraseluler endotel sehingga mempermudah proses pembentukan plak pada pembuluh darah (Tsakadze et al., 2002) (Hicks et al., 1996). Zat atau bahan kimia yang terkandung di dalam rokok telah diteliti oleh para pakar dari World Health Organization (WHO) dan disimpulkan bahwa di dalam rokok terdapat 7000 bahan kimia dan 69 bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogenik. Beberapa contoh dari bahan kimia di dalam rokok yang seharusnya tidak dikonsumsi manusia antara lain adalah cadmium yang biasa ditemukan pada baterai, karbonmonoksida seperti pada asap kendaraan bermotor, dan vinil klorida pada plastik (Eriksen & Ross, 2012). Pada perokok terjadi inflamasi yang bersifat ringan namun terus berjalan seiring dengan lamanya waktu merokok. Rokok berkaitan dengan risiko seseorang untuk terkena penyakit kardiovaskuler dan paru yang bersifat kronik (WHO, 2013). Berdasarkan penelitian para ahli WHO dinyatakan bahwa tidak ada zat yang aman didalam rokok (Eriksen & Ross, 2012). Pada epitel pernafasan, rokok menyebabkan ketidakseimbangan proteaseantiprotease dan akumulasi radikal bebas pada saluran pernapasan karena pajanan langsung dari asap rokok yang dihirup. Selain itu merokok juga dapat menyebabkan jejas dan gangguan fungsi endotel karena akumulasi radikal bebas yang berkontribusi terhadap aterogenesis. Peningkatan kadar fibrinogen pada perokok dianggap sebagai bagian dari suatu proses inflamasi sistemik yang terjadi dalam tubuh (Hunter et al., 2001). Peningkatan kadar fibrinogen yang terjadi pada perokok disebabkan oleh meningkatnya ekspresi IL-6 yang menginduksi sintesis fibrinogen di hepar. Selain itu sel-sel epitel pada pernafasan dan pembuluh darah juga menghasilkan fibrinogen sebagai respon terhadap smoking induced inflammation. Peningkatan anabolisme fibrinogen merupakan hipotesis yang belum banyak diuji, namun diduga merupakan faktor lain yang berperan dalam peningkatan kadar fibrinogen plasma pada perokok (Hunter et al., 2001). Peningkatan kadar fibrinogen plasma pada perokok terjadi sekitar 5 jam setelah merokok dan akan bertahan sampai dengan 8 hari (Woodward et al., 1999). 6 Universitas Kristen Maranatha

Fibrinogen memiliki hubungan dengan penyakit kardiovaskular (Kengne et al., 2013) dan penyakit paru obstruktif kronik (COPD Biomarker Qualification Consortium, 2013) yang banyak terjadi pada perokok serta merupakan hasil dari proses inflamasi kronik yang sedang berlangsung. 1.5.2 Hipotesis Terdapat perbedaan kadar fibrinogen plasma pada non perokok, perokok aktif ringan, dan perokok aktif berat. 7 Universitas Kristen Maranatha