BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN BAHAN YANG MENGANDUNG ZAT ADIKTIF

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK ROKOK TERHADAP KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan.

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

Regulasi Pangan di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

Menimbang : Mengingat :

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB 4 ANALISIS PERMASALAHAN

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III. A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

BAB IV. A. Analisis Terhadap Bentuk-Bentuk Perlindungan Konsumen Dalam Mas}lahah

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan baik oleh Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

UNIVERSITAS INDONESIA

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Transkripsi:

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012 2.1 Arti Penting Pelabelan Pada Produk Rokok Pencantuman label dalam suatu produk sangatlah penting agar masyarakat yang membeli dan atau mengkonsumsi suatu barang dapat memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk barang yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau mengkonsumsi barang tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi barang yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan, tetapi tidak berlaku bagi produk pangan yang dibungkus dihadapan pembeli. Label sebagai informasi utama dalam membentuk perjanjian jual beli. Dalam suatu transaksi terdapat tahapan-tahapan tertentu yaitu: a. Tahap pra transaksi konsumen b. Tahap transaksi konsumen c. Tahap purna transaksi 17 Pada tahap pra transaksi, belum dilakukan perjanjian jual beli antara produsen yang bertindak sebagai penjual dengan konsumen sebagai pembeli. Pada saat itu konsumen masih mencari keterangan mengenai segala sesuatunya tentang 17 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1995, h.38 20

21 suatu produk yang hendak dibelinya misalkan mengenai dimana barang atau jasa yang dibutuhkannya dapat diperoleh, bagaimana kualitas atau mutunya, berapa harganya dan sebagainya. Oleh karena itu pada tahap ini dibutuhkan adanya suatu informasi mengenai segala sesuatu tentang barang yang akan dibelinya tersebut. Informasi mengenai barang itu dapat diketahui melalui label. Informasi mengenai yang benar dan tidak menyesatkan merupakan kebutuhan pokok konsumen sebelum ia dapat mengambil sesuatu keputusan untuk mengadakan, menunda, atau tidak mengadakan transaksi atau perjanjian jual beli bagi kebutuhannya hidupnya. 18 Informasi mengenai suatu produk produsen sebenarnya bukan hanya label saja, tetapi mengingat fungsinya yang strategis dalam membentuk perjanjian tetapi justru kurang diperhatikan oleh produsen. Hal ini terbukti masih banyaknya produsen yang melanggar ketentuan mengenai pelabelan. Jika suatu label produk memuat ketentuan seperti ketentuan maka dapat dikatakan telah mengemukakan secara jelas tentang suatu produk, sehingga dalam hal ini terdapat informasi yang lengkap mengenai suatu produk produsen. Adanya informasi yang lengkap mengenai suatu produk dapat memudahkan konsumen dalam mempertimbangkan suatu produk yang akan dibelinya. Oleh karena itu fungsi label selain sebagai sumber informasi adalah juga sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan pilihan atas suatu barang. Tetapi sayangnya 18 Ibid, hal.39.

22 masyarakat di negara kita kurang memanfaatkan keberadaan label. Hal ini berbeda dengan masyarakat di negara - negara maju yang sudah terbiasa membaca label dengan cermat dan teliti, serta selalu membandingkan dengan produk lain dari segi komposisi, berat bersih, serta harganya sebelum membeli, jadi mereka benar-benar memanfaatkan fungsi label dalam mempertimbangkan jadi atau tidaknya untuk membeli suatu produk. Selain itu label juga berfungsi sebagai sarana mengikat transaksi dalam perjanjian. Artinya apa yang diinformasikan dalam label harus dibuktikan kebenaraanya dan produsen yang mengeluarkan label harus bersedia dituntut apabila ternyata informasi yang tersedia dalam label tidak benar. Oleh karena itu putusan pilihan konsumen yang benar mengenai barang yang ia butuhkan, sangat tergantung pada kebenaran bertanggung jawabnya informasi yang tersedia dalam label. Informasi merupakan salah satu hak dari setiap konsumen sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 4 Undang Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu: a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

23 c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari hak-hak konsumen diatas, dapat dikatakan bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih bagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. 19 19 Titik Triwulan Tutik & Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Cet.1, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), hal 31.

24 Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak menjadi prinsip dasar, yaitu: 20 1. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal maupun kerugian harta kekayaan. 2. Hak untuk memperoleh barang dan/ jasa dengan harga yang wajar; dan 3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi. Oleh karena ketiga hak / prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaiman diatur dalam UUPK, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan / merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena pemenuhan hak-hal konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek. 21 Selain konsumen, pelaku usaha juga sangat berperan terhadap perlindungan konsumen, dimana itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha. Hal ini meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga 20 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet.6, (Jakarta: PT Raiagrafindo, 2010), hal. 50-51 21 Ibid, hal.47.

25 dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang / diproduksi sampai pada tahap purna penjualan. Setiap pelaku usaha mempunyai kewajiban sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 yaitu: Kewajiban pelaku usaha adalah: a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

26 Dalam kenyataannya, konsumen dan pelaku usaha memiliki hubungan yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha berada pada kondisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen seringkali berada pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Sedangkan dasar dari perlindungan konsumen tentang label di dalam pasal 8 ayat (1) Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 mengatur bahwa: 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut, e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

27 f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut; h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label; i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat; j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.

28 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Secara garis besar perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha dalam pasal 8 Undang Undang No.8 Tahun 1999 dapat dibagi dalam dua larangan pokok, yaitu: 22 a. Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen; b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar dan tidak akurat yang menyesatkan konsumen. Dalam rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai sarana untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya untuk kepentingan perlindungan konsumen. 23 Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, ada 5 (lima) asas perlindungan konsumen, yaitu: 22 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Cet.3, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal.39. 23 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op.Cit.,hal.1

29 1. Asas Manfaat Maksud dari asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas Keadilan Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas Keseimbangan Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual. 4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas Kepastian Hukum Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Dengan adanya label yang memuat informasi yang benar, jujur, dan tidak menyesatkan bagi konsumen juga dapat mewujudkan pemenuhan hak konsumen untuk mempergunakan hak pilihnya secara benar. Hak untuk memilih tersebut merupakan hak dasar yang tidak dapat dihapuskan oleh siapapun juga. Dengan mempergunakan hak pilihnya tersebut, konsumen dapat menentukan cocok atau tidaknya barang atau jasa yang ditawarkan atau diperdagangkan dengan kebutuhan dari masing masing.

30 2.1.1 Arti Penting Peringatan Kesehatan pada Label Produk Rokok Ketentuan mengenai label rokok diatur dalam Pasal 114 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan bahwa Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau bahwa Peringatan Kesehatan adalah gambar dan tulisan yang memberikan informasi mengenai bahaya merokok. Hal ini dapat diartikan bahwa peringatan kesehatan harus dimaknai dengan tulisan yang jelas, mudah terbaca, dan disertai gambar atau bentuk lainnya dengan pertimbangan hukum yaitu pencantuman tulisan dan gambar berkaitan dengan jaminan dan perlindungan terhadap hak warga negara untuk memperoleh informasi. Peringatan berbentuk gambar akan memudahkan masyarakat memperoleh informasi tentang bahaya merokok karena para konsumen tidak semuanya memiliki kemampuan baca tulis. Tujuan dari pencantuman peringatan kesehatan sendiri diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau yaitu Pengaturan pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau bertujuan untuk memberikan pedoman bagi pelaku industri Produk Tembakau untuk melaksanakan pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Dengan Peringatan kesehatan yang jelas, mudah terbaca, dan disertai gambar akan memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

31 jaminan barang dan/ atau jasa yang tentunya akan memberikan rasa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi konsumen pada saat mengkonsumsi barang dan/ atau jasa bagi konsumen. Informasi yang lengkap tentunya akan menjadi dasar pertimbangan konsumen sebelum mengkonsumsi barang dan/ jasa. Konsumen akan paham mengenai dampak bahaya atas mengkonsumsi barang dan/ jasa. Sehingga dapat memutuskan untuk mengkonsumsi barang dan / jasa atau tidak. 2.2 Ketentuan Perundang Undangan Mengenai Label Produk Rokok Ketentuan label rokok diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehehatan bahwa Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Dengan demikian, mencantumkan peringatan kesehatan pada label rokok adalah hal yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok berdasarkan PP No. 109 Tahun 2012. Ketentuan mengenai label produk rokok dalam PP No.109 Tahun 2012 adalah sebagai berikut: a. Ketentuan Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Tulisan. Ketentuan teknis pencantuman peringatan kesehatan diatur dalam ayat (2) bahwa Peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk gambar dan tulisan yang harus mempunyai satu makna. Dimana Gambar dan tulisan peringatan kesehatan dalam setiap Kemasan Produk Tembakau mempunyai pengertian yang sama. Dalam ayat (3) Peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercetak menjadi satu dengan Kemasan Produk Tembakau. Yang dimaksud dengan tercetak menjadi satu dengan Kemasan adalah bahwa peringatan

32 kesehatan tersebut bukan merupakan stiker yang ditempelkan pada Kemasan Produk Tembakau Hal ini menjelaskan bahwa Pencantuman peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan dalam Kemasan Produk Tembakau dimaksudkan untuk mengedukasi dan menginformasikan kepada masyarakat tentang bahaya akibat penggunaan Produk Tembakau secara lebih efektif. Dalam Pasal 15 menjelaskan lebih rinci mengenai ketentuan teknis pencatuman peringatan kesehatan yaitu: (1) Setiap 1 (satu) varian Produk Tembakau wajib dicantumkan gambar dan tulisan peringatan kesehatan yang terdiri atas 5 (lima) jenis yang berbeda, dengan porsi masing-masing 20% (dua puluh persen) dari jumlah setiap varian Produk Tembakaunya. Yang dimaksud dengan porsi masing-masing adalah untuk setiap jenis atau merek dagang yang diproduksi harus menggunakan kelima peringatan kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar setiap jenis atau merek dagang tidak hanya memilih satu diantara lima tetapi menggunakan kelimanya untuk setiap merek, 1 (satu) peringatan untuk setiap Kemasan. Misal : Merek produk A yang akan diproduksi untuk tahun X adalah 1000 (seribu) bungkus, maka: - 200 (dua ratus) bungkus menggunakan gambar dan tulisan peringatan kesehatan jenis kesatu; - 200 (dua ratus) bungkus menggunakan gambar dan tulisan peringatan kesehatan jenis kedua; - 200 (dua ratus) bungkus menggunakan gambar dan tulisan peringatan kesehatan jenis ketiga; - 200 (dua ratus) bungkus menggunakan gambar dan tulisan peringatan kesehatan jenis keempat; dan

33-200 (dua ratus) bungkus menggunakan gambar dan tulisan peringatan kesehatan jenis kelima. Peringatan Kesehatan terdiri atas 5 (lima) jenis gambar dan tulisan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau sebagai berikut: Gambar Kanker Mulut Gambar orang merokok dengan asap yang membentuk tengkorak Gambar Kanker Tenggorokan Gambar orang merokok dengan anak di dekatnya Gambar paru-paru yang menghitam karena kanker

34 (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi industri Produk Tembakau non Pengusaha Kena Pajak yang total jumlah produksinya tidak lebih dari 24.000.000 (dua puluh empat juta) batang per tahun. (3) Industri Produk Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencantumkan paling sedikit 2 (dua) jenis gambar dan tulisan peringatan kesehatan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Selanjutnya ketentuan pelabelan produk rokok diatur dalam pasal 17 sebagai berikut : (1) Gambar dan tulisan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dicantumkan pada setiap kemasan terkecil dan kemasan lebih besar Produk tembakau. Yang dimaksud dengan Kemasan terkecil adalah bungkus Rokok yang berhubungan langsung dengan Produk Tembakau, sedangkan Kemasan yang lebih besar antara lain slop. Adanya pencantuman gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada Kemasan baik kecil maupun besar, merupakan sarana edukasi yang paling efektif untuk masyarakat.

35 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Terkecil dengan Dua Sisi Lebar yang sama sebagai berikut: - Peringatan Kesehatan dengan rasio 7:5 dan tidak boleh diubah

36 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Terkecil dengan Empat Sisi Lebar yang sama sebagai berikut: - Peringatan Kesehatan dengan rasio 9:5 dan tidak boleh diubah.

37 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Berbentuk Silinder sebagai berikut: - Peringatan Kesehatan dengan rasio 6:1 dan tidak boleh diubah.

38 Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan yang lebih besar (Slop) sebagai berikut: - Peringatan Kesehatan dengan rasio 4:1 dan tidak boleh diubah.

39 (2) Setiap Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan 1 (satu) jenis gambar dan tulisan peringatan kesehatan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Rokok klobot, Rokok klembak menyan, dan cerutu Kemasan batangan. (4) Pencantuman gambar dan tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. dicantumkan pada bagian atas Kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang masing-masing seluas 40% (empat puluh persen), diawali dengan kata Peringatan dengan menggunakan huruf berwarna putih dengan dasar hitam, harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya; b. gambar sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dicetak berwarna; dan c. jenis huruf harus menggunakan huruf arial bold dan font 10 (sepuluh) atau proporsional dengan Kemasan, tulisan warna putih di atas latar belakang hitam. (5) Gambar dan tulisan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak boleh tertutup oleh apapun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

40 b. Ketentuan Pencantuman Kandungan Kadar Tar dan Nikotin Selanjutnya dalam pasal 19 diatur mengenai ketentuan dalam label rokok mengenai pencantuman kandungan kadar tar dan nikotin bahwa Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau berupa Rokok wajib mencantumkan informasi kandungan kadar Nikotin dan Tar sesuai hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 pada Label setiap Kemasan dengan penempatan yang jelas dan mudah dibaca. Dengan demikian, mencantumkan informasi tentang kandungan atau komposisi kadar tar dan nikotin pada label rokok adalah hal yang wajib dilakuan oleh setiap orang yang memproduksi rokok berdasarkan PP No. 109 Tahun 2012. Dimana produk rokok berlabel adalah sebuah produk yang harus dicantumkan Label yang berisi informasi mengenai daftar bahan dan kandungan atau kadar bahan-bahan dalam produk yang diproduksi. Tentunya ketentuan pencantuman kandungan tar dan nikotin harus di dasarkan pada pengujian kandungan tar dan nikotin oleh laboratorium terlebih dahulu dan merupakan syarat wajib bagi setiap orang yang memproduksi produk rokok. Dimana Standar kandungan tar dan nikotin per batang yaitu 12 mg untuk tar dan 0,9 untuk nikotin. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai bahaya merokok. Kewajiban mencantumkan informasi kandungan kadar Nikotin dan Tar bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang bahaya Tar dan Nikotin bagi kesehatan. Selain menyebabkan ketergantungan (adiksi), Nikotin dapat juga menyebabkan penyempitan pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner

41 yang memberi oksigen pada jantung dan penggumpalan sel darah. Karena penyempitan pembuluh darah, maka jantung akan memompa atau bekerja lebih keras, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah, karbondioksida akan mengikat hemoglobin menggantikan oksigen. Tidak adanya aliran oksigen ke otot jantung ditambah penyempitan dan penyumbatan arteri koroner yang mengakibatkan serangan jantung. Sedangkan Tar yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan penyakit kanker. Selanjutnya ketentuan teknis penulisan kandungan kadar tar dan nikotin diatur dalam pasal 20 bahwa Pencantuman informasi tentang kandungan kadar Nikotin dan Tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib ditempatkan pada sisi samping setiap Kemasan Produk Tembakau, dibuat kotak dengan garis pinggir 1 mm (satu milimeter), warna kontras antara warna dasar dan tulisan, ukuran tulisan paling sedikit 3 mm (tiga milimeter), sehingga dapat terlihat dengan jelas dan mudah dibaca. c. Ketentuan Lain Ketentuan lain yaitu diatur dalam Pasal 21 bahwa Selain pencantuman informasi tentang kadar Nikotin dan Tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pada sisi samping lainnya dari Kemasan Produk Tembakau wajib dicantumkan: a. pernyataan, dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil ; dan b. kode produksi, tanggal, bulan, dan tahun produksi, serta nama dan alamat produsen.

42 Ketentuan lainnya juga diatur dalam Pasal 22 bahwa Pada sisi samping lainnya dari Kemasan Produk Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dicantumkan pernyataan, tidak ada batas aman dan mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker. Apabila produsen atau pelaku usaha industri rokok tidak memenuhi ketentuan mengenai ketentuan pelabelan diatur sanksi dalam Pasal 23 bahwa Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau tanpa mencantumkan informasi kandungan kadar Nikotin dan Tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Juga tidak kalah pentingnya seperti yang diatur dalam Pasal 24 sebagai berikut: (1) Setiap produsen dilarang untuk mencantumkan keterangan atau tanda apapun yang menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif. Yang dimaksud dengan menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif antara lain memperdayakan atau cenderung bermaksud menciptakan kesan keliru tentang dampak kesehatan dari Produk Tembakau atau seolah-olah produk tembakau memberi manfaat untuk kesehatan pada Label Produk Tembakau. (2) Selain larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap produsen dilarang mencantumkan kata Light, Ultra Light, Mild, Extra Mild, Low Tar, Slim, Special, Full Flavour, Premium atau kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan, kepribadian, ataupun kata-kata dengan arti yang sama.

43 Kata Light, Ultra Light, Mild, Extra Mild, Low Tar, Slim, Special, Full Flavour, dan Premium dapat menyesatkan karena Rokok bersifat adiktif sehingga perokok akan menghisap lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan adiksi Nikotinnya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi Produk Tembakau yang sudah mendapatkan sertifikat merek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau yang mencantumkan keterangan atau tanda apapun yang menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian ketentuan Pencamtuman Peringatan, Ketentuan Pencantuman Kadar Tar dan Nikotin serta ketentuan lain mengenai pelabelan rokok menurut PP No.109 Tahun 2012 dijelasan dengan gambar menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau adalah sebagai berikut:

44 Gambar 1: Gambar untuk kemasan terkecil dengan empat sisi lebar yang sama Gambar untuk kemasan terkecil dengan dua sisi lebar yang sama.

45 Gambar 2: Gambar untuk kemasan terkecil dengan empat sisi lebar yang sama.

46 Gambar 3: Gambar untuk kemasan berbentuk silinder.

47 Gambar 4: Gambar untuk kemasan lebih besar (slop).