Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

dokumen-dokumen yang mirip
BABI PENDAHULUAN. Kehidupan perkawinan akan terasa lebih lengkap dengan hadirnya anakanak

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BAB I PENDAHULUAN. menetap dari hasil interaksi dan pengalaman lingkungan yang melibatkan proses

Setiap individu berhak mendapatk:an pendidikan yaitu dengan cara. orangtua tentang pentingnya sekolah, banyak orangtua memasukkan anak mereka

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

Setiap anak perlu untuk berkembang secara optimal dalam kehidupannya. Perkembangan optimal tersebut adalah dambaan semua orang tua, karena anak pada

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BABI PENDAHULUAN. Sebagai manusia, remaja pada dasarnya menginginkan kesempumaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BABI PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak ditemukan berbagai penyakit kelainan darah, salah

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011). Retardasi mental juga memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak normal pada

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah proses pembinaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual. Salah satu aspek

BABI PENDAHULUAN. Selama rentang waktu kehidupannya, manusta mengalami perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BABI PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. untuk menuntut ilmu, tetapi juga untuk mencari teman, dari berteman itulah maka

LAMPIRAN KUESIONER. Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden. a) <40. b) c) >60

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BABI. selama kebutuhan tlsiknya terpenuhi. Menurut Hurlock (1990: 259) memasuki. bulan pertama dan kedua barulah bayi bereaksi terhadap rangsang di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BABI PENDAHULUAN. Manusia adalah rnakhluk sosial sehingga sejak dari lahir sudah terbentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

sudah menjadi aktivitasnya sehari-hari. Dalam dunia kerja, tentunya ada stres

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

Transkripsi:

BABI ~ PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik maupun psikis. Dalam proses pertumbuhan tersebut, setiap anak akan melewati tahap-tahap perkembangan dan setiap tahap perkembangan tersebut terdapat tugas-tugas perkembangan yang hams dipenuhi. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980: 9), individu yang mampu melewati suatu tahap perkembangan akan memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan individu yang tidak mampu melewati tahap perkembangannya dalam hal melaksanakan tugas-tugas perkembangannya. Salah satu tahap perkembangan yang akan dilalui adalah masa kanak-kanak akhir, dimana salah satu tugas perkembangannya adalah belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam mengalami proses belajar ini seringkali anak mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri, dimana hal ini lebih banyak teijadi pada anak-anak yang mengalarni retardasi mental, sehingga akan memberikan dampak bagi anak yang mengalarni retardasi mental dalam hal gangguan kecerdasan, gangguan penyesuaian tingkah laku, dan gangguan terhadap kemampuan belajar anak (Kartono, 1985: 54). Dengan demikian, apabila seorang anak mengalarni retardasi mental, maka anak tersebut akan lebih mengalarni kesulitan dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan I

2 lingkungannya dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat intelegensi normal. Penyesuaian sosial adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya (Hurlock, 1988: 287). Penyesuaian sosial ini memiliki arti yang penting, sebab jika seorang anak memiliki penyesuaian sosial yang baik maka ia akan lebih mandiri, lebih diterima oleh ternan sebayanya, serta kemungkinan lebih besar untuk mengeijakan sesuatu sesuai kemampuannya dibanding anak yang penyesuaian sosialnya buruk. Pada saat remaja, penyesuaian sosial ini perlu karena mereka cenderung untuk menjalin hubungan dengan ternan-ternan sebaya terutama lawan jenis dan mereka lebih banyak terpengaruh oleh ternan sebaya daripada keluarga. Pada saat dewasa, penyesuaian sosial ini akan membuka peluang bagi terciptanya perkawinan yang bahagia dan akan menjadi batu loncatan untuk meraih keberhasilan dalam dunia keija, yang selanjutnya akan menimbulkan mobilitas sosial ke atas (Hurlock, 1988: 286). Ketidakmampuan untuk beradaptasi terhadap penyesuaian lingkungan akan mengakibatkan anak gaga! dalam melewati tahap perkembangannya. Penyesuaian sosial penting untuk dimiliki oleh anak retardasi mental terutama yang berada pada tahap ringan agar anak dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, mampu melakukan kontak dengan orang lain, bekeija sama dan mampu menunjukkan emosi-emosi yang positif (Somantri, 2006: 116). Keberhasilan dalam penyesuaian sosial akan mengakibatkan mereka mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri, berkomunikasi dengan orang lain, bekeija menjadi buruh pabrik atau penjaga kantin maupun pekeijaan lainnya, memiliki

3 ternan baik sesama penderita retardasi mental maupun yang tidak mengalami retardasi mental, serta mampu mengerjakan sesuatu lebih baik daripada temantemannya yang menderita retardasi mental. Anak retardasi mental, terutama yang berada pada tahap ringan, jika didiagnosa sejak dini dan mendapatkan pendampingan dari orangtua dan pendidikan di sekolah khusus, akan mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sehingga mereka dapat berhasil di dalam masyarakat, serta merniliki ketrampilan akadernik dan ketrampilan kerja (Supratiknya, 2003: 77). Hal ini disebabkan anak retardasi mental pada tahap ringan lebih mudah untuk dilatih ketrampilan sosial dan komunikasinya daripada anak retardasi mental pada tahap sedang dan berat. Sekolah dengan pendidikan khusus membantu anak retardasi mental untuk mengenali kebutuhan-kebutuhan anak dan membantu anak untuk mengembangkan beberapa keahlian yang diperlukan anak, seperti komunikasi, cara-cara merawat diri sendiri, kesehatan, membaca, menulis, matematika dasar, dan kemampuan sosial (NICHCY, Mental Retardation, para: 16-17). Berbeda dengan anak yang normal, anak retardasi mental merniliki keterbatasan dalam hal kognitif sehingga untuk mengajarkan norma sosial pada mereka tidaklah mudah. Oleh sebab itu diperlukan campur tangan yang lebih besar oleh orangtua dan guru, karena anak-anak retardasi mental lebih banyak bergantung pada orang lain yang lebih dewasa terutama orangtua dan guru sebagai sosok terdekat. Orangtua sebagai model sosialisasi anak, dimana anak mengambil contoh perilaku dari orangtuanya baik secara langsung maupun tidak langsung (Wahyuni, 2003, para 2). Oleh sebab itu, penyesuaian sosial anak retardasi mental

4 ringan yang buruk juga dapat disebabkan oleh pengaruh dari orangtua. Pada masa kanak-kanak akhir, anak mulai memasuki sekolah dasar dan tugas-tugas perkembangan anak sudah tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab orangtua tetapi juga guru. Disini anak mulai memasuki kelompok sosial yang bam dan juga mempelajari berbagai ketrampilan seperti menulis, menggambar, mewarnai, dan sebagainya. Oleh sebab itu diperlukan campur tangan guru untuk membantu anak menguasai tugas-tugas perkembangannya tersebut. Seperti yang diketahui bahwa seorang anak memiliki kedekatan dengan orangtua karena orangtua adalah orang pertama yang terdekat dalam sebuah keluarga dan orangtua berperan penting dalam proses perkembangan anak. Orangtua merniliki peran utama untuk membimbing anak agar merniliki kemampuan disiplin dan mandiri yang baik. Oleh karena itu, apabila anak yang menderita retardasi mental ditolak oleh orangtuanya, maka ia akan terhambat dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial dengan lingkungan sekitamya karena tidak ada orang yang membantu dan membimbing anak serta tidak adanya model perilaku yang baik. Pengaruh orangtua terhadap kemampuan penyesuaian sosial anak retardasi mental dapat dilihat antara lain dari reaksi orangtua terhadap anak mereka yang mengalarni retardasi mental, dimana ketidaksiapan orangtua akan kondisi anak mereka menimbulkan berbagai reaksi. Reaksi yang diberikan oleh orangtua berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor, rnisalnya apakah kecacatan tersebut dapat segera diketahui atau terlambat diketahui. Faktor lain yang juga sangat penting ialah tingkat retardasi mental tersebut dan jelas atau tidaknya

5 kecacatan tersebut terlihat oleh orang lain (Somantri, 2006: 118). Reaksi-reaksi tersebut antara lain adalah perasaan ingin melindungi anak, perasaan bersalah, kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal, terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, merasa berdosa, serta merasa bingung dan malu. Selain itu ada tiga pola perilaku orangtua yang memiliki anak retardasi mental (Gibby & Hutt, 1979: 280-284) yaitu the accepting parent dimana tipe orangtua ini mau menerima realita bahwa anaknya penderita retardasi mental. Tipe orangtua ini biasanya mencintai anaknya sebagai seorang anak, serta tidak merasa cemas dengan keinginarmya mengena1 ketidakmampuan anaknya, sehingga perilaku orangtua pada tipe ini adalah mencari solusi pemecahan masalah. Tipe kedua adalah the disguising parent yaitu tipe orangtua yang bereaksi terhadap anak yang retardasi mental dengan menunjukkan perilaku atau upaya untuk menyamarkan kondisi anaknya (sebagai penderita retardasi mental) dari suatu kejadian. Tipe orangtua ini biasanya menyembunyikan kondisi anaknya dari orang lain. Selain itu tipe orangtua ini berfokus pada pengobatan medis sehingga tidak jarang menyebabkan anaknya menderita suatu penyakit. Tipe ketiga adalah the denying parent yaitu tipe orangtua yang menunjukkan suatu reaksi terhadap situasi stress akibat kondisi retardasi mental pada anaknya, sehingga merniliki kecenderungan untuk untuk menolak kenyataan atau realita bahwa anaknya menderita retardasi mental. Jika orangtua yang merniliki anak retardasi mental berada pada tipe disguising dan denying, maka sikap orangtua menjadi kurang atau tidak memperhatikan perkembangan anaknya sehingga

6 orangtua tidak memberikan ajaran kedisplinan dan bimbingan bagi anaknya. Hal ini dapat menyebabkan kemarnpuan penyesuaian anak terhadap lingkungan sosial tidak dapat berkembang dengan baik. Pada kenyataannya, anak-anak yang mengalarni retardasi mental ringan dan telah mendapatkan pendidikan khusus tidak selalu memiliki penyesuaian sosial yang baik. Hal ini didasari atas pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti pada guru di SLB C, yaitu ada anak yang tidak mau menuruti perintah gurunya, bahkan melakukan perilaku seperti membentak guru, memukul ternan yang mengajak bermain, ataupun keluar dari kelas pada saat jam pelajaran untuk bermain ataupun betjalan-jalan. Setelah dilakukan wawancara dengan guru kelas, orangtua anak ini termasuk ke dalam tipe denying, hal ini dapat dilihat dari kurangnya perhatian pada anaknya, mereka hanya mengantar jemput ke sekolah, dan apabila guru menuliskan kegiatan apa saja yang harus dilakukan anak di rumah, seperti PR atau tugas lainnya, temyata hal tersebut tidak direspon oleh orangtua. Hal ini dapat dilihat dari buku PR yang masih kosong, buku pelajaran yang tidak pemah diganti sesuai jadwal, serta buku tulis yang sudah habis tidak pemah diganti dengan yang baru. Di sisi lain, ditemukan pula, fenomena yang bertolak belakang dengan kasus di atas, dimana ada anak retardasi mental yang memiliki penyesuaian sosial yang baik, seperti memberikan salam hila bertemu orang yang lebih tua, selalu parnit apabila akan pulang sekolah, ataupun menyalarni orang yang baru dikenal, mau mengetjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya, menjalin hubungan yang baik dengan guru, ternan, maupun penjaga kantin, aktif di kelas, serta bersedia

7 jika diminta tolong oleh gurunya untuk menghapus papan tulis. Setelah dilakukan wawancara dengan orangtua dan guru, diketahui bahwa orangtua menerima keadaan anaknya, selalu mendorong dan membimbing anaknya, seperti orangtua mengajari anak untuk selalu hormat pada orang lain, memberi salam, ataupun tidak memukul temannya. Apabila anak melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan, orangtua akan menegur anak tersebut. Berdasarkan fenomena ini, dapat dilihat bahwa orangtua ini termasuk tipe accepting. Berdasarkan fenomena yang ada, maka terdapat dugaan adanya suatu variabel lain yang mempengaruhi penyesuaian sosial pada anak retardasi mental yang telah mendapatkan pendidikan khusus di sekolah yaitu variabel reaksi orangtua. Oleh sebab itu peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan kemampuan penyesuaian sosial anak retardasi mental di SLB C "X'' ditinjau dari reaksi orangtua terhadap anak. 1.2. Batasan Masalah Adapun batasan dalam penelitian ini adalah: a. Reaksi orangtua yang akan diteliti adalah ketiga bentuk reaksi orangtua terhadap anak retardasi mental, yakni the accepting parent, the disguising parent, dan the denying parent. b. Penyesuaian sosial yang akan diteliti dibatasi pada penyesuaian sosial anak di sekolah, yaitu penerimaan terhadap kekuasaan, ketertarikan dan partisipasi pada fungsi-fungsi dan aktivitas di sekolah, kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan semua orang di sekolah, serta kemauan untuk

8 menenma keterbatasan dan tanggungjawab. Penyesuaian sosial 1m didasarkan atas observasi guru terhadap indikator-indikator penyesuaian sosial anak retardasi mental. c. Tipe penelitian ini adalah penelitian komparasi. d. Subjek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini semua murid TK dan SD SLB C "X" dengan usia 6 hingga 12 tahun (masa kanak-kanak akhir) yang mengalarni retardasi mental pada tahap ringan dengan IQ antara 52-69 beserta orangtua. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka rumusan masalah penelitian sebagai berikut: "apakah ada perbedaan penyesuaian sosial anak retardasi mental di SLB C "X'' ditinjau dari reaksi penerimaan orangtua terhadap anak?" 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan penyesuaian sosial anak retardasi mental di sekolah SLB C "X'' ditinjau dari pola reaksi orangtua terhadap anak.

9 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai perbedaan penyesuaian sosial anak retardasi mental berdasarkan reaksi perilakunya, sehingga berguna untuk ilmu psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan. b. Manfaat praktis I. Bagi orangtua, dapat mengetahui perbedaan penyesuaian sosial anak retardasi mental berdasarkan reaksi perilaku orangtua sehingga orangtua yang memiliki anak retardasi mental terutama pada tahap ringan dapat mengetahui perilaku yang sebaiknya dilakukan dalam membimbing anak sehingga dapat mengembangkan penyesuaian sosialnya dengan baik. 2. Para guru dapat mengetahui perbedaan penyesuaian sosial anak retardasi mental berdasarkan reaksi perilaku orangtuanya sehingga guru dapat membimbing anak serta mendorong orangtua agar memperhatikan perkembangan anak, khususnya penyesuaian sosial mereka.