BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

dokumen-dokumen yang mirip
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Majalah Hukum Forum Akademika

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAP DIDALAM SUATU KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA. STMIK AMIKOM Yogyakarta

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

Bentuk Kekerasan Seksual

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB I PENDAHULUAN. dampak kemajuan teknologi dan informasi, serta perubahan gaya hidup yang

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dan segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta perubahannya. Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Dalam lingkup rumah tangga rasa aman, bebas dari segala bentuk kekerasan dan tidak adanya diskriminasi akan lahir dan rumah tangga yang utuh dan rukun. Dengan demikian keutuhan dan kerukunan dalam rumah tangga yang bahagia, aman, tentram, dan damai merupakan dambaan setiap orang. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. 1

Hal ini menjadi penting, oleh karena perkembangan dewasa ini menunjukan bahwa tindak kekerasan fisik, psikis, seksualitas, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya sering terjadi dan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan. 1 Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention of the Eliminition of All Form of Discrimination against Women) adalah suatu perjanjian internasional tentang hak-hak manusia yang diterima oleh Majlis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18 Desember 1979. Konvensi ini mengatur tentang kewajiban Negara melakukan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan (politik, ekonomi, sosial, budaya). Negara meratifikasi Konvensi tersebut melalui legislasi Dewan Perwakilan Rakyat pada 24 Juli 1984 UU. No. 7/1984 dengan mereservasi pasal 29 ayat (1) CEDAW. Kekerasan yang paling besar adalah dalam bentuk perkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang memaksa untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidakrelaan ini sering kali tidak bisa terekspresikan disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya: ketakutan, malu, keterpaksaan baik ekonomi, sosial maupun kultural atau karena tidak ada pilihan dan sebagainya. 2 1 Guse Prayudi, Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Yogyakarta: Merkid Press, 2008, hlm. 15. 2 Ahmad Suaedy, Kekerasan dalam Perspektif Pesantren, Jakarta; Grasindo, 2000, hlm. 79. 2

Cinta kasih, mawaddah wa rahmah yang dianugerahkan Allah kepada sepasang suami istri adalah untuk satu tugas yang berat tapi mulia. Namun sering kali pihak suami mengabaikan hak istri untuk memutuskan kapankah dan akankah mempunyai anak dengan memaksakan agar istrinya memiliki anak. Bahkan bila si istri tidak siap untuk memiliki anak atau diberi karunia Tuhan untuk tidak bisa memberikan anak, kaum suami justru mengultimatumnya dengan ancaman perceraian. Disini secara sepintas nampaknya posisi suami yang demikian benar. Menurut pemahaman kebanyakan masyarakat awam seorang suami dikatakan memiliki hak penuh menuntut istrinya untuk memiliki anak apapun alasannya. 3 Menurut hemat penulis, jelas pendapat demikian tidak sesuai dengan hak reproduksi perempuan. Apabila dipaksakan juga hal ini juga melanggar ketentuan pasal 8 huruf a Undang-undang penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004 tentang larangan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan seksual sebenarnya tidak perlu terjadi, jika suami benar-benar memahai ajaran Islam secara komprehensif. Pemaksaan dalam perkawinan merupakan pengingkaran yang nyata terhadap hak-hak istri dan larangan untuk mengabaikan kepuasan istri. Al-Quran dan Hadis bukan sekedar tuntunan yuridis-formalis, akan tetapi merupakan tuntunan moralitas yang mengarahkan manusia untuk mengoptimalkan sisi-sisi kemanusiaan. Relasi hubungan suami istri harus diletakkan pada landasan mawaddah wa 3 Syafiq Hasyim, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta; The Asia Foundation, 2000, hlm. 83 3

rahmah. Saling mengasihi dan menempatkan masing-masing individu sebagai subjek dari setiap relasi yang mereka lakukan, tidak terkecuali masalah hubungan seksual. Pemaksaan hubungan seksual terhadap istri tidak dibolehkan oleh agama dengan beberapa alasan; pertama, membolehkan hubungan suami-istri secara paksa sama saja dengan mengizinkan seorang suami mengejar kenikmatan atas penderitaan orang lain (istri), ini tidak bermoral. Kedua, dalam hubungan suami istri yang dipaksakan, terdapat pengingkaran nyata terhadap prinsip mu ayarah bil ma ruf (memperlakukan istri dengan cara yang ma ruf), sekali lagi dengan cara yang ma ruf yang sangat ditekankan dalam al- Qur an. 4 Dalam soal hubungan seksual, perempuan bukanlah sebagai obyek lelaki, maskipun al-qur an melukiskan perempuan sebagai ladang bagi lakilaki yang boleh ditanami bagaimana saja lelaki mau, sebagaimana firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 223 yang artinya, Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Pemahaman terhadap ayat tersebut yang selama ini dianut, cenderung tidak adil terhadap perempuan. Sepintas dalam ayat tersebut posisi perempuan dianggap sebagai obyek kemauan lelaki, khususnya soal seks. Kesan inilah yang kiranya terus digarisbawahi oleh lelaki. Padahal bila dilihat asbabun nuzulnya, ayat itu turun berkaitan dengan kegemaran sementara lelaki yang 4 Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta; PT. LKiS Pelangi Aksara, hal 6-7 4

suka menggauli istrinya dan belakang, dan kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang di maksud menggauli istri dari belakang bukan dari dubur, melainkan bersetubuh dari arah belakang, akan tetapi tetap masuk kelubang farj/kemaluan istrinya. Jelas di sini bahwa pesan ayat itu tidak untuk memperlakukan perempuan semaunya, seolah ayat itu bicara tentang tehnik main seks. Rasanya terlalu sepele hal seperti itu diangkat oleh al-qur an. Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No. 23 tahun 2004 pasal 8 huruf a berbunyi Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf C meliputi: Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Undang-undang ini mengatur tentang larangan pemaksaan hubungan seksual. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa: yang dimaksud dengan kekerasan seksual dalam ketentuan ini adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga menurut pasal 2 Undang-undang No. 23 tahun 2004 meliputi: 1. Suami, istri, dan anak 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan atau 5

3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Dan yang dimaksud oleh penulis dengan Orang yang menetap dalam lingkup rurnah tangga dalam skripsi ini adalah seorang istri, karena dalam pembahasan bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Dengan latar belakang masalah di atas maka penulis merasa perlu pengkajian yang lebih mendalam tentang segala bentuk dari pemaksaan hubungan seksual tersebut yang akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: Bentuk-Bentuk Pemaksaan Hubungan Seksual Suami Terhadap Istri dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia. B. Rumusan Masalah Sebagaimana terlihat dan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka pokok yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum Positif mengenai bentukbentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri? 2. Bagaimana perbandingan pandangan hukum Islam dan hukum Positif mengenai bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri? 6

C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum Positif mengenai bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri 2. Mengetahui perbandingan pandangan hukum Islam dan hukum Positif mengenai bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan khazanah keilmuan, khususnya dalarn persoalan kajian hukum islam dan hukum positif mengenai batas-batas kewenangan suami terhadap istri. 2. Memberikan pemahaman yang komperhensif tentang bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual terhadap istri dalam rumah tangga yang ditinjau dan aspek hukum islam dan dan hukum positif di Indonesia sehingga dapat menghindari sikap yang tidak benar. 3. Sebagai stimulus bagi studi berikutnya mengenai persoalan-persoalan kekerasan dalam rumah tangga secara lebih mendalam dan komperhensif, khususnya yang dialami oleh perempuan. 4. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai acuan perilaku bagi seorang suami dalam mengemban tanggungjawab sebagai seorang suami. 7

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Pembahasan dalam penelitian ini merupakan penelitian (library research) dengan menggunakan data-data yang diperlukan berdasarkan pada literatur-literatur primer dan sekunder yang membahas berkaitan dengan bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif yaitu telaah kritis mengenai bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri menurut hukum Islam berdasarkan kepada nash-nash al-qur an dan al-hadis serta pendapat para ulama yang tertuang dalam kitab-kitab fikih, dan hukum positif yang tertuang dalam Undang-Undang, serta aturan lainnya yang membahas tentang bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual. 3. Sumber Data Sumber data untuk penelitian ini adalah segala macam bahan baik buku, jurnal, artikel, tesis dan sebagainya yang terkait erat dengan substansi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam hal ini dapat dibedakan sebagai berikut: a. Sumber Bahan Hukum Primer Sumber bahan hukum primer yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah : Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan 8

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 1 Tahun l974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang KRT, KTJH Perdata (BW), nash-nash al-qur an dan al-hadis yang berkaitan dengan persoalan perempuan, hubungan antara suami istri, serta pendapat para ulama yang tertuang dalam kitab-kitab fikih kiasik dan kitab-kitab fikih kontemporer yang membahas dan menyinggung persoalan perempuan, ataupun bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri. b. Sumber Bahan Hukum Sekunder Sumber bahan hukum sekunder yang dipakai dalam pembahasan di skripsi ini adalah berupa buku-buku yang membahas tentang persoalan perempuan, hubungan antara suami dan istri, kewajiban suami terhadap istri, kewajiban istri terhadap suami, serta berbagai macam tulisan yang membahas tentang persoalan pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri. 4. Analisis Data Dalam menganalisis data, penyusun menggunakan beberapa metode yaitu: a. Metode deduktif, yaitu menganalisa dengan bertolak pada data-data yang bersifat umum, kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus. Metode ini akan digunakan dalam menganalisa hukum Islam dan hukum Positif tentang bentuk-bentuk pemaksaan hubungan 9

seksual suami terhadap istri yang kemudian dikontekstualisasikan dengan berbagai macam persoalan istri dewasa ini. b. Metode komparatif, yaitu membandingkan suatu data dengan data yang lain, kemudian dicari titik persamaan dan perbedaannya yang pada akhirnya akan menuju pada suatu kesimpulan. Metode ini akan menjelaskan hubungan atau relasi antara hukum Islam dan hukum Positif tentang bentuk-bentuk pemaksaan hubungan seksual suami terhadap istri untuk kemudian disimpulkan. 10