BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BABI PENDAHULUAN. Manusia adalah rnakhluk sosial sehingga sejak dari lahir sudah terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua yang dimaksud disini adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia 0-6 tahun disebut juga sebagi usia kritis dalam rentang perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BABI PENDAHULUAN. Kehidupan perkawinan akan terasa lebih lengkap dengan hadirnya anakanak

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dewasa adalah merupakan tugas utama seorang ibu, karena para ibu mempunyai andil

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

HUBUNGAN PERANAN ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK USIA DINI. Cut Venny Luciana TK ANNISA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bagian otak yang memiliki spesifikasi berpikir, mengolah data seputar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lembaga terkecil namun memberikan pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. dari dalam maupun dari luar individu. Havighurst yang dikutip (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN ABSTRAK

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. anak, bahkan mungkin lebih, yang menghabiskan waktu produktif di jalanan.

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi memaksa orangtua lebih banyak berada di luar rumah. Hubungan antara orangtua dengan anak baik secara kuantitatif maupun kualitatif hanya berlangsung sesaat sehingga mengakibatkan hubungan antara anak dengan orangtua mengalami penurunan. Perubahan kuantitatif dan kualitatif hubungan orangtua dengan anak tersebut dapat berdampak pada munculnya sejumlah perilaku negatif pada anak, misalnya perilaku anak yang suka memberontak, dan tidak mau menuruti nasehat orangtua. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi yang terus tumbuh sesuai dengan usia anak maupun pertumbuhan fisik dan kepribadian. Jika tidak terpantau dan dikendalikan, perilaku ini akan merugikan (Spack, 1999: I). Selain perilaku memberontak, anak JUga bisa kurang mandiri. Perilaku mandiri memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, Jebih-lebih pada remaja, sebab kemandirian yang kurang matang dapat mempengaruhi mereka di masa mendatang. Remaja yang kurang mandiri dan tidak menamatkan sekolahnya, dapat mengakibatkan jumlah pengangguran yang semakin meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat

2 Statistik (BPS) Surabaya diketahui bahwa jumlah pengangguran dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2001 tercatatjumlah pengangguran sebanyak 397.498 orang, dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 403.848 orang (Soesanto & Cahyadi 2002: 43-44). Dengan demikian jumlah pengangguran dari tahun 2001-2002 mengalami kenaikan sebesar 1.58%. Menu rut Doring (dalam Had ito no, 1992:30 l) pengangguran sangat mempengaruhi psikis para remaja, timbul sikap pasrah dan putus asa hingga mematahkan pengharapan untuk masa depan yang baik. Pacta dasamya remaja harus memiliki kemampuan dalam hal mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa, mendapatkan kebebasan emosional dari orangtua, bergaul dengan ternan lawan jenis dan dapat mengembangkan keterampilanketerampilan baru, sebab remaja yang kurang mandiri mungkin sekali menga\ami kesulitan ketika memasuki dunia kerja dan kehidupan berkeluarga. Ia akan menjadi parasit bagi orang lain. Dalam kehidupan berkeluarga, ia akan menemui kesulitan sebagai isteri dan ibu bagi anakanaknya. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi orangtua untuk mendidik, mencurahkan kasih sayang, membentuk kepribadian anak sejak dini agar tidak terjadi kesalahan dalam proses kematangan emosional, pembentukan jati diri, terutama dalam hal kemandirian. Usaha mewujudkan manusia yang berkepribadian dan bertanggungjawab hanya mungkin dilakukan secara bertahap. Lingkungan yang optimal bagi perkembangan kepribadian yang wajar adalah penting

3 sekali. Lingkungan pertama yang harus diusahakan sebaik-baiknya sebagai lingkungan yang menguntungkan adalah lingkungan yang mula-mula dimasuki oleh individu, yaitu keluarganya (Gunarsa, 1986:7). Keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap anak. Dalam hal ini,anak mendapat rangsangan atau pengaruh yang pertama dari keluarganya dalam pertumbuhan dan perkembangannya baik perkembangan biologis maupun perkembangan jiwa atau pribadi (Kartono, 1985: 27-28). Anak yang baru dilahirkan merupakan sosok yang lemah, tidak berdaya, tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Seratus persen ia tergantung sepenuhnya pada orang yang mengasuhnya, dalam hal ini adalah orangtua. Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986: 15-16), anak yang baru lahir ibarat selembar kertas putih yang masih polos dan bersih. Bagaimana nasib kertas putih tersebut di kemudian hari tergantung dari orang yang akan menulisnya. Jadi bagaimana kepribadian anak tersebut di kemudian hari, tergantung dari bagaimana 1a berkembang dan dikembangkan oleh lingkungannya. Orangtua memegang peran penting dalam lingkungan hidup seorang anak. Mereka mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk mendidik dan mengembangkan keseluruhan eksistensi anak, baik dari kebutuhan biologis, seperti makanan, maupun kebutuhan psikis, seperti pendidikan, rasa aman, dan pengasuhan. Dengan demikian, melalui pemenuhan kebutuhan diharapkan anak akan menjadi pribadi yang mandiri dan matang (Kartono, 1985 : 186)

4 Dasar dari sikap mandiri adalah rasa percaya diri. Pada anak, khususnya balita rasa percaya diri ini sedang dalam masa pembentukan. Segala tingkah laku mandirinya sebenamya berawal dari rasa ingin tahu dan kesadaran anak bahwa ia terpisah dengan lingkungannya. Rasa "aku" nya mulai muncul, "aku" yang berbeda dengan ayah, ibu atau bonekabonekaku. Rasa "aku" ini kemudian diikuti dengan keinginan menunjukkan rasa mampu, yakni mampu makan sendiri, memakai sepatu sendiri atau membereskan mainannya kembali. Rasa mampu bisa berkembang menjadi rasa percaya diri bila orangtua tidak segan-segan memberi anak kesempatan untuk mencoba melakukan segala sesuatunya sendiri. Hal lainnya adalah kepercayaan yang diekpresikan orangtua dalam sikap serta komentamya. Seyogyanya seorang anak diberi pujian seberapapun kecilnya prestasi itu. Banyaknya kesempatan dan kepercayaan yang diberikan orangtua akan membuat peluang besar bagi si anak untuk menjadi pribadi yang mandiri, tidak hanya mandiri secara fisik, tetapi juga secara psikis kelak (Ayahbunda, 1992:63) Agar seorang individu dapat belajar berdiri sendiri, baik secara fisik maupun psikis dalam arti dapat bertindak sendiri, ia harus mengalami proses secara bertahap. Dalam hal ini, keluarga memegang peranan yang besar, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan. Faktor yang harus diperhatikan adalah kesempatan untuk mengambil inisiatif secara bertahap dan melakukan tindakan sesuai dengan inisiatif tersebut. Orangtua harus

5 mempersiapkan anak-anaknya supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri, sehingga anak mengalami perubahan dari keadaan tergantung pada orangtua menjadi berdiri sendiri (Gunarsa, 1986: I 09). Masyarakat pada umumnya mengharapkan agar laki-laki tampil dominan, lebih mandiri, kompetitif, dan asertif, kerena laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah dan pelindung untuk keluarganya. Sebaliknya, perempuan diharapkan baik hati, senang mengasuh, suka bekerja sama, peka terhadap perasaan orang lain, dan lebih tergantung pada orang lain, karena secara tradisional wanita diharapkan menjadi isteri yang baik dan ibu yang mengurus rumah tangga dan anak-anaknya (Good Housekeeping, 2004:40). Selain itu, orangtua pada umumnya menekankan bahwa dalam pendidikan anak laki-laki yang diutamakan adalah prestasi dan kemandirian yang tinggi sedangkan pada anak perempuan lebih menekankan pada atribusi pengasuhan, ketaatan, dan tanggung jawab, dan memiliki tingkat kemandirian yang sangat rendah (Nova, 1998: 38). Remaja perempuan diharapkan mampu untuk berperilaku mandiri. Sejak kecil anak perempuan sudah arahkan untuk melakukan pekerjaan yang merupakan tanggungjawabnya nanti setelah dewasa. Mulai dari ikut ibu ke pasar, ikut mengasuh adik dan setelah dewasa diharapkan menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik bagi keluarganya. Sehubungan dengan perkembangan jaman, remaja perempuan mampu untuk melakukan segala hal yang dilakukan oleh remaja laki-laki seperti mampu mengendarai kendaraan bermotor, boleh bersekolah, dapat mengembangkan karir setelah

6 dewasa yang dulunya dianggap tabu untuk dilakukan. Secara tidak langsung anak perempuan sudah ditekankan untuk belajar mandiri dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang mengarah pada hal-hal yang bertanggungjawab pada kemandirian (Sarwono, 1997: 168-169). Mandiri tidaknya seorang anak erat kaitannya dengan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua, karena pola asuh berkaitan dengan pola interaksi antara orangtua dan anak. Menurut penelitian Jersild (1997:325-326), orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis akan membuat anak menjadi lebih mandiri dibandingkan orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter maupun permisif. Hal ini disebabkan pada pengasuhan yang demokratis orangtua memberi kesempatan anak berpendapat dan melakukan apa yang menurutnya benar dengan batasan-batasan tertentu. Dengan kata lain, orangtua membiarkan anak bebas namun dengan mengemban tanggungjawab atas konsekuensi dari keputusan atau tindakannya. Sementara itu, faktor jenis kelamin juga diduga berpengaruh terhadap kemandirian. Menurut Hartup, Kagan dan Moss (dalam Jersild, 1997:321) ketergantungan anak perempuan lebih besar daripada anak lakilaki. Demikian juga Hurlock (1999:305) mengatakan bahwa anak perempuan mengalami kesulitan yang lebih besar dibandingkan anak lakilaki dalam mencapai kemandirian. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan orangtua memberi perlindungan lebih tinggi pada anak perempuan. Hal ini didukung pula oleh pendapat Dowling (1989:89-90), yaitu perempuan mempunyai keyakinan bahwa mereka harus mendapat perlindungan untuk bertahan hidup. Hal ini disebabkan karena rendahnya

7 tuntutan dari lingkungan sosialnya dan kurangnya keinginan untuk maju pada perempuan. Mengingat bahwa masalah kemandirian merupakan masalah yang sering terjadi pada remaja perempuan, maka peneliti tertarik untuk menguji perbedaan kemandirian tersebut ditinjau dari persepsi remaja perempuan terhadap pola asuh orangtua. 1.2 Batasan Masalah Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku mandiri seseorang, misalnya pendidikan, inteligensi, urutan kelahiran, dan status sosial ekonomi keluarga, namun fokus penelitian ini hanya pada persepsi terhadap pola asuh orangtua pada remaja perempuan. Perilaku mandiri dalam penelitian ini meliputi perilaku mandiri di lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan (sekolah) dan lingkungan sosial. Sedangkan untuk pola asuh orangtua dibatasi pada tiga jenis pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Penelitian ini adalah komparatif, yakni untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku mandiri ditinjau dari persepsi remaja terhadap pola asuh orangtua. Sedangkan populasi penelitian ini dibatasi hanya pada remaja perempuan yaitu siswi SMA Katolik Santo Paulus Jember yang memiliki tingkat kemandirian yang rendah berdasarkan informasi yang di peroleh peneliti dari guru BP sekolah tersebut. Pemilihan penelitian dilakukan pada remaja SMA yang berusia 15-18 tahun disebabkan pada usia tersebut anak mulai bertanggungjawab untuk melakukan segala keperluannya sendiri sehingga anak diharapkan dapat mandiri tanpa harus selalu didampingi orangtua.

8 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan batasan masalah, maka masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut : "Apakah ada perbedaan perilaku mandiri ditinjau dari persepsi remaja perempuan terhadap pola asuh orangtua?". 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku mandiri ditinjau dari persepsi remaja perempuan terhadap pola asuh orangtua. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian m1 diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi atau sumbangan bagi perkembangan teori di bidang psikologi khususnya psikologi perkembangan remaja yang berkaitan dengan perilaku mandiri terhadap pola asuh orangtua pada remaja perempuan. b. Manfaat Praktis I. Bagi Orangtua Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi orangtua dalam memilih dan menerapkan pola asuh

9 yang sesuai untuk membentuk dan mengembangkan perilaku mandiri bagi anak-anaknya, terutama bagi remaja perempuan. 2. Bagi Para Remaja, Khususnya Remaja Perempuan Mengingat bahwa perilaku mandiri dibutuhkan dalam menghadapi masa depan remaja, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi remaja agar menyadari peran pola asuh orangtua mereka dalam pembentukan perilaku mandiri.