BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi

dokumen-dokumen yang mirip
Kata Kunci: Connecting, Organizing, Reflecting, Extending, IPA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang ini. Sejauh kita memandang maka harus sejauh itulah kita

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya zaman, pendidikan menjadi sangat penting

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

PENERAPAN MODEL CORE (CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN Pada kurikulum 2013 siswa berperan penuh dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CORE

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa melalui model matematika. sebagai produk yang siap pakai. Selain itu guru-guru tidak mengetahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. vital dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk simbol, teorema, dalil,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

Eko Wahyu Andrechiana Supriyadi 1, Suharto 2, Hobri 3

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. matematika yaitu problem sloving (pemecahan masalah), reasoning and

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelajaran yang sukar, dan masih banyak siswa yang bertanya tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

MEMFORMULASIKAN KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sejak peradaban manusia bermula, memainkan peranan yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebar ke setiap aspek kehidupan. Hampir seluruh dimensi kehidupan senantiasa disertai dengan berbagai kemudahan, sebagai buah dari keberhasilan bidang teknologi ini. Kemudahan yang hampir tidak mengenal batas ini semakin mengukuhkan bahwa dunia ini seakan tak memiliki dinding pembatas atau bahkan tembok pemisah sekalipun. Akses yang semakin mudah dan kesempatan yang semakin murah, di tengah-tengah zaman yang senantiasa berubah, menyebabkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bagai dua obyek yang saling berlarian. Pesatnya perkembangan peradaban dunia ini banyak mempengaruhi terjadinya perubahan definisi matematika, pembelajarannya, dan tujuan pembelajaran matematika itu sendiri di kelas. Menurut Shaddiq (2010:1), materi (content) matematika pada tahun 1900 jelas berbeda dengan materi matematika pada tahun 2007. Ini disebabkan kebutuhan para siswa terhadap matematika pada tahun 1990 sangat berbeda dengan kebutuhan siswa terhadap matematika pada saat sekarang. Pada zaman dahulu matematika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bilangan dan bangun (datar dan ruang), isinya lebih menekankan pada materi matematikanya, namun kecenderungan pada saat ini 1

2 matematika lebih dikaitkan dengan kemampuan berpikir. De Lange (Shaddiq, 2010: 5) menyatakan : Mathematics could be seen as the language that describes patterns both patterns in nature and patterns invented by the human mind. Those patterns can either be real or imagined, visual or mental, static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of little more than recreational interest. They can arise from the world around us, from depth of space and time, or from the inner workings of the human mind. Matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menerangkan pola, pola di alam dan pola yang ditemukan melalui pemikiran manusia. Pola-pola tersebut bisa berbentuk real (nyata) ataupun berbentuk imajinasi, dapat dilihat ataupun dirasakan, statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau tidak lebih dari sekedar keperluan rekreasi. Hal-hal tersebut dapat muncul dari lingkungan sekitar, dari kedalaman ruang dan waktu, atau dari hasil dari kedalaman kerja pikiran manusia. Oleh karena itu, jelaslah kebutuhan siswa terhadap matematika di masa kini atau di masa yang akan datang lebih kepada kemampuan berpikir dan bernalar, tidak hanya sekedar kemampuan geometri dan berhitung. NRC telah menyatakan (Shaddiq, 2010:6) di era komunikasi dan teknologi yang serba canggih dibutuhkan pekerja cerdas bukan pekerja keras. Dibutuhkan para pekerja yang telah disiapkan untuk mampu mencerna idea-idea baru, mampu menyesuaikan terhadap perubahan, mampu menangani ketidakpastian, mampu menemukan keteraturan dan mampu memecahkan masalah yang tidak lazim. Untuk mencapai hal itu, ada beberapa kompetensi atau kemampuan yang menurut De Lange (Shaddiq, 2010:6) harus dipelajari dan dikuasai para siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas, yaitu:

3 1. Berpikir dan bernalar secara matematis (mathematical thinking and reasoning). 2. Berargumentasi secara matematis (mathematical argumentation). Dalam arti memahami pembuktian, mengetahui bagaimana membuktikan, mengikuti dan menilai rangkaian argumentasi, memiliki kemampuan menggunakan heuristics (strategi), dan menyusun argumentasi. 3. Berkomunikasi secara matematis (mathematical communication). Dapat menyatakan pendapat dan idea secara lisan, tulisan, maupun bentuk lain serta mempu memahami pendapat dan idea orang lain. 4. Pemodelan (modeling). Menyusun model matematis dari suatu keadaan atau situasi, menginterpretasi model matematis dalam konteks lain atau pada kenyataan sesungguhnya, bekerja dengan model-model, memvalidasi model, serta menilai model matematis yang sudah disusun. 5. Penyusunan dan pemecahan masalah (problem posing and solving). Menyusun, memformulasi, mendefinisikan, dan memecahkan masalah dengan berbagai cara. 6. Representasi (representation). Membuat, mengartikan, mengubah, membedakan, dan menginterpretasi representasi dan bentuk matematika lain; serta memahami hubungan antar bentuk atau representasi tersebut. 7. Simbol (symbols). Menggunakan bahasa dan operasi yang menggunakan simbol baik formal maupun teknis.

4 8. Alat dan teknologi (tools and technology). Menggunakan alat bantu dan alat ukur, termasuk menggunakan dan mengaplikasikan teknologi jika diperlukan. Pemerintah ikut bereaksi terhadap perubahan kebutuhan siswa akan matematika ini, khususnya dalam hal kemampuan berpikir dan bernalar. Ini dapat dilihat pada salah satu isi dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan disahkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 (tentang SKL), yaitu siswa harus memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama (Sasmito, 2010: 5). Selain itu, pada Standar Isi (SI) Mata Pelajaran Matematika yang disusun juga oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan disahkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 (tentang SI), untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Kemampuan berpikir merupakan salah satu ciri manusia (Dahlan, 2004: 1), berpikir sering dilakukan manusia, maka hal tersebut dianggap mudah, jauh berbeda dengan kemampuan bernalar. Matlin (Dahlan, 2004: 1) menyebutkan secara empirik ditemukan bahwa siswa-siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan

5 kekonsistenan penalaran logika. Selain itu hasil penelitian Sumarmo (Dahlan, 2004: 1) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam pemahaman dan penalaran matematika masih rendah. Kenyataan ini juga penulis temukan di SMA Madania Bogor, bahwa penalaran siswa terutama dalam hal logika masih rendah, ini berdasarkan hasil tes formatif siswa pada pokok bahasan Logika Matematika. Rata-rata skor siswa pada pokok bahasan ini 68% di bawah KKM. Mengingat terjadinya pergeseran definisi matematika, pembelajarannya, dan tujuan pembelajaran matematika tersebut, sebagai akibat dari perubahan kebutuhan siswa akan matematika itu sendiri, maka pembelajaran di kelas yang masih dominan menggunakan model pembelajaran langsung dengan ciri-ciri pembelajaran berpusat pada guru di mana guru menyampaikan materi dalam format yang sangat terstruktur, mengarahkan kegiatan pada siswa dan mempertahankan fokus pencapaian akademik, dirasakan tidak efektif lagi karena kurang memberikan penekanan terhadap proses berpikir dan bernalar siswa. Saat ini terdapat beragam metode pembelajaran yang dikembangkan dalam bidang pendidikan secara umum maupun dalam pendidikan matematika secara khusus untuk menjawab segala kebutuhan siswa akan pendidikan tersebut. Salah satunya adalah metode diskusi. Beberapa penelitian banyak merekomendasikan bahwa strategi belajar yang diberikan dengan menonjolkan aktifitas diskusi lebih memberikan kebermaknaan belajar dari diri siswa (Dahlan, 2004: 12). Dahlan (2004: 12) menambahkan bahwa dengan diskusi siswa dapat mengeluarkan seluruh kemampuan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga

6 siswa dapat memperoleh hasil yang kumulatif dari pengetahuan dan pengalaman belajarnya. Model CORE merupakan salah satu model pembelajaran dengan metode diskusi. Model CORE mencakup empat proses, yaitu Connecting, Organizing, Reflecting dan Extending (Calfee et al, dalam Jacob, 2005:13). Dengan connecting, siswa diajak untuk dapat menghubungkan pengetahuan baru yang akan dipelajari dengan pengetahuannya terdahulu. Organizing membawa siswa untuk dapat mengorganisasi pengetahuannya. Kemudian dengan reflecting, siswa dilatih untuk dapat menjelaskan kembali informasi yang telah mereka dapatkan. Terakhir, extending, di antaranya dengan diskusi, pengetahuan siswa akan diperluas. Pada pelaksanaannya di sini, model pembelajaran CORE ini menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif. Pembelajaran yang dilaksanakan diupayakan melalui empat tahap yaitu diskusi awal, diskusi kelas, kerja mandiri, dan penyimpulan. Dari permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh penerapan model CORE dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif terhadap penalaran logis siswa. Dengan harapan penerapan model CORE dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif ini dapat meningkatkan penalaran logis siswa.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, peneliti ingin melihat kontribusi penerapan model CORE dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif terhadap peningkatan kemampuan penalaran logis siswa. Perumusan masalah penelitian ini disajikan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran logis antara siswa yang dalam pembelajaran matematikanya menggunakan model CORE dengan pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran langsung? 2. Bagaimana respons siswa terhadap penggunaan model CORE dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif? 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka peneliti memberi batasan sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan penalaran logis siswa diukur dengan menggunakan tes prestasi belajar berupa tes kognitif yang diberikan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran selesai keseluruhannya. 2. Model pembelajaran langsung merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori.

8 3. Materi yang dipilih untuk dijadikan bahan ajar adalah pokok bahasan fungsi komposisi dan fungsi invers. 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran logis siswa yang dalam pembelajaran matematikanya diterapkan model CORE dengan pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik dibanding siswa yang diterapkan model pembelajaran langsung. 2. Mengetahui respons siswa terhadap penggunaan model CORE dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif. 1.5 Manfaat Penelitian Sebagai penelitian eksperimen, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat praktis maupun yang bersifat teoretis, sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi guru matematika dan siswa. Bagi guru matematika, jika model CORE dengan pendekatan keterampilan metakognitif dapat meningkatkan kemampuan penalaran logis siswa, maka model pembelajaran tersebut dapat dijadikan suatu alternatif dalam pembelajaran, dalam rangka menyelenggarakan pembelajaran yang kreatif,

9 yang menjadikan siswa dapat lebih mandiri. Bagi siswa, proses pembelajaran ini dapat meningkatkan penalaran logisnya. 2. Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan secara teoretis dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika, terutama pada peningkatan penalaran logis siswa. Dengan meningkatnya kemampuan bernalar secara logis, setidaknya siswa telah mempunyai salah satu modal untuk bersaing dalam kehidupan sebenarnya. Pada proses pembelajaran matematika melalui model CORE dengan pendekatan keterampilan metakognitif dimana siswa dibagi dalam kelompok heterogen, setiap anggota kelompok dituntut untuk menjelaskan materi kepada anggota kelompok yang kurang paham. Pembelajaran ini menuntut siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab. Secara khusus, penelitian ini memberikan kontribusi kepada pembelajaran matematika berupa pergeseran dari model pembelajaran langsung yang bersifat monoton, disarankan untuk menggunakan paradigma pembelajaran yang menuntut siswa untuk bersifat aktif, kreatif, menghargai pendapat orang lain serta dituntut untuk saling bekerja sama.

10 1.6 Definisi Operasional Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan membelajarkan siswa untuk menyusun pola pikir siswa yang berhubungan dengan idea, proses dan daya nalar. 2. Model pembelajaran CORE merupakan sebuah model diskusi yang mencakup empat proses, yaitu Connecting (menghubungkan), Organizing (mengorganisasikan pengetahuan), Reflecting (menjelaskan kembali) dan Extending (memperluas). 3. Pendekatan keterampilan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengetahui bagaimana cara berpikir dan menggunakan pengetahuannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. 4. Kemampuan penalaran logis adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan pada fakta dan data yang ada dan relevan yang sesuai dengan aturan-aturan logika. 5. Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran di mana guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan di bawah bimbingan dan arahan guru.