BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. National Cauncil of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan. masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya agar pembelajarannya lebih bermakna. Agar hal tersebut dapat terwujud, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan lima keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yang tercakup dalam standar proses, yaitu: (1) Komunikasi matematis (mathematical communication); (2) Penalaran dan pembuktian matematis (mathematical reasoning and proof); (3) Pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (4) Koneksi matematis (mathematical connections); representation). dan (5) Representasi matematis (mathematical Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, meliputi: (1) Memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, teorema, dan ide matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematis; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Melakukan komunikasi matematis; (5) Melakukan koneksi matematis; (6) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

2 pemecahan masalah. Tujuan pembelajaran tersebut merupakan landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama yang juga menjadi salah satu standar kompetensi lulusan mata pelajaran matematika SMP (Depdiknas, 2006). Hadi (2012:1) menyatakan bahwa salah satu alasan perlunya para siswa belajar matematika adalah bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi matematis perlu dikembangkan melalui pembelajaran agar siswa mampu mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat dalam belajar matematika. Kemampuan komunikasi dalam matematika diantaranya merupakan kemampuan menginterpretasi dan menjelaskan istilah-istilah dan notasi-notasi matematis baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi siswa dapat mengorganisasi berpikir matematis, menyampaikan pemikiran matematis secara koheren, menganalisis dan mengevaluasi strategi dan berpikir matematis yang lain, dan dapat mengeksplorasi ide-ide matematis (NCTM, 2000). Schoen, et.al (1996:170) mengemukakan bahwa komunikasi matematis tidak hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih jauh lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal berbicara, membaca, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, dan bekerjasama. Komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu situasi atau masalah melalui grafik, kalimat, persamaan, tabel, dan gambar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan kemampuan komunikasi matematis yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadi kesulitan dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi matematis siswa dapat mengekspresikan pemahamannya baik secara lisan maupun tulisan. Namun hal tersebut belum

3 sepenuhnya dapat terlaksana, karena masih banyak siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya tergolong rendah. Hal ini diantaranya dijelaskan dalam penelitian Subagiyana (2009), Madio (2010), dan Tasdikin (2012) yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Hasil penelitian Setiawan (Herlina, 2012:5) tentang kemampuan komunikasi matematis siswa SMP juga menunjukkan bahwa perbedaan rerata antara kelompok kontrol dan eksperimen mencapai 20%. Dengan patokan ketuntasan 60% untuk kualifikasi sekolah baik pada kelas eksperimen, hanya 30% siswa yang dinyatakan tuntas dan sisanya 70% tidak tuntas, sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas. Untuk kualifikasi sekolah sedang pada kelas eksperimen, 10% siswa dinyatakan tuntas dan sisanya 90% tidak tuntas, sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas. Rendahnya hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa belum mampu menggunakan komunikasi matematis dalam memecahkan masalah ataupun dalam menjelaskan proses pemecahan masalah yang telah dilakukan. Kadir (2010:4) mengatakan bahwa kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya ketika memecahkan masalah, atau ketika menyampaikan proses dan hasil pemecahan masalah juga merupakan kemampuan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi seperti logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan produktif. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP yang telah dijelaskan sebelumnya. Berpikir kritis matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir yang dibutuhkan siswa dalam mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang diterima, yang dipercaya dan akan digunakan dalam membuat rencana dan membuat keputusan ketika menghadapi tantangan ataupun persoalan. Proses pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis dapat mengembangkan potensi berpikir siswa secara maksimal.

4 Beberapa alasan lain perlunya siswa memiliki kemampuan berpikir kritis adalah: (1) berpikir kritis di kalangan siswa merupakan hal yang sangat penting dalam era persaingan global, karena tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala aspek kehidupan modern semakin tinggi (Rahmawati, 2012:1), (2) berpikir kritis penting karena memungkinkan siswa untuk secara efektif menangani masalah sosial, ilmiah, dan praktis (Shakirova dalam Peter, 2012:39) dan (3) berpikir kritis menjadi dasar kemampuan siswa untuk fokus dan mengklarifikasi, menganalisis, memahami dan memperkirakan suatu solusi masalah dengan selfregulatory dan asumsi yang teratur (Masek dan Yamin, 2011:218). Lunenburg (2011:2) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis tidak terlepas dari proses menggeneralisasi, mengorganisasi, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan mentransformasi secara baik informasi yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis mendorong munculnya rasa ingin tahu seseorang tentang sesuatu yang dapat memunculkan kebiasaan berpikir matematis. Namun demikian, beberapa studi menunjukkan masih rendahnya kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa SMP. Di antaranya adalah hasil penelitian O Daffer (Suryadi, 2005), bahwa siswa sekolah menengah menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dalam kemampuan akademik yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Penelitian Karim (2010) juga menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa SMP berada pada kualifikasi kurang. Rendahnya kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis juga diungkapkan dalam penelitian Fitri (2012:7) bahwa kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis siswa masih tergolong rendah, sehingga perlu ditingkatkan melalui proses pembelajaran matematika. Agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis, pembelajaran tersebut harus mampu memberikan kesempatan yang cukup kepada setiap siswa untuk membiasakan diri berargumen dan

5 menyampaikan ide-idenya. Pembelajaran hendaknya melibatkan siswa untuk aktif dalam menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabandar (2009), bahwa pembelajaran matematika di kelas perlu menyentuh aspek pemecahan masalah yang dilakukan secara sengaja dan terencana. Pembelajaran yang dirancang dengan permasalahan diharapkan dapat memungkinkan siswa untuk melakukan komunikasi matematis serta berpikir kritis dengan baik. Herman (2007:123) yang menyatakan bahwa berpikir kritis siswa dapat dibangun melalui aktivitas menyelesaikan masalah nonrutin, mengajukan argumentasi atau justifikasi berdasarkan fakta, membuktikan berdasarkan fakta yang tersedia atau yang dimanipulasi, menemukan pola, dan membuat generalisasi. Selain itu, guru harus mampu mengevaluasi alasan yang disampaikan siswa baik secara lisan maupun tulisan dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian diharapkan siswa yang belajar berdasarkan masalah dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematisnya. Aktivitas dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran juga harus menjadi perhatian, sebab menurut Eggen, et.al (Saragih, 2007:35) keefektifan pembelajaran akan terjadi apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam mengorganisasikan hubunganhubungan dari informasi yang diberikan dalam menyelesaikan suatu masalah. Berdasarkan penjelasan tersebut, salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Saragih (2007:34) menyatakan bahwa PBM dapat menciptakan suasana belajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa lebih aktif dalam membangun pengetahuannya serta membuat siswa terlibat langsung dalam memecahkan masalah. Rusman (2011:229) juga menyatakan bahwa PBM merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa seperti komunikasi dan berpikir kritis. PBM merupakan cara yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi yang membantu siswa memproses informasi yang sudah dimilikinya

6 dan membangun pengetahuan mereka sendiri tentang masalah yang dihadapi, sehingga cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan dalam Trianto, 2011:92). PBM menekankan pentingnya pembelajaran yang diawali dengan memberikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari ataupun masalah yang disimulasikan. Masalah yang diajukan menurut Benoit (Saragih, 2007:34) harus membuat siswa menemukan sendiri informasi yang diperlukan dalam memecahkannya. Meskipun siswa mengawali pembelajarannya dengan memecahkan masalah yang ada, namun guru juga mempunyai peranan dalam membimbing siswa saat belajar dengan PBM. Peran guru dalam PBM dapat juga mempresentasikan dan menjelaskan beberapa hal kepada siswa. Hal ini menurut Aisyah (2003:23) bertujuan untuk membantu siswa yang belum terbiasa belajar dengan diawali dengan memecahkan masalah-masalah. Dalam PBM guru memfungsikan diri sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Oleh karenanya, PBM dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis siswa. Dalam PBM siswa dihadapkan pada masalah yang memungkinkan mereka melakukan analisis, menggali informasi, melakukan diskusi, dan melihat hubungan sebab akibat kemudian menentukan solusi dari masalah yang dihadapi tersebut. PBM merupakan salah satu pembelajaran yang berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme, yang berorientasi pada student centered-learning. PBM dimulai dengan menyajikan masalah yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antara siswa (Trianto, 2011:92). Menurut Arends (2008:43), PBM adalah pembelajaran yang mengkondisikan siswa mengerjakan permasalahan yang diajukan dengan maksud untuk menyusun pengetahuan siswa sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian, dan kepercayaan diri.

7 Untuk menyelesaikan masalah, pengetahuan yang telah dimiliki siswa mempunyai peranan penting, karena pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dalam belajar matematika menjadi dasar pemahaman siswa untuk mempelajari materi selanjutnya, dan konsep matematika yang satu berkaitan dengan konsep yang lain dalam membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal matematika (KAM) yang dimiliki siswa mempunyai peran penting dalam menyelesaikan suatu masalah saat mempelajari matematika. Menurut Rusmono (2012:80) PBM didasarkan pada premis bahwa situasi masalah yang mengundang pertanyaan dan belum terdefinisikan dengan jelas akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan kemudian terlibat dalam inkuiri. Oleh karenanya masalah yang akan diajukan atau perencanaan untuk memfasilitasi siswa dalam PBM harus direncanakan dengan baik, sebab kesesuaian antara masalah dengan materi dan situasi nyata serta perencanaan yang matang merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PBM. Agar PBM berjalan secara optimal, perlu diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan siswa berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri, selanjutnya dapat lebih aktif dalam mengemukakan pendapat, dan saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dalam pembelajaran. Kondisi yang memungkinkan timbulnya hal-hal tersebut adalah belajar melalui kelompok-kelompok kecil atau pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Isjoni (2012:16) menyatakan bahwa salah satu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan bekerja sama pada siswa, selain itu juga unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit adalah strategi pembelajaran kooperatif. Selanjutnya, Tarim dan Akdeniz (Syamsuduha, 2011:98) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pembelajaran lain untuk meningkatkan prestasi akademik, hubungan

8 positif dengan teman, dan saling menguntungkan dan penghargaan terhadap diri sendiri. Pembelajaran kooperatif selalu memberikan kesempatan kepada setiap individu dalam mengemukakan gagasannya untuk dapat menyelesaikan masalah secara kooperatif. Strategi pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe. Salah satunya adalah strategi Teams-Assisted Individualization (TAI). TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan program pembelajaran individual. Pembelajaran kooperatif mengacu pada belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengembangkan kemampuan individu dan untuk mencapai tujuan kelompok bersama dan program pembelajaran individu, bahan ajar disusun dalam serangkaian materi yang berurutan yang mengarahkan siswa dari konsep yang belum diketahui menjadi diketahui, dari konsep yang sederhana sampai pada konsep yang kompleks (Adeneye dan Majorleen, 2012:2). TAI dikembangkan sebagai usaha merancang suatu bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat pembelajaran individual tidak efektif (Slavin, 2009:189). Siswa dibuat bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju dalam setiap aktivitas belajar, sehingga guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran siswa tetapi guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Sebelum bekerja dalam timnya, siswa bekerja pada materi yang disediakan secara individual untuk menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah, siswa menggunakan pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya, yang berarti kemampuan awal matematika siswa turut memberikan pengaruh. Hal ini berarti TAI dapat mengeksplorasi cara berpikir dan strategi dalam penyelesaian masalah secara individual sebelum bergabung dengan kelompoknya. Setelah berada dalam timnya, siswa berkontribusi aktif dalam diskusi kelompok untuk mengecek jawaban masing-masing anggota, bertukar

9 pikiran, dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang belum dipahami. Selain aspek kognitif, aspek afektif yang berupa sikap siswa baik terhadap matematika maupun terhadap pembelajaran yang dilaksanakan juga menjadi tujuan dari pembelajaran matematika yang ingin dicapai dalam KTSP. Sumarmo (2010:3) dalam penjelasannya juga menyampaikan bahwa pembelajaran matematika diarahkan untuk menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. Suherman (2003:186) mengatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, seringkali pembentukan daerah afektif (sikap) siswa terhadap matematika sebagai akibat dari pembentukan daerah kognitifnya. Oleh karenanya, selain aspek kognitif dalam penelitian ini, sikap siswa tehadap matematika ataupun pembelajaran matematika juga menjadi perhatian sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dari penjelasan-penjelasan di atas, PBM disertai dengan strategi TAI diharapkan memberi peluang untuk meningkatkan kemampuan dalam komunikasi dan berpikir kritis matematis siswa serta aspek lain yang telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Teams- Assisted Individualization (TAI). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

10 1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh PBM dengan strategi TAI lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh PBM dengan strategi TAI lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 5. Bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran matematika dan terhadap PBM dengan strategi TAI. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh PBM dengan strategi TAI dan yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis matematis antara siswa yang memperoleh PBM dengan strategi TAI dan yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Menelaah dan mendeskripsikan interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

11 4. Menelaah dan mendeskripsikan interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 5. Menelaah dan mendeskripsikan sikap siswa terhadap pelajaran matematika dan terhadap PBM dengan strategi TAI. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih aktif dalam pembelajaran, dalam hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara individual dalam memahami materi dan juga siswa diberikan kesempatan untuk membahas apa yang telah dipelajarinya sendiri dengan kelompok agar dapat saling berbagi dan memperbaiki jika masih terdapat kekeliruan. 2. Memberikan informasi kepada guru tentang alternatif pembelajaran yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar melalui kemampuan berpikir dalam kaitannya dengan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis siswa. 3. PBM dengan strategi TAI diharapkan mampu membantu dalam upaya peningkatan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis siswa. 4. Penelitian ini dapat dijadikan landasan bergerak di lingkup yang lebih luas, serta menambah wawasan penelitian bagi ahli pendidikan matematika untuk dapat mengembangkannya. E. Definisi Operasional Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran istilah-istilah dalam rumusan masalah pada penelitian ini. Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu:

12 1. Kemampuan komunikasi matematis meliputi kemampuan menyatakan situasi atau ide matematis ke dalam bentuk bentuk gambar atau ekspresi matematis lainnya, dan menjelaskan ide atau situasi dari bentuk gambar yang diberikan ke dalam bentuk tulisan. 2. Kemampuan berpikir kritis matematis meliputi kemampuan menentukan konsep yang digunakan dalam suatu situasi atau masalah yang diberikan, mengidentifikasi relevan atau tidak relevannya suatu informasi disertai alasan yang tepat, dan membuat generalisasi dari suatu situasi. 3. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah, kemudian siswa mendekati masalah dari berbagai perspektif untuk menyelesaikannya melalui pengintegrasian informasi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. 4. Strategi Team-Assisted Individualization (TAI) adalah tipe strategi pembelajaran kooperatif yang diawali tes penempatan dalam pembentukan kelompok dengan anggota heterogen dan siswa bekerja pada materi sampai dengan menyelesaikan tugas secara individu, selanjutnya siswa belajar dalam kelompoknya masing-masing, saling memeriksa dan mengoreksi hasil penyelesaian masalah, pada akhir pembelajaran diberikan skor dan penghargaan kelompok didasarkan pada hasil-hasil kerja siswa secara individu. 5. Sikap siswa terhadap pelajaran matematika meliputi kesukaan/kesulitan terhadap matematika dan kesungguhan/motivasi dalam mengikuti pelajaran, sedangkan sikap siswa terhadap PBM dengan strategi TAI meliputi kesukaan terhadap pembelajaran, minat/kesukaan terhadap penggunaan LKS, dan minat siswa terhadap aktivitas kelompok.