Adab Di Masjid 1: Membaca Do a Masuk Masjid

dokumen-dokumen yang mirip
Menelisik Berbagai Tradisi di Bulan Muharram

Fatawa Ar-Radha ah: Menyusu dengan Isteri Pertama Paman, Apakah Mahram dengan Anak Paman dari Isteri Kedua? (Asy- Syaikh Shalih Al-Fauzan)

Adab di Masjid 2: Masuk Menggunakan Kaki Kanan

ADA APA DENGAN BULAN MUHARRAM?

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

QIYAMUL LAIL (Shalat Malam) Tatacara Pelaksanaan dan Hukum Seputarnya (bag 1)

DZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA

APA PEDOMANMU DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH TA'ALA?

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Menjaga Kebersihan Jasmani bagian dari Sunnah Rasulullah

Syarah Istighfar dan Taubat

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

ADA APA DENGAN BULAN MUHARRAM?

DOA dan DZIKIR. Publication in PDF : Sya'ban 1435 H_2015 M DOA DAN DZIKIR SEPUTAR PUASA

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

Pengasih dan Pembenci, keduanya hukumnya haram. Pertanyaan: Apakah hukumnya menyatukan pasangan suami istri dengan sihir?

Mengabulkan DO A Hamba-Nya

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

PUASA DI BULAN RAJAB

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

Konsisten dalam kebaikan

Puasa Mengajarkan Mencintai Orang Miskin

ع ل ي ك م ب س ن ت ي و س ن ة ال خ ل ف اء الر اش د د الر د دي ي

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

Adzan Awal, Shalawat dan Syafaatul Ujma ADZAN AWAL, MEMBACA SHALAWAT NABI SAW, DAN SYAFA ATUL- UZHMA

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

3 GOLONGAN MANUSIA PADA HARI KIAMAT

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

BULAN MUHARRAM BUKAN BULAN SIAL

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Anjuran Mencari Malam Lailatul Qadar

TAFSIR SURAT AN-NAS Oleh: Abdul Aziz Abdul Wahid, Lc.

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

ADAB DAN DOA SAFAR YANG SHAHIH

Amalan Setelah Ramadhan. Penulis: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.

"Jadilah orang yang wara' niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah"

Doa dan Dzikir Seputar Musuh dan Penguasa

DOA dan DZIKIR Seputar MASJID

PENYERANGAN AMERIKA SERIKAT DAN SEKUTUNYA TERHADAP IRAK

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Syaikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif

Hadits-hadits Shohih Tentang

Serial Bimbingan & Penyuluhan Islam

MUZARA'AH dan MUSAQAH

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

BOLEHKAH MENGERASKAN BACAAN SHALAT SIRRIYAH ATAU SEBALIKNYA DAN BIMBINGAN MENGGUNAKAN PENGERAS SUARA DI MASJID

Fatwa Tentang Tata Cara Shalat Witir. Pertanyaan: Bagaimana tatacara mengerjakan shalat witir yang paling utama? Jawaban: Segala puji bagi Allah I.

TETANGGA Makna dan Batasannya حفظه هللا Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid al-halabi al-atsari

Dan kemarahan itu sering menimbulkan perkara-perkara negatif, berupa perkataan maupun perbuatan yang haram.

Awas! Jangan Dekati Zina

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

KRITERIA MENJADI IMAM SHOLAT

Perkara yang Bermanfaat Bagi Seorang yang Telah Mati PERKARA YANG BERMANFAAT BAGI SEORANG YANG TELAH MATI

Ternyata Hari Jum at itu Istimewa

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

SEMUA TENTANG I TIKAF Bersama Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (BAGIAN 1)

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

Perjalanan Meraih Ridha Ar-Rahmaan

TAFSIR SURAT AL-BAYYINAH

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

Tips dalam Memahami Ilmu

2. Tauhid dan Niat ]رواه مسلم[

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa

Syaikh Dr. Sa id bin Ali bin Wahf al-qahthani

Qawa id Fiqhiyah. Pertengahan dalam ibadah termasuk sebesar-besar tujuan syariat. Publication: 1436 H_2014 M

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

HambaKu telah mengagungkan Aku, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaku. Jika seorang hamba mengatakan :

Bisakah Kirim Pahala BISAKAH KIRIM PAHALA

Tatkala Menjenguk Orang Sakit

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Tata Cara Shalat Malam

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Hukum-Hukum Wasiat. Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa. Terjemah :Muhammad Iqbal A.Gazali Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

APAKAH ORANG YANG MENDENGARKAN AL- QUR AN TANPA MEMAHAMI (ARTINYA) DIBERI PAHALA? هل يثاب من ستمع ىل القرآن دون أن يفهمه

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. al-kautsar:2)

10 Renungan Bagi yang Ditimpa UJIAN/MUSIBAH

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Al-Matiin, Yang Maha Kokoh

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

TAFSIR SURAT ATH- THAARIQ

Manakah yang lebih Utama antara Menuntut Ilmu dan Qiyamul Lail? (Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang, dan salam kepada para Rasul serta segala puji bagi Tuhan sekalian alam.

HUKUM WANITA BEKERJA SEBAGAI GUIDE WISATA ح م عمل ملرأة مرشدة سياحية

OBAT PENAWAR HATI. Ingatlah bahwa dalam jasad ada segumpal daging; jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika ia rusak, - 1 -

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

Allah Al-Ghalib (Maha Menang) dan An-Nashir (Maha Penolong)

PETUNJUK NABI TENTANG MINUM

KEUTAMAAN MENGANDUNG

1. Lailatul Qadar adalah waktu diturunkannya Al Qur an

Transkripsi:

Adab Di Masjid 1: Membaca Do a Masuk Masjid Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah.. Kita tahu bahwa setiap muslim pasti dalam kesehariannya selalu berinteraksi dengan Masjid. Setidaknya 5 Kali dalam sehari ia melangkahkan kakinya menuju masjid. Tentu kita tahu bahwa masjid adalah Rumah Allah; tempat yang paling afdhal di muka bumi. Tempat kaum mukminin beribadah kepada Allah. Kalau saja, seseorang tidak boleh berbuat sembarangan saat berkunjung ke rumah orang lain, walaupun itu rumah kerabatnya sendiri. Maka barang tentu Rumah Allah lebih berhak untuk dijaga hak-haknya. Tapi sangat disesalkan ketika masih banyak kaum muslimin yang belum paham hak-hak yang harus dia lakukan ketika berada di masjid, sehingga tak jarang berbagai pelanggaran mereka lakukan. Mengingat pentingnya permasalahan ini, maka kami berupaya berturut serta mencurahkan usaha yang kami miliki dengan menjelaskan adab-adab ketika seorang muslim berada di masjid. Semoga usaha kami ini diberi balasan kebaikan yang berlipat di sisi Al-Maula Azza wa Jalla. Pembahasan ini akan terus berlanjut, setiap pembahasan kami cukupkan satu Bab Permasalahan. ============= Membaca Do a Masuk Masjid Membaca do a sebelum masuk masjid adalah Sunnah. Adapun lafazh do any ialah sebagai berikut: الل ه م اف ت ح ل ا ب و اب ر ح م ت ك Allahummaftahli Abwaba Rohmatika

Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-mu. [1] Boleh juga membaca do a yang lebih panjang seperti berikut, ا ع وذ ب ال ه ال ع ظ يم و ب و ج ه ه ال ر يم و س ل ط ان ه ال ق د يم م ن الش ي ط ان الر ج يم ب س م ال ه الل ه م ص ل و س ل م ع ل م ح م د الل ه م اف ت ح ل ا ب و اب ر ح م ت ك ا ع وذ ب ال ه ال ع ظ يم و ب و ج ه ه ال ر يم و س ل ط ان ه ال ق د يم م ن الش ي ط ان الر ج يم ب س م ال ه الل ه م ص ل و س ل م ع ل م ح م د الل ه م اف ت ح ل ا ب و اب ر ح م ت ك A Udzu billahil adzim wa biwajhihil karim wa sulthonihil qadim minasy syaithanir rajim. Bismillah. Allahumma shalli wa sallim ala Muhammad. Allahummaf ftahlii abwaba rahmatika (Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dan (berlindung) dengan wajah- Nya Yang Mulia, dan kekuasaan-nya yang kekal dari (gangguan) syaithan yang terlaknat. Dengan menyebut Nama Allah. Ya Allah, shalawat dan salam curahkanlah kepada Muhammad. Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-mu). [2] Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, Tempat ke delapan dari tempat-tempat (yang disyari atkan) bershalawat kepada Nabi e adalah ketika akan masuk masjid dan ketika akan keluar darinya. [3] ============= [1]Dari Shahabat Abu Humaid dan Abu Usaid Al-Anshari Semoga Allah meridhai keduanya-, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, Apabila salah seorang kalian hendak masuk masjid maka bacalah, Allahummaftahli Abwaba Rohmatika (Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-mu. (HR. Muslim no. 713)

[2] Dalil-dalil untuk gabungan do a di atas adalah: Dalil Isti adzah:abdullah bin Amr bin Ash menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam apabila masuk masjid mengucapkan: A Udzu billahil adzim wa biwajhihil karim wa sulthonihil qadim minasy syaithanir rajim. Bismillah. Allahumma shalli wa sallim ala Muhammad. Allahummaf ftahlii abwaba rahmatika (Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dan (berlindung) dengan wajah-nya Yang Mulia, dan kekuasaan- Nya yang kekal dari (gangguan) syaithan yang terlaknat. Beliau r bersabda: Apabila seseorang membacanya, syaithan berkata, dia telah dijaga dariku sepanjang hari ini. (HR. Abu Daud no.466, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al- Albani dalam Al-Misykah no.749, Shahih wa Dha if Sunan Abi Daud no.466, dan Ats-Tsamarul Mustathob hal.603) Dalil Shalawat dan Salam, dari Anas bin Malik Radhiallahu anhu, Nabi e jika masuk masjid mengucapkan, Bismillah, Allahumma shalli ala Muhammad, dan apabila keluar mengucapkan, Bismillah, allahumma shalli ala Muhammad (Ya Allah, curahkanlah shalawat dan salam atas Muhammad). Makna serupa juga diriwayatkan dari Fathimah, Abu Hurairah, Abu Humaid dan Abu Usaid Al-Anshari. (Lihat Ats-Tsamarul Mustathob hal 604-609) [3] Dinukil dari Aunul Ma bud(2/93) ===================== Admin Warisan Salaf Menelisik Berbagai Tradisi di Bulan Muharram Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram dalam Islam, bulan ini berada pada urutan pertama penanggalan hijriyah sejak diresmikan oleh Khalifah Umar bin KhattabRadhiallahu anhu.

Pada mulanya, terjadi silang pendapat di antara para shahabat dalam menentukan awal masuk kalender Islam, dengan bulan apa dimulai? Sebagian mereka mengusulkan dimulai dengan bulan Rabi ul Awwal, sebagian lagi mengusulkan dengan bulan Ramadhan. Namun, Khalifah Umar dan sejumlah shahabat lainnya lebih memilih bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Islam, dengan alasan bahwa di bulan inilah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam membulatkan tekadnya untuk berhijrah ke negeri Madinah. Oleh karena itu, penanggalan Umar ini disebut penanggalan hijriyyah. (Al-Bidayah wa An-Nihayah) Bulan Muharram Menurut Islam Muharram termasuk salah satu dari empat bulan suci dalam Islam yang tersebut dalam Al-Qur an, ا ن ع د ة الش ه ور ع ن د ال ه اث ن اع ش ر ش ه ر ا ف ك ت اب ال ه ي و م خ ل ق الس م او ات و الا ر ض م ن ه ا ا ر ب ع ة ح ر م Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. (QS. At-Taubah: 36) Keempat bulan itu adalah: Muharram, Rajab, Dzulqo dah, dan Dzulhijjah, sebagaimana yang dideklarasikan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam pada saat haji perpisahan. Disebut bulan haram karena ia mengandung kemuliaan lebih (dari bulan-bulan lainnya) dan karena pada bulan-bulan ini diharamkan untuk berperang. (Tafsir As-Sa di, hal.192) Cukuplah menunjukkan kemuliaan bulan Muharram ini ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam menjulukinya sebagai bulan Allah, beliau bersabda, yaitu bulan Allah, bulan Muharram. (HR. Muslim, no.1982) Kata para ulama, segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah itu memiliki kemuliaan lebih dari yang tidak disandarkan kepada-nya, seperti baitullah (rumah Allah), rasulullah (utusan Allah), dll. Dalam Islam, bulan Muharram memiliki nilai historis (sejarah) yang luar biasa; pada bulan ini, tepatnya pada tanggal sepuluh, Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kejaran Fir aun dan bala tentaranya serta menenggelamkan

mereka di laut merah. Di bulan ini juga Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bertekad kuat untuk berhijrah ke negeri Madinah, setelah mendengar bahwa penduduknya siap berjanji setia membela dakwah beliau. Walaupun tekad kuat beliau ini baru bisa terealisasi pada bulan Shafar. Selain itu, di bulan ini terdapat ibadah puasa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam sebagai puasa terbaik setelah Ramadhan, beliau bersabda: ا ف ض ل الص ي ام ب ع د ر م ض ان ش ه ر ال ه ال م ح ر م Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah berpuasa di bulan Allah, bulan Muharram. (HR. Muslim, no.1982 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu) Beliau ` juga bersabda ketika ditanya tentang keutamaannya: Menghapuskan dosa-dosa tahun yang lalu. (HR. Muslim, no.1977 dari shahabat Abu Qotadah Al-Anshari Radhiallahu anhu) Berkaitan dengan puasa Asyuro, untuk lebih lengkapnya bisa dibaca kembali pada edisi sebelumnya. Bulan Muharram Menurut Masyarakat Jawa Bagi masyarakat Jawa, bulan Muharram atau yang lebih dikenal dengan bulan suro memiliki nilai religi yang tinggi. Bulan ini dianggap sebagai bulan keramat yang tidak boleh dibuat pesta dan bersenang-senang, sehingga banyak aktivitas yang ditunda atau bahkan dibatalkan. Lebih dari itu, mereka meyakini siapa yang mengadakan hajatan pada bulan ini akan ditimpa musibah dan malapetaka. Sebagai contoh adalah pernikahan, masyarakat Jawa pada umumnya, enggan menikahkan putra atau putri mereka di bulan ini karena khawatir ditimpa petaka dan kesengsaraan bagi kedua mempelai. Ketika ditanya mengenai alasan mereka menilai bulan Muharram sebagai bulan keramat nan penuh pantangan, tidak ada Jawaban berarti dari mereka selain, Beginilah tradisi kami atau Beginilah yang diajarkan bapak-bapak kami. Para pembaca rahimakumullah, sikap mengikuti tradisi atau leluhur tanpa

bimbingan Islam adalah terlarang, bahkan sikap seperti ini termasuk sifat orangorang jahiliyyah dan para pembangkang yang hidup jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam. Berkaitan dengan orang-orang Jahiliyyah, Allah Subhanahu wa Ta ala di dalam Al-Qur an menyebutkan Jawaban orang-orang Quraisy ketika diajak oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam untuk meninggalkan kesyirikan, kata mereka: ا ن ا و ج د ن ا ا ب اء ن ا ع ل ا م ة و ا ن ا ع ل ا ث ار ه م م ه ت د ون Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak (nenek moyang) kami menganut suatu agama (bukan agama yang engkau bawa pent), dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka. (QS. Az-Zukhruf: 22) Demikian pula Fir aun, ketika diajak oleh Nabi Musa Alaihis Salam agar beriman kepada Allah, ia malah berkata: ق ال و اا ج ى ت ن ا ل ت ل ف ت ن ا ع م ا و ج د ن ا ع ل ي ه ا ب اء ن ا Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya. (QS. Yunus: 78) Kemudian, anggapan sial untuk melakukan aktivitas di bulan Muharram yang diyakini oleh keumuman masyarakat Jawa saat ini dalam ajaran Islam disebut Tathoyur atau Thiyaroh, yaitu meyakini suatu keburuntungan atau kesialan didasarkan pada kejadian tertentu, atau tempat tertentu. Anggapan seperti ini sebenarnya sudah ada sejak zaman jahiliyah. Setelah Islam datang, maka ia dikategorikan kedalam perbuatan syirik yang harus ditinggalkan. Allah berfirman: Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A raf: 131) Dalil yang menunjukkan bahwa Thatoyur atau Thiyaroh termasuk kesyirikan adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam: الط ي ر ة ش ر ك الط ي ر ة ش ر ك ث لاث ا Thiyaroh adalah kesyirikan, beliau mengulangnya sebanyak tiga kali. (HR. Ahmad dan Abu Daud, dari shahabat Abdullah bin Mas ud Radhiallahu anhu)

Apabila kita telah tahu bahwa anggapan sial atau keberuntungan seperti itu termasuk kesyirikan, kewajiban kita selanjutnya adalah menjauhinya dan menjauhkannya dari anak dan istri kita. Sehingga kita beserta keluarga kita tidak terjerembab kedalam kobangan dosa besar yang paling besar, yaitu dosa syirik. Bulan Muharram Menurut Syi ah Berbeda halnya dengan orang-orang syi ah, apabila keumuman masyarakat Jawa menjadikan bulan Muharram sebagai bulan pantangan untuk melakukan aktivitas tertentu, justru orang-orang syi ah menjadikannya sebagai hari berkabung. Pada setiap tanggal 10 Muharram, orang-orang syi ah di Iran mengadakan pawai akbar untuk memperingati hari terbunuhnya cucu RasulullahShallallahu alaihi wa Sallam, Husein bin Ali Radhiallahu anhuma di padang Karbala. Acara rutin mereka tersebut dimulai sejak tanggal 1 sampai tanggal 10 Muharram. Pada tanggal 1 Muharram sampai tanggal 9 Muharram mereka mengadakan pawai besar-besaran di jalan-jalan menuju Al-Huseiniyah. Al- Huseiniyah adalah tempat ibadah syi ah, kalau kaum muslimin menyebutnya masjid, tetapi biasanya Al-Huseiniyyah digunakan untuk makam Imam, bukan untuk shalat, sedang shalat dilakukan di luar bangunan. Penamaan ini diambil dari nama Imam syi ah ke 3, yaitu Al-Imam Husein bin Ali radhiallahu anhu. Peserta pawai hanya mengenakan celana atau sarung saja sedangkan badannya terbuka. Selama pawai, mereka memukul-mukul dada dan punggungnya dengan rantai besi sehingga meninggalkan luka memar yang mencolok. Kemudian, pada acara puncak, mereka mengenakan kain berwarna putih dan ikat kepala berwarna putih pula. Setelah itu, mereka menghantamkan pedang, pisau, atau benda tajam lainnya ke kepala dan dahi mereka sehingga darah pun bercucuran. Darah yang mengalir ke kain putih membuat suasana semakin haru dan duka, bahkan tak sedikit di antara mereka yang menangis histeris. Demikianlah gambaran ringkas tentang aktivitas syi ah di bulan Muharram. Seperti yang telah kami sebutkan, tujuan utama mereka adalah untuk mengenang terbunuhnya Husein bin Ali radhiallahu anhuma. Para pembaca rahimakumullah, sebagai seorang muslim tentu kita juga sangat bersedih dengan peristiwa tragis nan menyayat hati yang menimpa cucu RasulullahShallallahu alaihi wa Sallam itu. Namun, Islam melarang pemeluknya

yang tertimpa musibah untuk berucap atau berbuat sesuatu yang menunjukkan ketidak-ridhaan kepada keputusan Allah, seperti, merobek baju, menampar pipi, menjambak rambut, menangis histeris, apalagi menyayat kepala dan dahi seperti yang dilakukan orang-orang syi ah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda: Bukan dari golongan kami barang siapa yang menampar pipi, menyobek baju, atau meratap dengan ratapan jahiliyah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abdullah bin Mas ud radhiallahu anhu) Lebih dari itu, bagi wanita peratap yang mati dan belum bertaubat, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan pakaian dari tembaga yang meleleh, sebagaimana dijelaskan RasulullahShallallahu alaihi wa Sallam dalam haditsnya yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dari Abu Malik Al-Asy ari Radhiallahu anhu. Maka tahulah kita bahwa apa yang dilakukan orang-orang syi ah tersebut bukan hanya tidak ada dasarnya dalam Islam, bahkan ia bertolak belakang dengan ajaran Islam. Lebih parah lagi, di Lahore, kota terbesar kedua di Pakistan, orang-orang syi ah menutup acara mereka itu dengan malam gembira berupa mut ah (baca; zina) masal. Na audzu billahi min dzalik. Para pembaca rahimakumullah, peringatan 10 Muharram untuk mengenang terbunuhnya Imam Husein tidak hanya diadakan di Iran saja, tetapi juga di negara-negara lainnya, seperti India, Pakistan, Lebanon, dan juga Indonesia, hanya saja tata caranya berbeda. Di Indonesia, contohnya, sudah menjadi acara rutin tahunan bagi syi ah mengadakan acara ini yang mereka istilahkan dengan arba in-an, yaitu mengenang 40 hari syahidnya Imam Huseinradhiallahu anhu. Yang paling unik adalah yang dilakukan orang-orang syi ah dari kota Lawang, Bondowoso, Situbondo, dan beberapa daerah lainnya beberapa tahun silam, mereka menyelenggarakan ritual tahunan itu di Gereja Berzicht di kota Lawang, Jawa Timur. La haula wala quwwata illa billah. Penutup Para pembaca rahimakumullah, itulah fenomena yang terjadi di tengah-tengah

umat seputar perbedaan menyikapi bulan Muharram. Sebagai seorang muslim seharusnya kita bisa membedakan antara syari at dan perkara adat. Tentunya Syari at harus dikedepankan walaupun menyelisih adat. Sebaliknya, adat harus disingkirkan ketika menyelisihi syari at, demikianlah Islam. Karena dengan sikap inilah Islam akan jaya. Adapun jika umat masih mengedepankan adat dan tradisi, walaupun bertentangan dengan syari at, maka pada saat itulah mereka akan ditimpa kehinaan dan kerendahan. Inilah makna hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam: و ج ع ل الذ ل ة و الص غ ار ع ل م ن خ ال ف ا م ر ي Dan dijadikan kerendahan dan kehinaan bagi siapa saja yang menentang syari atku. (HR. Al-Bukhari, dari shahabat Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma) Semoga tulisan ringkas ini bisa memberikan tambahan ilmu bagi saudarasaudaraku seiman dan semoga Allah selalu mencurahkan hidayah-nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal alamin Ditulis oleh Admin Warisan Salaf Untuk Buletin Al-Ilmu Pentingnya Al-Ilhah (Merengek) Ketika Berdo a Di antara adab penting di dalam berdo a adalah mengulang-ulang hajat yang ia butuhkan atau merengek. Merengek merupakan salah satu sebab dikabulkannya do a, karena itu pertanda bukti sangat butuhnya seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta ala. Al-Imam Ibnu Majah meriwayatkan di dalam Sunan-nya sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,

«م ن ل م ي س ا ل ال ه ي غ ض ب ع ل ي ه» Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, Dia akan murka kepadanya. Dan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiallahu annu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam, Janganlah kalian lemah di dalam berdo a. Karena sesungguhnya tidak seorangpun akan binasa bersama do a. Al-Auza i menyebutkan sebuah riwayat dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah Radhiallahu anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, Sesungguhnya Allah menyukai seorang yang merengek dalam do anya. Di dalam kitab Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad, disebutkan sebuah Atsar dari Qotadah, dari Muwarriq, Aku tidak mendapati permisalan yang tepat bagi seorang mukmin, kecuali ibarat seseorang yang berada di tengah lautan yang hanya berpegangan sebatang kayu. Lalu ia berdo a, Wahai Rabbku, Wahai Rabbku.. Ia berharap Allah akan menyelamatkannya. Maksudnya adalah, seorang mukmin hidupnya di dunia dipenuhi dengan rasa butuh kepada Allah, ia selalu berdo a dalam setiap kebutuhannya. Dan di dalam berdo a dia seperti seorang yang berada di tengah lautan yang hanya berpegangan kepada sebatang kayu. Keadaan darurat tersebut membuat ia sangat khusyu dan mengulang-ulang permintaannya. Sumber panduan: Al-Jawabul Kaafi (hal.11) Ulasan Surat Al-Fatihah: Mewujudkan Ayat IYYAKA

NA BUDU Dengan Empat Hukum (Ibnul Qoyyim) Iyyaka Na budu wa Iyyaka Nasta in adalah ayat ke lima dari surat Al-Fatihah. Setiap muslim yang taat pasti membacanya setiap hari, minimalnya 17 kali dalam shalat lima waktu. Ayat ke lima tersebut yang berbunyi, إياك نعبد وإياك نستعين artinya adalah, Hanya kepada-mu (ya Allah) kami beribadah dan hanya kepada-mu (ya Allah) kami memohon pertolongan. Di dalam ayat di atas seorang muslim mengikrarkan diri sebagai hamba yang hanya beribadah serta memohon pertolongan kepada Allah dan tidak kepada selain-nya. Kaum muslimin yang dirahmati Allah, menjadi hamba yang benar-benar beribadah kepada Allah -seperti tersebut dalam ayat di atas- hanya akan terealisasi dengan empat perkara. Bila berhasil memenuhi keempatnya berarti dia masuk dalam golongan ayat tersebut. Tapi Jika ternyata tidak, berarti ikrar dia di dalam setiap raka at shalatnya adalah fatamorgana. Ke empat perkara yang kami maksudkan adalah apa yang disebutkan oleh Ibnul Qoyyim di dalam kitabnya Madarijus Salikin. Di Jilid ke 1 halaman 120 beliau meletakkan sebuah Fasal yang sangat berharga. Dengan Fasal ini kita akan benar-benar paham maksud yang terkandung dalam ayat tersebut. Beliau berkata, Fasal: Membangun Iyyaka Na budu di atas Empat Kaedah Kata beliau, Dan Iyyaka Na budu Hanya kepada-mu (ya Allah) kami beribadah dibangun di atas empat kaedah, yaitu mengamalkan Perkaraperkara yang dicintai dan diridhai Allah dan Rasul-Nya, berupa: 1. Ucapan Lisan. 2. Dan (ucapan) hati. 3. Amalan hati,

4. Dan (amalan) anggota tubuh. Inilah makna peribadahan yang sesungguhnya. Seorang muslim yang benar-benar mengaku hanya beribadah kepada Allah harus membuktikan dengan melaksanakan empat perkara di atas. Ibnul Qoyyim melanjutkan, Al- Ubudiyyah adalah semua nama yang mencakup empat tingkatan ini. Maka orang-orang yang mengucapkan Iyyaka Na budu إياك تعبد) ) yang sesungguhnya ialah yang merealisasikannya (yakni mangamalkan empat kaedah tersebut,pen). Kemudian Ibnul Qoyyim mulai merinci makna dari empat perkara tersebut: Maka (yang dimaksud) ucapan hati ialah, meyakini (dengan sesungguhnya) berita-berita yang telah Allah sampaikan melalui lisan Rasul-Nya terkait tentang diri-nya, nama dan sifat-sifat-nya, malaikatmalaikat dan pertemuan dengan-nya. Sedangkan ucapan lisan ialah, menyebarkan berita-berita tersebut, mendakwahkannya, membelanya, dan menjelaskan batilnya kebid ahan yang menyelisihinya, serta selalu berdzikir kepada-nya, dan menyampaikan perintah-perintah-nya. Adapun amalan hati ialah, seperti rasa cinta kepada-nya, hanya bertawakkal kepada-nya, kembali (taubat) kepada-nya, takut dan berharap hanya kepada-nya, ikhlas dalam beragama, bersabar di dalam melakukan perintah-perintah-nya, dan (bersabar) dari (menjauhi) larangan-larangan-nya, dan (bersabar) di dalam menjalani ketentuan (takdir)nya, ridho terhadap takdir yang baik dan yang jelek, menumbuhkan kecintaan karena-nya dan bermusuhan karena-nya pula, merendahkan dan menundukkan diri hanya kepada-nya, ikhbat kepada- Nya, thuma ninah kepada-nya, dan amalan-amalan hati lainnya yang mana amalan hati yang fardhu lebih fardhu dari amalan anggota tubuh, dan amalan mustahabnya lebih dicintai Allah ketimbang amalan mustahab anggota tubuh, karena amalan anggota tubuh tanpa disertai amalan hati bisa jadi tidak bermanfaat atau ada manfaatnya tapi sedikit. Dan amalan anggota tubuh ialah, seperti shalat, jihad, mengayunkan langkah menuju shalat jum at dan (shalat) jama ah, menolong orang yang

lemah, berbuat baik kepada sesama, dan selain itu. Berarti, seorang yang mengikrarkan diri hanya beribadah kepada Allah tapi tidak mau beriman kepada berita-berita yang terdapat di dalam Al-Qur an dan hadits nabi, baik menolaknya secara langsung atau dengan alasan-alasan tertentu, seperti menolak Nama atau sifat Allah dengan alasan Allah tidak sama dengan makhluknya, atau memusuhi orang-orang yang mendakwahkan kebenaran, atau perkara-perkara lain yang telah disebutkan Ibnul Qoyim di atas menunjukkan bahwa orang itu tidak jujur dalam ikrarnya. Dan itu juga menunjukkan bahwa dia masih beribadah kepada selain Allah, dalam hal ini beribadah (tunduk dan patuh) kepada hawa nafsu, guru, atau kepada syaithan.. Kemudian Ibnul Qoyyim menutup penjelasannya, Maka IYYAKA NA BUDU merupakan keharusan (mengamalkan) empat hukum ini dan meyakininya. Lihat Madarijus Salikin (1/121) Admin Warisan Salaf Begini Caranya Agar Terhindar dari Bisikan Syaithan (Syaikh Abdul Aziz bin Baaz) Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya, Do a apa yang bisa dibaca oleh seseorang agar terhindar dari bisikan Syaithan? Beliau menjawab, Seseorang dapat berdo a dengan do a-do a yang Allah mudahkan baginya (seperti),

Ya Allah lindungi aku dari syaithan ya Allah selamatkan aku dari syaithan ya Allah jagalah aku dari syaithan ya Allah bantulah aku untuk berdzikir mengingat-mu, bersyukur kepada-mu, dan beribadah kepada-mu dengan ibadah yang bagus ya Allah jaga diriku dari tipu daya musuhmu yaitu syaithan Dan hendaknya ia memperbanyak berdzikir mengingat Allah, memperbanyak bacaan Al-Qur an, dan berlindung kepada Allah ketika mendapati bisikan syaithan. Apabila mendapati bisikan (syaithan) hendaknya ia berlindung kepada Allah dari (gangguan) syaithan yang terkutuk. Walaupun itu terjadi di dalam shalat. Apabila (bisikan dari syaithan) mengalahkannya hendaknya ia meniup (disertai semburan ludah) ke arah kirinya (sebanyak) tiga kali dan berlindung kepada Allah dari (godaan) syaithan tiga kali pula. Telah shahih dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bahwasanya shahabat Utsman bin Abil Ash Ats-Tsaqofi Radhiallahu anhu mengeluhkan kepada Nabi apa yang ia dapati dari gangguan syaithan di dalam shalatnya. Maka beliau memerintahkannya agar meniup (disertai semburan ludah) ke arah kirinya (sebanyak) tiga kali dan berlindung kepada Allah dari gangguan syaithan, dan itu dilakukan ketika shalat. Lantas beliapun melaksanakan hal itu dan hilanglah gangguan tersebut dari dirinya. (HR. Muslim no.2203) Alhasil, bila seorang mukmin dan mukminah diuji dengan perkara ini hendaknya ia bersungguh-sungguh memohon keselamatan kepada Allah, dan banyak berlindung kepada Allah dari godaan Syaithan, dan bersungguh-sungguh memeranginya jangan sampai merasa tenang dengannya di dalam shalat atau di selainnya. Jika ia sudah berwudhu maka yakinlah kalau sudah berwudhu, jangan sampai mengulangi wudhu nya (karena bisikan syaithan). Jika ia sudah shalat maka yakinlah kalau sudah shalat, dan jangan sampai mengulangi shalatnya (karena bisikan syaithan).

Jika ia sudah bertakbir maka yakinlah kalau sudah bertakbir dan jangan sampai mengulangi takbirnya dalam rangka menyelisihi (bisikan) musuh Allah (yaitu syaithan) dan (dalam rangka) memeranginya. Demikian seharusnya setiap mukmin untuk selalu menjadi musuh yang siap memerangi dan melawan syaithan, dan tidak pernah tunduk kepada (bisikanbisikan)nya. Apabila syaithan membisikkan kepadamu bahwa dirimu belum berwudhu atau belum shalat, padahal engkau yakin sudah berwudhu dan sudah shalat, dan engkau masih melihat tanganmu basah (karena air wudhu ) yang dengannya engkau yakin telah shalat maka jangan sampai engkau mengikuti (bisikan) musuh Allah tersebut. Yakinlah bahwa engkau sudah berwudhu dan jangan mengulanginya. Berlindunglah kepada Allah dari musuh Allah tersebut yaitu syaithan. Demikian seharusnya seorang mukmin, ia harus kuat dalam memerangi dan melawan musuh Allah, agar tidak dikuasai dan disakiti (oleh syaithan). Karena ketika syaithan berhasil menguasai seseorang, maka orang itu akan dipermainkan hingga seperti orang gila. Maka kewajiban seorang mukmin dan mukminah adalah waspada dari musuh Allah dan berlindung kepada Allah dari kejahatan dan tipu dayanya. Dan agar selalu kuat dan sabar (di dalam menghadapinya), agar tidak mentaatinya untuk mengulangi shalat, atau mengulangi wudhu, atau mengulangi takbir, atau yang lainnya. Demikian juga bila ia berkata kepadamu, bajumu najis atau tempat ini najis atau kamar mandi ini najis atau tanah yang engkau injak najis atau tempat shalatmu ini demikian maka jangan sampai engkau mengikuti (bisikannya). Telah dusta musuh Allah tersebut. Berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya, dan shalatlah di tempat yang biasa engkau shalat, dan (sujudlah) di atas sejadah yang biasa engkau gunakan untuk shalat, dan di tanah yang biasa engkau injak dan engkau tahu kesuciannya, kecuali bila engkau melihat ada najis yang masih basah engkau injak maka cucilah kakimu, walhamdulillah. Adapun bisikan-bisikan musuh Allah janganlah diikuti. Ketahuilah bahwa hukum asal dari sesuatu adalah suci. Ini hukum asalnya. Maka janganlah engkau mengikuti (bisikan-bisikan) musuh Allah dalam hal apa pun kecuali engkau benar-benar yakin dengan melihat dan menyaksikan langsung

dengan kedua matamu. Agar engkau tidak dikalahkan oleh musuh Allah. Kami memohon kepada Allah agar semua diselamatkan (dari bisikan Syaithan). Sumber: FATAWA NUUR ALA AD-DARB LIBNI BAAZ (1/78) Fatawa Waris: Pengantin Meninggal Dunia Sebelum Malam Pertama Apakah Mendapatkan Warisan? (Syaikh Shalih Al- Fauzan) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullahu Ta ala ditanya, Apabila telah diselenggarakan akad nikah antara seorang pria dengan seorang wanita tapi keduanya belum sempat berhubungan. Lalu salah satu dari keduanya meninggal dunia. Apakah yang hidup akan mewarisi dari yang meninggal? Dan apa hukumnya dari sisi iddahnya. Seandainya suami meninggal sebelum berhubungan dengan isterinya. Apakah berlaku masa iddah baginya atau tidak? Beliau menjawab, Apabila telah terselenggara akad pernikahan yang memenuhi persyaratan dan rukun-rukunnya. Kemudian salah satu dari kedua mempelai meninggal dunia sebelum melakukan hubungan (suami isteri), maka akad pernikahan tersebut tetap berlaku, dan antara keduanya saling mewarisi. (hal ini) berdasarkan keumuman firman Allah Ta ala, و ل م ن ص ف م ا ت ر ك ا ز و اج م ا ن ل م ي ن ل ه ن و ل د ف ا ن ك ان ل ه ن و ل د ف ل م الر ب ع م م ا ت ر ك ن م ن ب ع د و ص ي ة } ي وص ين ب ه ا ا و د ي ن و ل ه ن الر ب ع م م ا ت ر ك ت م ا ن ل م ي ن ل م و ل د ف ا ن ك ان ل م و ل د ف ل ه ن الث م ن م م ا ت ر ك ت م م ن [ب ع د و ص ي ة ت وص ون ب ه ا ا و د ي ن } [النساء: 12

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istriistrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. (QS. An-Nisaa: 12) Ayat ini berlaku umum bagi orang-orang yang ditinggal mati, atau ayat ini berlaku umum bagi orang yang meninggal sebelum berhubungan atau setelahnya. Maka jika sebuah akad nikah telah sempurna dan salah satu dari kedua mempelai meninggal sebelum berhubungan, maka hubungan suami isteri tetap berlaku, dan saling mewarisi antara keduanya telah disyari atkan, berdasarkan keumuman ayat tadi. Adapun dari sisi iddahnya. Sama juga, (tetap) berlaku masa iddah bagi si isteri jika suaminya meninggal sebelum berhubungan. Berdasarkan keumuman firman- Nya Ta ala, [و ال ذ ين ي ت و ف و ن م ن م و ي ذ ر ون ا ز و اج ا ي ت ر ب ص ن ب ا ن ف س ه ن ا ر ب ع ة ا ش ه ر و ع ش ر ا} [البقرة: 234} Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) selama empat bulan sepuluh hari. (QS. AL-Baqarah: 234) (ayat ini) berlaku umum bagi para isteri yang ditinggal mati suaminya sebelum berhubungan atau setelah berhubungan. Dan si isteri juga mendapatkan warisan seperti yang telah kami sebutkan. Sumber: Majmu Fatawa Al-Fauzan (2/629)

Hukum Menantu Melarang Mertuanya Mengunjungi Anak dan Cucunya (Syaikh Shalih Al-Fauzan) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan semoga Allah selalu menjaganya- ditanya, Anak saudaraku (keponakan) menikahi puteriku lebih dari 20 tahun yang lalu. Tapi sekarang dia malah melarangku menjenguk puteriku dan cucucucuku. Bagaimana pandangan syari at tentang permasalahan ini? Berilah aku jawaban, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan. Beliau menjawab, Allah Subahanhu wa Ta ala memerintahkan agar menyambung tali silaturahmi dan melarang memutuskannya. Permasalahan yang telah anda sebutkan dimana suami putri anda menghalangi anda untuk menjenguknya dan menjenguk anak-anaknya adalah perkara yang tidak dibolehkan. Karena hal itu akan membawamu memutus tali silaturahmi, hal itu sama saja dia telah menghalangimu dari perkara silaturahmi yang telah Allah wajibkan atasmu agar dijaga. Dan dikarenakan pula dia mengharamkan engkau untuk melihatnya padahal telah diketahui bagaimana (besarnya) rasa sayang seorang ayah kepada anaknya, dan keinginannya untuk melihatnya. Lalu dia menghalangimu untuk menjenguknya maka dia telah berdosa melakukan hal tersebut. Kecuali jika dia (si menantu) memiliki udzur yang syar i yang dapat melegalkan perbuatannya tersebut, seperti jika engkau melihat mereka akan berdampak sesuatu, atau menimbulkan mafsadah. Jika demikian maka alasannya benar, dan boleh baginya melarang (anda menjenguk mereka). Adapun jika dia tidak memiliki udzur (alasan syar i) maka haram baginya menghalangi seseorang menjenguk kerabatnya, terlebih (menghalangi) bapak menjenguk anaknya. Wallahu a lam. Sumber: Majmu Fatawa Al-Fauzan (2/587)

Fatawa Ar-Radha ah: Menyusu dengan Isteri Pertama Paman, Apakah Mahram dengan Anak Paman dari Isteri Kedua? (Asy- Syaikh Shalih Al-Fauzan) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan semoga Allah selalu menjaganya- ditanya, Seorang anak laki-laki tumbuh besar di rumah pamannya, dan dia menyusu kepada isteri pamannya. Selang beberapa waktu pamannya menikah lagi dengan wanita lain dan diberi keturunan anak-anak perempuan. Apakah boleh bagi anak laki-laki tadi untuk menikah dengan salah satu putri pamannya dari isteri yang kedua? Karena yang menyusui dia adalah isteri pertama saja. Berilah kami jawaban semoga Allah selalu berikan taufiknya kepada anda. Beliau menjawab, Tidak boleh. Tidak boleh baginya menikahi salah satu putri pamannya dari isteri kedua yang merupakan madu dari isteri pertama yang telah menyusuinya. Sedangkan kedua isteri tersebut berada di bawah satu suami. Karena ini adalah pokok permasalahan labanul fahl. Dan yang shahih (dalam permasalahan labanul fahl) adalah: bahwasanya haram (menikahi puteri pamannya tersebut). Karena pada hakekatnya puteri pamannya dari isteri kedua adalah saudari-saudarinya satu bapak dalam persusuan. Wallahu a lam. Sumber: Majmu Fatawa Al-Fauzan (2/615)

Fatawa Ar-Radha ah: Cucu dari Isteri Pertama Apakah Mahram bagi Isteri Kedua? (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan semoga Allah selalu menjaganya- ditanya, Suamiku punya anak perempuan dari isterinya yang lain, dan anak perempuan tersebut mempunyai anak laki-laki. Apakah anak laki-laki dari putri suamiku tersebut adalah mahram (bagiku), yang dengannya aku boleh membuka hijabku di hadapannya? Beliau menjawab, Tidak mengapa (membuka hijab di hadapannya). Karena dia (yakni si wanita penanya,pen) adalah isteri bapaknya (kakek juga dinamakan bapak,pen), yaitu isteri kakeknya dari ibunya. Dia masuk di dalam apa yang telah Allah sebutkan, [و ت ن ح وا م ا ن ح آب او ك م م ن الن س اء } [النساء: 22} Dan Janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh bapakbapak kalian. (QS. An-Nisaa: 22) Dan wanita tadi (yakni si wanita penanya) adalah isteri salah satu bapak-bapaknya. Sumber: Majmu Fatawa Al-Fauzan 2/614 Fatawa Radha ah: Anak Susuan Adalah Mahram Bagi Saudara

Wanita Orang Yang Menyusui (Syaikh Shalih Al-Fauzan) Anak Susuan Adalah Mahram Bagi Saudara Wanita Orang Yang Menyusui Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya, Aku telah menyusui bayi laki-laki. Apakah dia menjadi mahram bagi saudaraku yang wanita sehingga boleh bagi saudariku tersebut untuk tidak berhijab di hadapannya? Beliau menjawab, Apabila penyusuan dilakukan pada masa (umur bayi) dua tahun, dan dilakukan sebanyak lima kali sebagaimana dijelaskan di dalam haditshadits, maka bayi tadi menjadi anak bagi wanita yang menyusuinya, dan saudarinya akan menjadi bibi baginya (anak tersebut), yakni anak tadi adalah mahram bagi wanita-wanita tersebut; menjadi mahram bagi ibu karena telah menyusuinya, dan menjadi mahram bagi bibinya dari penyusuan. Akan tetapi (ini berlaku) dengan dua syarat yang telah kami sebutkan tadi, yaitu penyusuan dilakukan dalam masa dua tahun berdasarkan sabda beliau Shallallahu alaihi wa Sallam, إنما الرضاعة من المجاعة Hanyalah penyusuan yang sah adalah yang menghilangkan rasa lapar (HR. Muslim) Dan berdasarkan sabda beliau Shallallahu alaihi wa Sallam, لا يحرم من الرضاع إلا ما فتق الا معاء وكان قبل الفطام Penyusuan tidak akan menjadikan mahram kecuali yang mengenyangkan dan itu sebelum disapih. (HR. Tirmidzi) Dan penyusuan dilakukan sebanyak lima kali berdasarkan hadits Aisyah Radhiallahu anha ia berkata, خمس رضعات معلومات يحرمن وتوف رسول ال ه صل ال ه عليه وسلم والا مر عل ذلك Penyusuan yang maklum sebanyak lima kali menyebabkan menjadi mahram. Dan

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam wafat sedangkan perkara ini tetap pada hal ini (yaitu susuan sebanyak lima kali menjadi mahram). Sumber: Majmu Fatawa Al-Fauzan 2/614 Admin Warisan Salaf