PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1954 TENTANG PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERINDUSTRIAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

Mengingat pula : Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-26 pada tanggal 1O Agustus 1951; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1954 TENTANG PEMBATASAN PERUSAHAAN PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN BERAS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN KOORDINASI PEMERINTAHAN SIPIL. Presiden Republik Indonesia,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1955 TENTANG CARA PENGGUNAAN UANG OPSENTEN ATAS BEA-KELUAR ATAS KARET RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal:25 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 64/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 64 TAHUN 1958 (64/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 86 TAHUN 1982 SERI D ================================================================

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1953 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTRIAN PERTAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. 22 tahun 1948.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SITUBONDO

TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH. Bagian perencanaan Sekretariat Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Jakarta, 2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI ACEH DAN PERUBAHAN PERATURAN PEMBENTUKAN PROPINSI SUMATERA UTARA *)

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 32 TAHUN 2000 SERI D NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1954 TENTANG PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG PENYALURAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KANTOR KAS DAERAH KOTA MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 20 TAHUN 1950 (20/1950) TENTANG PEMERINTAHAN JAKARTA RAYA. Presiden Republik Indonesia Serikat,

Mengingat: pasal 97, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 23 TAHUN 2000 SERI D NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN TAHUNAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PEREMAJAAN ALAT-ALAT NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1952 TENTANG STAF KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 1989 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 133 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANAHAN ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1954 (LN 1954/96; TLN NO. 692) TENTANG PENUNJUKAN PENGUASA-PENGUASA MILITER

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 136 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1954 TENTANG PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERINDUSTRIAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dan pasal 5 dari Undangundang Nomor 2 jo. Nomor 18, Nomor 3, jo. Nomor 19, Nomor 10 dan Nomor 11 tahun 1950, pasal 74 Undangundang Darurat Nomor 2 tahun 1953, serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Nomor 4 dan Nomor 5 tahun 1950, perlu segera dilaksanakan penyerahan beberapa urusan Pemerintah Pusat mengenai Perindustrian kepada Propinsi-propinsi. Mengingat: a. pasal 98 dan pasal 131 dari Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; b. Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 Republik Indonesia (Yogyakarta); c. Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1950. Mengingat pula: Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya ke-26 tanggal 10 Agustus 1951. MEMUTUSKAN: Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut: PERATURAN TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERINDUSTRIAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan "Propinsi" dalam Peraturan ini, ialah Propinsi-propinsi Jawa-Timur, Jawa-Tengah, Jawa- Barat, Sumatera-Selatan, Sumatera-Tengah, Sumatera-Utara, Kalimantan dan Daerah Istimewa Yogyakarta. BAB II 1 / 10

TENTANG URUSAN-URUSAN YANG DISERAHKAN Pasal 2 (1) Dengan memperhatikan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi menyelenggarakan urusan memperkembangkan perindustrian kecil dan kerajinan rumahtangga; (2) Yang dimaksud dengan perindustrian kecil tersebut dalam ayat (1) pasal ini, ialah perindustrian yang bekerja dengan tenaga orang sejumlah tidak lebih dari 50 orang; (3) Dari urusan termaksud dalam ayat (1) pasal ini dikecualikan urusan mengenai penyelidikan dan balai penyelidikan (proefstation). Pasal 3 Propinsi dapat mengadakan kursus praktek untuk kepentingan perkembangan perindustrian kecil dalam lingkungan daerahnya. Pasal 4 (1) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi diwajibkan menjalankan kekuasaan, hak, tugas dan kewajiban mengenai urusan pembatasan perusahaan (bedrijfsreglementering) yang tersebut dalam: a. pasal 3 ayat 5, dan pasal 6 ayat 1 dari Staatsblad 1935 Nomor 127 (Bedrijfsreglementeringsverordening Drukkerijen 1935); b. pasal 3 ayat 5, pasal 4 ayat 2 dan pasal 6 ayat 1 dari Staatsblad 1935 Nomor 313 (Bedrijfsreglementeringsverordening Veembedrijven 1935-II); c. pasal 3 ayat 5, dan pasal 6 ayat 1 dari Staatsblad 1935 Nomor 427 (Bedrijfsreglementeringsverordening Sigaretten-fabriek 1935); d. pasal 3 ayat 5, pasal 4 ayat 2 dan pasal 6 ayat 1 dari Staatsblad 1935 Nomor 459 (Bedrijfsreglementeringsverordening Metaalgieterijen 1935); e. pasal 3 ayat 5, pasal 4 ayat 2 dan pasal 6 ayat 1 dari Staatsblad 1935 Nomor 568 (Bedrijfsreglementeringsverordening Ijsfabrieken 1935); f. pasal-pasal 2, 6, 8 ayat-ayat 3, 4 dan 5 dan pasal 9 dari Staatsblad 1940 Nomor 104 (Bedrijfsreglementerings-verordening Rijstpellerijen 1940); g. pasal-pasal 2, 3 dan 6 dari Staatsblad 1940 Nomor 451 (Bedrijfsreglementeringsverordening Rubberherbereiding 1940); h. pasal-pasal 2, 4, 8 ayat-ayat 3, 4 dan 5 pasal 9 dari Staatsblad 1940 Nomor 452 (Bedrijfsreglementeringsverordening Rubberrookhuizen); i. pasal-pasal 3, 5 dan 7 dari Staatsblad 1940 Nomor 518 (Bedrijfsreglementeringsverordening Textielbedrijven 1940); a s/d i untuk daerah hukumnya yang ditugaskan kepada Gubernur, Residen dan Hoofd van Gewestelijk Bestuur. (2) Pendapatan retribusi yang dipungut dari perusahaan-perusahaan yang mendapat izin atau lisensi yang dikeluarkan oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi menurut Peraturan-peraturan Pembatasan Perusahaan tersebut di atas, dimasukkan dalam kas Daerah Propinsi. 2 / 10

Pasal 5 (1) Propinsi memberi bantuan yang diminta oleh atau atas nama Menteri Perekonomian untuk kepentingan perkembangan perindustrian dalam daerah Propinsi; (2) Biaya khusus untuk keperluan itu ditanggung oleh Kementrian Perekonomian. Pasal 6 Pemerintah Daerah Propinsi berkuasa dengan persetujuan Menteri Perekonomian menyerahkan sebagian dari kekuasaan tersebut dalam pasal 2 sampai dengan pasal 5 kepada daerah otonoom bawahan dalam daerahnya. Pasal 7 Dewan Pemerintah Daerah Propinsi membantu daerah-daerah otonoom bawahan dalam daerahnya dalam menyelenggarakan tugas kewajiban mengenai urusan perindustrian kecil yang telah diserahkan menjadi tugasnya. BAB III TENTANG BENTUK DAN SUSUNAN DINAS PERINDUSTRIAN PROPINSI Pasal 8 (1) Propinsi membentuk dan menyusun suatu Dinas Perindustrian dalam susunan Pemerintahan Propinsi dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk dari Menteri Perekonomian; (2) Kepala dari Dinas tersebut dalam ayat (1) pasal ini teknis berada di bawah Menteri Perekonomian dan administratif di bawah Dewan Pemerintah Daerah Propinsi. BAB IV TENTANG HUBUNGAN ANTARA KEMENTERIAN PEREKONOMIAN DENGAN PROPINSI DAN ANTARA PROPINSI DENGAN DAERAH OTONOOM BAWAHAN DALAM DAERAHNYA Pasal 9 (1) Menteri Perekonomian menyelenggarakan pengawasan serta memberi nasihat dan dorongan mengenai penyelenggaraan urusan-urusan perindustrian yang telah diserahkan, agar tercapai koordinasi dengan urusan perindustrian lainnya; (2) Tugas seperti dinyatakan dalam ayat (1) pasal ini terhadap Dewan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Besar dalam lingkungan daerahnya, diselenggarakan juga oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi. Pasal 10 Dalam melakukan urusan-urusan dan kewajiban-kewajiban yang termaksud dalam peraturan ini, Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Perekonomian. 3 / 10

Pasal 11 (1) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi mengusahakan, supaya kepala dari Dinas Perindustrian termaksud dalam pasal 8 atau pegawai yang ditunjuk olehnya, memenuhi panggilan dari atau atas nama Menteri Perekonomian untuk mengadakan pembicaraan bersama mengenai urusan perindustrian; (2) Biaya untuk memenuhi panggilan-panggilan itu ditanggung oleh Kementrian Perekonomian. Pasal 12 Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memberi laporan-laporan dan keterangan-keterangan yang diminta oleh Menteri Perekonomian mengenai penyelenggaraan urusan perindustrian kecil. BAB V TENTANG HAL TANAH-TANAH, BANGUNAN-BANGUNAN, ALAT-ALAT DAN HUTANGPIUTANG Pasal 13 (1) Tanah-tanah dan bangunan-bangunan, yang dipergunakan untuk menyelenggarakan tugas kewajiban Propinsi dalam urusan perindustrian kecil, diserahkan kepada Propinsi untuk dipakai dan diurus guna keperluannya; (2) Alat-alat serta barang-barang inventaris lainnya yang dipakai guna kepentingan urusan yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini, diserahkan kepada Propinsi untuk dimiliki; (3) Hutang-piutang yang bersangkutan dengan urusan-urusan perindustrian kecil yang telah diserahkan, yang ada pada waktu penyerahan ini, menjadi tanggungan Propinsi; (4) Guna pelaksanaan ketentuan termaksud dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) pasal ini, diadakan timbangterima antara Dewan Pemerintah Daerah Propinsi atau wakilnya dan instansi yang ditunjuk oleh Menteri Perekonomian. BAB VI TENTANG HAL KEPEGAWAIAN Pasal 14 (1) Untuk menyelenggarakan tugas kewajiban Propinsi dalam urusan perindustrian kecil dengan penetapan Menteri Perekonomian kepada Propinsi: a. diserahkan pegawai-pegawai Negara, bukan tenaga teknis, untuk diangkat menjadi pegawai Propinsi; b. diperbantukan pegawai-pegawai Negara, yang termasuk tenaga teknis, untuk dipekerjakan pada Propinsi. (2) Tenaga-tenaga teknis yang dibutuhkan oleh Propinsi, diangkat oleh Menteri Perekonomian dan diperbantukan kepada Propinsi; (3) Tenaga-tenaga apa yang termasuk tenaga teknis dan syarat-syarat pengangkatannya seperti yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Perekonomian. 4 / 10

Pasal 15 (1) Pemindahan pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada suatu Propinsi ke lain Propinsi, diselenggarakan oleh Menteri Perekonomian setelah mendengar pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan; (2) Pemindahan pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Propinsi dalam lingkungan daerah Propinsi, diselenggarakan oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dengan memberitahukan kepada Menteri Perekonomian. BAB VII TENTANG HAL KEUANGAN Pasal 16 Untuk menyelenggarakan urusan-urusan perindustrian kecil dalam Propinsi untuk tahun dinas pertama diserahkan kepada Propinsi uang sejumlah yang akan ditetapkan oleh Menteri Perekonomian. BAB VIII PENUTUP Pasal 17 Peraturan Pemerintah ini dinamakan: "Peraturan pelaksanaan penyerahan urusan perindustrian kecil kepada Propinsi". Pasal 18 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 3 Maret 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO MENTERI DALAM NEGERI, 5 / 10

HAZAIRIN Diundangkan Pada Tanggal 9 Maret 1954 MENTERI PEREKONOMIAN, ISKAQ COKROHADISURYO MENTERI KEHAKIMAN, DJODY GONDOKUSUMO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1954 NOMOR 24 6 / 10

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1954 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERINDUSTRIAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI I. Luas kekuasaan Kementrian Perekonomian yang dapat diserahkan kepada daerah otonom. II. 1. Pada asasnya penyerahan urusan Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah otonoom juga mengenai urusan-urusan yang termasuk dalam lingkungan Kementrian Perekonomian harus dijalankan sebanyak mungkin; 2. Akan tetapi penyerahan kekuasaan itu dalam langkah pertama mengenai berbagai-bagai lapangan sampai berapa jauh dapat dijalankan, adalah terbatas oleh karena beberapa faktor: a. Beberapa kekuasaan Pemerintah Pusat tidak mungkin di desentraliseer, karena beleid dan penyelenggaraan kekuasaan itu melihat sifatnya, perlu dipegang langsung oleh Pemerintah Pusat sendiri, ialah kekuasaan yang pengaruhnya tidak terbatas pada sesuatu atau beberapa daerah saja, tetapi mengenai Indonesia pada umumnya, bahkan mengenai dunia internasional juga (misalnya: Hubungan ekonomi dengan Luar Negeri, Perdagangan, Pertambangan dan sebagainya); b. Mengenai kekuasaan yang dapat di desentraliseer, perlu diketahui, apakah Pemerintah Pusat terhadap urusan itu sudah dapat menetapkan beleid yang tegas dan tertentu; c. Perlu ditinjau apakah organisasi Pemerintah Daerah sudah siap untuk menerima penyerahan kekuasaan itu. 3. Mengenai jawatan-jawatan yang "tua" dapat dikatakan, bahwa beleid Pemerintah Pusat sudah tetap dan jelas. Sebelum perang dunia ke II Jawatan-jawatan itu sudah di desentraliseer. Organisasinyapun sudah teratur. Untuk penyerahan kekuasaan yang hendak dilaksanakan sekarang ini dapat mengambil pedoman dari keadaan yang dulu telah berlaku serta meninjau kemungkinan untuk memperluas batas-batasnya; 4. Sebaliknya mengenai jawatan-jawatan yang "muda" beleid Pemerintah Pusat pun masih dalam penyempurnaan dan organisasi-organisasi jawatan-jawatan itupun masih belum lengkap; 5. Lagi pula adalah suatu kenyataan, bahwa peralatan daerah-daerah otonom dewasa ini pada umumnya belum mencukupi, karena kekurangan tenaga-tenaga ahli dan/atau yang berpengalaman; 6. Mengingat apa yang telah diuraikan di atas itu, maka kekuasaan Pemerintah Pusat dalam lingkungan Kementrian Perekonomian yang dapat diserahkan kepada daerah otonoom pada tingkatan sekarang ini hanyalah terbatas pada urusan dalam lapangan "perindustrian kecil", sebagaimana tertera dalam Peraturan Pemerintah ini. Penyerahan kekuasaan dalam lapangan "Perindustrian kecil". 7. Penyerahan urusan-urusan termaksud hanya dilakukan kepada Propinsi, sedang kepadanya diberi kelonggaran untuk menyerahkan sebagian dari kekuasaannya kepada daerah-daerah otonoom bawahan dalam daerahnya; 8. Penyerahan sebagian dari kekuasaan Pemerintah Pusat langsung kepada Propinsi dan sebagian lagi langsung kepada Kabupaten pun tidak mempunyai dijalankan, karena demikian itu menjumpai 7 / 10

keberatan praktis, bahwa tenaga-tenaga pemimpin yang cakap yang ada pada dewasa ini tidak mungkin dibagi-bagikan antara Propinsi dan Kabupaten; 9. Dalam membentuk dan menyusun Dinas Perindustrian dalam susunan Pemerintahan Propinsi, Propinsi diwajibkan memperhatikan petunjuk-petunjuk Menteri Perekonomian; Maksud kewajiban tersebut di atas ialah agar supaya susunan Dinas itu dapat diatur setepattepatnya dan sesuai dengan kepentingan efficiency keuangan. Juga terutama Pimpinan teknis ditempatkan di bawah Menteri Perekonomian; 10. Berhubung dengan kekurangan tenaga teknis, maka pegawai Negara yang merupakan tenaga teknis berlainan dari pegawai-pegawai administratif tidak diangkat menjadi pegawai Propinsi melainkan diperbantukan untuk dipekerjakan pada Propinsi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan keadaan, bahwa sesuatu Propinsi kekurangan tenaga teknis, sedangkan Propinsi lain kelebihan; 11. Tenaga-tenaga administratif yang dibutuhkan oleh Propinsi diangkat oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dari pegawai-pegawai Kementrian Perekonomian yang dapat dilepaskan; 12. Dalam mengangkat pegawai-pegawai administratif baru dari luar kalangan pegawai Negara, diharap pengangkatan tersebut baru dilakukan oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi setelah didapat keterangan dari Menteri Perekonomian, bahwa tiada pegawai Negara yang dapat diserahkan kepada Propinsi. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Propinsi-propinsi yang disebut dalam pasal ini ialah Propinsi-propinsi dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948. Pasal 2 Dalam menyelenggarakan urusan memperkembangkan perindustrian kecil dan kerajinan rumah tangga, Propinsi antara lain memberi bimbingan dan penyuluhan serta bantuan-bantuan untuk kemajuannya usaha dari rakyat di daerahnya, serta mencari usaha baru di lapangan tersebut yang dapat dikerjakan oleh penduduk. Dimana perlu Propinsi dapat mendirikan "modelbedrijven". Pasal 3 Pasal 4 Dengan ketentuan dalam pasal ini, kekuasaan, hak, tugas dan kewajiban dari Gubernur, Residen dan "Hoofd van Gewestelijk Bestuur" termaksud dalam peraturan pembatasan perusahaan (bedrijfsreglementeringsverordening) yang berlaku dalam daerah hukumnya, beralih kepada Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. Kekuasaan-kekuasaan dan lain-lain yang tersebut di atas, pada umumnya bersifat memberi bantuan dalam pelaksanaan dan pengawasan atas penyelenggaraan peraturan tentang "Pembatasan Perusahaan". Akan tetapi di dalam hal pembatasan: a. penggilingan padi; 8 / 10

b. rumah-rumah asap karet; dan c. pertenunan dengan tidak lebih dari empat buah alat tenun tangan. Propinsi bertindak penuh dalam urusan-urusan tersebut. Berhubung dengan campur tangannya Propinsi dalam hal pembatasan perusahaan, maka retribusi yang didapat dari perusahaan-perusahaan tersebut dalam a, b, dan c di atas dimasukkan dalam kas Propinsi. Lihat selanjutnya penjelasan pasal 6. Pasal 5 Bantuan yang dimaksud dalam pasal ini tidak hanya mengenai urusan perindustrian kecil saja, tetapi urusan perindustrian pada umumnya. Pasal 6 Jika Propinsi mempergunakan kekuasaan yang diberikan dalam pasal ini dan menyerahkan kewajibannya yang ditentukan dalam pasal 4 (atau sebahagian) kepada daerah otonoom bawahan, maka pendapatan retribusi yang bersangkutan harus juga diserahkan. Pasal 7 Lihat penjelasan umum. Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 9 / 10

Lihat penjelasan umum. Pasal 14 Lihat penjelasan umum. Pasal 15 Pasal 16 Pasal 18 MENTERI PEREKONOMIAN, ISKAQ TJOKROHADISURYO MENTERI DALAM NEGERI, HAZAIRIN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 527 10 / 10