BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor faktor alami yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

PERSEBARAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN. Mbina Pinem 1. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NO LD.27 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TANGGAL 16SEPTEMBER 2008 DAFTAR URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

IDENTIFIKASI URUSAN RIIL YANG DILAKSANAKAN DI DAERAH KENDAL

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

Daftar Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 C. SUB BIDANG KURIKULUM 1. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan dasar. 2. Sosialisasi kerangka

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota kota besar di negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor faktor alami yaitu kelahiran dan terutama juga pengaruh dari perpindahan penduduk yang sangat pesat dari desa ke kota (urbanisasi). Laju pertumbuhan penduduk yang pesat ini tentu akan membawa beragam permasalahan di daerah perkotaan seperti kemacetan kota, kemiskinan, meningkatnya kriminalitas, munculnya pemukiman kumuh (slum area) terutama pada lahan-lahan kosong seperti jalur hijau disepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api, taman-taman kota maupun di bawah jalan layang. Pemukiman kumuh (slum area) adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terdapat di daerah perkotaan. Pemukiman kumuh ini merupakan pemukiman liar karena dibangun di atas tanah milik negara atau tanah milik orang lain. Ciri-ciri permukiman kumuh ini adalah banyak dihuni oleh pengangguran, tingkat kejahatan/kriminalitas tinggi, emosi warga tidak stabil, miskin dan berpenghasilan rendah, daya beli rendah, kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan, warganya adalah kaum migran yang bermigrasi dari desa ke kota, fasilitas publik sangat tidak memadai, kebanyakan warga slum bekerja sebagai pekerja kasar dan serabutan, bangunan rumah kebanyakan gubuk-gubuk dan rumah semi permanen. 1

2 Keberadaan permukiman kumuh menjadi salah satu indikator gagalnya pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan perumahan dan tata kota yang berkelanjutan. Selain menimbulkan keruwetan tata ruang kota maka padatnya permukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api, areal pemakaman umum, di bawah jembatan maupun jalan layang ini juga berdampak bagi lingkungan hidup, kesehatan dan standar hidup warga perkotaan, serta rawan menimbulkan tindak kejahatan. Konflik juga tak terhindarkan ketika pemerintah daerah berusaha mengatur tata ruang dan tata kota yang amburadul, sementara keberadaan permukiman kumuh justru dianggap sebagai solusi bagi warga miskin yang hidup di perkotaan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah pada proses penggusuran, relokasi, dan pembebasan lahan sangat minim sehingga sering kali menimbulkan penolakan warga, bahkan tak jarang mereka sampai bertindak anarkis demi membela tempat tinggal miliknya. Kondisi ini memperlihatkan bahwa permasalahan permukiman kumuh harus mendapat skala prioritas dalam penanganannya. Penghuni pemukiman kumuh (slum area) adalah sekelompok orang yang datang dari desa menuju kota dengan tujuan ingin mengubah nasib atau ingin mendapatkan kesuksesan, karena tidak mendapatkan peluang atau keberhasilan di daerah asalnya. Mereka mencoba keberuntungannya di kota tanpa adanya keahlian yang memadai dan jenjang pendidikan yang cukup, sehingga akhirnya memasuki sektor informal yang terdapat di kawasan perkotaan. Mereka merupakan kaum termiskin di kota yang bekerja sebagai kuli pelabuhan, tukang becak, buruh kasar, tukang gali, kuli bangunan, menyemir sepatu, memungut barang-barang bekas (pemulung), menyapu jalan dan lain-lain.

3 Akibatnya mereka berada dalam kehidupan ekonomi yang miskin karena hanya memiliki penghasilan yang rendah tetapi harus berhadapan dengan biaya hidup yang tinggi di kota. Rendahnya upah, parahnya pengangguran dan setengah pengangguran menjurus pada rendahnya pendapatan, langkanya harta milik yang berharga, tiadanya tabungan, tidak adanya persediaan makanan dan terbatasnya jumlah uang tunai. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia juga memiliki masalah dalam penataan pemukiman penduduk yaitu banyaknya pemukiman kumuh yang menghiasi Kota Medan. Alasan pemerintah atas perkembangan permukiman kumuh ini tidak lain adalah masalah dana yang tidak memadai, hal ini disampaikan oleh Tondi Nasha Yusuf Nasution selaku Kepala seksi Pembina Rumah Formal dan Swadaya Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan bahwa Penanganan sebenarnya sudah dilakukan. Bahkan di seluruh kawasan sudah dilakukan penataan. Hanya saja hal itu tidak sepenuhnya dilakukan karena terbatasnya anggaran (http://larispa.or.id). Kawasan permukiman kumuh di Kota Medan saat ini diperkirakan mencapai 22,5% dari luas wilayah Kota Medan yang terdiri dari 88.166 unit rumah atau 13,62% dari jumlah rumah yang ada di Kota Medan. Kawasan permukiman kumuh tersebut tersebar di 145 titik lokasi, dimana pada umumnya berada pada bantaran sungai dan bantaran rel kereta api, terutama di pusat kota (Pemko Medan, 2012). Pemukiman kumuh tersebut menyebar di Kelurahan TegalSari Mandala I dan II, Kelurahan Binjai Medan Denai, Kelurahan Bahari Medan Belawan, Kelurahan Medan Barat, Kelurahan Aur Medan Maimoon, Kampung Madras Kecamatan Medan Petisah (waspada online, 2011). Jumlah

4 penduduk Medan pada akhir tahun 2011 adalah 2.117.224 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,94% (BPS Kota Medan, 2012). Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan sejak tahun 2005 telah menunjukkan kecenderungan menurun, tetapi walaupun demikian Kota Medan tercatat sebagai kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi yakni 7.987 jiwa/km². Kota Medan pada saat ini sedang mengalami masa transisi demografi yaitu menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian, tetapi disisi lain meningkatnya arus perpindahan antar daerah dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters) (Pemko Medan, 2012). Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara telah berkembang menjadi pusat perekonomian daerah dan regional yang penting di Pulau Sumatera. Pertumbuhan ekonomi kota sebesar 7,69% per tahun menyebabkan warga desa semakin hari semakin terhisap oleh magnet ekonomi Kota Medan. Migrasi ini terjadi karena berlebihnya jumlah sumber daya manusia yang terdapat di pedesaan dan adanya peluang kerja di perkotaan. Beberapa masyarakat pedesaan di dunia terdapat pandangan bahwa migrasi ke pota adalah cara untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sekedar pertanian di pedesaan. Banyaknya arus migrasi ke Kota Medan menimbulkan sejumlah persoalan, antara lain adalah masih tingginya persentase jumlah warga miskin di Medan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan, persentase jumlah warga miskin pada tahun 2010 adalah 10,05%. Hal ini disebabkan pertumbuhan dan pembangunan wilayah tidak mampu mengatasi terjadinya kesenjangan pendapatan antara masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan yang berpenghasilan tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah

5 sangat sulit memperoleh rumah yang layak huni dan terjangkau, sehingga salah satu masalah terbesar penataan Kota Medan adalah penataan pemukiman padat. Salah satu pemukiman kumuh yang ada di Kota Medan terdapat di Kampung Kubur, Jalan H Zainul Arifin, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Kampung Kubur dan daerah-daerah rawan narkoba lainnya di Indonesia, terdapat satu benang merah, yaitu kampung ini terletak di kawasan permukiman kumuh. Pertanyaanya sekarang adalah mengapa kawasan permukiman kumuh rawan akan narkoba Ini sudah dijawab oleh Yayat Supriyatna selaku pakar tata kota di mana kampung kumuh yang menjadi gudang bandar narkoba rata-rata tidak tersentuh hukum (detik.com, 2016). Pernyataan ini menegaskan bahwa ada semacam ironi dalam pemberantasan bandar narkoba khususnya yang tinggal di kawasan kumuh. Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempunyai program 100-0-100 dimana di tahun 2019 target yang ingin dicapai yaitu 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi. Diharapkan setelah 0% kawasan kumuh, maka kota akan bebas kawasan kumuh seluruhnya di tahun 2019 (detik.com, 2016). Ini seakan mengacu pada target dari UN Habitat yang mencanangkan kota di abad 21 perlu menjadi kota yang pintar di mana ini mempunyai maksud kota yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan. Target 0% kumuh ini cukup menarik karena yang disasar bukan semata-mata outputnya tetapi juga outcome yang timbul dari adanya program tersebut (DetikSport,2016). Kawasan kumuh mempunyai beberapa premis yang saling berhubungan. Hunian yang kurang layak, kehidupan Masyarakat Berpenghasilan

6 Rendah (MBR), banyaknya pengangguran, jalan lingkungan yang sempit, tingkat akses sanitasi dan air minum yang kurang adalah beberapa kata kunci yang terkait dengan kawasan permukiman kumuh. Adanya kata-kata kunci ini akhirnya yang berpotensi dapat melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah yang ada di dalam kawasan ini untuk mencari jalan pintas, termasuk di dalamnya bertindak kriminalitas maupun terlibat narkoba. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melaksanakan peremajaan kawasan kumuh dalam rangka untuk memberantas perdagangan narkoba (DetikSport, 2016), yaitu: 1. Terlibatnya masyarakat secara aktif dalam peremajaan kawasan kumuh. Kegiatan pemetaan kondisi sosial ekonomi lingkungan harus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Selain tujuan untuk saling mengenal antar penduduk, kegiatan yang dapat dikemas dalam bentuk rapat ini, juga akan merumuskan program peremajaan kawasan kumuh apa yang dapat diwujudkan nantinya. Langkah pertama ini juga akan menumbuhkan modal sosial (social capital) berupa kepercayaan, norma dan jaringan (networking). Dengan adanya modal sosial yang tumbuh, maka akan timbul kepercayaan dan jaringan antar warga masyarakat di kawasan kumuh. Apabila ada orang asing yang tinggal dan tidak ikut terlibat dalam beberapa kegiatan, maka akan terlihat oleh forum ini. Selain itu, modal sosial yang timbul menjadi kontrol sosial dan dapat mencegah berkembangnya narkoba di kawasan kumuh tersebut. Dengan adanya

7 ini RT/RW setempat juga akan menjadi lebih perhatian dan tidak bersikap acuh tak acuh kepada warganya. 2. Kerjasama antar pemangku kepentingan di daerah tersebut. Wali Kota/Bupati dapat menginstruksikan program peremajaan kawasan kumuh di kampung-kampung yang dirasa rawan terhadap perdagangan narkoba. Program ini dapat dilaksanakan dengan melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait misalnya Dinas Pekerjaan Umum setempat berperan dalam membangun jalan lingkungan dan sanitasi yang layak, Dinas Tenaga Kerja dapat berperan mengadakan pelatihan/training ketrampilan komputer, bahasa asing dan lainnya kepada para pengangguran di kawasan kumuh ini. Dinas Tenaga Kerja juga dapat langsung menyalurkan lulusan pelatihan ini kepada perusahaan-perusahaan yang ada di kota tersebut. Dinas lain yang dapat terlibat misalnya Dinas Kesehatan memberikan fasilitas periksa gratis, Dinas Pendidikan dapat berperan memberikan beasiswa kepada anak anak yang kurang mampu di kawasan kampung ini. Dari luar SKPD, Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi juga dapat masuk melalui sosialisasi bahaya narkoba. Dengan adanya kerjasama program lintas SKPD ini, MBR dapat terbantu dalam hal mencari pekerjaan, meringankan belanja rumah tangga masyarakat sehingga masyarakat tidak akan mencari pekerjaan haram misal menjadi kurir narkoba. Langkah ini juga dapat menimbulkan kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah dan dalam rangka memanusiawikan masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh.

8 3. Membentuk organisasi pengelola kawasan, langkah ini merupakan lanjutan dari langkah pertama dan kedua. Dari kerjasama lintas SKPD yang mempunyai tujuan meringankan beban belanja pendidikan, kesehatan masyarakat, secara tidak langsung, masyarakat akan dididik untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung (saving). Masyarakat akan bisa menabung dan sebagian kecil uang dari masyarakat dapat digunakan sebagai modal dalam membangun kawasan. Modal ini dapat diputar melalui koperasi yang pada nantinya koperasi ini akan berperan sebagai organisasi sebuah badan pengelola kawasan eks kawasan kumuh. Organisasi ini bertujuan menjaga agar kawasan ini tidak menjadi kumuh, menjaga keberlanjutan lingkungan di kawasan dan dapat menjadi alat kontrol sosial dari masyarakat terhadap ancaman narkoba dari luar. Langkah-langkah ini akan efektif dilakukan jika dilakukan secara bersama-sama. Dengan langkah peremajaan kawasan kumuh ini diharapkan tujuan mengentaskan kawasan kumuh sekaligus memberantas perdagangan narkoba dapat tercapai dengan baik. Langkah ini juga dapat mencapai pengertian kota yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan seperti utarakan oleh UN Habitat.. Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Strategi Pembangunan Perumahan dan Permukiman Untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh di Kota Medan.

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apakah strategi yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Medan. b. Kendala apa saja yang dihadapi dalam mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Medan. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Medan. b. Untuk mengetahui kendala kendala apa saja yang dihadapi oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan dalam mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Medan. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini, yaitu: a. Secara Subyektif, sebagai suatu sarana dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologi dalam menyusun karya ilmiah.

10 b. Secara Akademis, sebagai suatu kontribusi baik secara langsung atau tidak langsung bagi perpustakaan jurusan Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis yang tertarik dalam masalah penelitian ini. c. Secara Praktis, sebagai bahan masukan pemikiran bagi semua kalangan terkhusus pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan dalam memahami lebih lanjut pembangunan perumahan dan pemukiman. E. Kerangka Teori Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan bahan referensi dalam penelitian. 1. Strategi Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno, konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267). Strategi juga dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Strategi biasanya dikembangkan guna menghadapi isu strategi dengan cara membuat garis besar tanggapan organisasi terhadap pilihan kebijakan fundamental dan strategi pada

11 umumnya akan mengalami kegagalan apabila tidak mempersiapkan langkah spesifik untuk menginplementasikan strategi tersebut. Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan, 2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan, yaitu: a. Ruang lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa yang akan datang. b. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi atau instansi. c. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage), yaitu posisi unik yang dikembangkan institusi atau organisasi. d. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan seluruh komponen yang ada mampu begerak secara terpadu dan efektif. 2.Pembangunan Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh beberapa sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan negara - negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata Development yang berarti pembangunan atau perkembangan dan perubahan

12 sosial. Todaro dalam Arifin (2008:6) mendefinisikan pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut Todaro dalam Arifin (2008:7), makna sebenarnya pembangunan itu adalah pemerataan jadi hakikatnya dibutuhkan cara yang baik agar pembangunan yang begitu pesatnya merata yang berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat dengan menjunjung tinggi azas keadilan. a.alat Ukur Pembangunan Menurut Arif Budiman (dalam skripsi Alex Candro Sidabutar, 2008: 20) dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga, diuraikan indikator-indikator pembangunan. Indikator tersebut adalah: a. Kekayaan Rata-Rata. Kemajuan ekonomi masyarakat biasanya ditandai dengan pemerataan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut kemajuan ekonomi menjadi hal yang signifikan dalam pembangunan. b. Pemerataan. Bangsa atau Negara yang berhasil melakukan pembangunan adalah mereka yang disamping tingginya produktivitasnya, penduduknya juga makmur dan sejahtera secara relatif merata. c. Kualitas Kehidupan. Kualitas yang dimaksud adalah rata-rata harapan hidup, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta huruf. d. Kerusakan Lingkungan. Pembangunan tidak akan jauh pengaruhnya terhadap lingkungan sebagai objek yang sangat dekat dengan pembangunan.

13 e. Keadilan Sosial dan Kesinambungan. Adanya pembangunan yang berkelanjutan adalah bukti bahwa pembangunan tersebut akan berhasil. 3. Perumahan dan Permukiman Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai peran strategis dalam pembentukan dan kepribadian bangsa. Ada beberapa unsur pokok yang terkait erat dengan perumahan dan permukiman (Syahrin, 2003: 120), antara lain: a. Adanya tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia sebagai individu dalam lingkungan terkecil. b. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas yang memperhatikan adanya kaitan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. c. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu atau masyarakat menjalankan kehidupan dan penghidupannya. d. Adanya unsur perbatasan yang terkait dengan tingkah laku manusia sebagai individu dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan penghidupannya. a. Pengertian Perumahan Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukman (UUPP), perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

14 b. Pengertian Permukiman Dalam Undang Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (UUPP), permukiman mengandung pengertian sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya berasal dari satu kata, namun jika ditinjau dari struktur katanya, kata permukiman terdiri dari dua kata yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu: a. Isi yaitu mempunyai implementasi yang menunjukkan kepada manusia sebagai penghuni maupun masyarakat dilingkungan sekitarnya. b. Wadah yaitu menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen elemen buatan manusia. 4. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dalam Keputusan Presiden (KePres) No. 63 Tahun 2000 Tentang Badan Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional tertulis bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yang pelaksanaannya perlu memperhatikan aspekaspek prasarana dan sarana lingkungan, rencana tata ruang, pertanahan, industri bahan, jasa kontruksi dan rancang bangun, pembiayaan, sumber daya manusia, kemitraan antar pelaku, peraturan perundang-undangan, dan aspek penunjang lainnya.

15 a. Asas Pembangunan Perumahan dan Permukiman Syahrin dalam bukunya Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan menguraikan beberapa asas selain asas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perumahan dan Permukiman (Syahrin, 2003:106), yaitu: a. Asas Demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan permukiman harus memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya adanya pengakomodasian kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara pusat dan daerah, transparan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan partisipasi semua pihak yang terkait, tidak dikriminasi dalam perbuatan dan implementasi kebijakan, bertanggung jawab kepada publik, penyelesaian konflik penguasaan dan pemanfaatan secara bijaksana, dan menghargai hak-hak asasi manusia dalam pengelolaan sumber daya alam. b. Asas Transpansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan membuka ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan publik dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan perumahan permukiman, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. c. Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman dilakukan secara terintegrasi dengan saling memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat dibina hubungan yang saling mendukung dan kerja sama, yang menempatkan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan dan

16 berkelanjutan fungsi perumahan dan permukiman diatas kepentingan masing-masing sektor. d. Asas Efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dan permukiman di dasarkan pada pengelolaan secara bijaksana dengan memperhatikan sifat dapat diperbaharukan (renewable) dan tidak terbaharukan (unrenewable), dengan selalu memperhitungkan keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan generasi kini dan mendatang. e. Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab pengelolaan perumahan dan permukiman serta keterkaitannya dengan lingkungan hidup oleh pemerintah kepada daerah otonom, atau Mentei kepada tingkat birokrasi dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing daerah. f. Asas Partisipasi Publik, artinya pengelolaan perumahan dan permukiman dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka kesempatan kepada masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholders), untuk mengambil bagian aktif dalam pengelolaan perumahan dan permukiman serta pelestarian lingkungan, mulai dari kegiatan identifikasi dan inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi. g. Asas Pengawasan Publik, artinya mekanisme dan prosedur pengawasan masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam pengelolaan

17 perumahan dan permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan mengambil bagian aktif dalam melakukan pengawasan yang efektif. h. Asas Akuntabilitas Publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai halhal yang berkaitan dengan kebijakan public dan kepentingan masyarakat, sebagai bentuk pertanggung jawabannya kepada rakyat atas segala tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan secara trasparan. i. Asas Informasi dan Persetujuan, artinya memberikan informasi yang benar dan meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan permukiman serta pelstarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan dari pihak yang memberi persetujuan (free and prior informed consent). b. Aspek-Aspek yang Terkait dalam Perumahan dan Permukiman Ada 5 aspek yang terkait dalam perumahan dan permukiman (Aulia, 2008:20), yaitu: 1. Aspek Fisik a. Typologi Hunian a.1. Rumah Tunggal (Datached House) Tipe rumah ini berdiri sendiri dan terpisah dari rumah di sebelahnya dengan luas di atas 400 m².

18 a.2. Rumah Koppel (Semi Detached House) Rumah yang terdiri dari satu bangunan dengan dua unit rumah tinggal dimana atapnya menjadi satu. a.3. Rumah Deret (Row House) Sebuah hunian yang bangunan rumahnya menempel satu dengan yang lainnya, umumnya berderet maksimal 6 unit dengan luas di bawah 200 m². a.4. Rumah Tipe Maisonette Rumah tinggal yang terdiri dari 2 lantai, berupa 1 unit tersendiri, berderet dan dapat juga berada pada satu massa besar. Umumnya lantai 1 dimanfaatkan untuk ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan lain-lain. Sedangkan lantai 2 dimanfaatkan untuk ruang pribadi seperti ruang tidur. a.5. Apartemen Apartemen adalah sebuah bangunan bertingkat dan terdiri dari unit unit hunian. Ada beberapa jenis istilah untuk tipe bangunan rumah tinggal seperti ini, biasanya dibedakan atas kelompok penghuninya seperti rumah susun atau flat untuk kelompok penghuni masyarakat menengah ke bawah dan apartemen untuk masyarakat mengah ke atas. a.6. Ruko Termasuk pada rumah deret hanya dibedakan dari fungsi bangunan yaitu fungsi hunian dan fungsi niaga, umumnya berada pada pusat-pusat kegiatan.

19 b. Prasarana Melihat pertumbuhan kota masa kini, di samping masalah sosio ekonomi, terdapat juga masalah kesehatan lingkungan yang menyangkut perumahan dan permukiman, yaitu: b.1. Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih Masih belum tersedianya kualitas air bersih untuk semua penduduk, bahkan sebagian kecil penduduk masih mendapatkan air bersih dengan tingkat Water Of Questionable Safetly. b.2. Pembuangan sampah dan air limbah Pembuangan sampah di kota pada umumnya belum memadai karena kurangnya fasilitas angkutan, semakin terbatasnya tempat pembuangan sampah, dan kurangnya kesadaran masyarakat. Kualitas air limbah terutama yang berasal dari indutri masih banyak yang kualitasmya di atas ambang batas yang ditetapkan menurut peraturan yang ada, oleh karenanya tidak jarang timbul keluhan masyarakat karena pencemaran yang terjadi. b.3. Penyediaan sarana pembuangan kotoran Di daerah perkotaan, penduduk yang menggunakan jamban lebih tinggi, namun banyak kota, pembuangan kotoran dari jamban tersebut disalurkan ke septic tank atau sumur penampungan sebagian bahkan langsung ke sungai atau badan-badan air lainnya. b.4. Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum Masalahnya ini pada dasarnya berpangkal pada ketidak seimbangan antara jumlah penduduk yang semakin meningkat

20 dengan kemampuan pengelolaan kota, ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat senidiri akan hubungan antara kesehatan lingkungan dengan kesehatan dirinya sendiri. c. Struktur c.1. Segi Konstruksi Berbagai konstruksi bangunan rumah tinggal seperti sistim struktur rangka, dinding geser, dan lain-lain. c.2. Segi Perancangan Perancangan unit hunian mencakup arsitektur bangunan, perancangan tata ruang, dan tampil bangunan serta pemberian warna pada komponen bangunan. c.3. Segi Pelaksanaan Pada permukiman terencana, sistem pembangunan massal akan merendahkan biaya bangunan. d. Bahan Bangunan Pemilihan bahan bangunan juga akan mempengaruhi biaya pembangunan rumah tinggal, beberapa alternatif pemilihan bahan bangunan disesuaikan dengan potensi material yang ada di sekitar lahan bahan bangunan, hal ini bertujuan untuk menekan biaya pengangkutan bahan. Pemilihan bahan bangunan juga dapat mempengaruhi ruang yang akan direncanakan misalnya, bangunan yang banyak memanfaatkan material kayu akan terasa lebih hangat dan bersahabat bila dibandingkan dengan bangunan yang memanfaatkan sebagian besar bahan bangunannya dari beton atau baja.

21 Pada rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah pertimbangan bahan bangunan lebih ditekankan pada fungsi materialnya dan harga bahan bangunan. 2. Aspek Teknis Pedoman penyusunana rencana tata ruang kawasan perkotaan mencakup pedoman penyusunan: a. Rencana struktur tata ruang kawasan perkotaan metropolitan. b. Rencana umum tata ruang kawasan perkotaan. c. Rencana detail tata ruang kawasan perkotaan. d. Rencana teknik ruang kawasan perkotaan. 3. Aspek Ekonomi a. Harga rumah Ada 3 komponen utama yang mempengaruhi harga per unit bangunan rumah tinggal, yaitu: a.1. Harga lahan Aspek aspek yang mempengaruhi harga lahan, yaitu: 1. Lokasi 2. Nilai tanah 3. Status tanah 4. Pengembangan kawasan a.2. Bahan bangunan Komponen bahan bangunan merupakan pengaruh terbesar kedua dari harga rumah. Oleh karena itu diusahakan pemilihan

22 material bangunan dengan memanfaatkan bahan bangunan produksi dalam negeri agar harganya bisa lebih murah. a.3. Upah tenaga kerja Kontraktor bangunan biasanya membayar upah tenaga kerja menurut spesialisasi keahliannya. Misalnya tukang batu, tukang besi, tukang kayu akan lebih tinggi upahnya bila dibandingkan dengan tukang angkut biasa. b. Nilai rumah Aspek-aspek yang mempengaruhi nilai suatu bangunan, yaitu: b.1. Nilai dari kepemilikan unit bangunan. Nilai ini bertambah dari waktu ke waktu sehingga banyak orang melakukan investasi uangnya dengan membeli rumah. b.2. Harga sewa bangunan. Nilai bangunan akan terlihat dari harga sewanya, apabila itu rumah sewa maka akan terus bertambah dari waktu ke waktu. b.3. Kualitas rumah. Biasanya kondisi bangunan akan semakin menurun, sehingga perlu dilakukan renovasi untuk memperbaiki kualitas bangunan, tetapi ada juga bangunan rumah tinggal yang telah berusia puluhan tahun tetapi masih terasa nyaman untuk dihuni.

23 4. Aspek Sosial Budaya a. Budaya Kebudayaan adalah hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kebudayaan merupakan gabungan dari pandangan hidup dan lingkungan alam dan masyarakat. Ada 3 aspek budaya yang mempengaruhi pembangunan, yaitu: a.1. Agama a.2. Adat istiadat a.3. Aturan b. Sosial Kehidupan sosial merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan mendorong terwujudnya kelakuan-kelakuan yang dibedakan atas: b.1. Kelakuan manusia dengan Tuhan b.2. Kelakuan manusia dengan dirinya sendiri b.3.kelakuan manusia dengan manusia lain yang berada disekelilingnya b.4. kelakuan manusia dengan alam 5. Aspek Kebijakan Kebijakan penanganan permukiman kumuh dilakukan dengan 3 cara, misalnya perbaikan kampung, peremajaan kota, pemindahan penduduk (resettlement).

24 5. Permukiman Kumuh Menurut UU No. 1 tahun 2011 pasal 1 ayat 13 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengertian permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Lahirnya pemukiman kumuh (slum area) adalah akibat pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari penataan pemukiman. Sementara pada sisi lain, pembangunan perumahan oleh masyarakat dalam beberapa hal juga ternyata lebih cepat dari pada penataan dan pengawasan oleh pemerintah, sehingga munculnya perumahan dan pemukiman di atas tanah yang dikuasai oleh negara atau milik orang lain. Selain itu, lahirnya pemukiman kumuh (slum area) di daerah perkotaan tidak terlepas dari perkembangan dan pertambahan penduduk kota, yang antara lain akibat urbanisasi atau migrasi. Para migran yang datang ke kota dengan berbagai motif dan tujuan, mereka tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan yang memadai untuk bekerja di sektor-sektor formal. Mereka terpaksa harus mengadu nasib di sektor sektor informal dengan penghasilan rendah, tapi jumlah jam kerja relatif lebih tinggi. Sedangkan untuk tempat tinggal, mereka memilih daerah pemukiman kumuh karena harganya lebih murah. Dengan adanya kemampuan untuk menghidupkan diri dengan layak inilah diharapkan warga negara bisa menikmati taraf hidup yang layak. Ada beberapa indikator yang bisa muncul dalam hidup yang layak (Revrison Baswir dkk, 1999:193), yaitu:

25 a. Perumahan yang layak huni dari kuantitas (luas) maupun dari segi kualitas (jenis lantai dan bahan baku yang digunakan). b. Ketersediaan dan kemampuan mengonsumsi air yang layak. c. Ketersediaan udara yang sehat untuk dihirup. d. Ketersediaan dan kemampuan menggunakan penerangan rumah yang baik (listrik) serta kondisi dan perkembangan lingkungan hidup. a. Strategi Mengatasi Permukiman Kumuh Ada beberapa strategi untuk mengatasi permukiman kumuh ini (https://www.academia.edu/) : 1. Pembangunan Rumah Susun Pembangunan rumah susun ini diprioritaskan pada kawasan-kawasan kumuh yang tingkat kekumuhannya sudah sangat tinggi atau kondisi lingkungan permukiman yang sudah tidak layak huni, dimana infrastruktur yang tersedia sangat terbatas, kepadatan bangunan sangat tinggi, lahan terbatas, namun status lahan umumnya merupakan lahan hak milik, dan berada di kawasan pusat kota. Bangunan rumah susun ini dilengkapi oleh beberapa fasilitas lingkungan seperti balai pertemuan, TK, SD, lapangan parkir, listrik, air Bersih, taman lingkungan, TPS, pengolahan limbah. Pembangunan dan pengelolaan rumah susun ini dilakukan oleh Pihak Perumnas bekerjasama dengan Pemda.

26 2. Pembangunan Rumah Susun Sewa Pembangunan rumah susun sewa ini diprioritaskan pada kawasan kawasan kumuh yang berada pada lahan-lahan yang ilegal (bantaran sungai, taman kota, sempadan pantai) yang umumnya ditempati oleh sebagian besar merupakan pekerja informal dan buruh dengan tingkat pendapatan yang rendah. Selain diperuntukan bagi kaum yang berpenghasilan rendah, model rumah susun sewa ini dapat juga dilakukan untuk meremajakan kota pada kawasan kumuh. Bangunan rumah susun sewa ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana infrastruktur seperti air bersih, pengolahan sampah (TPS), pengolahan limbah, parkir, listrik, parkir. Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa ini dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah bekerjasama dengan instansi terkait lainnya. 3. Program Perbaikan Kampung atau Bedah Rumah Program perbaikan kampung merupakan program untuk memperbaiki komponen infrastruktur dalam kampung, sedangkan bedah rumah merupakan perbaikan beberapa rumah masyarakat yang tidak layak huni. Program ini dilaksanakan secara terpadu dengan sektor sektor terkait. Kawasan kumuh yang mendapatkan prioritas program ini yaitu kawasan kumuh dengan tingkat kekumuhan kurang kumuh sampai Kumuh, dimana infrastruktur terbatas atau kurang, sering terkena banjir atau genangan, merupakan kampung-kampung tua, dan pendapatan perkapita masyarakat rendah. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan, terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah melalui penataan lingkungan dan peningkatan serta penyediaan prasarana dasar,

27 sehingga akan meningkatkan jumlah keluarga yang bertempat tinggal pada rumah-rumah yang layak huni dan sehat. Teknis pelaksanaan program ini adalah: a. Perbaikan dan peningkatan sanitasi lingkungan. b. Rehabilitasi kualitas rumah menjadi rumah yang layak huni. 4. Pembongkaran atau Penggusuran Rumah-Rumah Liar Di Bantaran/Sempadan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengamankan bantaran/sempadan sebagai kawasan lindung (konservasi) dari bahaya banjir disamping menjaga keindahan kota. Kegiatan ini diprioritaskan pada perumahan perumahan kaum migran (squatter) yang menepati kawasan ini. Sebagai solusinya pemerintah harus menyediakan kawasan perumahan sederhana pada lokasi lokasi yang masih kosong (lahan tidak produktif). Kegiatan yang dapat dilakukan seperti penertiban bangunan bangunan liar di bantaran sungai dan sempadan pantai sesuai dengan rencana tata ruang yang ada dan menata dan mengembangkan daerah hijau disepanjang bantaran sungai dan pantai. Program ini dapat diterapkan pada kawasan kumuh yang menempati daerah daerah dimana status lahannya bukan merupakan hak milik masyarakat. 5. Resettlement (Pemindahan Penduduk). Resettlement adalah suatu program penataan kawasan permukiman kumuh melalui pemindahan penduduk yang biasanya memakan waktu dan biaya sosial cukup besar, termasuk kemungkinan timbulnya keresahan bahkan kerusuhan oleh masyarakat. Pemindahan penduduk dilakukan dikarenakan kawasan tersebut berada pada kawasan tidak layak sehingga perlu

28 direhabilitasi dan dapat memberikan nilai ekonomi, sosial, dan estetika serta fisik lingkungan bagi kehidupan kota. Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman(KSNPP), sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas kawasan permukiman kumuh di perkotaan dan daerah pesisir/nelayan, yang meliputi : a. Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh. b. Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman. c. Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di perkotaan. Untuk mendukung keberlanjutan permukiman, kualitas lingkungan secara keseluruhan dari segi fungsional, lingkungan, dan visual wujud lingkungan harus dapat terjaga sesuai dengan karakteristik dan dinamika sosial, ekonomi, dan lingkungan setempat serta dampak kesalingterkaitannya dengan kawasan disekitarnya pada skala yang lebih luas. Pada kawasan kawasan permukiman kumuh, upaya peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan hanya terbatas pada aspek fisik lingkungannya, seperti pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana dasar kawasan permukiman, tetapi harus secara komprehensif didasari konsep TRIDAYA, yaitu secara menyeluruh disamping kegiatan utamanya memperbaiki lingkungan, perumahan dan pendayagunaan prasarana serta sarana lingkungannya secara kontekstual, juga harus dapat secara seimbang menampung kebutuhan pengembangan sistem sosial masyarakat dan pemberdayaan ekonomi lokal masyarakatnya.

29 Upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang pernah dilaksanakan selama ini, seperti perbaikan kampung (KIP), pemugaran dan peremajaan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh dilaksanakan secara lebih komprehensif, sehingga untuk keberhasilannya sangat diperlukan aktualisasi konsep pembangunan partisipatif yang berbasis kepada keswadayaan masyarakat, termasuk didalamnya pertimbangan pengarusutamaan gender, dan melembaganya kemitraan positif dari berbagai pelaku pembangunan, tidak saja dari sisi pemerintah dan masyarakat, tetapi juga dari sisi dunia usaha. Pada kawasan permukiman padat penduduk di perkotaan dan permukiman kumuh di daerah pesisir/nelayan, upaya peningkatan kualitas permukiman juga sekaligus diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahannya, dapat dilakukan dengan mengembangkan sistem rumah sewa, yang karena keterbatasan lahan di perkotaan, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah, dapat berupa rumah susun sederhana (rusuna), atau rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Dalam hal dikaitkan dengan upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh, pembangunan rusuna/rusunawa tersebut harus tetap memberikan prioritas kepada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah yang tinggal di permukiman kumuh tersebut untuk dapat lebih mudah mengakses kebutuhan huniannya, dengan menciptakan berbagai kemudahan tertentu bagi mereka, dan tetap berpegang kepada prinsip pembangunan dengan tanpa menggusur.

30 2. Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, yang meliputi : a. Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba). b. Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri. Pengembangan Kasiba dan Lisiba di daerah, termasuk Lisiba berdiri sendiri, adalah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota, dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan Lisiba tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar secara terencana sebagai bagian dari kawasan khususnya di perkotaan, mulai dari kegiatan seperti penyediaan tanah siap bangun dan kaveling tanah matang, serta penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, termasuk utilitas umum, secara terpadu dan efisien, dan pelembagaan manajemen kawasan yang efektif. Untuk mewujudkan struktur pemanfaatan ruang Kasiba dan Lisiba, disamping melalui pentahapan program yang dikembangkan oleh badan pengelola dan sejalan dengan program pembangunan daerah, tetap diperlukan dukungan Pemerintah di dalam menyediakan prasarana dan sarana dasar kawasan yang bersifat strategis sebagai kegiatan stimulan dan pendampingan, yang untuk selanjutnya diharapkan dapat lebih diwujudkan berdasarkan prinsip kemitraan yang positif dari dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah. Prinsip-prinsip pembangunan kawasan permukiman yang berkelanjutan, baik secara internal di dalam kawasan maupun secara eksternal kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, diterapkan secara

31 efektif di dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba, termasuk Lisiba berdiri sendiri. Penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba dengan manajemen kawasan yang efektif diharapkan juga mampu berfungsi sebagai instrumen untuk mengendalikan tumbuhnya lingkungan perumahan dan permukiman yang tidak teratur dan cenderung kumuh. Keragaman fungsi secara relatif terbatas dari Kasiba dan Lisiba, disamping dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, juga diharapkan dapat menampung secara seimbang kebutuhan perumahan dan permukiman bagi semua lapisan masyarakat, termasuk lapisan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Sehingga dengan demikian mereka dapat terbantu untuk memperoleh kesempatan yang sama untuk menikmati hunian yang layak, prasarana dan sarana dasar permukiman yang memadai dengan harga yang relatif lebih terjangkau, termasuk melalui pengembangan sistem subsidi silang bila diperlukan. Dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba serta kaitannya dengan pengelolaan tata guna tanah, juga perlu dipertimbangkan pengembangan Bank Tanah untuk lebih mengendalikan harga tanah. 3. Penerapan tata lingkungan permukiman, yang meliputi : a. Pelembagaan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman di daerah (RP4D). b. Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan permukiman tradisional. c. Revitalisasi lingkungan permukiman strategis. d. Pengembangan penataan lingkungan permukiman dan pemantapan standar pelayanan minimal lingkungan permukiman.

32 Upaya pengembangan permukiman juga ditujukan secara seimbang bagi permukiman yang telah terbangun, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas permukimannya, melindungi nilai nilai spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah yang telah tercipta sepanjang umur kawasan, dan untuk meningkatkan kinerja kawasan sehingga dapat melampaui ukuran indeks minimal keberlanjutan kawasan. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) merupakan pedoman perencanaan, pemrograman, pembangunan dan pengendalian pembangunan jangka menengah dan atau jangka panjang yang harus diupayakan dapat melembaga di setiap daerah, melalui peraturan daerah, yang untuk realisasinya harus dipantau dan dikendalikan dari waktu ke waktu, serta dikelola dengan tata pemerintahan yang baik dan melibatkan secara sinergi kemitraan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. RP4D merupakan arahan utama sehingga pada setiap kurun waktu tertentu para pelaku pembangunan perumahan dan permukiman di daerah dapat mengukur dan mengevaluasi kinerja keberhasilan penataan lingkungan perumahan dan permukiman di daerah yang bersangkutan. Perumahan atau permukiman yang bernilai spesifik dan unik ditinjau dari aspek sosial budaya, teknologi, dan arsitektural, bernilai tradisional, dan bernilai sejarah, termasuk secara khusus pada bangunan gedung dan lingkungannya, berdasarkan peraturan perundang-undangan cagar budaya yang ada dapat dikategorikan sebagai benda atau situs yang harus dilindungi dan dipelihara. Perlindungan dan pemeliharaan yang dilakukan dapat mulai dari kegiatan pendataan, dan pemugaran, konservasi atau renovasi sampai dengan kegiatan

33 pemeliharaan dan pengelolaan guna pelestarian khususnya nilai-nilai berharga yang terkandung didalamnya. Pelestarian juga dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan jati diri masyarakat yang dinamis namun masih berbasis pada nilai nilai kontekstual setempat. Dalam hal tertentu, upaya revitalisasi kawasan perumahan dan permukiman yang dinilai strategis tetap dimaksudkan untuk merealisasikan pembangunan berkelanjutan, namun dengan memanfaatkan potensi spesifik dari asset permukiman yang bisa dikembangkan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sejalan dengan dinamika masyarakat yang berinteraksi melakukan kegiatan berusaha, bersosial budaya, dan bertempat tinggal, keberlanjutan suatu permukiman menjadi sangat dipengaruhi oleh tingkat pencapaian masyarakat secara keseluruhan dari segi sosial, ekonomi, dan tuntutan lingkungan yang dikehendaki, disamping akan juga dibatasi oleh daya tampung dan daya dukung lahan atau ruang yang tersedia. Karena itu, standar pelayanan minimal kawasan permukiman harus terus dimantapkan, sekaligus ditumbuhkembangkan aplikasi konsep penataan lingkungan permukiman yang responsif, yaitu yang layak huni, berjatidiri, dan produktif. Penataan lingkungan permukiman dapat dikembangkan mulai dari yang berskala tapak bangunan, suatu lingkungan, sampai dengan skala kawasan, dengan memperhatikan berbagai aspek seperti keragaman fungsi lingkungan/kawasan, aksesibilitas, ekologi lingkungan, dan kesalingterkaitan dengan fungsi ruang dan kawasan lainnya, termasuk pertimbangan keberlangsungan keanekaragaman hayati yang ada.

34 Dalam rangka pengembangan penataan lingkungan permukiman dan pemantapan standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman, juga harus pula dipertimbangkan pentingnya mencegah perubahan fungsi lahan, menghindari upaya pemaksaan/penggusuran di dalam pelaksanaan pembangunan, mengembangkan pola hunian berimbang, menganalisis dampak lingkungan melalui kegiatan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), serta Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) secara konsisten, dan menerapkan proses perencanaan dan perancangan kawasan permukiman yang partisipatif dan transparan, serta mengantisipasi potensi bencana alam yang mungkin terjadi. 6. Permukiman Kumuh di Kota Medan Salah satu pokok permasalahan yang sering dialami oleh kota kota besar di negara berkembang adalah permukiman kumuh (slum area). Pengertian permukiman kumuh (slum settlement) sering dicampur adukan dengan permukiman liar (squartter settlement). Pada dasarnya squartter adalah orang yang menghuni suatu lahan yang bukan miliknya atau bukan haknya, atau tanpa izin dari pemiliknya. Pengertian permukiman liar ini mengacu kepada legalitas, baik itu legalitas kepemilikan lahan/tanah, penghuni atau permukiman, serta pengadaan sarana dan prasarananya. Peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang permukiman kumuh yaitu UU No. 1 Tahun 2011 dan Keputusan Walikota Medan Nomor 640/039.K/I/2015. Menurut UU No. 1 Tahun 2011 pasal 1 ayat 13 permukiman kumuh adalah

35 Pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya permukiman kumuh di Kota Medan, antara lain: a. Faktor ekonomi, ketidakmampuan masyarakat memperbaiki rumah. b. Tingginya permintaan atau kebutuhan tempat tinggal sedangkan luas lahan terbatas. c. Kepadatan penduduk. Adapun ciri utama permukiman kumuh adalah : a. Kenyaman tempat tinggal sangat kurang, b. Nilai ekonomi tempat hunian rendah, c. Permukiman mengandung resiko tinggi dari sudut menjangkitnya penyakit menular dan kebakaran, d. Kemungkinan sebagai sumber timbulnya kerawanan sosial. Berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman suatu lingkungan yang tidak sesuai dengan tata ruang adalah : a. Kepadatan bangunan sangat tinggi b. Kualitas bangunan sangat rendah c. Prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat, rawan dapat menbahayakan kehidupan dan penhidupan masyarakat penghuni dengan tidak memiliki dan sangat kekurangan air bersih, system sanitasi dan drainase,

36 pengelolaan limbah dan sampah penerangan jalan, jalan setapak, sekolah (tempat pendidikan), klinik (balai kesehatan), tempat bermain olah raga dan tempat bertemu/sosialisasi. d. Ditetapkan oleh Pemda Kabupaten/Kota sebagai lingkungan permukiman kumuh. Sebagian besar penggunaan lahan di Kota Medan pada umumnya dimanfaatkan untuk pemukiman. Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun seperti perumahan dan permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan fasilitas umum lainnya hampir tersebar di seluruh wilayah Kota Medan. Berdasarkan RT/RW Kota Medan luas permukiman seluas 12.510 Ha, sawah seluas 5.433 Ha, dan rawa/hutan rawa (428 Ha). Berdasarkan Keputusan Walikota Medan Nomor 640/039.K/I/2015 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Lingkungan Kumuh di Kota Medan, daerah daerah yang di kategorikan permukiman kumuh di Kota Medan ada 18 kecamatan yang tersebar di beberapa kelurahan, yaitu:

37 Tabel 1.1 Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Lingkungan Kumuh di Kota Medan 2015 No. Kelurahan Kecamatan Tingkat Kekumuhan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tegal Sari I Tegal Sari III Sei Kera Hulu Sei Kera Hilir II Tegal Rejo Polonia Tanjung Sari Sunggal Mabar Kota Bangun Tegal Sari Mandala III Tegal Sari Mandala II Gedung Johor Titi Kuning Kedai Durian Suka Maju Pekan Labuhan Tangkahan Sei Mati Nelayan Indah Bamdan Aur Medan Area Medan Perjuangan Medan Polonia Medan Selayang Medan Sunggal Medan Deli Medan Denai Medan Johor Medan Labuhan Medan Maimun Sangat Buruk Buruk Sedang Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Sangat Buruk Sedang Sedang Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Buruk Buruk Sangat Buruk Sedang Sedang Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Luas Wilayah Kumuh (Ha) 1,16 2,08 0,4 1,06 1,9 1,87 0,61 2,77 1,2 3,5 5,83 11,1 1,84 6,91 0,75 2,93 6,46 5 5 11,65 7,28 3,49 Jumlah Kepala Keluarga 93 247 23 113 66 137 37 212 52 43 385 476 107 481 82 81 156 3.952 3.952 165 355 307

38 11 12 13 14 15 16 17 18 Terjun Labuhan Deli Gaharu Pulo Brayan Darat I Pulo Brayan Darat II Harjosari I Amplas Petisah Hulu Helvetia Dwikora Tanjung Gusta Petisah Tengah Bandar Selamat Bantan Belawan Pulau Skanang Bahagia Bagan Deli Bahari Belawan I Medan Marelan Medan Timur Medan Amplas Medan Baru Medan Helvetia Medan Petisah Medan Tembung Medan Belawan Sedang Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Buruk Buruk Sedang Buruk Buruk Sedang Buruk, Sedang Sangat Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk Buruk Sangat Buruk Buruk Sangat Buruk Sangat Buruk 2,45 19 3,8 0,6 1,18 1,032 0,17 1,14 1,57 1,2 0,71 1,45 0,61 2,3 37,96 11,18 7,43 8,9 7,82 5 59 470 285 59 96 127 53 65 115 115 750 377 50 258 1.584 836 379 462 1.011 1.011 Jumlah 200.292 19.684 Sumber: Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan