BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada

dokumen-dokumen yang mirip
Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

BAB IV ANALISIS HUKUM POSITIF TERHADAP PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ISTRI DALAM PERKARA NOMOR 0241/PDT.G/2016/PA.

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB IV ANALISIS YURIDIS PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK-HAK ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 5667/PDT.G/2013/PA. Kab Mlg TENTANG PENAMBAHAN NAFKAH ANAK SETIAP PERGANTIAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkawinan mempunyai nilai-nilai yang Sakral dalam agama, karena

BAB I PENDAHULUAN. keduanya mengembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan agar. senantiasa bertaqwa kepada-nya dengan mempergunakan nama-nya serta

BAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari hukum perdata. dikemukakan oleh Abdul Ghofur Anshori, yaitu hukum perkawinan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelesaian masalah di Pengadilan Agama ada syarat-syarat

BAB I PENDAHULUAN. Negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG DALAM MENETAPKAN GUGATAN REKONVENSI MENGENAI HARTA GONO GINI DAN HADHANAH

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

BAB IV ANALISIS DATA

Nomor : 121/Pdt.G/2011 /PTA.Bdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA.Btn BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. perceraian/pemutusan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Suatu individu ataupun masyarakat tidak akan tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan :

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

Prosedur berperkara pada Pengadilan Agama Sungai Penuh, adalah sebagai berikut:

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pesat, dimana Perbankan Syari ah mendapatkan respon yang positif oleh

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

1. Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon / suami atau kuasanya :

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI DALAM PUTUSAN NO. 718 K/AG/2012

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. sah, penyerahan diri istri kepada suami, dan memungkinkan untuk terjadinya

TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

P U T U S A N. Nomor: 1294/Pdt.G/2014/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

HAK ASUH ANAK DALAM PERCERAIAN

gugatan/permohonan bagi orang-orang beragama Islam. Dalam pengajuan perkara di Pengadilan Agama, penggugat/pemohon dapat mendaftarkannya ke

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

PUTUSAN Nomor 0040/Pdt.G/2014/PA.Pkc

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam realita

PUTUSAN. Nomor : 1519/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MELAWAN

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

P U T U S A N Nomor 116/Pdt.G/2010/PA Tse BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

PUTUSAN Nomor: 111/Pdt.G/2010/PA JP.

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 10 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Peradilan Negara Tertinggi. Pengadilan pada keempat lingkungan peradilan itu memiliki cakupan dan batasan kekuasaan masingmasing. Peradilan Agama adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orangorang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang perkawinan) dalam Pasal 38 menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan putusnya perkawinan, yaitu kematian, perceraian, dan putusan pengadilan. Kematian merupakan penyebab putusnya perkawinan yang bersifat kausalitas, sedangkan perceraian dan putusan pengadilan memiliki unsur kausalitas. Kedua hal terakhir ini bisa berupa talak (cerai talak) atau khuluk (cerai gugat), yang masing-masing memiliki sebab atau alasan terjadinya. Putusnya perkawinan lantaran cerai talak adalah kehendak cerai itu datang dari pihak suami 2 Cik Hasan Bisri. 2000. Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Bandung : Remaja Rosdakarya. Cet. Ke-II, hal.36. 1

(pihak suami yang mengajukan permohonan cerai), sedangkan bila gugatan cerai itu datangnya dari pihak istri, maka perceraian tersebut cerai gugat (khuluk). 3 Perkawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak perdataan biasa, akan tetapi mempunyai nilai ibadah. 4 Oleh karena itu, suami istri dalam suatu perkawinan mempunyai pertanggung jawaban secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa disamping mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik suami dan istri serta anak-anak yang lahir dalam perkawinan. Namun dalam pergaulan antara suami dengan istri tidak jarang terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus maupun sebab-sebab lain kadang-kadang menimbulkan suatu keadaan yang menyebabkan suatu perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, sedangkan upaya-upaya damai yang dilakukan oleh kedua belah pihak maupun keluarga tidak membawa hasil yang maksimal sehingga pada akhirnya jalan keluar harus ditempuh tidak lain adalah jalan perceraian. Dalam Keluarga yang orang tua bercerai pertumbuhan anak dalam standar yang ideal kemungkinan sulit terapai karena kebutuhan jasmani dan rohanisnya tidak dapat dipenuhi secara sempurna. Padahal dalam Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah ; a) Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi Keputusannya 3 Dedi Junaedi. 2002. Bimbingan Perkawinan : Membina Keluarga Sakinah menurut Al- Qur an dan As-Sunnah. Jakarta : Akademika Pressindo. Cet. Ke-II, hal 276. 4 Ahmad Rofiq. 1997. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo. hal. 69. 2

b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biasa pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilmana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Berdasarkan wawancara dengan beberapa istri yang telah diceraikan oleh suaminya mengaku mantan suaminya tidak pernah memberikan hak-hak yang dimiliki oleh anaknya. Bahkan mantan suami tidak pernah mengunjungi anakanak mereka ataupun komunikasi untuk sekedar menanyakan kabar mereka. 5 Kondisi yang demikian menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak tentu akan mengalami hambatan yang serius apabila kebutuhan materi/jasmani anak berupa biasa pemeliharaan, biaya pendidikan anak sampai dewasa tidak ada kejelasannya dan kebutuhan rohaninya seperti mendapatkan perhatian kasih sayang orang tua tidak dapat dipenuhi secara sempurna. Pada sidang Peradilan Agama telah banyak memutus perkara cerai talak maupun cerai gugat dan dari sekian putusan terdapat putusan yang dalam amar putusannya tidak memberikan hak-hak yang dimiliki oleh anak. Padahal dengan putusnya ikatan perkawinan, maka hak-hak antara suami dan istri masih ada, meski tidak sebesar dengan ketika masih dalam ikatan perkawinan, baik hak atas istri maupun hak atas harta dan anaknya. 6 Terkait hak anak akibat putusnya perceraian sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam pasal 41 ayat(2) Undang-Undang Perkawinan bahwa Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi 5 Dewi,Nur,Wahyu, 2015, wawanca, pukul 14.00 wib di Krapyak Semarang Barat. 6 Mochamad Sodik(edt). 2004. Telaah Ulang Wacana Seksualitas Yogyakarta. Yogyakarta : PSW IAIN Sunan Kalijaga, Depag RI dan McGill-IISEPCIDA. hal.219. 3

kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 7 Permohonan pemohon, memberi ijin kepada pemohon untuk mengikrarkan talak terhadap termohon, dan membebankan biaya perkara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta tuntutan pemberian hak kepada istri, tanpa disertai dengan pemberian hak kepada anak. Sehingga dengan demikian jika seseorang istri tidak mengajukan tuntutan akan hak-hak yang dimiliki anaknya akibat perceraian tersebut secara otomatis dengan berdasarkan asas Pasal 189 R.bg, (2) Ia (hakim) wajib memberi keputusan, tentang semua bagian gugatannya; (3) Ia dilarang memberi keputusan tentang halhal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon, maka berdasarkan pasal ini hak yang dimiliki anak tersebut akan hilang karena dalam hukum acara perdata hakim tidak dapat memberikan hak-hak yang dimiliki istri jika tidak ada tuntutan dari istri akan hak-haknya bila terjadi perceraian. Pasal tersebut diatas juga didukung oleh Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 (3) R.bg yang menyatakan bahwa putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan. Larangan inidisebut ultra petitum partium. 8 Hal ini karena dalam Hukum Acara Perdata,inisiatif untuk mengajukan untutan hak yang diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan, sedangkan hakim hanya bersifat menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. 9 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 8 M. Yahya Harahap. 2008 Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Cet. Ke-7, hal.801. 9 Nur Rasaid. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Kencana. cet. Ke-3, 2005, hal.58. 4

Namun Pasal 178 ayat (3) HIR ini tidak berlaku secara mutlak sebab hakim dalam menjalankan tugasnya harus bertindak secara aktif dan selalu harus berusaha agar memberikan putusan yang benar-benar menyelesaikan perkara. Didukung pula dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 8 Januari 1972 yang berpendapat bahwa mengabulkan hal yang lebih dari yang digugat masih diijinkan sepanjang masih sesuai dengan kejadian materiilnya. 10 Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan hukum pihak-pihak termohon dalam berperkara perceraian dan tidak mempedulikan hak-hak yang dimiliki anak karena putusnya perkawinan akibat perceraian. Mereka hanya menerima tuntutan sang suami atas talaknya atau dalam cerai gugat si istri ingin perkara cepat diputus tanpa memberikan hak-hak anaknya akibat perceraian orang tuanya. Padahal disebutkan dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 45 bahwa; (1) kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak anak mereka sebaik-baiknya, (2) kewajiban orang tua yang dimaksud ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Pada kasus perihal hak anak akibat perceraian ini hakim dapat berperan penting pada putusannya dan mengarahkan para pihak berperkara untuk memenuhi kewajibannya sebagai orang tua terhadap hak anak-anaknya. Sesuai pada UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dalam Pasal 23 ayat (1) bahwa Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, hal.181. 10 Sudikno Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. 5

atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. Terkait dengan pasal tersebut hakim peradilan agama termasuk orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. Menurut Fauzan dan Edy Noerfuady, sekalipun hak-hak istri akibat perceraian tersebut tidak ditntut oleh termohon (istri), hakim secara ex officio (karena jabatannya) dapat menghukum suami sebagai pemohon agar membayar nafkah atau mut ah kepada termohon. 11 Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, tentu hal ini berlaku sama terhadap hak-hak anak akibat perceraian, karena anak adalah asset penerus bangsa yang hak-haknya harus dilindungi. Dalam hal ini, sekalipun tidak ada gugat rekonvensi, hakim diperbolehkan membebankan suatu kewajiban tertentu kepada suami, Dengan demikian hakim dibenarkan mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut oleh istri dalam petitum permohonan perceraian. Jabatan Hakim merupakan jabatan fungsional karena hakim memiliki kedudukan, tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak tertentu. Salah satu hak yang dimiliki hakim adalah hak ex officio yang berarti karena jabatan 12. Hak ex officio adalah, hak yang dimiliki oleh hakim karena jabatannya untuk memutus atau memberikan sesuatu yang tidak ada dalam tuntutan, hak ini sepenuhnya merupakan wewenang seorang hakim dalam memutuskan perkara, maka seharusnya dengan adanya hak ex officio tersebut hakim dapat menggunakannya secara maksimal untuk melindungi hak hak yang dimiliki oleh anak akibat perceraian orang tuanya dan untuk merealisasikan UU No.23 tentang 11 M. Fauzan, Edy Noerfuady. 1997. Problematika Penerapan Hak Ex Officio Hakim dalam Penyelesaian Perkara Perceraian dalam mimbar hukum, volume VIII, nomor 30. hal. 72 12 J.T.C. Simorangkir. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. hal 46. 6

Perlindungan Anak yang dapat disimpulkan bahwa sahnya baik sebelum maupun sesudah perceraian tidak ada bedanya. Orang Tua yang sudah bercerai tetap wajib menjamin pemeliharaan anak dan biaya pemeliharaan anak, sedangkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak, akan tetapi realita yang ada umumnya adalah hakim tidak menghukum pemohon untuk memberikan hak nafkah terhadap anak dan hanya mengabulkan petitum pemohon semata dengan alasan termohon tidak mengajukan gugatan balik (rekonvensi), hal tersebut didasarkan pada Pasal 178 ayat (3) HIR/189 ayat (3) RBg bahwa hakim dilarang memberi putusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon karena hal itu merupakan ultra petitum partium yang melarang hakim mengabulkan lebih dari apa yang dituntut. Dengan masih banyaknya putusan perceraian yang tidak memberikan hak yang dimiliki oleh anak serta penggunaan dan penerapan hak ex officio oleh hakim di Peradilan Agama yang kurang maksimal bahkan belum ada yang melaksanakannya, maka layak untuk dikaji tentang bagaimana penerapan hak ex officio hakim terhadap hak anak akibat perceraian dengan melihat undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan alasan-alasan hakim tentang penerapan hak ex officio hakim terhadap hak anak akibat perceraian dengan melihat undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan beberapa masalah yang berhasil teridentifikasi, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 7

1. Bagaimana Hak Ex officio Hakim Terhadap Hak Anak Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang 2. Bagaimana Implementasi Hak Ex officio Hakim Terhadap Hak Anak Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui dan Memahami Hak Ex Officio Hakim Terhadap Hak Anak Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang. 2. Untuk Mengetahui dan Memahami Implementasi Hak Ex Officio Hakim Terhadap Hak Anak Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang. D. Manfaat Penulisan 1. Secara teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum terutama yang berkaitan dengan kekuasaan hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan sebagai perlindungan anak akibat perceraian. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian sejenis pada masa mendatang. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam bidang ilmu hukum, terutama yang berkaitan dengan hak anak akibat perceraian b. Bagi Pengadilan Agama Semarang Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana untuk dipertimbangkan bagi para hakim dalam melindungi hak-hak anak (bukan hanya nafkah) akibat perceraian. 8

E. Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Metode Pendekatan Yuridis Sosiologis yang mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji adalah perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dari perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif. 1. Metode Pendekatan A.Yuridis, yaitu cara pendekatan masalah yang diteliti dengan berdasarkan aturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan aturan-aturan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang penyusun angkat, yang berlaku sebagai hukum positif Indonesia. B.Sosiologis, yaitu cara pendekatan mengacu pada aplikasi dan fenomena berkembang di lingkup masyarakat. 2. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan guna mendapatkan data yang diperlukan. 13 Dalam operasionalnya sumber data utama diambil dari Pengadilan Agama Semarang, sebagai lokasi penelitian. 3. Sumber Data yang saya gunakan adalah Library Research ( Penelitian Perpustakaan yang merupakan data sekunder dimana dalam penelitian ini dibagi menjadi dua : 199, hal.21. 13 Azwar Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. cet. Ke-2, 9

a) Bahan Hukum Primer, yaitu sumber utama yang menjadi bahan penelitian yang diperoleh langsung dari sumber di lapangan, antara lain adalah: 1) Hasil wawancara para hakim di Pengadilan Agama Semarang 2) Laporan perkara yang diputus di Pengadilan Agama Semarang 3) Buku-buku, referensi, literatur, jurnal, makalah dan sebagainya. b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer, dan dapat membantu peneliti menganalisis dan memahami bahan primer. Bahan sekunder ini diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan. 14 Bahan kepustakaan tidak hanya berupa teori-teori yang telah matang siap untuk dipakasi tetapi dapat pula berupa penelitian yang masih memerlukan pengujian kebenarannya yang memiliki keterkaitan dengan judul yang penulis angkat dan literatur-literatur lain yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data antara lain sebagai berikut: a) Wawancara (Interview) Proses wawancara dilaksanakan secara berkala dengan orang-orang yang berkompeten dengan skripsi yang penulis bahas. Dalam penelitian ini, subjek wawancara adalah para Hakim PA Semarang. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin yaitu wawancara atau interview yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. 15 14 P. Joko Subagyo. 1991. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rinneka Cipta. hal.88. 15 Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. hal.145. 10

b) Dokumentasi Metode ini merupakan metode pencarian dan pengumpulan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, bukubuku, majalah, notulen dan sebagainya yang ada hubungannya dengan topik pembahasan yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi dilakukan terhadap berbagai sumber data baik yang berasal dari Pengadilan Agama Semarang berupa arsip putusan maupun melalui penelusuran bahan pustaka, dengan mempelajari dan mengutip data dari sumber yang sudah ada, berupa literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini termasuk peraturan perundang-undangan yang ada maupun peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan topik penelitian. 4. Analisis Data Setelah data primer dan sekunder terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data dan mengambil data yang terkumpul. Dalam menganalisis data digunakan metode deskriptif normatif yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam menggambarkan keadaan atau sifat yang dijadikan obyek dalam penelitian dengan dikaitkan norma, kaedah hukum yang berlaku atau sisi normatifnya untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum. 16 16 Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang : Bayumedia Publishing. hal.302. 11

F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, dalam bab ini menjelaskan Pengertian Perceraian, Hukum-hukum Perceraian, Jenis-jenis Perceraian, Akibat Hukum Perceraian, Pengertian Anak, Status Anak, Hak Anak Dalam Perceraian, Pengertian Pengadilan Agama, Kompetensi Pengadilan Agama, Kewenangan Pengadilan Agama, Pengertian Hakim, Kewenangan Hakim, Putusan Hakim dan Hak Ex Officio Hakim. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, dalam bab ini membahas tentang hak ex officio Hakim terhadap Hak anak dalam Perceraian di Pengadilan Agama Semarang dan Implementasi Hak Ex Officio Hakim Terhadap Anak dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang. BAB IV PENUTUP, dalam bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran. 12