PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN PETERNAK SAPI PERAH: KASUS PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR DAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

I PENDAHULUAN. dwiguna yang dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging dan susu.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Dan dari sekian banyak para pengusaha budidaya sapi di indonesia, hanya sedikit. penulis ingin mengangkat tema tentang sapi perah.

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Meningkatnya

Majalah INFO ISSN : Edisi XV, Nomor 3, Oktober 2013

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rizky Aprillian Utami, 2013

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang dimiliki oleh pejabat-pejabat publik dalam tugasnya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh,

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam/bertani, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebelum tahun an, mata pencaharian pokok penduduk Kecamatan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dimilikinya. Dengan bekerja, individu dapat melayani kebutuhan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendukung berkembangnya sektor pertanian dan peternakan.

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T

SAMBUTAN REKTOR. Malang, Maret 2015 a.n. Rektor Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, TTD. Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berbagai permasalahan persusuan pun semakin bertambah, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Dengan adanya teknologi-teknologi yang canggih dapat

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya manusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya asupan makanan yang bergizi. Salah satu sumber protein hewani asal ternak adalah susu. Susu merupakan makanan yang bergizi yang dibutuhkan manusia sejak dini. Pada tahun 2007 konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah 2.455 ribu ton (Setiawati:2008:3). Dibandingkan dengan jumlah penduduk sebanyak 230 juta orang maka diperkirakan rata-rata konsumsi susu penduduk Indonesia adalah 10,38 liter/tahun atau 0,03 liter/hari. Konsumsi susu penduduk Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain seperti Belanda yang mencapai 122,9 liter/tahun atau Malaysia yang mencapai 27 liter/tahun (Damardjati, 2008: 3). Meskipun konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah, pemerintah Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan susu penduduk Indonesia. Pemerintah melakukan kebijakan dengan mengimpor susu dari New Zealand dan Australia untuk mencukupi kebutuhan susu penduduk Indonesia. Pertambahan penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 1,49 persen/tahun sehingga pada tahun 2010 penduduk Indonesia mencapai 240 juta orang. Adanya peningkatan populasi penduduk Indonesia, perkembangan ekonomi nasional, serta kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi, di samping adanya perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan konsumsi susu pada tahun 2010 diperkirakan meningkat menjadi dua kali lipat dari konsumsi sekarang, sehingga kebutuhan susu pada tahun 2010 mencapai 5,1 juta ton/tahun. Untuk mencukupi kebutuhan susu masyarakat Indonesia pada tahun 2010 dibutuhkan sapi perah yang memiliki produktivitas tinggi. Rata-rata produksi susu sapi perah saat ini adalah 10,5 liter/ hari (Damardjati, 2008:2) dengan populasi sapi perah pada tahun 2007 sebanyak 377.772 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007:74). Apabila produksi susu sapi perah dapat ditingkatkan menjadi 12 liter/

2 hari dan dengan asumsi pertumbuhan populasi sapi perah sebesar 2,4 persen/tahun maka populasi sapi perah pada tahun 2010 diperkirakan 400.438 ekor, dan diperkirakan produksi susu pada tahun 2010 adalah 1,4 juta ton/tahun. Produksi tersebut mencukupi kebutuhan sebesar 28 persen dari kebutuhan susu pada tahun 2010. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi susu pada tahun 2010 masih diperlukan sapi perah sebanyak 1.085.094 ekor atau hampir tiga kali lipat dari populasi sekarang. Diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi kekurangan populasi terak sapi perah dan pasokan susu. Selama ini, pemerintah Indonesia mengatasi kekurangan pasokan susu dalam negeri dengan melakukan inpor susu dari Australia dan New Zealand. Pada tahun 2005-2007 berturut-turut pemerintah mengimpor susu sebanyak 172.084,4 ton; 187.685,3 ton; dan 164.265,3 ton (Januari-September). Impor ini belum termasuk makanan hasil olahan susu seperti mentega, keju dan yoghurt. Menurut data Biro Pusat Statistik jumlah yang harus dibayarkan untuk impor susu dan makanan olahan sebesar 560,8 juta US$ (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007: 27). Impor susu mengakibatkan devisa Indonesia terkuras keluar negeri. Kekurangan pasokan susu merupakan suatu peluang yang perlu disikapi dengan upaya mengembangkan industri persusuan di dalam negeri. Untuk meningkatkan produktivitas sapi perah dapat dilakukan melalui perbaikan mutu pakan, manajemen usaha ternak, kesehatan ternak, perbaikan mutu genetik sapi, dan perbaikan mutu sumberdaya peternak. Upaya perbaikan manajemen budidaya maupun genetik tidak akan berhasil bila peternakan sapi perah masih dikelola oleh peternak yang tidak memiliki kompetensi kewirausahaan. Orientasi pemeliharaan sapi perah selama ini adalah untuk menghasilkan susu. Sapi perah selain menghasilkan susu ( emas putih ) juga menghasilkan kotoran ( emas hitam ), dan pedet ( emas merah ) yang semua itu dapat memberi manfaat bagi peternak. Mengoptimalkan sapi perah sebagai sumberdaya yang mampu menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan pendapatan maksimal bagi peternak dan keluarganya memerlukan peternak-peternak yang memiliki kompetensi kewirausahaan yaitu peternak yang selain menguasai

3 pengetahuan dan wawasan tentang budidaya ternak, juga memiliki pengetahuan manajemen, dan perilaku yang positif. Kompetensi kewirausahaan peternak menjadikannya sebagai orang yang kreatif dan inovatif sehingga mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Sikap nrimo, cepat puas, tidak disiplin, meremehkan mutu, dan pandangan hidup bahwa usaha sapi perah merupakan mata pencaharian sambilan, merupakan sikap yang banyak dijumpai pada peternak sapi perah. Sikap ini sangat bertentangan dengan sikap wirausaha yang senantiasa memiliki etos kerja tinggi, disiplin, telaten, ulet, tangguh, mandiri, tidak mudah menyerah dan selalu melihat peluang usaha sebagai sebuah tantangan. Mengubah sikap yang telah terbentuk selama bertahun-tahun sangatlah sulit. Oleh karena itu, untuk membentuk peternak yang memiliki sikap sebagai wirausahawan memerlukan dukungan lingkungan usaha yang kondusif. Menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan pada peternak sapi perah dapat dilakukan dengan memberikan dukungan berupa ketersediaan sarana, prasarana dan informasi yang tepat, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan peternak. Selain itu, lembaga peternak yang solid dan padu, nilai-nilai masyarakat sekitar usaha peternakan yang menghargai prestasi kinerja peternak, lembaga penyuluhan yang mampu bertindak sebagai teman, guru, motivator, dan negosiator sehingga mampu menumbuhkan kemandirian dalam berusaha ternak serta kebijakan pemerintah yang mendukung berkembangnya usaha peternakan sapi perah merupakan lingkungan usaha yang sangat dibutuhkan oleh peternak sapi perah. Upaya lain yang harus segera dilakukan adalah mereorientasikan tujuan pemeliharaan sapi perah. Selama ini tujuan pemeliharaan sapi perah sebagai matapencaharian belum berorientasi untuk mencari keuntungan. Oleh karena itu, perlu diubah pola pemeliharaan dari usaha tradisional yang mengandalkan pengetahuan dari orang tuanya menjadi industri peternakan berbasis teknologi. Berkembangnya jiwa wirausaha peternak diharapkan mampu memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki maupun yang ada disekitarnya untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai ekonomis. Sapi perah tidak lagi dibudidayakan untuk menghasilkan susu tetapi dimanfaatkan juga untuk menghasilkan kotoran

4 yang dapat dibuat bio gas atau bio arang untuk mencukupi kebutuhan energi, dibuat kompos untuk memupuk tanaman pertanian, atau untuk beternak cacing yang mampu memberi tambahan pendapatan keluarga, serta menghasilkan pedet setiap tahun sehingga populasi ternak sapi perah semakin berkembang. Lembaga penyuluhan merupakan lembaga yang diharapkan mampu mengubah pandangan peternak tentang usaha peternakan sapi perah untuk dijadikan sebagai usaha yang menguntungkan. Lembaga penyuluhan perlu memiliki strategi pendekatan yang tepat, karena strategi yang tepat menyebabkan terjadinya partisipasi aktif dari kelayannya (sasaran penyuluhan). Penyuluhan bukan lagi menjadi kegiatan yang membosankan tetapi sebagai ajang mengembangkan kompetensi diri. Penyuluh tidak lagi memberikan materi-materi tentang budidaya sapi perah tetapi bertindak sebagai organisator, negosiator, mediator, dan motivator bagi peternak. Keberhasilan peternak sapi perah rakyat dalam mengusahakan peternakan sapi perah dapat menghemat devisa negara, karena kebutuhan susu nasional tercukupi dari produksi lokal. Selain itu, berkembangnya peternakan sapi perah di Indonesia mampu memberikan sumbangan energi dan populasi sapi yang semakin banyak, serta pendapatan dan kesejahteraan peternak semakin meningkat. Meningkatnya pendapatan peternak sapi perah menyebabkan masyarakat memberikan penghargaan yang tinggi kepada usaha peternakan yang selama ini dianggap sebagai usaha yang kurang terhormat karena bersinggungan dengan ternak. Mengingat kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah merupakan suatu hal yang perlu segera ditumbuhkembangkan dalam diri peternak sapi perah maka perlu dilakukan penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah. Hasil kajian ini selanjutnya digunakan untuk merumuskan strategi penyuluhan peternakan untuk membentuk peternak yang mandiri.

5 Masalah Penelitian Dilihat dari segi bisnis kurangnya pasokan susu pada masyarakat Indonesia merupakan peluang dan tantangan bagi usaha peternakan sapi perah rakyat untuk berkembang meningkatkan produktivitasnya. Peluang dan tantangan usaha peternakan sapi perah rakyat ini berhasil apabila usaha peternakan sapi perah ini dikelola secara profesional dengan wadah industri peternakan. Usaha peternakan tidak lagi diusahakan secara sambilan tetapi ditangani secara sungguh-sungguh oleh peternak yang kompeten. Peluang yang ada pada saat ini memerlukan generasi baru peternak-peternak mandiri, memiliki mental yang ulet, tangguh, mampu bermitra dan selalu mampu membaca peluang untuk mengembangkan usahanya. Sifat-sifat ini terdapat pada seorang yang memiliki kompetensi kewirausahaan. Peternak yang memiliki kompetensi kewirausahaan senantiasa mencari peluang usaha dan memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Sapi perah dibudidayakan selain untuk menghasilkan susu, juga dimanfaatkan untuk menghasilkan pedet dan kotoran. Selama ini peternak membudidayakan peternakan sapi perah berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari orang tuanya dan apa yang dilihat dari sesama peternak, sehingga dari aspek teknis telah menguasai. Usaha sapi perah merupakan bisnis yang selain perlu menguasai aspek teknis, juga memerlukan penanganan manajemen yang serius dari pengelolanya. Aspek manajemen bagi peternak sapi perah kurang mendapatkan perhatian karena usaha sapi perah yang bersifat subsisten. Bagi wirausahawan, selain menguasai aspek teknis juga sangat perlu menguasai teknik manajemen yang baik. Oleh karena itu, diperlukan upaya menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. Mengembangkan perilaku peternak agar mau dan mampu mengoptimalkan kompetensi kewirausahaan selain memerlukan faktor-faktor yang ada dalam diri peternak seperti pendidikan, motivasi untuk mengembangkan usaha, dan kemampuan mengakses informasi, juga memerlukan dukungan lingkungan usaha yang kondusif. Dukungan dari luar berupa ketersediaan sarana, prasarana dan informasi yang baik dan tepat, kelembagaan peternak yang dinamis, kelembagaan sosial

6 yang menjunjung tinggi disiplin, kerja keras, dan kualitas pekerjaaan, maupun strategi penyuluhan yang berpihak pada peternak serta kebijakan pemerintah yang menumbuhkan keberdayaan peternak mampu menumbuhkan kreativitas dan keinovatifan peternak. Secara spesifik penelitian ini ingin menjawab faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku peternak berkaitan dengan perilaku kewirausahaan peternak sapi perah seperti : (1) Bagaimana tingkat kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah dalam menjalankan usaha peternakannya? (2) Bagaimana tingkat dukungan lingkungan usaha seperti sarana, prasarana, informasi; kelembagaan sosial; kelembagaan peternak; kelembagaan penyuluhan; dan kebijakan pemerintah terhadap tumbuhkembangnya kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah? (3) Faktor-faktor apakah yang berperan dalam meningkatkan kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah? (4) Bagaimana strategi penyuluhan yang tepat dan efektif dalam menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan peternak dalam upaya meningkatkan produktivitas peternak sapi perah yang berbasis penyuluhan pembangunan? Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) Mendeskripsikan kompetensi kewirausahaan dan tingkat produktivitas peternak sapi perah dalam menjalankan usahanya. (2) Menganalisis karakteristik dan lingkungan usaha yang berpengaruh terhadap kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah. (3) Merumuskan pengembangan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. (4) Merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi kesenjangan kompetensi kewirausahaan peternak sebagai upaya peningkatan produktivitas peternak sapi perah berbasis penyuluhan pembangunan.

7 Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan, yaitu: (1) Dalam tataran teoritis (a) Memperkaya khasanah keilmuan tentang kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah. (b) Memberi informasi yang dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya tentang pengembangan sumberdaya manusia peternak sapi perah yang mandiri, maju dan memiliki produktivitas tinggi berbasis kompetensi kewirausahaan dan mampu bersaing di era globalisasi. (2) Dalam tataran praktis (a) Bagi peternak sapi perah Dalam upaya penyadaran kepada peternak sapi perah tentang perlunya memiliki kemampuan cerdas (kompetensi) untuk menjalankan bisnis dan selanjutnya memotivasi peternak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumberdaya yang dimiliki dengan mengeksplorasi kompetensi yang dipunyai sehingga mampu menampilkan produktivitas peternak yang berkualitas. (b) Bagi pemerintah Sebagai rekomendasi bagi instansi terkait dengan usaha sapi perah (Pemerintah Daerah dan Dinas Peternakan) di Jawa Timur dan Jawa Barat dalam menginventarisir sarana, prasarana, informasi yang dibutuhkan peternak sapi perah berkaitan dengan pengembangan usaha serta sebagai panduan dalam menetapkan kebijakan, strategi dan program untuk menumbuhkan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. (c) Bagi pengantar perubahan atau pembaharuan, khususnya lembaga penyuluhan peternakan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan inovasi dalam proses pendidikan yang bertujuan untuk membelajarkan kompetensi diri pada masing-masing individu dan memotivasi peternak sapi perah untuk memiliki jiwa kewirausa-

8 haan sehingga mampu mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dan yang ada di sekitarnya. Definisi Istilah Definisi istilah merupakan terjemahan dari konsep-konsep yang telah dirujuk oleh peneliti sehingga konsep-konsep tersebut dapat diukur secara tepat. Untuk keperluan penelitian ini, digunakan beberapa istilah yang perlu diketahui maknanya. Dengan adanya definisi istilah yang jelas, diharapkan dapat memperoleh data dan informasi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini: (1) Peternak sapi perah menunjuk pada individu peternak pemilik peternakan rakyat yang melakukan usaha peternakan sapi perah. (2) Peternakan rakyat adalah usaha peternakan sapi perah milik perorangan yang tidak memerlukan ijin usaha dari instansi dan pejabat berwenang untuk pendiriannya.. (3) Kompetensi adalah pengetahuan, sikap, dan kemampuan melakukan tindakan cerdas menjalankan suatu tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan merupakan karakter individu yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia. (4) Wirausaha adalah orang yang memiliki kemampuan untuk merencanakan usaha, mengaplikasikan apa yang direncanakan, kreatif dan inovatif serta senantiasa berpikir untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal untuk mencapai tingkat komersial yang tinggi. (5) Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya atau memberi nilai tambah pada produk dengan konsekuensi memikul risiko finansial, psikologi, dan sosial serta menerima balas jasa finansial dan kepuasan pribadi. Selain itu kewirausahaan dimaknai sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan

9 nilai tambah maksimal terhadap produk yang dihasilkan dengan tetap mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. (6) Kompetensi kewirausahaan adalah pengetahuan, sikap, dan kecakapan cerdas atau keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya untuk menghasilkan produk yang mampu menghasilkan keuntungan finansial dan kepuasan bagi pengguna produk maupun yang menghasilkannya tanpa melupakan norma-norma di lingkungannya. (7) Peternak yang memiliki kompetensi kewirausahaan adalah peternak yang memiliki pengetahuan, sikap, dan kecakapan atau keterampilan yang memadai untuk melakukan budidaya ternak dan manajemen usaha untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas sehingga mampu mengahasilkan keuntungan finansial dan kepuasan bagi konsumen maupun peternak itu sendiri tanpa melupakan norma-norma yang ada dalam lingkungannya. (8) Produktivitas adalah hasil kerja yang dihasilkan karena menggunaan faktorfaktor produksi yang efisien dan proses produksi yang efektif. (9) Produktivitas peternak merupakan hasil kerja yang dihasilkan peternak dalam mengusahakan peternakannya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas sehingga mampu diterima konsumen dan mampu memberikan input yang maksimal kepada peternak. (10) Lingkungan usaha adalah sarana, prasarana dan kelembagaan yang ada di lingkungan peternak yang mendukung usaha peternakan sapi perah. (11) Sarana dan prasarana usaha adalah unsur-unsur yang diperlukan untuk kelancaran usaha beternak sapi perah. (12) Informasi adalah pesan-pesan yang berkaitan dengan budidaya dan pengembangan usaha sapi perah yang tersedia dan dapat diakses oleh peternak. (13) Kelembagaan peternak adalah lembaga tempat berkumpulnya peternak untuk menyampaikan aspirasinya dan memudahkan koordinasi dalam membentuk harapan masing-masing yang mungkin dapat dicapai dengan saling bekerjasama. Dalam penelitian ini kelembagaan peternak terdiri dari kelompok dan koperasi peternak sapi perah.

10 (14) Kelembagaan sosial adalah lembaga yang ada di sekitar tempat tinggal maupun lingkungan usaha peternak dimana peternak melakukan interaksi setiap harinya. (15) Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan. (16) Kebijakan Pemerintah adalah peraturan perundangan atau keputusan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi perah. (17) Karakteristik petani adalah sifat-sifat atau ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya