Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013) hlm. 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%. Hal tersebut disebabkan. untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan kegiatan keagamaan

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kelas Menengah di Yogyakarta, Kontekstualita, (Vol. 30, No. 2, 2015), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR PROGRAM PAKET C

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran, keikhlasan, kejujuran,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PENDAHULUAN. begitu pun keterkaitannya dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA Ancok, Djamaludin Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai problematika remaja yang terjadi saat ini

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning) dan. konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Qur an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis, ( Semarang: RaSAIL, 2005), hlm

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Putra, 2012), hlm Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya

2015 PEMBELAJARAN PAI PADA PROGRAM AKSELERASI DI SD AR-RAFI BALEENDAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari pendidikan nasional tersirat dalam undang-undang sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN. jawab terhadap dirinya, bangsa dan agama. 1. mandiri dalam menjalani kehidupan yang dialaminya.

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman pada Al Quran surat Az-Zuhruf ayat 43 :

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan serius, maraknya kasus-kasus yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zuhairi, dkk, Metodologi Pendidikan Agama (solo: Ramadhani, 1993), hal. 9.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMA, MA, SMALB, SMK DAN MAK

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman yang mereka miliki dan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. ( Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 6. Islami, (Jogjakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 83

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan alat bantu mengajar. pembelajaran.

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

2. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. dan didukung oleh lingkungan masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. prestasi akademik yang dicapai seseorang, akan tetapi harus di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

BAB I PENDAHULUAN. agama. 1 Di sekolah umum (SD, SMP, SMA) pengajaran agama dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan untuk membantu dan mengantarkan peserta didik menuju cita-cita yang. prestasi siswa didik sesuai dengan yang diharapkan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrumen penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai instrumen transfer nilai. Fungsi pertama menyiratkan bahwa pendidikan memiliki peran artikulasi dalam membekali seseorang atau sekelompok orang dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, yang berfungsi sebagai alat untuk menjalani hidup yang penuh dinamika, kompetensi, dan perubahan. Fungsi kedua menyiratkan peran dan fungsi pendidikan sebagai instrumen transformasi nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berkaitan hal diatas, maka perilaku generasi masa depan sangat berpengaruh dengan pendidikan yang diterima disekolah mereka. Dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003; dinyatakan bahwa: Pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 1 Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, pencerahan, bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Hal demikian membawa pengertian bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, akan memerlukan adanya pendidikan. Dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas akan ditentukan oleh aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia. Pendidikan agama yang diberikan di sekolah dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang 1 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 214-215 1

Maha Esa dan berakhlak mulia. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah Swt dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. 2 Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengajarkan agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-qur an dan al-hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman. 3 Pendidikan agama Islam yang merupakan salah satu faktor penting yang menanamkan pengertian, pengetahuan, dan kesadaran tentang agama. Sebagai pendidik harus berusaha dengan berbagai macam cara untuk menyampaikan pengertian-pengertian agama yang sejelas mungkin, sehingga anak didik memahami benar tentang ajaran agama. 4 Tetapi hal ini tidak berarti bahwa pendidikan agama itu sudah cukup dengan cara menyampaikan pengetahuan tentang agama kepada siswa, sebab tahu tentang agama belum tentu mempunyai sikap mental atau perilaku yang positif terhadap agama dan bertindak sesuai dengan ajaran agama. Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 2 Subyantoro, Pelaksanaan Pendidikan Agama, (Semarang : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2010), hlm. 42 hlm.21 3 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2005), 4 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), Cet. III, hlm. 97 2

Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah dalam kurikulum PAI yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam keimanan, ketakwaan, berbangsa, dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 5 Dilihat dari pentingnya tujuan pendidikan agama Islam yang harus dicapai di sekolah, maka guru harus berusaha maksimal agar proses pembelajaran agama Islam di sekolah dapat berjalan efektif sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan. Proses pembelajaran ini akan berpengaruh pada prestasi belajar peserta didik yang akhirnya juga berpengaruh pada keberhasilan pemahaman nilai-nilai keagamaan yang merupakan titik awal untuk mengaplikasikannya dalam perilaku sehari-hari. Tuntutan agama Islam lebih berkaitan dengan nilai-nilai kebaikan yang berkaitan dengan afeksi, bukan semata-mata aspek kognisi yaitu pengetahuan tentang ilmu keislaman saja. Dengan kata lain, sistem nilai dalam kehidupan manusia harus dapat menjadi motor penggerak dalam kehidupan. Karena sistem nilai ini bersifat abstrak, maka upaya untuk menjadikan yang abstrak ini menjadi kongkrit melalui pendekatan uswah ḥasanah atau keteladanan menjadi penting. Memang dalam konteks pendidikan formal, pendidikan agama Islam menjadi tanggung jawab guru agama, mengajarkannya dan mengevaluasinya dalam bentuk angka-angka. Tetapi disini Islam tidak hanya dilihat sebagai object of study atau mata pelajaran saja, Islam juga harus dilihat secara normatif yang ujungnya adalah penanaman nilai-nilai moral akhlakul karimah yang hasilnya akan tampak dalam perilaku kesehariaannya. 6 5 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Komplementasi Kurikulum 2004), hlm. 135 6 Djamaludin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah Ragam dan Kelembagaan, (Semarang: Rasail, 2010), hlm.137 3

Pelaksanaan pendidikan agama disekolah maupun madrasah akan memberikan dampak terhadap perilaku keberagamaan peserta didik. Perilaku keberagamaan tersebut dapat berupa perilaku yang berkaitan dengan akidah, akhlak, qur an, ḥadiṡ, dan tariḥ. Pada madrasah ataupun sekolah-sekolah swasta yang berbasis keagamaan, memiliki karakter tersendiri dalam memberikan pendidikan agama dibanding dengan sekolah-sekolah yang tidak berbasis agama. Pengaruh pendidikan Islam di sekolah di kalangan remaja baru dapat terbentuk apabila guru yang bersangkutan benar-benar memiliki personalitas yang utuh dengan keyakinan penuh terhadap kebenaran agama yang diajarkan, berwibawa, terampil dalam menerapkan metode yang sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhan remaja, di samping lingkungan motivasi yang tersedia harus benarbenar dapat memberikan dorongan positif kepada berkembangnya penghayatan terhadap ajaran agama. Pengaruh pendidikan agama dalam perubahan tingkah laku remaja adalah relatif positif. Sekurang-kurangnya pengaruh pendidikan agama tersebut secara minimal dapat menanamkan benih keimanan yang dapat menjadi preventif terhadap perbuatan negatif remaja atau bahkan dapat mendorong mereka untuk bertingkah laku susila dan masyarakat sesuai dengan norma agamanya. 7 Generasi muda dipandang sebagai generasi penerus bangsa. Kepada merekalah dibebankan harapan masa depan bangsa. Siswa Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah misalnya merupakan generasi muda yang memikul tanggung jawab masa depan bangsa Indonesia dan mewarisi nilai dan norma yang menjunjung tinggi budi pekerti anggota masyarakat, selain itu siswa Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah nantinya akan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan berakhlakul karimah. Membentuk sikap dan menghargai nilai serta norma kepada anak yang tengah mengalami proses sosialisasi merupakan hal yang sangat penting yang harus mendapat perhatian penuh oleh pendidik. hlm. 216-217 7 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 4

Sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi, yang dimaksud beragama pada intinya ialah beriman. Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan dapat dikatakan sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi besar-kecil minat mereka terhadap masalah keagamaan. 8 Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merudikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral dan religi ini sering kali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja. Sikap religius dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang disadari oleh dasar kepercayaan terhadap nilai-nilai kebenaran yang diyakininya. Kesadaran ini muncul dari produk pemikiran secara teratur, mendalam dan penuh penghayatan. Sikap religius dalam diri manusia dapat tercermin dari cara berpikir dan bertindak. Sikap religius merupakan bagian penting dari kepribadian seseorang yang dapat dijadikan sebagai orientasi moral, internalisasi nilai-nilai keimanan, serta sebagai etos kerja dalam meningkatkan keterampilan sosial. 9 Selain itu, manusia bebas memilih perbuatan yang akan dilakukannya. Manusia bertanggung jawab dengan perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya. Selain itu, manusia juga akan mendapat balasan dari apa yang dikerjakannya. Sebagaiman firman Allah QS. An-Nahl ayat 97 : 5 '01 234?!@ F :! '.* % # %&'( * ',- 678&9:;<='> 5E AB%CD AGHI 8 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 70 9 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 9 5

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl/16:97) 10... Prinsip itu adalah : Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin, yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan keimanan yang sahih, maka sesungguhnya pasti akan Kami berikan kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia dan akhirat dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka kerjakan. 11 Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menekankan persamaan antara laki-laki dan perempuan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa kaum perempuan juga dituntut agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, sehingga bisa membentuk perilaku keberagamaan yang sesuai dengan ajaran Islam serta dapat bermanfaat pula bagi diri dan keluarganya, maupun untuk masyarakat dan bangsanya, bahkan kemanusiaan seluruhnya. Pendidikan agama Islam haruslah dilakukan secara intensif, supaya ilmu dan amal dapat dirasakan oleh anak didik di sekolah. Karena apabila pendidikan agama Islam diabaikan di sekolah, maka pendidikan agama di rumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang, apalagi jika di rumah kurang memberikan pendidikan agama itu dengan cara yang sesuai dengan ilmu pendidikan dan ilmu jiwa. 12 Oleh karena itu, pendidikan agama Islam harus diselenggarakan dengan sebaik-baiknya untuk dapat membina perilaku keberagamaan yang sesuai dengan ajaran Islam bagi remaja. 10 Depag. RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, 1987), hlm. 278 11 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah:pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 717-718 12 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1993), hlm. 71 6

Intensitas pengajaran agama Islam akan memberikan pengaruh terhadap penerapan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian terdapat keterkaitan perilaku keberagamaan dengan pendidikan agama Islam yang dapat membedakan perilaku beragama dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan di MAN Kendal dan SMA N 1 Kaliwungu, dikarenakan melihat kondisi daerah Kaliwungu yang secara umum juga mayoritas menganut agama Islam ditambah sedikit yang menganut agama Kristen dan Katolik. Sedangkan penganut agama selain itu tidak ada, juga tidak ditemukan tanda-tanda adanya kelompok penganut aliran kepercayaan ataupun Islam kejawen. Selain agama Islam begitu mendominasi, juga ditemukan banyak masjid dan musholla sebagai sarana tempat ibadah bagi umat Islam, termasuk di sekolahan ini yakni SMA N 1 Kaliwungu mempunyai fasilitas mushalla. SMAN 1 Kaliwungu yang terletak ditengah-tengah kota santri dan hampir sebagian besar dari siswa SMAN 1 Kaliwungu berasal dari pondok pesantren. Secara umum dapat dilihat bahwa di daerah tersebut masyarakatnya menjalankan perintah agama dengan relatif baik, sehingga dapat dibandingkan dengan kondisi MAN Kendal yang dibekali dengan pengajaran pendidikan agama Islam yang lebih sering intensitasnya. Selain itu, MAN Kendal merupakan satu-satunya Madrasah Aliyah Negeri yang berada di kota Kendal, demikian pula SMAN 1 Kaliwungu juga merupakan satu-satunya Sekolah Menengah Negeri yang berada di kota Kaliwungu. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Studi Komparasi Perilaku Keberagamaan Antara Siswa MA Negeri Kendal dengan Siswa SMA Negeri 1 Kaliwungu Tahun Pelajaran 2012/2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan pokok sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan perilaku keberagamaan antara siswa MA Negeri Kendal dan siswa SMA Negeri 1 Kaliwungu? 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah: a) Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan perilaku keberagamaan antara siswa MA Negeri Kendal dan siswa SMA Negeri 1 Kaliwungu 2. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi tentang perbedaan perilaku keberagamaan antara siswa MA Negeri Kendal dengan siswa SMA Negeri 1 Kaliwungu. Dari informasi tersebut, kiranya dapat memberi manfaat baik yaitu : a. Manfaat Teoritis 1) Memberikan sumbangan pengetahuan kepada orang tua dan tenaga pendidik bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan dasar pendidikan yang harus diberikan kepada anak agar perilaku anak dapat sesuai dengan ajaran agama Islam. 2) Memberi informasi kepada para pendidik mengenai perbedaan perilaku antara siswa MA Negeri Kendal dan siswa SMA Negeri 1 Kaliwungu b. Manfaat praktis 1) Hasil penelitian ini diharapkan menambah khazanah keilmuan tentang perilaku keberagamaan siswa. 2) Memberi informasi kepada peserta didik bahwa perilaku beragama sangat penting untuk mengimbangi perkembangan zaman 3) Untuk memberikan informasi kepada orang tua agar memasukkan anaknya ke sekolah yang sangat memperhatikan perilaku keberagamaan yang diberikan sekolah kepada siswa. 8