Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Kata kunci: Perlindungan, konsumen, barang.

dokumen-dokumen yang mirip
PENTINGNYA PENCANTUMAN HARGA MAKANAN UNTUK PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN 1 Oleh: Migiel M. Tampanguma 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. Kata kunci: Tanggungjawab pelaku usaha, konsumen yang dirugikan, keracunan makanan.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015. TANGGUNG JAWAB PIDANA PELAKU USAHA AKIBAT KERACUNAN MAKANAN 1 Oleh: Rio Kurniawan 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta data yang didapatkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014. TUGAS DAN FUNGSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM MELINDUNGI KONSUMEN 1 Oleh : Rio Bertram Atteng 2

BAB III TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen. antar anggota masyarakat yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN SERVICE CHARGE DI RESTORAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016. Kata kunci: Peran dan fungsi, lembaga pengawasan, pelaku usaha, perlindungan konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

3 Celina Tri Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, 4 D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi (Dalam Perkara

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib

BAB I PENDAHULUAN. atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang

BAB III PENUTUP. miras masih sangat lemah, ini disebabkan oleh pelaku usaha yang masih menjual

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. minuman memberikan asupan gizi yang berguna untuk kelangsungan hidup. bidang produksi pengolahan bahan makanan dan minuman bagi

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

BAB II TINJAUAN TENTANG KLAUSULA EKSONERASI SERTA HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

TUGAS-TUGAS BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya memiliki berbagai macam kebutuhan, apabila melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENGGUNA BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Regino G. Salindeho 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penjelasan istilah yang berhubungan dengan perlindungan hukum dan asas-asas perlindungan konsumen dan bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas pengguna barang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Pelaku usaha, Konsumen, Produk dan standardisasi produk, peran Pemerintah dan Klausula baku adalah istilah yang perlu diketahui dan disamakan persepsinya dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen. Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 5 asas, yaitu: Asas manfaat menyatakan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan, pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada masing-masing pihak, produsen-pelaku usaha dan konsumen, apa yang menjadi haknya. 2. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengandung pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang nyaman, aman, dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa dan harta bendanya karena memakai atau mengonsumsi produk (misalnya makanan).setiap produk, baik dari komposisi bahan, konstruksi, maupun kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi rasa kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Kata kunci: Perlindungan, konsumen, barang. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum bisnis adalah keseluruhan peraturan, putusan pengadilan, dan hukum kebiasaan yang berkaitan dengan bisnis pelaku-pelaku ekonomi atau sebaliknya perilaku ke arah persaingan yang tidak sehat karena pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berbenturan di antara mereka. Persaingan tidak sehat ini pada akhirnya dapat merugikan konsumen bentuk perbuatan yang lahir sebagai akibat dari pelaku usaha yaitu menurunkan mutu, kenaikan harga dan memalsukan barang. Para pelaku usaha akan mencari keuntungan yang setinggi-tingginya sesuai dengan prinsip ekonomi, salah satu prinsip yang sudah klasik di bidang ekonomi adalah prinsip mencari keuntungan yang setinggi-tingginya melalui pengorbanan yang sekecil-kecilnya. 3 Di sisi lain kondisi di atas dapat pula mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang di mana konsumen berada dalam posisi yang lemah, ungkapan yang menyatakan konsumen adalah raja, semestinya diinterprestasikan secara kritis, namun kenyataan tidaklah demikian adanya. Konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang di alami, oleh karena itu diperlukan peraturan misalnya, mengenai cara membuat makanan yang baik dan sehat dan aturan yang melindungi konsumen dari kerugian yang timbul karena mengkonsumsi makanan yang kadaluwarsa, sehingga diperlukan pengawasan yang ketat agar peraturan-peraturan itu dipatuhi dan dilaksanakan. Di samping itu, dengan pemahaman bahwa semua masyarakat adalah konsumen, maka melindungi konsumen berarti melindungi semua masyarakat, karena itu sesuai dengan amanat alinea ke-iv Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka perlindungan konsumen menjadi penting. 4 Kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Godlieb N.Mamahit, SH. MH; Roosje Lasut, SH. MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711392 3 Janus Sibabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal 2 4 Ibid, hal. 3 35

sebagai akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha. Perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara para pihak tidak selamanya dapat berjalan mulus dalam arti masing-masing pihak merasa puas, karena ada saja pihak penerima tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan harapannya. Berita-berita yang mengungkapkan perbuatan curang pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi konsumen seperti berita tentang biskuit beracun, makanan yang kadaluwarsa, dan sebagainya yang menimbulkan kerugian bagi konsumen. Masalah perlindungan konsumen bukan semata-mata masalah orang perorangan tetapi masalah bersama, karena pada dasarnya semua orang adalah konsumen sebab itu melindungi konsumen adalah melindungi semua orang. Dalam menganalisis dan menjelaskan kejahatan pelaku usaha dan bagaimana ganti rugi kepada konsumen, jika berbicara tentang pertanggungjawaban hukum, mau tidak mau, kita harus berbicara ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita suatu pihak sebagai akibat (dalam hal hubungan konsumen pelaku usaha) dari penggunaan pemanfaatan, serta pemakaian oleh konsumen atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu. Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen adalah melalui peraturan perundang-undangan. Dalam undang-undang tentang perlindungan konsumen dikatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan, penyelenggaraan, perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha. Badan perlindungan konsumen (BPKN) salah satu badan yang diatur secara khusus dalam undang-undang, yang mana mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Lembaga perlindungan konsumen Swadaya masyarakat adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Seperti yang tertulis segala upaya yang menjamin adanya kepastian Hukum untuk memberi perlindungan konsumen, baik dalam perlindungan kepada konsumen, hal ini agar segala upaya memberikan jaminan adanya kepastian hukum, untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang di mana hal itu akan mengakibatkan akan ketidakpastian hukum. Kepastian hukum ditentukan dalam undang-undang perlindungan konsumen dan juga bidang hukum lainnya seperti hukum Publik (Pidana), hukum Privat (perdata) dan Hukum Administrasi Negara. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan 5 Dalam hal pengelola tempat hiburan/rekreasi yang melarang pengunjung/konsumen membawa makanan/minuman dengan cara memeriksa isi tas pengunjung adalah merupakan tindakan pelanggaran terhadap hak konsumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, dimana konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penjelasan istilah yang berhubungan dengan perlindungan hukum dan asas-asas perlindungan konsumen? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas pengguna barang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? C. Metode Penulisan Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum kepustakaan yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan penelitian hukum normatif. 6 5 Anonim, Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Pasal 1 ayat 1. 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2004, hal 13. 36

PEMBAHASAN A. Istilah Perlindungan Hukum Konsumen dan Asas-asas Perlindungan Konsumen Penjelasan tentang istilah perlindungan konsumen perlu dilakukan untuk memperoleh kesatuan pendapat/persepsi dalam beberapa istilah antara lain : 1. Produsen atau Pelaku Usaha Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir dan pengecer professional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen, sifat professional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggungjawaban dari produsen. 7 Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pelaku usaha pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk makanan hasil industri, maka produsennya adalah mereka yang terkait dalam proses pengadaan makanan hasil industri itu hingga sampai ke tangan konsumen. Mereka itu adalah : pabrik (pembuat), distributor, eksportir atau importer, dan pengecer, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memakai istilah produsen, tetapi memakai istilah pelaku usaha, yang bunyinya sebagai berikut : Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Termasuk dalam pengertian ini adalah BUMN, Koperasi dan perusahaan swasta, baik berupa pabrikan, importer, pedagang eceran, distributor dan lain-lain. Sebagai penyelenggara kegiatan 7 Agnes Toar, Tanggung jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya di Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujung Pandang, 1988, hal 2. usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama seperti seorang produsen. 2. Konsumen Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan : Konsumen adalah setiap orang pemakai dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semua orang adalah konsumen karena membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya. 3. Produk dan Standardisasi Produk Dalam pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi. Produk terdiri atas barang dan jasa. Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen : Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupu tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen : Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Dengan demikian, produk mengandung arti segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen baik berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak atau dalam bentuk pekerjaan atau prestasi. 37

4. Peranan Pemerintah Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju dan supaya tujuan standardisasi dan sertifikasi tercapai semaksimal mungkin, maka pemerintah perlu aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku. Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi serta mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan, baik kesehatan maupun keuangannya. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijakan yang akan dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah : a. Registrasi dan penilaian b. Pengawasan produksi. c. Pengawasan distribusi. d. Pembinaan dan pengembangan usaha. e. Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga. 8 5. Klausula Baku Sehubungan dengan standar kontrak adalah penggunaan klausula baku dalam transaksi konsumen. Yang dimaksud dengan klausula baku menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah : Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. - Asas-asas Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan lima asas yang menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu: 1. Asas manfaat 2. Asas keadilan 3. Asas keseimbangan 8 Op-cit, hal 20 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen 5. Asas kepastian hukum 9 B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Konsumen atas Kenyamanan, Keamanan dan Keselamatan Dalam Mengkonsumsi Barang/Jasa Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengandung pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang nyaman, aman, dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa dan harta bendanya karena memakai atau mengonsumsi produk (misalnya makanan). Dengan demikian, setiap produk baik dari segi komposisi bahan, konstruksi, maupun kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi rasa kenyamanan, dan keselamatan konsumen. Tidak dikehendaki adanya produk yang dapat mencelakakan dan mencederai konsumen. Karena itu, produsen wajib mencantumkan label produknya sehingga konsumen dapat mengetahui adanya unsurunsur yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan dirinya atau menerangkan secara lengkap perihal produknya sehingga konsumen dapat memutuskan apakah produk tersebut cocok baginya (hak memilih). 10 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Segala upaya memberikan jaminan akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Undang- Undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan perlindungan konsumen, baik dalam bidang Hukum Perdata(Privat) maupun bidang Hukum Publik (Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara). 11 Kata kepastian hukum dalam Pasal 1 angka 1 tersebut bisa diaplikasikan juga dalam kepastian harga makanan dan minuman 9 Ibid, hal.25 10 Janus Sidabalok, Op-cit, hal 33. 11 Rudyanti Dorotea Tobing, Hukum, Konsumen dan Masyarakat, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2015, hal 33. 38

yang ditawarkan di rumah makan/restoran/warung. 12 Salah satu hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Dari pasal tersebut terlihat bahwa konsumen pada rumah makan/restoran/atau warung mempunyai hak informasi yang benar, jelas dan jujur, baik mengenai menu makanan dan minuman yang ditawarkan juga termasuk di dalamnya informasi tentang harga makanan dan minuman yang ditawarkan di rumah makan/restoran/warung tersebut. Oleh karenanya menjadi tidak berlebihan apabila Pemerintah lebih khusus Pemerintah Daerah tidak hanya membuat Perda tentang pajak rumah makan/restoran/warung, tetapi juga Perda tentang kewajiban mencantumkan harga makanan/minuman pada rumah makan/restoran/warung, demi kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen. Perlindungan konsumen bukan hanya masalah hukum privat, tetapi juga menyangkut masalah hukum publik. Bukan hanya masalah pajak yang menjadi amanat Undang-Undang, tetapi perlindungan terhadap konsumen pun merupakan salah satu amanat Undang-Undang. Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang merugikan dapat di laksanakan dengan cara mengatur; mengawasi; serta mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya. Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju sebagaimana upaya tujuan standarisasi dan sertifikasi tercapai semaksimal mungkin, maka pemerintah perlu aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku. Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain, menyatakan bahwa pembangunan di laksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah. UUPK tentang pengawasan, yang bunyinya sebagai berikut: 1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta penerapan ketentuan peraturan 12 Ibid., hal.33 perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. 2. Pengawasan oleh pemerintah sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri dan atau menteri teknis terkait. 3. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan atau jasa yang beredar di pasar. 4. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, menteri dan atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada menteri dan menteri. 6. Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 7. Dalam ketentuan Pasal 30 UUPK tentang pengawasan, cukup menjanjikan upaya perlindungan konsumen melalui pemberdayaan setiap unsur yang ada yaitu masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) di samping pemerintah sendiri melalui menteri. Penjelasan Pasal 49 ayat(3) Unsur konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau sekelompok konsumen. Kansil, mengemukakan bahwa dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan di antara masyarakat yakni hubungan yang di timbulkan oleh kepentingankepentingan antar anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi di dalam masyarakat. Peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa 39

anggota masyarakat untuk patuh dalam menaatinya akan menciptakan keseimbangan dalam setiap hubungan di dalam masyarakat untuk patuh dan menaatinya akan menciptakan keseimbangan tiap hubungan dalam masyarakat. 13 Pelanggaran atas peraturan yang ada akan dikenakan sanksi atau hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan. Menjaga agar peraturan-peraturan itu dapat berlangsung terus-menerus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, aturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Dengan demikian, hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan harus bersendikan pada keadilan yaitu rasa keadilan masyarakat. 14 Peran lembaga konsumen dalam suatu negara sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Begitu pentingnya lembaga konsumen ini, pada kongres konsumen sedunia di Santiago, sempat mengemukakan tentang bagaimana peran lembaga konsumen dalam menfasilitasi konsumen memperoleh keadilan. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka format yang ideal adalah bahwa perlindungan konsumen akan efektif jika secara simultan dilakukan dalam dua level/arus sekaligus, yaitu dari arus bawah ada lembaga konsumen yang kuat dan tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen, sebaliknya dari arus atas, ada bagian dalam struktur kekuasaan yang secara khusus mengurusi perlindungan konsumen. 15 Semakin tinggi bagian tersebut semakin besar pula power yang di miliki dalam melindungi kepentingan konsumen. Dengan demikian, efektif tidaknya perlindungan konsumen suatu negara tidak semata-mata tergantung pada lembaga konsumen, tapi juga kepedulian pemerintah, khususnya melalui institusi yang di bentuk untuk perlindungan 13 Arus Akbar Silondae dan Wirawan, Pokok-pokok Hukum Bisnis, Jakarta, 2011, hal.3 (Lihat Kansil 1977, Pengantar Ilmu Hukum dan Tara hukum Indonesia, Jakarta Balai Pustaka). 14 Ibid, hal.3 15 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumsi di Indonesia, Edisi Cetakan I PT Radja Grafindo. Jakarta 2011, hal. 94 konsumen. Seperti di ketahui YLKI bertujuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam bidang penelitian, bidang pendidikan, bidang penerbitan, warta konsumen dan perpustakaan bidang pengaduan serta bidang umum dan keuangan. 16 Sudaryatmo mengatakan peran lembaga konsumen dalam suatu negara sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Begitu pentingnya peran lembaga konsumen ini, pada kongres konsumen sedunia di Santiago, sempat mengemukakan tentang bagai mana peran lembaga konsumen nasional dalam memfasilitasi konsumen memperoleh keadilan. Semakin tinggi bagian tersebut semakin besar pula power yang di miliki dalam melindungi kepentingan konsumen. Jadi efektif tidaknya perlindungan konsumen suatu negara tidak semata-mata tergantung pada lembaga konsumen, tapi kepedulian pemerintah, khususnya melalui industri yang di bentuk untuk melindungi konsumen. 17 Sesuai pendapat tersebut, maka dapat diketahui bahwa kehadiran badan perlindungan konsumen Nasional yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, merupakan bentuk perlindungan dari arus atas(topdown)sementara arus bawah (bottom-up) dalam hal ini diperankan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. Termasuk kategori arus bawah adalah YLKI. 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pada pasal (I) badan penyelesaian sengketa konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Ada beberapa indikator pelayanan umum baik, yakni sebagai berikut : 1. Keterbukaan Artinya, adanya informasi pelayanan yang dapat berupa loket informasi yang di miliki dan terpampang jelas, kotak saran dan layanan pengaduan dilengkapi juga dengan petunjuk pelayanan. Dalam keterbukaan, mencakup upaya publikasi, artinya penyebaran informasi yang dilakukan melalui media atau bentuk 16 Ahmadi dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal 198 17 Ibid, hal 199. 18 Ibid 40

penyuluhan tentang adanya pelayanan yang dimaksud. 2. Kesederhanaan Artinya, mencakup prosedur pelayanan dan persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan meliputi pengaturan yang jelas terhadap prosedur yang harus di lalui oleh masyarakat yang akan menggunakan pelayanan yang dilengkapi dengan alur proses. Adapun persyaratan pelayanan adalah administrasi yang jelas. 3. Kepastian Artinya, ada terpampang dengan jelas waktu pelayanan, biaya pelayanan dan petugas pelayanan. Kantor pelayanan hendaknya mencantumkan jam kerja kantor untuk pelayanan masyarakat, jadwal pelayanan dan pelaksanaannya. Untuk biaya pelayanan, pengaturan tarif dan penerapannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adanya pengaturan tugas dan pertunjukan petugas haruslah pasti dan sesuai dengan keahlian. 4. Keadilan Artinya, tidak membedakan si kaya dan si miskin, laki-laki atau perempuan, merata dalam memberikan subjek pelayanan tidak diskriminatif 5. Keamanan dan kenyamanan Hasil produk pelayanan memenuhi kualitas teknis dan dilengkapi dengan jaminan dan pelayanan secara administrasi (pencatatan/dokumentasi, tagihan) sarana/prasarana pelayanan misalnya peralatannya ada dan digunakan secara optimal. Penataan ruangan dan lingkungan kantor terasa fungsional, rapi, bersih dan nyaman 6. Perilaku petugas pelayanan Pengabdian, keterampilan dan etika petugas. Artinya seorang petugas haruslah tanggap dan peduli dalam memberikan pelayanan, termasuk disiplin dan kemampuan melaksanakan tugas. Dari segi etika keramahan dan sopan santun juga perlu diperhatikan. 19 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaku usaha, Konsumen, Produk dan standardisasi produk, peran Pemerintah dan Klausula baku adalah istilah yang perlu diketahui dan disamakan persepsinya dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen. Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 5 asas, yaitu: Asas manfaat menyatakan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan, pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada masing-masing pihak, produsen-pelaku usaha dan konsumen, apa yang menjadi haknya. 2. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengandung pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang nyaman, aman, dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa dan harta bendanya karena memakai atau mengonsumsi produk (misalnya makanan).setiap produk, baik dari komposisi bahan, konstruksi, maupun kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi rasa kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. B. Saran Hak untuk mendapatkan advokasi dan perlindungan secara patut perlu ditegaskan dalam suatu perundang-undangan sehingga semua pihak, baik konsumen itu sendiri, produsen maupun pemerintah mempunyai pandangan yang sama dalam mewujudkannya. Hal ini berkaitan dengan upaya hukum dalam hal mempertahankan hak-hak konsumen melalui jalur hukum dengan cara dan prosedur yang diatur dalam perundang-undangan, sehingga seorang konsumen yang dilanggar 19 Celina Trisiwi Kristiyanti, Op-Cit, hal. 125 41

haknya atau menderita kerugian dapat memperoleh haknya kembali. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi Miru, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2014. Agus Sardjono DKK, Pengantar Hukum Dagang, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2014. Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2013. Arus Akbar Silondae dan Wirawan, Pokok-pokok Hukum Bisnis, Jakarta, 2011. Anonim, Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika, 2009. Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Bandung, Refika Aditama, 2013. Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. H. Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2012. Inosensius Samsul, Ringkasan Disertai Prinsip Tanggung Jawab Mutlak, Fakultas Hukum, Pascasarjana, 2003. Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. J.S. Badudu Sutan & Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PT 1ntergrafika, Jakarta, 1994. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2011. Shidana, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi 2006,Gramedia Widiasrana Indonesia, Jakarta, 2006. Tobing Rudyanti Dorotea, Hukum, Konsumen dan Masyarakat, Sebuah Bunga Rampai, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2015. Yusuf Sifie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Sumber-sumber Lain Undang-Undang Dasar 1945 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. www.kompasiana.com/dongovani/kasus-kasuskeracunan-makanan-dan-potensikeracunan-obat-dimanado_54f945cfa333115f378b4ef0. 42